Share

Dilema Istri Kedua
Dilema Istri Kedua
Penulis: Siska_ayu

Bab 1

Penulis: Siska_ayu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-30 11:44:57

"Siapa wanita itu, Mas?"

"Katakan!" teriakku.

Aku membanting bubur yang tadi dibeli dari penjual bubur yang sedang mangkal di depan rumah. Seketika bubur yang terbungkus plastik itu berceceran di lantai.

"Sabar, Nay, sabar! Ayo, duduk dulu. Kamu pasti cape kan habis perjalanan jauh." Mas Fahri—suamiku, mencoba memegang bahuku. Tapi segera kutepis tangannya.

Sementara wanita itu, yang entah siapa dan dari mana datangnya, entah sejak kapan pula dia ada di rumah ini, berdiri mematung di dalam ruang TV rumah kami. Wajahnya tertunduk, memainkan jari jemarinya yang saling bertautan. Rambut sepinggang yang masih basah itu, tergerai menutupi sebagian wajahnya.

"Tidak, aku butuh jawaban sekarang juga. Siapa wanita itu? Kenapa dia ada di rumah kita, Mas?"

Aku berteriak histeris. Tubuhku bergetar hebat. Suaraku nyaring melengking menggema di seluruh ruangan. Bahkan mungkin, akan terdengar sampai rumah tetangga. Apa peduliku. Hatiku perih bak disayat sembilu. Sungguh tak kuasa melihat pemandangan yang ada di depan mataku.

Rasanya tidak mungkin, laki-laki dan perempuan berada dalam satu rumah tidak melakukan hal apapun. Terlihat dari rambut wanita itu yang masih basah. Juga suamiku yang hanya mengenakan kaos oblong dengan kain sarung sebagai bawahan.

"Apa yang kamu lakukan sama perempuan j*lang itu di rumah kita, Mas? Berani-beraninya kamu memasukkan wanita lain ke rumah ini saat aku tak ada di rumah," lanjutku menahan tangis yang sedari tadi sudah hampir pecah. Hanya saja, aku masih menunggu jawaban dari mulut lelaki di hadapanku yang telah menikahiku selama hampir setahun itu.

"Tolong, Nay, jangan bilang seperti itu. Dia wanita baik-baik," jawab suamiku yang membuat darahku terasa mendidih seketika.

"Apa?! Wanita baik-baik? Mana ada wanita baik-baik berduaan dengan suami orang yang sedang ditinggal pergi istrinya. Padahal aku pergi cuma beberapa hari, Mas. Baru 5 hari, tapi kamu sudah berani memasukkan wanita lain ke rumah ini. Apa itu yang disebut wanita baik-baik? Itu namanya wanita murah*an, pelac*r," beberku sambil menatap tajam pada wanita yang masih bungkam di tempat semula.

"Cukup, Nay! Jangan bicara buruk lagi tentang dia," bentak mas Fahri. Telunjuknya mengarah tepat pada wajahku.

Lelaki berbadan tinggi tegap itu kembali mendekat. Dia menghampiriku yang masih bergeming dengan tubuh gemetar di ambang pintu depan. Aku mundur beberapa langkah, hingga tubuh lemahku tak dapat lagi bergerak karena terbentur pintu yang tertutup. Air mata yang tadi sempat tertahan, kini tumpah ruah mendengar suamiku justru membela wanita lain di hadapanku. Bahkan kini, tubuhku melorot luruh ke lantai. Tungkai kakiku tak cukup kuat menahan guncangan sakitnya organ yang bernama hati mendengar bentakan suamiku karena membela wanita itu.

"Maafkan aku, Nay. Aku tak bermaksud membentakmu."

Mas Fahri membungkuk, memegang bahuku yang masih berguncang hebat diiringi isak tangis.

"Aku akan jelaskan semuanya. Tapi kamu duduk dulu, yuk. Aku, mohon. Kita bicarakan ini baik-baik."

Mas Fahri berusaha membangunkan tubuhku. Lalu memapahku menuju sofa. Terpaksa akupun menurut.

