Lusi dengan langkah pongahnya mendekati Dewi dan berkata, "Lo, nggak salah duduk?" Dewi hanya diam enggan menjawab pertanyaan Lusi, bahkan dirinya sama sekali tak menatap wajah Lusi yang tengah berbicara padanya. Dirinya bahkan asyik membuka buku, berpura-pura membaca walau entah apa yang ia baca.Meja yang tengah jadi sandaran ke-dua tangan Dewi saat membaca buku digebrag keras oleh telapak tangan kanan Lusi, Jengkel dengan kelakuan Dewi yang mengacuhkannya. "Ok, Lo akan tau balasan apa yang kau buat!" Lusi langsung melangkah ke luar kelas, tak menghiraukan bel masuk tengah berbunyi, mood belajarnya seakan hilang. Guru Pelajaran yang tengah memasuki kelas pun ditabraknya, bahu sang guru disenggo dan hampir saja buku yang beliau bawa sempat terjatuh. Siswa lain di kelas itu terperangah akan kelakuan Lusi, tak sedikit dari mereka yang saling bicara berbisik membicarakan kelakuan Lusi, menebak-nebak sebab kejadian barusan. Hingga membicarakan persahabatan Geng Trio-kwek, baru saja ke
“Cinta dan persahabatan bukanlah sebuah pilihan. Kita bisa memiliki keduanya bahkan kehilangan keduanya secara bersamaan.” Anantya, dalam mencari jati dirinya hampir saja kehilangan keduanya yakin cinta dan persahabatannya. Geng “Trio Kwek-kwek” yang beranggotakan dirinya beserta kedua teman karibnya yakni Dewi dan Lusi sempat terpecah. Anantya dan Lusi mencintai seorang pria yang sama, Rendra seorang siswa baru juga merupakan tetangga baru Tya itulah yang menjadi salah satu sumber perpecahan persahabatan mereka yang dibangun sejak sekolah menengah pertama. Rendra selaku anak baru di SMU Bhineka mempunyai teman karib, Dika yang merupakan teman pertamanya walau mereka tak duduk satu bangku. Dika yang usil di kelas dan hampir selalu membikin gaduh suasana kelas pun seketika berubah 180°. Akibat terjadi konflik yang sama pula yakni tentang cinta pertama dan persahabatannya. Permusuhan Dika terhadap Rendra sempat meruncing hingga terjadi perkelahian “Maksud loe apa ngasih uang ke a
Minggu pagi walau cuaca cerah, Tya belum beranjak dari tempat tidur. Seperti biasa, memang sering bangun siang, apalagi sekarang hari libur sehingga lebih bermalas-malasan saja di kamar. Sampai-sampai sinar mentari yang akan masuk pun tak diijinkan, terhalang oleh jendela yang berselimutkan tirai biru. Namun, akhirnya Tya pun beranjak dari tempat tidur, terpaksa membuka jendela. Betapa terkejutnya saat membuka jendela, ingin sekedar menghirup udara pagi, disuguhi sosok pria tampan di balkon seberang. Pria itu begitu tampan, berkulit putih dan berambut rapi dengan gaya sempongan rambut ke kanan. "Sejak kapan rumah itu ada penghuninya?" gumam Tya dalam hati sembari memandangi kamar di balkon sebrang. Memang sudah dua tahun lebih rumah di seberang itu kosong tak bertuan. Lama juga ia mengamati pria itu, sampai lamunanku terbuyarkan dengan suara ponsel yang berbunyi. Tuit... tuit... tuit... ces... ces .... "Kan gue udah kasih tau, gue gak ikut," sahut Tya langsung saat mengangka
