Share

Bab 44

Penulis: Siska_ayu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-24 14:03:17

Sekarang aku sudah pulang kembali ke kampung halamanku setelah seminggu berada di Jakarta. Meskipun ibu dan bapak mertua belum puas melepas rindu dengan cucunya, namun aku juga harus memikirkan perasaan ibuku sendiri yang lebih betah dan nyaman tinggal di kampung halamannya.

Seperti biasa, sebelum pulang aku mampir dulu ke makam Mas Fahri untuk mendoakannya.

Setelah di kampung, aku kembali dekat dengan Umi Fatimah. Sering berkunjung ke rumahnya sambil menggendong Syafea menikmati udara sore hari. Terkadang menemani umi mengajar anak-anak sekolah agama. Syafea suka anteng kalau di ajak ke madrasah melihat dan mendengar anak-anak mengaji. Semoga kelak ia akan menjadi anak yang solehah.

Bang Raka juga kembali gencar mendekatiku, memperhatikanku. Setiap hari lelaki yang kukenal sejak lama itu video call atau sekedar mengirim pesan. Namun jika pesannya atau pembicaraannya sudah menjurus ke hal-hal yang belum kuinginkan, segera kualihkan pembicaraan ke topik lain. Dan sepertinya Bang Raka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dilema Istri Kedua   Bab 45

    Setelah mengetahui masa lalu kelam Bang Irsyad, aku tidak pernah lagi membahas tentang Nisa dihadapannya. Ya, aku mengerti perasaannya. Kecewa, terluka. Dikhianati oleh orang yang begitu kita cintai itu sangat menyakitkan.Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan masa lalu Nisa. Hanya dia sendiri yang tau. Namun, tak ada manusia yang cela tanpa dosa. Begitupun bagi seorang Nisa. Mungkin dulu dia telah berbuat khilaf hingga hamil diluar nikah. Meski aku sendiri tak tau bagaimana kondisi bayi yang dulu pernah dikandung oleh Nisa. Apakah ia pernah terlahir ke dunia, atau justru tidak sama sekali.Aku begitu sering bertemu Nisa, bahkan dia selalu menginap di rumahku jika aku sedang berada di Jakarta. Namun, aku tak pernah berniat sekalipun untuk bertanya tentang masa lalunya. Bahkan aku tak berhak untuk tau. Biarlah itu menjadi masa lalu Nisa dan Bang Irsyad yang mereka kubur selama ini.Waktu begitu terasa cepat berjalan. Hari ini tepat satu tahun usia Syafea. Tidak ada perayaan. Aku han

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-26
  • Dilema Istri Kedua   Bab 46

    Setelah melaksanakan solat isya, seperti kebiasaan keluargaku dari kecil, kami berkumpul di tuang TV. Berbagi cerita, membahas segala hal. Rencananya, malam ini, aku ingin bertanya kepada ibu dan Bang Irsyad tentang pendapat mereka mengenai Bang Raka. Aku ingin mengatakan kalau Bang Raka ingin serius menjalani hubungan denganku.Syafea tengah tertidur di karpet ruang TV karena terlalu lelah bermain. Ini waktu yang tepat untukku berbicara karena tidak akan diganggu anakku. "Bu, Bang, Naya mau ngomongin sesuatu," ucapku pada Ibu dan Bang Raka dengan hati yang berdebar. Spontan Ibu dan Abangku itu langsung menatap ke arahku."Ada apa, Nay?" tanya Ibu. Sementara Bang Irsyad tidak bersuara. Hanya dari gestur tubuhnya, dia terlihat sudah siap untuk mendengarkan."Naya ... mau bertanya sesuatu pada Ibu dan Abang," kataku lagi seolah ragu."Iya, apa? Tanyakan saja," jawab Ibu."Naya ... Naya ... Maksud Naya, gimana pendapat Ibu sama Abang tentang Bang Raka? Sebenarnya, Bang Raka mengatakan s