Kini aku duduk bersebelahan dengan Mas Fahri. Air mata masih bercucuran. Sementara wanita itu, terlihat sudah menghilang entah kemana.

"Tenang, Sayang. Tenang." Mas Fahri mengusap-usap lembut punggungku.

"Bagaimana aku bisa tenang, Mas, mengetahui ada wanita lain di rumah ini?" jawabku parau. Aku menangkup wajah dengan kedua tangan.

Wajahku mendongak ketika mendengar derap langkah kaki yang semakin mendekat. Dan pemilik langkah kaki itu, kini berada tepat di hadapanku. Rambut basahnya, kini tertutup jilbab instan biru dongker sedada. Cuih, sok alim.

Tangannya membawa nampan. Di nampan itu ada dua cangkir air yang terlihat masih mengepul. Dari aromanya, aku yakin kalau itu adalah teh melati kesukaanku. Sok perhatian. Ingin rasanya menumpahkan teh panas itu pada wajah polosnya yang tampak tak berdosa dan tak punya malu.

Mas Fahri mengambil teh panas itu dari tangannya.

"Minum dulu, ya. Biar kamu sedikit tenang," ucap Mas Fahri sambil mengulurkan cangkir itu padaku.

"Apa kamu tidak lihat, Mas, teh itu masih panas. Jangan-jangan dia mau mencelakaiku, atau mungkin dia sudah menaruh racun dalam minuman itu," timpalku menatap tajam pada wanita yang kini sudah duduk di sofa di ujung sana.

Wajahnya yang terlihat sendu terus menunduk. Sedetik kemudian, setitik air mata meluncur bebas dari manik matanya yang hitam legam, hingga hinggap di punggung tangannya. Lucu sekali. Seolah-olah, di sini, dialah yang paling tersakiti. Muak sekali aku melihatnya.

Aku menghela napas panjang, lalu mengembuskan pelan. Mencoba mengusir sedikit saja rasa sesak yang menyeruak dalam dada. Menetralkan emosi yang begitu terasa membuncah.

"Mas, siapa wanita itu?" Aku mencoba kembali bertanya dengan sedikit lembut setelah menetralisir perasaanku.

"Di-dia ...."

Mas Fahri terlihat ragu untuk menjawab. Mimik wajahnya jelas menampakkan ketegangan. Sesekali ujung matanya tertangkap sedang melirik kepada wanita yang sepertinya sudah berusia lebih tua dariku itu.

"Mas!"

Aku sedikit meninggikan suaraku. Tak sabar rasanya ingin mengetahui ada hubungan apa diantara kedua makhluk yang ada di hadapanku ini.

Mas Fahri terlihat mengembuskan napas pendek, sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku.

"Di-dia, Khoirunnisa. Istriku. Istri pertamaku."

Bab terkait

  • Dilema Istri Kedua   Bab 2

    "Apa?! Istri pertama?"Aku menatap tajam iris coklat Mas Fahri. Berharap apa yang tadi kudengar hanya candaan atau prank semata. Bukankah beberapa hari lagi adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama? Mungkin Mas Fahri ingin memberi kejutan untukku dengan berpura-pura seperti ini."Kamu bercanda kan, Mas? Apa kamu sengaja ingin memberi kejutan untuk ulang tahun pernikahan kita?" Aku memegang lengan suamiku.Mas Fahri menggeleng pelan."Tidak, Nay. Aku tidak bercanda. Dia memang istriku. Kami sudah menikah selama empat tahun."Aku repleks menutup mulut yang membulat. Pengakuan Mas Fahri membuat jantungku serasa berhenti berdetak seketika. Hatiku bak dipukul palu godam dengan amat keras. Sakit luar biasa. Tak pernah sekalipun aku menyangka, kalau aku akan menjadi istri kedua. Aku tak pernah menginginkannya, bahkan dalam mimpi sekalipun.Air mataku mengalir semakin deras. Bahuku berguncang hebat menandakan luka yang kurasakan teramat dahsyat."Maafkan aku, Nay. Aku tidak bermak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Dilema Istri Kedua   Bab 3