Suara adzan subuh menggema ditelinga. Tak biasanya Tya beranjak dari tempat tidur, menuju arah balkon dan mengintip suasana rumah seberang. Senyumnya mengembang, melihat sosok pria bersarung dan mengenakan peci di balkon sebrang. Sudah dipastikan sang pria itu telah melaksanakan sholat fajar atau apa itu lah, Tya sendiri kurang paham. Rendra, pria yang membuat penasaran itu sedang mengamati lingkungan barunya. "Busyet ... dah bangun itu cowok, masih pake sarung lagi. Wih, dah ganteng ternyata sholeh juga. Cucok neh," kelakar Tya dalam hati sembari memperhatikan gerak-gerik Rendra. Tak sengaja Rendra tersenyum melihat tingkah Tya yang mengendap-endap, mengintipnya dari balkon. Ia kaget setengah mati karena ketahuan sedang mengintai dirinya. Pria itu melambaikan tangan, reflek Tya langsung kembali masuk ke dalam kamar sambil tersipu malu. Mengutuk kebodohannya mengintai pria itu hingga tertangkap basah, ketahuan sedang mengamatinya. kedua tangan Tya menutup muka, merasa malu akan
“Eh, dia sekolah dsini juga?” gumam Tya lirih. “Dia? Dia siapa Ty?” usut Lusi yang samar-samar mendengar perkataanku sambil celingukan melihat sosok yang dimaksud. Sedangkan Dewi masih sibuk mengerjakan PR ... eh, menyalin PR-Tya dalam buku tugasnya. Bell sekolah berbunyi, menandakan dimuainya pelajaran hari ini. Dewi pun mulai mempercepat menyalin. Semua anak sudah berkumpul dan duduk di bangkunya masing-masing sambil menunggu guru mata pelajaran datang. Tak berselang lama bell berbunyi, Pak Cipto selaku guru mata pelajaran sejarah, yang beliau juga merupakan wali kelas datang bersama seorang anak, ya bisa ditebak itu anak baru. “Assalamu'alaikum, Anak-anak....” salam Pak Cipto menyapa para muridnya. "Wa'alaikumsalam, Pak Guru," jawab siswa-siswi di kelas secara kompak, walau tidak semua siswa ngejawab salam Pak Cipto. “Ini ada anak baru pindahan dari Jakarta, ayo Nak perkenalkan diri kamu,” lanjut Pak Cipto sambil mempersilahkan Rendra memperkenalkan diri. “Assalamu'alai
Sejak ada penghuni rumah kosong itu, yang tak lain kini ditempati Renra, Tya selalu bangun pagi. Bu Mirna pun terkejut dan kini tak ada kegaduhan akan acara membangunkan anak gadisnya.Tya mengintip dari jendela, masih ingin mengetahui apa yang dilakukan Rendra. Dan seperti biasa kamar Rendra terang benderang yang menandakan dia sudah beraktifitas dipagi hari. Itu salah satu yang membuat Tya kagum disamping ketampanan Rendra.“Busyet pria idaman banget, pagi-pagi dah ngelakuin aktifitas.” intip Tya dari jendela kamarnya pelan-pelan karena Tya takut kepergok lagi sedang memperhatikan Rendra.Tak lama berselang Tya turun kelantai bawah menuju dapur untuk membantu mamahnya menyiapkan sarapan.“Mau masak apa Mah?” sapa Tya kepada Bu Mirna yang sedang mengupas bawang.“Ini mau bikin nasi goreng, nasinya masih banyak mubazir kalo dibuang. Itu si papah pake ada acara makan malam di luar. Kak Andi juga ikut-ikutan, katanya dia
Sore itu Kak Andi masih berkutatdengan motornya, motornyayang baru saja keluar dari bengkel. Saat dinyalakanmotor Kak Andi memang hidup tapi lama kelamaankoh knalpotnya ngebul asap hitam. Kak Andi pun memeriksanya lagi.“Motornya kenapa lagi Kak?” Tya menghampiri Kakaknya yang belepotan, tangannya hitam kerena oli dan semacamnya.“Ne, motor masih aja ada kendala,” jawab Kak Andi, masih sibuk dengan alat bengkel seadanya tanpa menoleh ke arah Tya.“Lah bukannya baru aja bener, keluar dari bengkel kan tadi?" tanya Tya, keheranan.“Iya, kata Bang Asep sehernya kena, sementara diakalin dulu katanya. Tadi Kakak coba di sana aman-aman aja, eh sampe rumah malah mbrebet lagi ne motor,” kilas cerita Kak Andi menjelaskan.“Ya minta dibenerin lagi ma Bang Asepnya."“Rencananya gitu kalo ne tak otak-atik gak hidup-hidup juga, ya terpaksa nginep lagi ne motor di bengkel Bang As