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Dilema Istri Kedua   Bab 47

    Dengan air mata yang mulai berjatuhan dan hati berdebar, mataku memindai sekeliling. Pun dengan Umi Fatimah. Aku berjalan cepat ke arah tempat mengaji anak-anak tadi, badanku berputar menengok ke kiri dan ke kanan. Nihil. Tidak ada."Gimana, Nay? Ada?" tanya Umi dengan wajah panik.Aku menggeleng."Kita cari ke arah belakang masjid."Aku pun mengikuti umi menuju belakang masjid. Bahkan sampai mengelilinginya. Tidak ada tanda-tanda Syafea ada di sana. Aku dan Umi pun memutuskan untuk kembali ke depan.Dengan tubuh yang masih bergetar dan kaki lemas, aku terduduk lesu di teras masjid. Menangis sesenggukan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangan."Syafea ...." Aku menangis memanggil nama putriku."Sabar. Kita cari sama-sama. Insyaallah, Fea baik-baik saja." Umi mengusap punggungku pelan.Saat aku masih terisak, samar kudengar celotehan Syafea dari dalam masjid. Wajahku langsung mendongak seketika. Aku dan Umi saling bertatapan. Sepertinya Umi pun mendengarnya. Seingatku tadi, pintu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-29
  • Dilema Istri Kedua   Bab 48

    "Kok, buru-buru banget sih, Bang? Naya pikir, mau pendekatan dulu atau apa gitu." Aku masih mencoba untuk mengulur waktu sambil terus belajar memantapkan hatiku untuk mencintainya."Kita sudah cukup dekat sejak lama. Ngapain ditunda-tunda lagi."Rasanya ingin aku menjawabnya lagi. Tapi suara tangisan Syafea sudah mulai terdengar. Benar saja, ibu datang dengan membawa Syafea yang sedang menangis."Sepertinya, Fea ngantuk, Nay." Ibu menyerahkan Syafea padaku."Maaf, Bang. Naya mau nidurin Fea dulu." Bang Raka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun bangkit dan mulai berjalan ke kamar untuk menyusui putriku.Kumandang azan duhur membangunkanku yang ikut tertidur di samping Syafea. Mungkin karena semalam aku susah tidur, makanya sekarang sampai ikut ketiduran. Kulirik Syafea yang masih tertidur lelap. Kemudian aku turun perlahan dari kasur.Aku sedikit terkejut saat keluar dari kamar, karena ternyata Bang Raka masih ada di sini. Aku pikir sudah pulang ke rumahnya. Taunya masih ada. Tidur ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-30
  • Dilema Istri Kedua   Bab 49

    Kenyataan yang baru saja kudengar, bagai meruntuhkan duniaku yang perlahan akan kembali bangkit. Aku mulai merasakan setitik harapan untuk masa depan yang indah bersama pendamping yang akan benar-benar menyayangiku dan anakku. Namun kini, bak roller coaster yang terjun dari ketinggian hingga ke dasar bumi. Hancur. Air mata makin mengalir deras membasahi pipi. Jantungku pun masih berpacu begitu cepat. Tubuhku yang tak berdaya masih ditopang oleh Bang Irsyad. Kutatap mata elang Abangku yang terlihat mengobarkan amarah."Kamu harus kuat, Naya." Bang Irsyad berbisik lirih di telingaku. Aku pun mengangguk. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita ke dalam," lanjutnya lagi.Aku berkali-kali mencoba menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan debaran dan sayatan yang mengiris hati. Memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam dadaku yang terasa sesak. Lagi-lagi karena pengkhianatan.Untuk terakhir kalinya aku menghirup napas sangat panjang, sambil mengusap jejak air mata di pipi. Stop Naya. Kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-31
  • Dilema Istri Kedua   Bab 50

    Tak pernah kuduga sedikit pun apa yang Umi Fatimah ucapan barusan? Bercanda kah ia? Tapi beliau bukan tipe orang yang suka bercanda apalagi sedang membahas masalah serius seperti ini."Ma-maksud Umi, apa?" Dengan mimik yang masih keheranan aku bertanya."Umi berniat menjodohkan Naya sama anak Umi. Itu juga kalau Naya bersedia.""Maaf Umi. Naya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping Ustad Hafiz. Naya bukan wanita solehah. Naya juga cuma seorang janda yang sudah mempunyai anak. Tidak mungkin Ustad Hafiz mau sama Naya. Banyak wanita yang lebih baik di luar sana." Aku menunduk. Menyembunyikan genangan air mata yang mulai memenuhi kelopaknya."Sayang, apa yang salah dengan janda. Bukankah Nabi Muhammad saw juga dulu menikahi seorang janda? Gadis ataupun janda bukan tolak ukur seorang wanita baik atau tidak. Umi terlanjur sayang sama Naya juga Fea. Umi pasti seneng banget kalau Naya bisa menjadi menantu Umi.""Tapi Umi. Ustad Hafiz ...."Umi Fatimah tersenyum kepadaku, kemudian mengge

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-09
  • Dilema Istri Kedua   Tamat

