“Mau pulang bareng lagi?” Rendra mengagetkan Tya yang sedang menunggu angkot. “Ayo, dari pada nunggu angkot kelamaan,” lanjut Rendra menawarkan tumpangan.
“Beneran neh? Boleh dah, jadi ngirit ongkos hehehe,” jawab Tya sembari menghampiri Rendra.
"Enak aja gratis, bayar dong,” ledek Rendra.
“Iihhh, perhitungan banget dah. Loe pulang sendiri ya bensinnya habis segitu dan nebengin gue ya sama habisnya segitu juga.” Tya sambil sewot.
“Iya ... iya, cuman becanda juga,” jawab Rendra dan merekapun mulai pulang bersama.
Dalam perjalanan pulang dari sekolah mereka mengobrol dan sudah lebih akrab dari hari sebelumnya.
“Kenapa loe pindah ke sini?” tanya Tya basa-basi membuka percakapan.
“Kamu orang ke-21 yang menanyakan hal itu,” jawab Rendra datar.
“Ko sepertinya kaga suka pindah yah, kenapa?” selidik Tya.
“Emang kelihatan s
Merekapun sampai di rumah sakit dan Bu Mirnah langsung ditangani dengan baik. Bu Mirna ternyata cuman kecapean, dan harus rawat inap hingga pulih seperti sedia kala.“Ty, mamah dimana?” tanya Bu Mirna setelah sadar dari pingsannya.“Mamah sudah sadar? Mamah tadi pingsan di rumah dan Rendra mengantarkan mamah ke rumah sakit,” jawab Tya sambil menoleh kebelakang melihat Rendra .“Makasih ya Nak Rendra sudah menolong ibu ke Rumah sakit,” sapa Bu Mirnah kepada Rendra.“Iya bu, sama-sama,” ucap Rendra berterima kasih kembali secara sopan.“Udah, Mamah istirahat dulu aja,” kata Tya yang melihat ibunya terlihat kecapean.Mamah Tya pun menurti kata putrinya untuk istirahat, dan tertidur. Selagi Bu Mirna tertidur, Tya dan Rendra mengobrol di luar ruangan kamar Bu Mirna.“Makasih yah, udah ngebantu nganterin mamah ke rumah sakit,” ucap Tya, Rendra hanya tersenyum.&l
Kak Andi pergi ke rumah sakit diantar temennya, karena motor Kak Andi masih di Bengkel. Setibanya di Rumah sakit, temen kak Andi langsung pamitan. “Maksih ya sob,” ucap kak Andi selepas temannya akan berenjak pergi dan langsung mencari ruang tempat mamahnya dirawat inap.“Kamu pulang aja sama Rendra, biar kakak yang jaga mamah. Besok juga Kak Andi gak ada kuliah,” kata kak Andi kepada adiknya.“Iya kak, kabari ya ka kalau ada apa-apa atau butuh apa,” jawab Tya.“Iya, tenang aja. Baik-baik di rumah, kalau takut sendirian minta Dewi apa Lusi suruh nemenin,” ucap kak Andi sembari mengelus rambut adiknya.“Oia, Ndra. Tolong sekalian anter Tya yah. Dan makasih sudah nganter mamah ke rumah sakit. Kali lagi makasih sekali ya Ndra,” lanjut Kak Andi mengucapkan terima kasih kepada Rendra."Iya Kak, gak papa."Rendra pun mengantarkan Tya pulang. sesampainya di rumah Tya, Rendra membukakan pin
Setibanya Rendra di parkiran “Enak aja, dikiranya aku kang ojeg kali, gak mau nunggu jalan bareng ke kelas. Hmm, apa dia malu jalan ma gue? Ngapain malu, gue kan cakepnya kebangeten,” guman Rendra sambil cekikikan.Sesampainya di kelas,“Untung Lusi belum dateng,” lirih Tya dalam hati sembari menengok bangku lusi yang masih kosong.“Lusi gak berangkat, Ty.” ucap Dewi yang mengetahui gelagat Tya mencari Lusi.“Kenapa dia? Sakit?”“Tau tuh Lusi, biasa dia. Sakit kaga tapi nitip surat ijin sakit ke gue,” ucap Dewi kesal karena nanti pulangnya tidak ada yang ditebengin.“Liburan kemana lagi dia?” usut Tya karena tahu kebiasaan Lusi yang suka plesir alias berlibur baik di waktu libur maupun dihari aktif sekolah.“Itu, katanya sepupunya baru datang dari Medan dan ngajak jalan-jalan gitu.”“Asyik ya jadi Lusi, terlahir kaya dan cantik lagi,&rdquo