    "Maaf, Mbak. Aku cuma mau mengantarkan ini." Nisa meletakkan sebuah piring berisi nasi dan semangkuk sayur sop yang masih mengepul. Aku memalingkan wajah ke segala arah pura-pura tidak memperhatikannya. Wangi kaldu ayam dari sayur sop menguar menusuk indra penciumanku. Begitu menggoda perutku yang meronta-ronta minta diisi. Namun sayangnya, rasa sakit hati lebih mendominasi daripada rasa lapar yang kurasakan."Aku permisi," ucap Nisa. Sudut matanya melirik Mas Fahri yang masih duduk di sampingku.Mas Fahri terlihat mengangguk sambil tersenyum. Sangat manis. Ah, hatiku kembali berdenyut ngilu melihat lelaki yang begitu kucinta itu tersenyum begitu manis kepada wanita lain. Meskipun sekarang aku tahu, wanita itu juga istri dari suamiku. Nisa berjalan pelan keluar kamar. Kemudian dia menutup kembali pintu kamarku.Sebagai seorang wanita, aku bisa melihat, kalau Nisa adalah wanita yang baik. Tubuhnya bahkan terbungkus gamis yang sama sekali tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Rambutny

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Dilema Istri Kedua   Bab 4

    "Itu karena ...."Mas Fahri terlihat membuang napas pelan."Karena Nisa tidak bisa memberikan keturunan. Saat belia, Nisa mengalami kecelakaan yang menyebabkan rahimnya harus diangkat."DegHatiku berdenyut lebih kencang dari sebelumnya. Rasa kecewa langsung merajai hati."Jadi, Mas menikahiku hanya karena ingin mempunyai anak? Mas mau menjadikanku istri pencetak anak?"Emosi yang sempat mereda, kini kembali membuncah. Tak menyangka jika tujuan Mas Fahri menikahiku hanya karena ingin mendapatkan keturunan."Tidak, tidak seperti itu, Nay. Jangan salah paham. Aku menikahimu karena memang benar-benar mencintaimu.""Bagaimana kalau ternyata, aku juga tidak bisa memberikanmu keturunan? Bukankah kita juga sudah setahun menikah? Tapi belum ada sama sekali tanda-tanda kehamilan. Apa kamu juga akan menikah lagi?" Mas Fahri terlihat gelagapan."Ti-tidak. Tentu saja tidak, Sayang."Entahlah, apa yang dikatakannya benar atau tidak. Aku sudah tidak bisa mempercayainya. Aku terlanjur kecewa padany

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Dilema Istri Kedua   Bab 5

    Apa sebenarnya yang sedang mereka lakukan di dalam? Bukankah tadi Nisa sedang memasak di dapur? Kenapa sekarang sudah di kamarnya?Ingin rasanya mendobrak pintu kamar ini. Walaupun mungkin pemandangan di dalam akan membuatku hancur dan terluka."Makanya, kalau masak tuh hati-hati. Masa ngiris timun aja sampai tangan ikut keiris. Jadinya berdarah kan?" Suara Mas Fahri terdengar begitu perhatian pada istri pertamanya itu.Ternyata Mas Fahri hanya sedang mengobati luka Nisa. Ah, kenapa pikiranku jadi kemana-mana? Aku tidak sanggup kalau harus berlama-lama seperti ini. Bisa-bisa aku g*la dan masuk rumah sakit jiwa. Segera kuteruskan langkah yang tadi sempat tertunda. Menyeduh teh melati dengan sesendok gula pasir. Aromanya begitu menenangkan. Di meja makan sudah terhidang nasi goreng tanpa kecap, lengkap dengan telur ceplok, sosis, dan irisan timun. Ternyata Nisa pun tahu makanan kesukaan Mas Fahri. Ah, tentu saja. Bukankah Nisa sudah lebih lama hidup bersama Mas Fahri? Sepertinya, aku