“Mau pulang bareng lagi?” Rendra mengagetkan Tya yang sedang menunggu angkot. “Ayo, dari pada nunggu angkot kelamaan,” lanjut Rendra menawarkan tumpangan.“Beneran neh? Boleh dah, jadi ngirit ongkos hehehe,” jawab Tya sembari menghampiri Rendra."Enak aja gratis, bayar dong,” ledek Rendra.“Iihhh, perhitungan banget dah. Loe pulang sendiri ya bensinnya habis segitu dan nebengin gue ya sama habisnya segitu juga.” Tya sambil sewot.“Iya ... iya, cuman becanda juga,” jawab Rendra dan merekapun mulai pulang bersama.Dalam perjalanan pulang dari sekolah mereka mengobrol dan sudah lebih akrab dari hari sebelumnya.“Kenapa loe pindah ke sini?” tanya Tya basa-basi membuka percakapan.“Kamu orang ke-21 yang menanyakan hal itu,” jawab Rendra datar.“Ko sepertinya kaga suka pindah yah, kenapa?” selidik Tya.“Emang kelihatan s
Lusi dengan langkah pongahnya mendekati Dewi dan berkata, "Lo, nggak salah duduk?" Dewi hanya diam enggan menjawab pertanyaan Lusi, bahkan dirinya sama sekali tak menatap wajah Lusi yang tengah berbicara padanya. Dirinya bahkan asyik membuka buku, berpura-pura membaca walau entah apa yang ia baca.Meja yang tengah jadi sandaran ke-dua tangan Dewi saat membaca buku digebrag keras oleh telapak tangan kanan Lusi, Jengkel dengan kelakuan Dewi yang mengacuhkannya. "Ok, Lo akan tau balasan apa yang kau buat!" Lusi langsung melangkah ke luar kelas, tak menghiraukan bel masuk tengah berbunyi, mood belajarnya seakan hilang. Guru Pelajaran yang tengah memasuki kelas pun ditabraknya, bahu sang guru disenggo dan hampir saja buku yang beliau bawa sempat terjatuh. Siswa lain di kelas itu terperangah akan kelakuan Lusi, tak sedikit dari mereka yang saling bicara berbisik membicarakan kelakuan Lusi, menebak-nebak sebab kejadian barusan. Hingga membicarakan persahabatan Geng Trio-kwek, baru saja ke
Lusi sempat memperhatikan sikap Tya dan Rendra. Ya, Lusi sudah menyadari bahwa Rendra benar-benar mencintai Tya, terlihat dari sorot matanya. Namun, dirinya juga ingin memiliki Rendra. Lebih tepatnya, tidak ada yang pernah menolak cinta atau sekedar mengacuhkan ajakan Lusi, dan Rendra adalah orang pertama yang tak menghiraukan dirinya.Wajahnya semakin memerah karena kesal, melihat sikap Rendra terhadap Tya. Namun, dirinya masih menahan amarah, tak ingin mengacaukan suasana."Ne, bros kamu," Ucap Rendra sesaat berpapasan dengan Tya sambil menyerahkan bros pink, terjatuh saat mereka bertabrakan tadi pagi."Oh, makasih," ucap Tya singkat, menerima bros tersebut. Tak banyak berbicara, mengingat hubungan dua sejoli ini sekarang tengah renggang.Rendra langsung berlalu setelah memberikan bross itu, Tya hanya terpaku tanpa menoleh ke blakang, tak melihat kepergian tambatan hatinya kini. Rendra pun melaju tanpa mengharap perhatian dari Tya.Dewi yang menyadari suasana seakan kaku langsung me