Sesampainya Tya di rumah.“Assalamu’alaikum.” kebiasaan salam Tya ketika masuk rumah, walau Tya menyadari bahwa di rumah tadak ada orang.“Loh ko, gak dikunci ne rumah,” gumam Tya dalam hati. Tya pun masuk rumah dan ternyata memang pintu sudah dibuka Kak Andi.“Ty, kamu udah pulang,” sapa Kak Andi saat melihat Tya.“Kak Andi udah pulang? gimana mamah? Mamah sendirian di rumah sakit?” tanya Tya khawatir akan keadaan Bu Mirna.“Mamah udah diijinin pulang, rawat jalan di rumah," jawab kak Andi.“Alhamdulillah, syukurlah." Tya sembari mengusapkan kedua telapak tangannya kewajah tanda bersyukur. “Mamah sekarang dimana?” lanjut Tya.“Ada noh, di kamar sedang istirahat. Jangan diganggu Ty!” ucap kak Andi.“Mo nengokin mamah bentar doang,” jawab Tya sambil menuju ke kamar mamahnya.Bu Mirna sedang tertidur. Tya tak membang
Di halaman samping Rendra melihat ring basket, jiwa olahraganya Rendra timbul ingin memainkannya.“Bola basketnya mana Ty? Boleh dong aku mencoba basketan,” pinta Rendra.“Bentar, tanggung neh.” Tya sedang membawa sekranjang pakaian yang baru dicuci tadi untuk dijemur. Lalu Tya lanjut menjemur baju.“Sini tak bantu, biar cepet. Aku dah lama banget gak main basket.” Rendra sambil membantu menjemur pakaian yang dibawa Tya untuk dijemur.“Udah, malu tau. Kalo ada dalemannya gimana? Kamu ngambil yang baju-baju aja. Biar yang kecil aku yang jemur.”“Rebes bosque,” kata Rendra sambil memeras pakaian dan mengibas-ngibaskan ke arah Tya sehingga Tya kena cipratan baju yang masih basah.“Ih, rese.... Mau ngebantuin apa mau ngejailin?” kata Tya agak kesal karena kena cipratan. “Neh gantian,” lanjut Tya sambil melakukan yang sama kepada Rendra.Merekapun bercanda
Suasana di kelas saat mata pelajaran matematika cukup tenang. Pak Cipto selaku guru pengampu banyak kegiatan atau kesibukan sehingga beliau meminta para siswanya untuk mengkoreksi ulangan kemarin yang tak sempat ia koreksi sendiri.“Maaf anak-anak, bapak minta tolong koreksikan ulangan kemarin yah,” ucap Pak Cipto.“Ani, tolong dibagi dan pastikan yang mengkoreksi bukan punya sendiri,” perintah pak cipto kepada Ani yang memang tempat duduk Ani paling depan, berhadapan dengan meja Guru.Lembar ujian pun sudah dibagi dan dipastikan tidak ada yang mengkoreksi ujiannya sendiri, sedangkan akP Cipto mulai menulis kunci jawaban di papan tulis.Dan semua anak pun mengkoreksi lembar ujian temannya yang ada di hadapannya masing-masing. Tak disangka Rendra mengkoreksi lembar ujian milik Tya, tanpa berfikir panjang Rendra pun menulis nomor ponsel dia di kertas lembar ujian Tya dan berharap Tya menghubunginya.“Kalau sudah, tolong
"Udah, itu takutnya infeksi loh." Rendra memapah Tya masuk ke dalam klinik. Bola mata Tya seakan ingin keluar dari tempatnya, terkejut akan sentuhan Rendra pada dirinya. Namun, Tya hanya bisa berguman dalam hati, "Lebai banget seh." "Dah, ah... sudah twrlanjur ke sini, jadi sekalian diobati," lanjut guman Tya dalam hati. Tya pun mulai diobati disalah satu ruangan perawatan, karena luka yang diderita Tya hanya luka ringan, sehingga setelah selesai pengobatan dapat langsung pulang. Namun, sebelumnya Rendra menebus resep yang diterimanya dari dokter dan menebusnya di aoptik klinik tersebut. "Berapa tadi total biayanya?" "Mau apa emang? mau ganti?" Tya hanya manyun, dan memutar kedua bola matanya. Renda yang melihat tingkah Tya seperti itu tersenyum dan mencubit lembut hidung Tya. "Udan, jangan cemberut. Tambah manis tau, aku bisa diabetes hahahaa," Tya menjawab dengan balasan memukul pundak Rendra beberapa kali, pada akhirnya Rendra menangkis dan memegang tangan Tya. Kedua pasang