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Dilema Istri Kedua   Bab 6

    Aku salut dengan Nisa. Dia terluka, tapi tetap bertahan, melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Kebaikannya, semakin membuatku yakin untuk pergi dari rumah ini dan dari dari kehidupan Mas Fahri. Biarlah Mas Fahri belajar mencintai Nisa. Menjadikan Nisa satu-satunya istrinya. Nisa memang tidak memiliki rahim, tapi dia memiliki hati. Apa hanya karena tak memiliki rahim, itu berarti Nisa harus menderita? Tidak, dia berhak bahagia."Mbak Naya tau, aku juga sangat terluka saat Mas Fahri meminta izin untuk menikah lagi. Hatiku hancur. Tapi aku pura-pura tetap tegar di hadapan Mas Fahri. Aku sadar aku bukanlah wanita yang sempurna. Meski dengan berat hati, aku akhirnya mengizinkannya. Demi kebahagiannya, demi senyumnya yang dulu sempat hilang, dan demi hidupnya yang dulu sempat layu. Aku ikhlas, sangat sangat ikhlas."Nisa menyeka sudut mata yang masih meninggalkan genangan air. Meski bibirnya berkata iklhas, tapi sorot matanya tak bisa bohong. Masih begitu besar luka yang dia rasaka

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Dilema Istri Kedua   Bab 7

    Mobil yang tadi sempat kupesan sudah sampai di area parkir sebuah hotel yang lumayan jauh dari rumahku. Aku bergegas turun setelah membayar kepada sang sopir.Aku segera menghampiri resepsionis hotel. Setelah mendapat kunci hotel yang berupa kartu, aku naik lift ke lantai tiga yang merupakan kamarku.Setelah sampai di kamar hotel, aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang dengan seprai yang serba putih itu. Letih sekali rasanya. Bukan hanya raga, tapi jiwa.Dalam keadaan seperti ini, ingin sekali rasanya menelpon Bang Irsyad. Tapi urung dilakukan. Tak ingin mengganggunya yang sedang fokus merintis bisnis. Apalagi hanya dengan mendengar suaraku, Bang Irsyad pasti bisa menebak bahwa adiknya ini sedang tidak baik-baik saja.Aku memilih untuk tinggal di hotel barang dua atau tiga malam. Bukan hotel berbintang yang mewah. Hanya hotel bintang tiga, tapi cukup nyaman. Sebuah ranjang berukuran cukup besar, juga sebuah TV LED akan menemani hari-hariku untuk beberapa waktu ke depan.Baru saja

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-10
  • Dilema Istri Kedua   Bab 8

    Mia sudah pulang sejak sejam yang lalu. Aku baru saja selesai melaksanakan salat asar. Terlalu banyak menangis membuat kepalaku terasa pusing. Aku mengambil handuk, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mungkin guyuran shower akan sedikit mengurangi rasa sakit kepalaku.Gawai yang tadi sebelum mandi sempat aku hubungkan ke alat charger, terdengar bergetar. Kuusap layar. Tampak delapan panggilan tak terjawab dari kontak yang sama, kontak dengan nama 'suamiku tercinta'.Ragu aku untuk menjawab panggilan itu. Namun lagi-lagi panggilan kembali masuk. Akhirnya dengan terpaksa, kugeser tombol biru, kemudian mendekatkan gawai ke telinga."Hallo, Sayang. Kamu di mana?"Nada suara Mas Fahri terdengar sangat panik. Dia pasti sudah pulang kerja karena jam sudah menunjukkan pukul lima sore.Tak Mungin aku memberi tahu keberadaanku. Sekuat tenaga kutahan agar air mata tak lagi menetes."Kamu ga usah khawatir, Mas. Aku baik-baik saja. Aku berada di tempat yang aman. Aku butuh waktu menyendiri untu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-11
  • Dilema Istri Kedua   Bab 9