Tya yang sudah menuntaskan ritual buang air kecil pun mulai memasuki kelas, dan mulai duduk di bankunya."Eh, kerudung kamu kenapa? Sini aku bantu benerin," ucap Zulfa melihat hijab Tya sedikit acak tak rapi. Sambil tersenyum, ia mulai membantu merapikan jilbab yang dikenakka sahabatnya. Memaklumi baru saja berhijab sehingga masih belum rapi, pa lagi kalau sudah beraktifitas, terkadang lipatan kerudung pada sisi pipi miring karena aktifitas tersebut."Mana bros pink mungil kamu," lanjut Zulfa menanyakan akseoris yang tadi pagi ia lihat dikenakan Tya untuk mempercantik tatanan kerudung."Iya, tadi aku cari di toilet nggak nemu. Entah ilang di mana," jawab Tya mencoba mengingat di mana bross pink-nya terjatuh."Entar, tunggu ... neh aku ada. Buat kamu." Zulfa mulau mencari dan mengambil bros miliknya dalam tas. Mulai memasangakan bros bergambarkan angsa berwarna silver dengan berlian berwarna ungu tepat di mata angsa, seakan mata tersebut menyala."Makasih, Zul." Tya mengucapkan terima
Tya terkejut dan tatapannya kini menoleh ke arah Zulfa, seakan meminta jawaban akan bungkusan yang baru saja ia terima."Buka saja," jawab Zulfa singkat sembari tersenyum.Dengan rasa penasaran Tya membuka bungkusan yang terbalut koran tersebut, tampak dua buah stelan seragam, seragam pramuka dan OSIS berwarna putih abu-abu. Dahi Tya menyengrit, belum juga mengerti akan maksud Zulfa tentang seragam tersebut. Menghilangkan rasa bingungnya, ia mulai berkata, "Seragam, Zul?""Ia, seragam lengan panjang buat kamu." Zulfa mulai mendekat dan membelai rambut Tya, dan berucap, "Sudah saatnya kamu berhijab, Ty.""Zul...." Tya hendak menolak dengan ingin melontarkan argumen menurut sudut pandangnya. Tya yang masih bimbang dengan ajakan Zulfa mulai membuka mulutnya, ingin berdalih tuk mengemukakan alasan. Namun, perkataannya langsung dipotong Zulfa.Jari telunjuk kanan Zulfa langsung menempel di bibir Tya, seakan memberi kode, tak ingin mendengar alasan sahabatnya itu yang belum ingin berhijab. Z
Pagi itu Tya di depan gerbang rumah, menunggu Kak Andi yang akan mengantarkannya ke sekolah. Tak disangka, Rendra pun sama, baru saja keluar dari gerbang rumah, menggunakan motor gedenya dan berlalu begitu saja tanpa menegur atau sebatas menoleh pada Tya."Begini banget seh cintaku, rasanya bak permen Na*o-nano, manis asam asin rame rasanya," ucap Tya dalam batin. Pandangan sayunya terfokus melihat kepergian Rendra, hingga motor itu tak terlihat di ujung jalan. Ada secuil rasa kecewa yang dirasa Tya."Ayo, Dek. Malah ngelamun," ajak Kak Andi tatkala sudah berada di depan gerbang rumah, mendapati Tya sedang menatap jalan yang dilalui Rendra, kini tengah sepi."Eh, i--a," kata Tya terkejut akan sapaab Kak Andi.Merekapun menuju ke sekolah, di mana Tya mengenyam pendidikan. Setibanya di gerbang sekolah, Tya berpamitan pada Kak Andi dan segera melewati gerbang, mulai memasuki lingkungan sekolah.Saat melewati koridor kelas, ujung hati Tya terasa pilu, ada seberkas rasa perih seakan teriri
Tya berpamitan ke toilet karena penat, acara tak kunjung dimulai seperti tertera dalam undangan. Wajahnya tertunduk saja saat menuju toilet, ia pun menabrak Rendra yang tengah keluar dari dalam toilet."Lo gak papa?" tanya Rendra sembari memapah Tya berdiri."Gak papa ko."Setelah mendengar jawaban dari Tya, Rendra pun cepat berlalu dari hadapan Tya. Ada rasa yang aneh dalam hati Tya, rasa yang tertinggal saat kini Rendra seakan mengacuhkannya.Dengan sedikit menghirup udara dengan napas panjangnya, Tya pun bergegas menuju toilet. Di dalam toilet, ia hanya membasuh mukanya. Memberi kesejukan di wajahnya, walaupun kucuran air itu tak bisa membasuh hatinya yang sedang gundah gulana.Suara cek speaker dari ruang aula terdengar dari toilet, menandakan akan dimulainya acara. Tya pun bergegas kembali menuju alula, berkumpul dengan calon pengurus lainnya.Betapa terkejutnya Tya tatkala akan menghampiri Zulfa, terlihat di kedua manik Tya bahwa Rendra tengah berada dalam shaf kelompok calon pe
