Kupandang wajah wanita berjilbab segi empat itu dengan seksama. Mencari-cari adakah kesamaan fisik antara aku dan dirinya. Meski tak kutemukan banyak kesamaan, aku tak memungkiri ada beberapa bagian dalam diri dan wajah Aluna yang bisa dikatakan memiliki kemiripan denganku.Ya, memang sedikit mirip.Dalam seketika, kurasakan ada yang patah dalam diriku ketika menyadari sesuatu.Ya Allah!Jadi memang benar Darren rela melakukan konspirasi jahat bersama sahabat dan adikku, sebab wanita beranak satu itu? Karena obsesinya untuk memilikinya tak tercapai?Kenapa rasanya seperih ini?"Al-Aluna." Dengan pandangan matanya yang terlihat kosong, suamiku bahkan mengucapkan nama itu dengan terbata.Benarkah jika ayah dari janin dalam kandunganku masih memiliki rasa padanya? Wanita yang pernah menjadi cintanya di masa lalu.Tanpa bisa dihindari, rasa cemburu yang sempat redam, kembali menyeruak ke permukaan. Ya, dari bagaimana gerak-gerik tubuhnya serta caranya berekspresi, tertangkap jelas jika le
Aku menatap kepergian mereka dengan senyum kemenangan. Ternyata … aku tak perlu repot-repot menghalau Aluna agar tak berbincang lama-lama dengan suamiku. Ya, jujur saja anak laki-laki itu sudah cukup membantu. Bahkan, lebih dari cukup."Cantik, ya?" godaku saat punggung Aluna dan putranya sudah menghilang dari pandangan."Siapa?" balas suamiku dengan raut wajah polos yang sama sekali tak bisa dipercaya. Bukankah dia seorang mantan playboy yang pandai mengelabui targetnya sebelum ini?"Dia." Aku yakin Darren paham betul tentang dia siapa yang kumaksud."Enggak, masih lebih cantik kamu, kok," ucapnya sambil meneruskan langkah dan mulai menaiki kembali eskalator.Dasar mantan playboy!"Jangan berbohong!""Enggak, Sayang …." Dia terlihat ingin meyakinkanku dengan suara dan ekspresi wajahnya yang terlihat lembut dan meneduhkan hati."Aku rasa … anak laki-laki tadi sangat mirip dengan Aluna," ujarku secara spontan. Membuat Darren menatap lama padaku ketika kami sudah sama-sama menaiki tangg
Jelas terlihat Reyhan terkejut pasca suamiku memperkenalkan diri dengan kalimatnya yang terdengar tak lazim. Entah dia sedang tergelitik dengan bagaimana Darren memperkenalkan dirinya, atau … dia cukup terkejut mendengar kabar kehamilanku? Aku tak bisa menebak apa yang ada di pikiran lelaki yang usianya sebaya denganku."Oh … parents to be, nih, ceritanya? Btw … selamat, ya." Tampak olehku, pemuda 21 tahun yang sempat mengisi indahnya masa remajaku, tersenyum kecut pasca menuntaskan kalimatnya dan menatap suamiku dengan pandangan aneh."Ya, begitulah." Darren tersenyum semringah saat ada yang memberikan ucapan selamat pada kami."Semoga lancar sampai persalinan," balas lelaki itu sambil tersenyum tipis saat pandangannya teralih padaku. Membuatku tersenyum miris menyambut tatapan itu.Kau tidak tahu saja, Reyhan, janin yang ada di dalam kandunganku ini adalah hasil dari sesuatu yang salah. Hatiku kembali berkecamuk saat rasa kecil hati ini tetap saja singgah meski tanpa diminta.Dia t
Aku terdiam kaku ketika menatap lekat gambar yang dikirimkan Resti belum lama ini. Tampak jelas dalam penglihatan, suamiku yang terlihat sedang menikmati makan siang bersama Aluna dan putranya di sebuah tempat yang kuperkirakan adalah sebuah restoran, menunjukkan sorot mata bahagia saat sepasang matanya memandang mantan kekasih yang mungkin akan bergelar menjadi seorang janda tidak lama lagi."Benarkah semua kata cinta yang kamu ucapkan hari itu palsu?" Aku menggumam lirih dengan hati yang kian terasa perih.Kutekan dada yang semakin sakit dan sesak saat sepasang mataku melihat dalam gambar, suamiku tampak bahagia ketika bersama wanita lain. Wanita yang sejatinya lebih dulu dikenalnya daripada aku yang secara tidak sengaja dia kenal melalui Alia sebelum insiden penjebakan terjadi hari itu."Kenapa kamu tega, Mas?" Kulempar ponsel ke atas ranjang bersama hati yang semakin retak saat menyadari jika diriku mungkin tak lagi berarti di matanya. Setelah mantan kekasih yang lama pergi dan se