    "Bang Raka?" sahutku sambil tersenyum ke arahnya.Mataku membulat melihatnya. Bahkan tadi aku tidak mengenal suaranya karena Bang Raka memakai masker.Bang Raka adalah sahabat Bang Irsyad, kakakku. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku SMA. Bahkan bisnis yang sekarang Bang Irsyad rintis, itu bisnis berdua dengan Bang Raka. Bang Raka sering main bahkan menginap di rumahku. Hingga menyebabkan aku pun ikut akrab dan menganggapnya sebagai kakakku sendiri."Kamu ngapain malam-malam seperti ini di sini, Nay?" tanya Bang Raka. Keningnya terlihat berkerut."A-aku. Aku ...."Aku bingung harus menjawab apa. Secara tempat ini lumayan jauh dari rumahku. "Justru, Abang yang ngapain di sini? Bukankah Abang sedang di Bali sama Bang Irsyad?" Aku malah balik bertanya. Tentunya untuk mengalihkan pembicaraan."Aku ga jadi ikut ke Bali, Nay. Kemarin mendadak meriang. Terpaksa Irsyad berangkat sendiri," timpal Bang Raka.Aku hanya mengangguk."Sekarang udah sehat?" tanyaku lagi."Alhamdulillah udah ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-12

Bab terbaru

  • Dilema Istri Kedua   Tamat

    Aku sempat begitu terkejut saat bangun melihat ada seorang lelaki di sampingku. Namun, aku buru-buru tersadar kalau sekarang aku sudah menjadi seorang istri kembali. Kutatap lelaki yang masih tidur pulas itu. Wajahnya begitu tampan dan teduh. Hanya saja, kecanggungan di antara kami belum benar-benar mencair. Semalam saja, tidur kami terhalang oleh bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami.Aku beringsut turun dari ranjang, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, ternyata suamiku sudah terbangun."Sudah wudhu?" tanyanya sambil tersenyum.Aku mengangguk sambil membalas senyumannya."Kita solat berjamaah subuh. Aku wudhu dulu." Ustad Hafiz pun masuk ke kamar mandi.Setelah melakukan solat subuh berjamaah, Ustad Hafiz mengajakku untuk membaca Al-Quran sejenak sambil menunggu pagi datang. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya terdengar begitu merdu di telinga. Membuat hatiku merasa begitu tenang dan damai."Mau pulang sekar

  • Dilema Istri Kedua   Bab 50

    Tak pernah kuduga sedikit pun apa yang Umi Fatimah ucapan barusan? Bercanda kah ia? Tapi beliau bukan tipe orang yang suka bercanda apalagi sedang membahas masalah serius seperti ini."Ma-maksud Umi, apa?" Dengan mimik yang masih keheranan aku bertanya."Umi berniat menjodohkan Naya sama anak Umi. Itu juga kalau Naya bersedia.""Maaf Umi. Naya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping Ustad Hafiz. Naya bukan wanita solehah. Naya juga cuma seorang janda yang sudah mempunyai anak. Tidak mungkin Ustad Hafiz mau sama Naya. Banyak wanita yang lebih baik di luar sana." Aku menunduk. Menyembunyikan genangan air mata yang mulai memenuhi kelopaknya."Sayang, apa yang salah dengan janda. Bukankah Nabi Muhammad saw juga dulu menikahi seorang janda? Gadis ataupun janda bukan tolak ukur seorang wanita baik atau tidak. Umi terlanjur sayang sama Naya juga Fea. Umi pasti seneng banget kalau Naya bisa menjadi menantu Umi.""Tapi Umi. Ustad Hafiz ...."Umi Fatimah tersenyum kepadaku, kemudian mengge

  • Dilema Istri Kedua   Bab 49

    Kenyataan yang baru saja kudengar, bagai meruntuhkan duniaku yang perlahan akan kembali bangkit. Aku mulai merasakan setitik harapan untuk masa depan yang indah bersama pendamping yang akan benar-benar menyayangiku dan anakku. Namun kini, bak roller coaster yang terjun dari ketinggian hingga ke dasar bumi. Hancur. Air mata makin mengalir deras membasahi pipi. Jantungku pun masih berpacu begitu cepat. Tubuhku yang tak berdaya masih ditopang oleh Bang Irsyad. Kutatap mata elang Abangku yang terlihat mengobarkan amarah."Kamu harus kuat, Naya." Bang Irsyad berbisik lirih di telingaku. Aku pun mengangguk. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita ke dalam," lanjutnya lagi.Aku berkali-kali mencoba menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan debaran dan sayatan yang mengiris hati. Memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam dadaku yang terasa sesak. Lagi-lagi karena pengkhianatan.Untuk terakhir kalinya aku menghirup napas sangat panjang, sambil mengusap jejak air mata di pipi. Stop Naya. Kam