    Aku sempat begitu terkejut saat bangun melihat ada seorang lelaki di sampingku. Namun, aku buru-buru tersadar kalau sekarang aku sudah menjadi seorang istri kembali. Kutatap lelaki yang masih tidur pulas itu. Wajahnya begitu tampan dan teduh. Hanya saja, kecanggungan di antara kami belum benar-benar mencair. Semalam saja, tidur kami terhalang oleh bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami.Aku beringsut turun dari ranjang, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, ternyata suamiku sudah terbangun."Sudah wudhu?" tanyanya sambil tersenyum.Aku mengangguk sambil membalas senyumannya."Kita solat berjamaah subuh. Aku wudhu dulu." Ustad Hafiz pun masuk ke kamar mandi.Setelah melakukan solat subuh berjamaah, Ustad Hafiz mengajakku untuk membaca Al-Quran sejenak sambil menunggu pagi datang. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya terdengar begitu merdu di telinga. Membuat hatiku merasa begitu tenang dan damai."Mau pulang sekar

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Dilema Istri Kedua   Bab 1

    "Siapa wanita itu, Mas?""Katakan!" teriakku.Aku membanting bubur yang tadi dibeli dari penjual bubur yang sedang mangkal di depan rumah. Seketika bubur yang terbungkus plastik itu berceceran di lantai. "Sabar, Nay, sabar! Ayo, duduk dulu. Kamu pasti cape kan habis perjalanan jauh." Mas Fahri—suamiku, mencoba memegang bahuku. Tapi segera kutepis tangannya.Sementara wanita itu, yang entah siapa dan dari mana datangnya, entah sejak kapan pula dia ada di rumah ini, berdiri mematung di dalam ruang TV rumah kami. Wajahnya tertunduk, memainkan jari jemarinya yang saling bertautan. Rambut sepinggang yang masih basah itu, tergerai menutupi sebagian wajahnya."Tidak, aku butuh jawaban sekarang juga. Siapa wanita itu? Kenapa dia ada di rumah kita, Mas?"Aku berteriak histeris. Tubuhku bergetar hebat. Suaraku nyaring melengking menggema di seluruh ruangan. Bahkan mungkin, akan terdengar sampai rumah tetangga. Apa peduliku. Hatiku perih bak disayat sembilu. Sungguh tak kuasa melihat pemandang

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30

Bab terbaru

  • Dilema Istri Kedua   Tamat

    Aku sempat begitu terkejut saat bangun melihat ada seorang lelaki di sampingku. Namun, aku buru-buru tersadar kalau sekarang aku sudah menjadi seorang istri kembali. Kutatap lelaki yang masih tidur pulas itu. Wajahnya begitu tampan dan teduh. Hanya saja, kecanggungan di antara kami belum benar-benar mencair. Semalam saja, tidur kami terhalang oleh bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami.Aku beringsut turun dari ranjang, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, ternyata suamiku sudah terbangun."Sudah wudhu?" tanyanya sambil tersenyum.Aku mengangguk sambil membalas senyumannya."Kita solat berjamaah subuh. Aku wudhu dulu." Ustad Hafiz pun masuk ke kamar mandi.Setelah melakukan solat subuh berjamaah, Ustad Hafiz mengajakku untuk membaca Al-Quran sejenak sambil menunggu pagi datang. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya terdengar begitu merdu di telinga. Membuat hatiku merasa begitu tenang dan damai."Mau pulang sekar

  • Dilema Istri Kedua   Bab 50

    Tak pernah kuduga sedikit pun apa yang Umi Fatimah ucapan barusan? Bercanda kah ia? Tapi beliau bukan tipe orang yang suka bercanda apalagi sedang membahas masalah serius seperti ini."Ma-maksud Umi, apa?" Dengan mimik yang masih keheranan aku bertanya."Umi berniat menjodohkan Naya sama anak Umi. Itu juga kalau Naya bersedia.""Maaf Umi. Naya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping Ustad Hafiz. Naya bukan wanita solehah. Naya juga cuma seorang janda yang sudah mempunyai anak. Tidak mungkin Ustad Hafiz mau sama Naya. Banyak wanita yang lebih baik di luar sana." Aku menunduk. Menyembunyikan genangan air mata yang mulai memenuhi kelopaknya."Sayang, apa yang salah dengan janda. Bukankah Nabi Muhammad saw juga dulu menikahi seorang janda? Gadis ataupun janda bukan tolak ukur seorang wanita baik atau tidak. Umi terlanjur sayang sama Naya juga Fea. Umi pasti seneng banget kalau Naya bisa menjadi menantu Umi.""Tapi Umi. Ustad Hafiz ...."Umi Fatimah tersenyum kepadaku, kemudian mengge