Seperti biasa, seusai makan malam Tya melakukan rutinitasnya sebagai pelajar yakni belajar. Setelah ia duduk di meja belajarnya, Tya pun mulai membuka catatan baik yang telah dijelaskan guru hari ini di sekolah, maupun membaca sekilas materi berikutnya. Teringat akan hasil ujiannya tadi, Tya membukanya lagi. Mencocokkan hasil yang ia kerjakan dengan catatan yang ada. Baik yang masih salah atau pun sebaliknya. Terkejut, ia melihat nama Rendra sebagai korektor, yang mengkoreksi ujiannya. Seakan ada digit angka yang aneh di sisi pijok kiri bawah. Beberapa digit angka berjejer, berjumlah 12 digit. Tak perlu berfikir keras, Tya sudah menyangka itu adalah nomor ponsel. Ya, punya siapa lagi kalau bukan sang korektor.Reflek Tya beranjak dari kursinya, sambil membawa kertas ujiannya menuju tempat tidurnya dan ia pun duduk di tepi ranjang, kemudian menyambar ponsel yang tergeletak di atas nakas. Tya langsung memasukkan digit-digit angka pada ponselnya, dengan nama kontak Rese.Seusai ia meny
Lusi dengan langkah pongahnya mendekati Dewi dan berkata, "Lo, nggak salah duduk?" Dewi hanya diam enggan menjawab pertanyaan Lusi, bahkan dirinya sama sekali tak menatap wajah Lusi yang tengah berbicara padanya. Dirinya bahkan asyik membuka buku, berpura-pura membaca walau entah apa yang ia baca.Meja yang tengah jadi sandaran ke-dua tangan Dewi saat membaca buku digebrag keras oleh telapak tangan kanan Lusi, Jengkel dengan kelakuan Dewi yang mengacuhkannya. "Ok, Lo akan tau balasan apa yang kau buat!" Lusi langsung melangkah ke luar kelas, tak menghiraukan bel masuk tengah berbunyi, mood belajarnya seakan hilang. Guru Pelajaran yang tengah memasuki kelas pun ditabraknya, bahu sang guru disenggo dan hampir saja buku yang beliau bawa sempat terjatuh. Siswa lain di kelas itu terperangah akan kelakuan Lusi, tak sedikit dari mereka yang saling bicara berbisik membicarakan kelakuan Lusi, menebak-nebak sebab kejadian barusan. Hingga membicarakan persahabatan Geng Trio-kwek, baru saja ke
Lusi sempat memperhatikan sikap Tya dan Rendra. Ya, Lusi sudah menyadari bahwa Rendra benar-benar mencintai Tya, terlihat dari sorot matanya. Namun, dirinya juga ingin memiliki Rendra. Lebih tepatnya, tidak ada yang pernah menolak cinta atau sekedar mengacuhkan ajakan Lusi, dan Rendra adalah orang pertama yang tak menghiraukan dirinya.Wajahnya semakin memerah karena kesal, melihat sikap Rendra terhadap Tya. Namun, dirinya masih menahan amarah, tak ingin mengacaukan suasana."Ne, bros kamu," Ucap Rendra sesaat berpapasan dengan Tya sambil menyerahkan bros pink, terjatuh saat mereka bertabrakan tadi pagi."Oh, makasih," ucap Tya singkat, menerima bros tersebut. Tak banyak berbicara, mengingat hubungan dua sejoli ini sekarang tengah renggang.Rendra langsung berlalu setelah memberikan bross itu, Tya hanya terpaku tanpa menoleh ke blakang, tak melihat kepergian tambatan hatinya kini. Rendra pun melaju tanpa mengharap perhatian dari Tya.Dewi yang menyadari suasana seakan kaku langsung me