  • Dilema Istri Kedua   Bab 48

    "Kok, buru-buru banget sih, Bang? Naya pikir, mau pendekatan dulu atau apa gitu." Aku masih mencoba untuk mengulur waktu sambil terus belajar memantapkan hatiku untuk mencintainya."Kita sudah cukup dekat sejak lama. Ngapain ditunda-tunda lagi."Rasanya ingin aku menjawabnya lagi. Tapi suara tangisan Syafea sudah mulai terdengar. Benar saja, ibu datang dengan membawa Syafea yang sedang menangis."Sepertinya, Fea ngantuk, Nay." Ibu menyerahkan Syafea padaku."Maaf, Bang. Naya mau nidurin Fea dulu." Bang Raka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun bangkit dan mulai berjalan ke kamar untuk menyusui putriku.Kumandang azan duhur membangunkanku yang ikut tertidur di samping Syafea. Mungkin karena semalam aku susah tidur, makanya sekarang sampai ikut ketiduran. Kulirik Syafea yang masih tertidur lelap. Kemudian aku turun perlahan dari kasur.Aku sedikit terkejut saat keluar dari kamar, karena ternyata Bang Raka masih ada di sini. Aku pikir sudah pulang ke rumahnya. Taunya masih ada. Tidur ter

  • Dilema Istri Kedua   Bab 47

    Dengan air mata yang mulai berjatuhan dan hati berdebar, mataku memindai sekeliling. Pun dengan Umi Fatimah. Aku berjalan cepat ke arah tempat mengaji anak-anak tadi, badanku berputar menengok ke kiri dan ke kanan. Nihil. Tidak ada."Gimana, Nay? Ada?" tanya Umi dengan wajah panik.Aku menggeleng."Kita cari ke arah belakang masjid."Aku pun mengikuti umi menuju belakang masjid. Bahkan sampai mengelilinginya. Tidak ada tanda-tanda Syafea ada di sana. Aku dan Umi pun memutuskan untuk kembali ke depan.Dengan tubuh yang masih bergetar dan kaki lemas, aku terduduk lesu di teras masjid. Menangis sesenggukan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangan."Syafea ...." Aku menangis memanggil nama putriku."Sabar. Kita cari sama-sama. Insyaallah, Fea baik-baik saja." Umi mengusap punggungku pelan.Saat aku masih terisak, samar kudengar celotehan Syafea dari dalam masjid. Wajahku langsung mendongak seketika. Aku dan Umi saling bertatapan. Sepertinya Umi pun mendengarnya. Seingatku tadi, pintu

  • Dilema Istri Kedua   Bab 46

    Setelah melaksanakan solat isya, seperti kebiasaan keluargaku dari kecil, kami berkumpul di tuang TV. Berbagi cerita, membahas segala hal. Rencananya, malam ini, aku ingin bertanya kepada ibu dan Bang Irsyad tentang pendapat mereka mengenai Bang Raka. Aku ingin mengatakan kalau Bang Raka ingin serius menjalani hubungan denganku.Syafea tengah tertidur di karpet ruang TV karena terlalu lelah bermain. Ini waktu yang tepat untukku berbicara karena tidak akan diganggu anakku. "Bu, Bang, Naya mau ngomongin sesuatu," ucapku pada Ibu dan Bang Raka dengan hati yang berdebar. Spontan Ibu dan Abangku itu langsung menatap ke arahku."Ada apa, Nay?" tanya Ibu. Sementara Bang Irsyad tidak bersuara. Hanya dari gestur tubuhnya, dia terlihat sudah siap untuk mendengarkan."Naya ... mau bertanya sesuatu pada Ibu dan Abang," kataku lagi seolah ragu."Iya, apa? Tanyakan saja," jawab Ibu."Naya ... Naya ... Maksud Naya, gimana pendapat Ibu sama Abang tentang Bang Raka? Sebenarnya, Bang Raka mengatakan s

