DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 77 Aπππ"Iya ngontrak, kenapa?""Pak sopir stop." Aku cepat-cepat menyetop laju taksi lalu buru-buru membuka pintunya."Heh Yuni, kalau gitu bilang sama Bapakmu, segera ceraikan saya. Dasar tua bangka gak ada otak," pekikku sebelum aku turun dari taksi.Blak.Kututup pintu taksi dengan kencang. Cepat taksi itu melesat lagi."Arghhh ... apa ini? Si tua bangka itu malah mau ngontrak? Terus aku mau dibawa ngontrak gitu? Gak salah? Meningan aku jadi janda selamanya anak-anakku udah besar ini," dengusku sambil menendang kerikil yang ada di depan kakiku dengan kencang.Kutengok kiri kananku, "loh-loh ngomong-ngomong ini aku ada di mana? Kok bisa-bisanya aku malah turun tengah jalan gini, ya ampuun mana sepi pula." Aku bergidig sambil memegangi tengkuk meremang, lalu tergesa-gesa jalan ke depan.Argh tahu gini gak bakal tadi aku turun dari taksi, gimana nih? Aku harus kemana sekarang?Tiiit!Sebuah motor tepat saja berhenti di sampingku. Aku pikir itu orang
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANPart 77 BKepalaku langsung mendidih, refleks saja kujambak jilbabnya kuat-kuat."Anak kurang ajar. Anak gak tahu diri. Kau diurus dari kecil sampe segede gini jadi ini balasanmu, hah? Masa bodoh sama rumah ini, tapi kamu gak boleh meras si Fatan gitu Yuni. Gak kasihan kamu sama dia? Dia lagi kesusahan malah kamu manfaatin, sekarang balikin itu kunci rumahnya, mana?""Apa sih." Dia mendorongku kencang sampai aku turun lagi dari teras."Dateng-dateng malah bikin huru-hara, mau dilaporin ke Pak Rt apa Ibu, hah? Soal rumah Mbak Viona ya bukan salah Yunilah, itu emang kesepakatan Mas Fatan jual di harga segitu, dia deal di depan notaris. Jadi gak ada yang bisa gugat lagi karena balik namanya lagi diproses.""Apa? Stres kamu Yuni." Aku kembali naik ke teras"Mana bapakmu? Ibu mau ngomong sama bapakmu yang gak berguna itu.""Gak ada. Bapak lagi di rumah Pak Sabeni. Lagi tahlilan.""Kalau gitu awas." Aku menerobos masuk ke dalam. Kuubek-ubek lemariku, di sana aku ny
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 78πππHeuh. Aku jadi kesel. Akhirnya aku cuma bisa diem kursi bonceng sambil melipat kedua tanganku menunggu jalanan terurai.Tapi untungnya sih macetnya gak sampe perlu setengah jam, cuma berapa menitan udah lancar lagi, ya iyalah awas aja kalau hari-hari biasa sampe macet kayak lebaran, bakal protes nih emak-emak ke Presiden."Sus, ada di mana jenazah kedua wanita yang tertabrak kereta? Tadi saya lihat beritanya belum lama ini," tanyaku saat aku sampai di tempat yang kutuju."Ada di ruang jenazah Bu, dari sini ke sebelah kiri terus lurus belok ke kiri lagi, di paling ujung ruangannya ya."Aku langsung menelan ludah. Dadaku makin berdebar tak karuan, sebetulnya nyaliku enggak sebesar itu kalau harus pergi ke ruang jenazah sendirian, tapi ... aku penasaran apa yang tertabrak itu anakku atau bukan. Halimah gak usah mikir yang aneh-aneh kamu. Di sana bakal ada penjaganya, kamu minta temenin aja ke dia, dia 'kan udah ahlinya dalam hal ngurus mengurus or