Tya yang sudah menuntaskan ritual buang air kecil pun mulai memasuki kelas, dan mulai duduk di bankunya."Eh, kerudung kamu kenapa? Sini aku bantu benerin," ucap Zulfa melihat hijab Tya sedikit acak tak rapi. Sambil tersenyum, ia mulai membantu merapikan jilbab yang dikenakka sahabatnya. Memaklumi baru saja berhijab sehingga masih belum rapi, pa lagi kalau sudah beraktifitas, terkadang lipatan kerudung pada sisi pipi miring karena aktifitas tersebut."Mana bros pink mungil kamu," lanjut Zulfa menanyakan akseoris yang tadi pagi ia lihat dikenakan Tya untuk mempercantik tatanan kerudung."Iya, tadi aku cari di toilet nggak nemu. Entah ilang di mana," jawab Tya mencoba mengingat di mana bross pink-nya terjatuh."Entar, tunggu ... neh aku ada. Buat kamu." Zulfa mulau mencari dan mengambil bros miliknya dalam tas. Mulai memasangakan bros bergambarkan angsa berwarna silver dengan berlian berwarna ungu tepat di mata angsa, seakan mata tersebut menyala."Makasih, Zul." Tya mengucapkan terima
Tya terkejut dan tatapannya kini menoleh ke arah Zulfa, seakan meminta jawaban akan bungkusan yang baru saja ia terima."Buka saja," jawab Zulfa singkat sembari tersenyum.Dengan rasa penasaran Tya membuka bungkusan yang terbalut koran tersebut, tampak dua buah stelan seragam, seragam pramuka dan OSIS berwarna putih abu-abu. Dahi Tya menyengrit, belum juga mengerti akan maksud Zulfa tentang seragam tersebut. Menghilangkan rasa bingungnya, ia mulai berkata, "Seragam, Zul?""Ia, seragam lengan panjang buat kamu." Zulfa mulai mendekat dan membelai rambut Tya, dan berucap, "Sudah saatnya kamu berhijab, Ty.""Zul...." Tya hendak menolak dengan ingin melontarkan argumen menurut sudut pandangnya. Tya yang masih bimbang dengan ajakan Zulfa mulai membuka mulutnya, ingin berdalih tuk mengemukakan alasan. Namun, perkataannya langsung dipotong Zulfa.Jari telunjuk kanan Zulfa langsung menempel di bibir Tya, seakan memberi kode, tak ingin mendengar alasan sahabatnya itu yang belum ingin berhijab. Z
Pagi itu Tya di depan gerbang rumah, menunggu Kak Andi yang akan mengantarkannya ke sekolah. Tak disangka, Rendra pun sama, baru saja keluar dari gerbang rumah, menggunakan motor gedenya dan berlalu begitu saja tanpa menegur atau sebatas menoleh pada Tya."Begini banget seh cintaku, rasanya bak permen Na*o-nano, manis asam asin rame rasanya," ucap Tya dalam batin. Pandangan sayunya terfokus melihat kepergian Rendra, hingga motor itu tak terlihat di ujung jalan. Ada secuil rasa kecewa yang dirasa Tya."Ayo, Dek. Malah ngelamun," ajak Kak Andi tatkala sudah berada di depan gerbang rumah, mendapati Tya sedang menatap jalan yang dilalui Rendra, kini tengah sepi."Eh, i--a," kata Tya terkejut akan sapaab Kak Andi.Merekapun menuju ke sekolah, di mana Tya mengenyam pendidikan. Setibanya di gerbang sekolah, Tya berpamitan pada Kak Andi dan segera melewati gerbang, mulai memasuki lingkungan sekolah.Saat melewati koridor kelas, ujung hati Tya terasa pilu, ada seberkas rasa perih seakan teriri
Tya berpamitan ke toilet karena penat, acara tak kunjung dimulai seperti tertera dalam undangan. Wajahnya tertunduk saja saat menuju toilet, ia pun menabrak Rendra yang tengah keluar dari dalam toilet."Lo gak papa?" tanya Rendra sembari memapah Tya berdiri."Gak papa ko."Setelah mendengar jawaban dari Tya, Rendra pun cepat berlalu dari hadapan Tya. Ada rasa yang aneh dalam hati Tya, rasa yang tertinggal saat kini Rendra seakan mengacuhkannya.Dengan sedikit menghirup udara dengan napas panjangnya, Tya pun bergegas menuju toilet. Di dalam toilet, ia hanya membasuh mukanya. Memberi kesejukan di wajahnya, walaupun kucuran air itu tak bisa membasuh hatinya yang sedang gundah gulana.Suara cek speaker dari ruang aula terdengar dari toilet, menandakan akan dimulainya acara. Tya pun bergegas kembali menuju alula, berkumpul dengan calon pengurus lainnya.Betapa terkejutnya Tya tatkala akan menghampiri Zulfa, terlihat di kedua manik Tya bahwa Rendra tengah berada dalam shaf kelompok calon pe