  • Dilema Istri Kedua   Bab 45

    Setelah mengetahui masa lalu kelam Bang Irsyad, aku tidak pernah lagi membahas tentang Nisa dihadapannya. Ya, aku mengerti perasaannya. Kecewa, terluka. Dikhianati oleh orang yang begitu kita cintai itu sangat menyakitkan.Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan masa lalu Nisa. Hanya dia sendiri yang tau. Namun, tak ada manusia yang cela tanpa dosa. Begitupun bagi seorang Nisa. Mungkin dulu dia telah berbuat khilaf hingga hamil diluar nikah. Meski aku sendiri tak tau bagaimana kondisi bayi yang dulu pernah dikandung oleh Nisa. Apakah ia pernah terlahir ke dunia, atau justru tidak sama sekali.Aku begitu sering bertemu Nisa, bahkan dia selalu menginap di rumahku jika aku sedang berada di Jakarta. Namun, aku tak pernah berniat sekalipun untuk bertanya tentang masa lalunya. Bahkan aku tak berhak untuk tau. Biarlah itu menjadi masa lalu Nisa dan Bang Irsyad yang mereka kubur selama ini.Waktu begitu terasa cepat berjalan. Hari ini tepat satu tahun usia Syafea. Tidak ada perayaan. Aku han

  • Dilema Istri Kedua   Bab 44

    Sekarang aku sudah pulang kembali ke kampung halamanku setelah seminggu berada di Jakarta. Meskipun ibu dan bapak mertua belum puas melepas rindu dengan cucunya, namun aku juga harus memikirkan perasaan ibuku sendiri yang lebih betah dan nyaman tinggal di kampung halamannya.Seperti biasa, sebelum pulang aku mampir dulu ke makam Mas Fahri untuk mendoakannya. Setelah di kampung, aku kembali dekat dengan Umi Fatimah. Sering berkunjung ke rumahnya sambil menggendong Syafea menikmati udara sore hari. Terkadang menemani umi mengajar anak-anak sekolah agama. Syafea suka anteng kalau di ajak ke madrasah melihat dan mendengar anak-anak mengaji. Semoga kelak ia akan menjadi anak yang solehah.Bang Raka juga kembali gencar mendekatiku, memperhatikanku. Setiap hari lelaki yang kukenal sejak lama itu video call atau sekedar mengirim pesan. Namun jika pesannya atau pembicaraannya sudah menjurus ke hal-hal yang belum kuinginkan, segera kualihkan pembicaraan ke topik lain. Dan sepertinya Bang Raka

  • Dilema Istri Kedua   Bab 43

    Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun sempat tertegun sebentar melihat adanya Bang Raka. Namun, beliau langsung tersenyum sambil sedikit membungkukkan tubuhnya."Umi, ini sahabat Abang saya. Baru saja datang dari Jakarta.""Bang, ini Umi Fatimah sama anaknya, Ustad Hafiz. Pemilik Pesantren Al-Huda."Umi Fatimah, Ustad Hafiz dan Bang Raka sama-sama menganggukkan kepala sambil tersenyum."Silakan duduk, Umi, Ustad. Maaf, saya tinggal ke belakang sebentar."Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun duduk di sofa bersisian. Sementara aku berlalu ke dapur."Ada tamu, ya, Nay?" tanya Ibu yang sedang menyiapkan makan siang saat aku menuangkan air putih ke dalam dua gelas air."Iya, Bu. Ada Umi Fatimah sama Ustad Hafiz.""Tumben, ada apa, ya?" "Enggak tau, Bu. Naya kan udah lama nggak ikut pengajian. Ribet sama Syafea. Ya sudah, Naya ke depan dulu."Aku pun kembali ke ruang tamu sambil membawa baki berisi dua gelas air putih. "Silakan diminum, Umi." Aku menyimpan gelas itu di meja di hadapan Umi Fatimah da

DMCA.com Protection Status