"Hey, ko ngelamun? Ayo cepet ambil air wudhu sana, aku tunggu di dalam," tutur Zulfa, membuyarkan lamunan Tya.Tya pun beranjak dari duduknya menuju tempat wudhu, bersuci diri dari hadats kecil. Ia meraih tas yang diletakkannya di samping tempat dia berpaku melamun tadi, dibawa menuju ke dalam masjid. Diletakannya tas itu di samping lemari kecil yang berisikan beberapa mukena.Tya meraih salah sepasang mukena yang ada dalam lemari kaca tersebut, memakainya tuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya yang manis dan kedua telapak tangannya.Zulfa menempatkan diri di shoft paling utama barisan putri, mulai berdiri tatkala iqomah sudah dikumandangkan. Tya dengan segera berdiri bersebelahan dengan Zulfa, mulai khusyuk menjalankan sholat dzuhur yang diimami oleh Kak Irham, presidium Rohis tahun ini.Seusai sholat dzuhur Tya yang sedang memakaikan sepatu dikedua kakinya celingukan mencari keberadaan Rendra. Namun, tak kunjung dia temukan. "Mungkin sudah pulang," batinnya."Apa gara-gara c
“Ty, itu si Marko bikin rusuh. Dia sedang bersiap melakukan aksi katakan cinta, dan denger-denger loe yang akan jadi targetnya. Dia mo nembak Lo,” ucap Dewi menerangkan. Belum sempat Tya membalas perkataannya, Dewi langsung berpamitan, “Dah yah, gue ditunggu Lusi.” Dewi buru-buru karena tak ingin diketahui, akan menambah marah Lusi. Namun, dirinya pun masih care terhadap Tya. Sejenak Tya memperhatikan kepergian Dewi, sahabatnya itu sekarang jarang bersamanya. Ada rasa kangen akan masa dahulu saat bersa. Namun, hubungan itu merenggang karena Rendra. "Padahal gue ma Rendra tak seperti apa yang ia banyangkan. Dah lah, percuma gue ngejelasin. Toh, dia tetep gak percaya," lirih Tya mematung, berpijak di salah satu anak tangga. Lamunan Tya terbuyarkan dengan suara gaduh di lantai dasar, kedua manik Tya terbelelalak melihat spanduk yang bertuliskan 'Anantya, I LOVE U'. Kini langkahnya berbalik, menaiki anak tangga yang hampir saja ia selesai turuni. "Apa-apaan itu si Marko!" gumam Tya semb
Saat masuk kelas Zulfa keheranan mendapati Dewi tengah duduk dibangkunya. Lusi yang melihat mimik muka Zulfa heran langsung berkata “Lo duduk dibelakang, bareng ma Tya.” Datar Lusi berkata tanpa ekspresi bahkan tanpa menoleh baik kearah Zulfa maupun Tya, pandangan Lusi lurus kedepan dengan wajah sinis.Zulfa adalah salah satu siswi berhijab, terurai menutupi dadanya. Dia aktif dalam kegiatan Rohis, salah satu organisasi sekolah yang bergerak dibidang keagamaan islam. Menjabat divisi da'i yakni kepanjangan dari divisi dakwah dan iptek, menuntut ia berpengetahuan luas, tentunya mengenai agama islam. Tak heran dia terpilih menjadi divisi tersebut karena memang Zulfa sosok yang bisa dibilang kutu buku. Walaupun sifat Zulfa introvert, akan tetapi jika mengenal dia lebih dekat, orangnya lumayan asyik dan bisa diajak sharring.Zulfa meletakkan tas dan sebuah kresek hitam berisi baju renang lengan panjang berikut hijabnya yang tengah basah, seragam renang yang tadi digunakannya dalam praktek o