"Hey, ko ngelamun? Ayo cepet ambil air wudhu sana, aku tunggu di dalam," tutur Zulfa, membuyarkan lamunan Tya.Tya pun beranjak dari duduknya menuju tempat wudhu, bersuci diri dari hadats kecil. Ia meraih tas yang diletakkannya di samping tempat dia berpaku melamun tadi, dibawa menuju ke dalam masjid. Diletakannya tas itu di samping lemari kecil yang berisikan beberapa mukena.Tya meraih salah sepasang mukena yang ada dalam lemari kaca tersebut, memakainya tuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya yang manis dan kedua telapak tangannya.Zulfa menempatkan diri di shoft paling utama barisan putri, mulai berdiri tatkala iqomah sudah dikumandangkan. Tya dengan segera berdiri bersebelahan dengan Zulfa, mulai khusyuk menjalankan sholat dzuhur yang diimami oleh Kak Irham, presidium Rohis tahun ini.Seusai sholat dzuhur Tya yang sedang memakaikan sepatu dikedua kakinya celingukan mencari keberadaan Rendra. Namun, tak kunjung dia temukan. "Mungkin sudah pulang," batinnya."Apa gara-gara c
“Ty, itu si Marko bikin rusuh. Dia sedang bersiap melakukan aksi katakan cinta, dan denger-denger loe yang akan jadi targetnya. Dia mo nembak Lo,” ucap Dewi menerangkan. Belum sempat Tya membalas perkataannya, Dewi langsung berpamitan, “Dah yah, gue ditunggu Lusi.” Dewi buru-buru karena tak ingin diketahui, akan menambah marah Lusi. Namun, dirinya pun masih care terhadap Tya. Sejenak Tya memperhatikan kepergian Dewi, sahabatnya itu sekarang jarang bersamanya. Ada rasa kangen akan masa dahulu saat bersa. Namun, hubungan itu merenggang karena Rendra. "Padahal gue ma Rendra tak seperti apa yang ia banyangkan. Dah lah, percuma gue ngejelasin. Toh, dia tetep gak percaya," lirih Tya mematung, berpijak di salah satu anak tangga. Lamunan Tya terbuyarkan dengan suara gaduh di lantai dasar, kedua manik Tya terbelelalak melihat spanduk yang bertuliskan 'Anantya, I LOVE U'. Kini langkahnya berbalik, menaiki anak tangga yang hampir saja ia selesai turuni. "Apa-apaan itu si Marko!" gumam Tya semb
Saat masuk kelas Zulfa keheranan mendapati Dewi tengah duduk dibangkunya. Lusi yang melihat mimik muka Zulfa heran langsung berkata “Lo duduk dibelakang, bareng ma Tya.” Datar Lusi berkata tanpa ekspresi bahkan tanpa menoleh baik kearah Zulfa maupun Tya, pandangan Lusi lurus kedepan dengan wajah sinis.Zulfa adalah salah satu siswi berhijab, terurai menutupi dadanya. Dia aktif dalam kegiatan Rohis, salah satu organisasi sekolah yang bergerak dibidang keagamaan islam. Menjabat divisi da'i yakni kepanjangan dari divisi dakwah dan iptek, menuntut ia berpengetahuan luas, tentunya mengenai agama islam. Tak heran dia terpilih menjadi divisi tersebut karena memang Zulfa sosok yang bisa dibilang kutu buku. Walaupun sifat Zulfa introvert, akan tetapi jika mengenal dia lebih dekat, orangnya lumayan asyik dan bisa diajak sharring.Zulfa meletakkan tas dan sebuah kresek hitam berisi baju renang lengan panjang berikut hijabnya yang tengah basah, seragam renang yang tadi digunakannya dalam praktek o