  • Dilema Istri Kedua   Bab 49

    Kenyataan yang baru saja kudengar, bagai meruntuhkan duniaku yang perlahan akan kembali bangkit. Aku mulai merasakan setitik harapan untuk masa depan yang indah bersama pendamping yang akan benar-benar menyayangiku dan anakku. Namun kini, bak roller coaster yang terjun dari ketinggian hingga ke dasar bumi. Hancur. Air mata makin mengalir deras membasahi pipi. Jantungku pun masih berpacu begitu cepat. Tubuhku yang tak berdaya masih ditopang oleh Bang Irsyad. Kutatap mata elang Abangku yang terlihat mengobarkan amarah."Kamu harus kuat, Naya." Bang Irsyad berbisik lirih di telingaku. Aku pun mengangguk. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita ke dalam," lanjutnya lagi.Aku berkali-kali mencoba menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan debaran dan sayatan yang mengiris hati. Memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam dadaku yang terasa sesak. Lagi-lagi karena pengkhianatan.Untuk terakhir kalinya aku menghirup napas sangat panjang, sambil mengusap jejak air mata di pipi. Stop Naya. Kam

  • Dilema Istri Kedua   Bab 48

    "Kok, buru-buru banget sih, Bang? Naya pikir, mau pendekatan dulu atau apa gitu." Aku masih mencoba untuk mengulur waktu sambil terus belajar memantapkan hatiku untuk mencintainya."Kita sudah cukup dekat sejak lama. Ngapain ditunda-tunda lagi."Rasanya ingin aku menjawabnya lagi. Tapi suara tangisan Syafea sudah mulai terdengar. Benar saja, ibu datang dengan membawa Syafea yang sedang menangis."Sepertinya, Fea ngantuk, Nay." Ibu menyerahkan Syafea padaku."Maaf, Bang. Naya mau nidurin Fea dulu." Bang Raka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun bangkit dan mulai berjalan ke kamar untuk menyusui putriku.Kumandang azan duhur membangunkanku yang ikut tertidur di samping Syafea. Mungkin karena semalam aku susah tidur, makanya sekarang sampai ikut ketiduran. Kulirik Syafea yang masih tertidur lelap. Kemudian aku turun perlahan dari kasur.Aku sedikit terkejut saat keluar dari kamar, karena ternyata Bang Raka masih ada di sini. Aku pikir sudah pulang ke rumahnya. Taunya masih ada. Tidur ter

  • Dilema Istri Kedua   Bab 47

    Dengan air mata yang mulai berjatuhan dan hati berdebar, mataku memindai sekeliling. Pun dengan Umi Fatimah. Aku berjalan cepat ke arah tempat mengaji anak-anak tadi, badanku berputar menengok ke kiri dan ke kanan. Nihil. Tidak ada."Gimana, Nay? Ada?" tanya Umi dengan wajah panik.Aku menggeleng."Kita cari ke arah belakang masjid."Aku pun mengikuti umi menuju belakang masjid. Bahkan sampai mengelilinginya. Tidak ada tanda-tanda Syafea ada di sana. Aku dan Umi pun memutuskan untuk kembali ke depan.Dengan tubuh yang masih bergetar dan kaki lemas, aku terduduk lesu di teras masjid. Menangis sesenggukan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangan."Syafea ...." Aku menangis memanggil nama putriku."Sabar. Kita cari sama-sama. Insyaallah, Fea baik-baik saja." Umi mengusap punggungku pelan.Saat aku masih terisak, samar kudengar celotehan Syafea dari dalam masjid. Wajahku langsung mendongak seketika. Aku dan Umi saling bertatapan. Sepertinya Umi pun mendengarnya. Seingatku tadi, pintu

  • Dilema Istri Kedua   Bab 46

    Setelah melaksanakan solat isya, seperti kebiasaan keluargaku dari kecil, kami berkumpul di tuang TV. Berbagi cerita, membahas segala hal. Rencananya, malam ini, aku ingin bertanya kepada ibu dan Bang Irsyad tentang pendapat mereka mengenai Bang Raka. Aku ingin mengatakan kalau Bang Raka ingin serius menjalani hubungan denganku.Syafea tengah tertidur di karpet ruang TV karena terlalu lelah bermain. Ini waktu yang tepat untukku berbicara karena tidak akan diganggu anakku. "Bu, Bang, Naya mau ngomongin sesuatu," ucapku pada Ibu dan Bang Raka dengan hati yang berdebar. Spontan Ibu dan Abangku itu langsung menatap ke arahku."Ada apa, Nay?" tanya Ibu. Sementara Bang Irsyad tidak bersuara. Hanya dari gestur tubuhnya, dia terlihat sudah siap untuk mendengarkan."Naya ... mau bertanya sesuatu pada Ibu dan Abang," kataku lagi seolah ragu."Iya, apa? Tanyakan saja," jawab Ibu."Naya ... Naya ... Maksud Naya, gimana pendapat Ibu sama Abang tentang Bang Raka? Sebenarnya, Bang Raka mengatakan s

