"Dok, bagaimana kandungan istri saya?" tanya Rayhan berharap kabar baik yang ia terima. "Ada yang tidak beres, Pak," jawab Dokter tersenyum. "Iya, saya ngerti! Tolong jelaskan," pinta Rayhan dengan tegas. Dokter menyarankan agar Claudia banyak istirahat di rumah, tadi hanya mengalami kontraksi palsu yang memang sering dialami oleh wanita hamil. Beliau juga menyarankan agar Claudia mengurangi minuman atau makanan manis, karena berat bayi di dalam kandungan sudah melebihi berat normal. Rayhan mengerutkan dahinya ketika mendengar penjelasan Dokter, ada beberapa hal yang belum dimengerti. Ini adalah pengalaman pertama kali Rayhan menemani Claudia periksa ke Dokter. "Mas, ayo kita pulang," ajak Claudia. "Iya, Sayang. Ini juga sudah larut malam," kata Rayhan tersenyum tipis. Sampai di rumah mereka terkejut, mendengar kabar kalau Mamah Eva tidak bisa jalan. Claudia dan Rayhan segera menemui Mamah Eva, beliau terbaring lemah di tempat tidur. Tetapi masih saja beliau men
Sean meminta Aruna bersikap baik, lemah lembut. Ia tidak ingin anak-anaknya nanti terlahir dari seorang ibu yang mempunyai sikap kasar, ia dengan sabar memberikan pengertian ke Aruna. "Sean, bukannya kita menikah bukan karena cinta. Jadi, kita masih bisa cerai," kata Aruna menatap Sean. "Kamu gila, Runa! Aku akan belajar mencintaimu seiring berjalannya waktu, bukan untuk permainan," terang Sean meyakinkan Aruna. Aruna tersenyum bahagia mendengar ucapan Sean, ia berharap Sean bisa mencintainya dengan tulus dan membuktikan ucapannya. "Sean, sebenarnya aku sudah mencintai mu dari dulu," ungkap Aruna memegang tangan Sean. "Dasar labil!" ketus Sean. Dulu Aruna pernah mengatakan kalau tidak mencintai Sean, sekarang justru dirinya yang mengungkapkan perasaanya lebih dulu. Keesokan harinya, Aruna baru pulang ke rumah diantarkan Sean. Kebetulan Claudia yang membukakan pintu untuk mereka, dengan ramah Claudia menyambut dan mempersilahkan masuk. Sean terpaku menatap Claudia,
Rayhan, Claudia, Aruna dan Sean pergi berlibur ke sebuah pantai yang sangat indah. Setelah sampai di pantai, mereka beristirahat lebih dulu di tempat penginapan. "Sean, bantu buka resleting gaun ku," pinta Aruna menyodorkan punggungnya di depan Sean. Jemari Aruna gemetar saat menyodorkan punggungnya di hadapan Sean. Gaun sutra yang dikenakannya kini terbuka, memperlihatkan kulit putih mulusnya. Ia menahan napas, menunggu Sean untuk membuka resleting itu perlahan. "Merepotkan saja, Runa," gerutu Sean, namun tangannya bergerak dengan hati-hati. Detak jantung Aruna berpacu saat merasakan jemari Sean menyusuri punggungnya. "Sekarang tutup mata mu! Aku ingin berganti baju," pinta Aruna lagi, berusaha mengontrol suaranya yang bergetar. Sean menyeringai. "Kenapa harus tutup mata? Kita sudah menikah, Runa. Jadi, halal kalau aku melihat kamu telanjang," katanya dengan nada menggoda. Aruna menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang. Bagaimanapun, Sean adalah suaminya. Tapi rasa ma
Malam ini adalah malam yang terindah untuk pasangan pengantin baru, Claudia dan Rayhan sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Mereka mengadakan pesta pernikahan di sebuah hotel berbintang, bahkan pesta mereka terbilang sangat mewah. Kamar pengantin sudah disiapkan dengan nuansa yang begitu romantis, banyak bunga bertaburan di atas ranjang itu. "Claudia, sebenarnya saya tidak setuju anak saya menikah dengan kamu. Sudah miskin, memalukan lagi," ujar Eva sang mertua menatap Claudia sinis. Deg ... deg ... Sebelum pernikahan ini terjadi, Eva mengatakan sudah merestui putranya menikah dengannya. Namun, ia tidak menyangka sikap mertuanya berubah begitu saja. Eva memberikan sebutir obat untuk mencegah kehamilannya, ia memperbolehkan Claudia melayani putranya selayaknya seorang istri tapi tidak memperbolehkan untuk hamil. "Ingat Claudia, jangan sampai rahim kamu mengandung benih cucuku! Aku tidak sudi mempunyai keturunan miskin," kata Eva dengan keras. "Baik, Mah," ucap Claudia menun