"Kamu … nggak alergi makan seafood, kan, pas hamil gini?" tanya Resti tiba-tiba mengubah topik."Paling aku makan udangnya aja, Res. Kalau yang lain, kayaknya kurang srek sekarang," ucapku penuh kejujuran."Oke, sip. Kita ke resto seafood langganan kita, ya," ucap Resti yang kubalas dengan anggukan setuju.Memasuki restoran seafood yang sudah lama tak kudatangi bersama sahabat baikku ini, aku hampir dibuat hampir tak percaya saat menyadari Arman yang sudah beberapa hari ini tak kujumpai, baru saja sampai di tempat ini dan juga baru mengambil tempat duduk."Oalah kok bisa kebetulan gini, ya? Gimana kalau kita join Mas Arman aja?" usul Resti yang sontak kubalas dengan anggukan kaku.Aku dan Resti lantas jalan beriringan menuju tempat di mana Arman sudah lebih dulu mengambil tempat duduk. Lebih tepatnya di meja sudut ruangan restoran seafood bernuansa klasik ini."Hai, Kakak sepupu."Arman jelas terkejut saat Resti tiba-tiba menegurnya demikian."Indah?" Meski jelas yang menegur adalah R
Di luar dugaan, Arman terlihat santai menanggapi kata-kata mengerikan yang meluncur dari bibir suamiku. Terlihat oleh sepasang mataku, sepupu Resti tersenyum menyeringai bahkan saat Darren berjalan semakin dekat dengan napasnya yang memburu."Bukankah kau akan bertunangan tidak lama lagi? Lantas, kenapa harus bermimpi menjadikan istri orang untuk dijadikan pasanganmu, hm?" ejek Darren yang masih saja ditanggapi dengan ekspresi santai lelaki 25 tahun tersebut. Sepupu Resti itu tetap terlihat tenang dan tak menunjukkan rasa takut barang sedikit pun."Dasar laki-laki tidak tahu malu!" cibir suamiku sambil menatap sengit laki-laki berusia sebaya dengannya.Lagi-lagi, Arman tampak tak menunjukkan perubahan ekspresi saat menanggapi makian yang dilontarkan suamiku. Dia tetap terlihat tenang dan santai. Seperti sebelumnya.Laki-laki yang kurang lebih sama tingginya dengan Darren, mendengus pelan sebelum bersuara."Lalu, apa kau pikir kalau kau lebih baik dariku, hm? Setelah menghancurkan hidu
Untuk sesaat terlihat Resti menatapku dengan pandangan miris sebelum kedua matanya terfokus lagi ke arah jalan di depan kami.Tak ada perbincangan apa pun setelahnya. Kami sama-sama diam dengan jalan pikiran masing-masing.***Sampai di rumah, aku yang tahu Darren mengekor mobil Resti sejak keluar dari area restoran tadi, buru-buru menarik langkah menuju kamar. Tak ingin peduli tentang bagaimana seluruh anggota keluarga melihat ketidakharmonisan pernikahanku dan suamiku yang baru seumur jagung.Aku merasa cukup beruntung saat berhasil mengunci pintu kamar sebelum dia berhasil mengejarku."Indah … tolong dengarkan penjelasan aku dulu, Ndah." Seolah mengesampingkan rasa malu di hadapan kedua mertua dan adik iparnya, Darren mengetuk-ngetuk pintu kamar sambil memohon.Aku yang masih kesal, mencoba abai dan tak peduli padanya yang pasti akan memberikan sejuta alasan andaikan aku melunakkan hatiku sedikit saja.Tidak! Cukup sudah aku berbaik hati dan menaruh pikiran positif padanya yang ter
"Mas … kamu …." Suaraku lirih. Hampir tak terdengar ketika tangan kananku yang belum lama ini memastikan kondisinya, belum terangkat dari sana."Aku baik-baik saja, Indah," jawabnya pelan dengan mata setengah terpejam.Aku merutuk dalam hati. Bukannya dia jago beladiri? Kenapa baru tidur di lantai semalam saja sudah langsung KO seperti ini?"Mas … ayo." Aku menarik tangannya. Tak mau kondisinya jadi lebih parah jika tetap membiarkannya dalam posisi seperti ini. Tidur di atas lantai granit tanpa alas dan juga tanpa bantal. Seperti apa yang menjadi pintaku sebelumnya.Dia bergeming."Ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sakit yang kamu alami akibat perbuatanku waktu itu, Indah," ucapnya di sela-sela rintihan yang masih terdengar. Kulihat bibirnya bergetar dengan tangan yang terus menggigil kedinginan."Sudahlah jangan bawel, ayo, masuk kamar sekarang." Aku yang tak ingin berdebat, setengah memaksa saat memintanya bangun.Akhirnya dia menurut juga. Meski terlihat sedik