  • Dilema Istri Kedua   Bab 45

    Setelah mengetahui masa lalu kelam Bang Irsyad, aku tidak pernah lagi membahas tentang Nisa dihadapannya. Ya, aku mengerti perasaannya. Kecewa, terluka. Dikhianati oleh orang yang begitu kita cintai itu sangat menyakitkan.Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan masa lalu Nisa. Hanya dia sendiri yang tau. Namun, tak ada manusia yang cela tanpa dosa. Begitupun bagi seorang Nisa. Mungkin dulu dia telah berbuat khilaf hingga hamil diluar nikah. Meski aku sendiri tak tau bagaimana kondisi bayi yang dulu pernah dikandung oleh Nisa. Apakah ia pernah terlahir ke dunia, atau justru tidak sama sekali.Aku begitu sering bertemu Nisa, bahkan dia selalu menginap di rumahku jika aku sedang berada di Jakarta. Namun, aku tak pernah berniat sekalipun untuk bertanya tentang masa lalunya. Bahkan aku tak berhak untuk tau. Biarlah itu menjadi masa lalu Nisa dan Bang Irsyad yang mereka kubur selama ini.Waktu begitu terasa cepat berjalan. Hari ini tepat satu tahun usia Syafea. Tidak ada perayaan. Aku han

  • Dilema Istri Kedua   Bab 44

    Sekarang aku sudah pulang kembali ke kampung halamanku setelah seminggu berada di Jakarta. Meskipun ibu dan bapak mertua belum puas melepas rindu dengan cucunya, namun aku juga harus memikirkan perasaan ibuku sendiri yang lebih betah dan nyaman tinggal di kampung halamannya.Seperti biasa, sebelum pulang aku mampir dulu ke makam Mas Fahri untuk mendoakannya. Setelah di kampung, aku kembali dekat dengan Umi Fatimah. Sering berkunjung ke rumahnya sambil menggendong Syafea menikmati udara sore hari. Terkadang menemani umi mengajar anak-anak sekolah agama. Syafea suka anteng kalau di ajak ke madrasah melihat dan mendengar anak-anak mengaji. Semoga kelak ia akan menjadi anak yang solehah.Bang Raka juga kembali gencar mendekatiku, memperhatikanku. Setiap hari lelaki yang kukenal sejak lama itu video call atau sekedar mengirim pesan. Namun jika pesannya atau pembicaraannya sudah menjurus ke hal-hal yang belum kuinginkan, segera kualihkan pembicaraan ke topik lain. Dan sepertinya Bang Raka

  • Dilema Istri Kedua   Bab 43

    Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun sempat tertegun sebentar melihat adanya Bang Raka. Namun, beliau langsung tersenyum sambil sedikit membungkukkan tubuhnya."Umi, ini sahabat Abang saya. Baru saja datang dari Jakarta.""Bang, ini Umi Fatimah sama anaknya, Ustad Hafiz. Pemilik Pesantren Al-Huda."Umi Fatimah, Ustad Hafiz dan Bang Raka sama-sama menganggukkan kepala sambil tersenyum."Silakan duduk, Umi, Ustad. Maaf, saya tinggal ke belakang sebentar."Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun duduk di sofa bersisian. Sementara aku berlalu ke dapur."Ada tamu, ya, Nay?" tanya Ibu yang sedang menyiapkan makan siang saat aku menuangkan air putih ke dalam dua gelas air."Iya, Bu. Ada Umi Fatimah sama Ustad Hafiz.""Tumben, ada apa, ya?" "Enggak tau, Bu. Naya kan udah lama nggak ikut pengajian. Ribet sama Syafea. Ya sudah, Naya ke depan dulu."Aku pun kembali ke ruang tamu sambil membawa baki berisi dua gelas air putih. "Silakan diminum, Umi." Aku menyimpan gelas itu di meja di hadapan Umi Fatimah da

DMCA.com Protection Status