Ucapan Mamah mertua selalu terngiang di telinga Claudia, ia berpikir setelah menikah akan hidup dengan bahagia. Mempunyai anak dari seorang yang dia sayangi, tapi kenyataannya jauh berbeda. Ia tidak diperbolehkan untuk mempunyai keturunan dari suaminya sendiri, membuatnya sangat terpukul. Claudia kemudian mengambil handuk, lalu membersihkan diri. Setelah itu ia mencari pakaian yang pantas untuk digunakan makan malam. "Mas, tadi Mamah minta Claudia untuk dandan. Emang siapa yang datang?" tanya Claudia sambil mengoleskan lipstik ke bibirnya di depan kaca. "Sahabat Mamah sayang, tidak dandan kamu terlihat cantik kok," balas Rayhan mencolek dagu istrinya. "Mas, jangan ganggu dong," ucap Claudia. Rayhan lalu memeluk istrinya dari belakang, ia lalu membenamkan wajahnya dan mengecup leher istrinya yang jenjang. Claudia pun merasa geli, dan langsung membalikkan badannya. "Mas, jangan ganggu dulu. Nanti kita terlambat lagi," ujar Claudia. "Sayang, aku sudah tidak sabar mempunyai anak ya
Claudia berjalan masuk ke dalam kantor, dengan langkah gontai. "Sayang, kamu kenapa menangis?" tanya Rayhan sembari mengusap air mata Claudia yang menetes di kedua pipinya. "Mas, maafkan aku. Tadi makanan yang aku bawa diambil orang, saat mau menyebrang jalan," terang Claudia menundukkan kepala. Rayhan langsung memeluk istrinya, dan mengajaknya untuk makan siang di cafe terdekat. Soal makanan ia sama sekali tidak mempermasalahkan, yang terpenting adalah keselamatan istrinya. ***Di sisi lain, seorang pemuda yang sudah merebut makanan Claudia menyerahkannya kepada orang yang sudah menyuruhnya. "Nyonya, ini bekal makanan yang saya ambil," ujar pemuda itu. "Kerja yang bagus! Buang saja ke tempat sampah. Ini bayaran kamu," kata wanita itu. "Hampir saja saya mencelakai wanita itu, Nyonya. Untung saja dia bisa menghindar," jelas pemuda itu. Wanita paruh baya itu marah kepada orang suruhannya, justru kalau bisa mencelakai Claudia akan lebih baik dan dia mendapatkan bayaran yang lebih
Mendengar kata honeymoon membuat Eva menjadi kesal, ingin rencananya ia menggagalkan semua rencana Rayhan. "Papah setuju, iya kan, Mah? Nanti kita cepat dapat cucu," kata Papah Andi tersenyum. Claudia menundukkan kepalanya, ia merasa sedih. Hal yang sangat tidak mungkin untuk menolak ajakan Rayhan, tapi tekanan dari mertuanya membuatnya sakit. "Kalau kakak punya anak, pasti Aruna gak disayang lagi," tutur Aruna mengerucutkan bibirnya. "Buat teman kamu di rumah, Runa," ujar Rayhan. Papah Andi kemudian mengajak Rayhan ke ruang kerjanya, beliau hendak memberikan tiket untuk keberangkatannya nanti. "Claudia, sebelum kamu pergi beli obat penunda kehamilan dulu sana! Awas saja kalau sampai kamu hamil," pinta Eva penuh dengan ancaman. "Dengerin tuh kata Mamah! Aruna juga gak sudi, punya keponakan turunan orang miskin," sahut Aruna tidak punya sopan santun. Claudia hanya bisa meneteskan air mata, setiap ada yang membentaknya. Dia juga tidak mungkin menentang ucapan mertuanya, demi sua
"Sayang, jawab ini obat apa!" bentak Rayhan. Menunjukkan botol obat yang bertuliskan penunda kehamilan, kepada istrinya. Claudia tertunduk lesu, ia bingung harus menjawab apa. Kalau ia berkata jujur akan membuat pertengkaran, antara ibu dan anak. Rayhan baru ini membentaknya, mungkin baginya sudah sangat keterlaluan. "Sampai segitunya kamu tidak mau mempunyai keturunan dariku! Claudia, aku sangat mencintaimu! Kenapa kamu tega, melakukan semua ini!" marah Rayhan. Melemparkan botol obat itu hingga tercecer di lantai. Claudia bersimpuh di kaki suaminya, sambil memohon maaf. Rayhan dengan kasar menghempaskan tangan istrinya itu. Claudia hanya bisa menangis, ia menyesal sudah mengikuti perintah mertuanya. Rayhan lalu pergi entah kemana, dan meninggalkan Claudia di dalam villa sendiri. "Mas, seandainya kamu tau! Mamah Eva tidak merestui pernikahan kita, beliau juga tidak menginginkan cucu dariku ... " lirih Claudia. Di sebuah club malam pulau Bali, Rayhan menghabiskan waktu di tempat