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 79πππ"Andai kamu gak lancang melaporkan anakku ke polisi, dia gak akan sampe begini!" teriakku lagi.Si Yuni baru akan maju selangkah saat aku menyetopnya."Diem di sana! Dan ajak Bapakmu itu pergi dari sini. Sama-sama gak berguna!""Bu, apa maksdu Ibu? Kita lagi berkabung, Ibu malah marah-marah begini, apa yang terjadi sama Jessica ini adalah takdir Tuhan, Bu," sahut Bapaknya cepat."Diaaam! Pergi kalian! Ibu bilang pergi ya pergii!" Aku teriak makin kencang sambil nunjuk ke arah luar."Ayo, Pak." Si Yunipun gegas pergi menarik tangan bapaknya.Sementara aku tentu saja ambruk di samping ranjang jenazah sambil menumpahkan sesak dan tangisanku. Anakku si Viona belum sadar, dan sekarang si Jessica malah udah pergi lebih dulu. Ya Tuhaan, ini gak adil namanya! Aku menjerit dan histeris sampai salah seorang petugas penjaga kamar jenazah lari memanggil teman perawatnya untuk membawaku."Maaf Bu, mari ikut kami, supaya Ibu bisa sedikit tenang." Kedua tanga
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 79 Bπππ"Kamu ...." Aku menggantung ucapanku, rasanya gak mungkin kalau aku bilang dia ditusuk sama adiknya sendiri si Jessica."Kenapa, Bu? Viona kecelakaan? Tapi kok Viona gak inget apa-apa ya, Bu?" cecarnya sambil terus berusaha mengingat-ngingat sesuatu.Aku menelan ludah, "i-iya Nak, kamu ... kecelakaan.""Oh iya bener dugaan Viona berarti, Viona kecelakaan saat mau nyari alamat temen Viona karena yang Viona inget Viona lagi nyari alamat temen Viona terus gak sengaja lihat lakinya si Jessica lagi selingkuh sama seseorang di sebuah kos-kosan, makanya si Jessica perlu Viona kasih tahu soal itu Bu," tuturnya panjang lebar.Aku cuma senyum kuda dengan perasaan nelangsa."Aw kok sakit banget kepala Viona ya, Bu? Oh ya Mas Fatan mana sih, Bu? Dia gak tahu apa Viona di rumah sakit?""Tahu kok, biasanya dia yang gantian jaga sama Ibu di sini, tapi gak tahu dia kemana sekarang kamu sadar malah gak ada."Setelah kusuapi dia bubur, kuberi dia obat, kusuruh
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 80πππ"Ibu cuma gak mau kamu kepikiran Na."Si Viona meremas wajahnya."Jessica... kenapa kamu pergi secepat itu Jeeesss? Mbak kangen Jess, kita belum ketemu dan belum saling minta maaf sejak kita marahan waktu itu, dan ada sesuatu yang harus kamu tahu juga soal suamimu Jesss ...," isaknya lagi di atas ranjang rumah sakit.Sudah sadar seminggu yang lalu, tapi si Viona masih belum bisa turun dari kasur, entah kenapa kakinya masih belum bisa bergerak, kata si Viona sendiri dia ngerasa kakinya baik-baik aja, tapi emang lemes dan gak bisa digerakin aja. Makanya kemarin sehari setelah si Jessica meninggal dokter mencoba mengobservasinya kira-kira kenapa kaki si Viona bisa seperti itu, dan harusnya hasil observasi itu keluar hari ini.Itulah kenapa hari ini aku juga baru berani cerita soal kepergian adiknya pada si Viona, karena aku pikir hari ini dia udah semakin kuat dan baikan."Lagian Bu, emangnya mau apa si Jessica itu nyebrang perlintasan rel kereta s
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 81πππ"Bentar biar Ibu lihat dia ke parkiran, kali aja dia di sana atau tidur di musholla." Gegas aku bangkit.Baru saja akan menuju musholla rumah sakit, seorang suster memanggilku."Keluarganya pasien atas nama Viona?""Iya Sus, kenapa?""Ini saya bawakan rekapan administrasi biaya rumah sakit perhari ini ya, Bu," katanya ramah seraya memberikanku benerapa lembar kertas yang sudah jadikan satu."Oh ya makasih, Sus."Kutengok sebentar kertas itu sebelum melanjutkan langkah, dan lagi, aku cukup terkejut dengan nominal yang tertera di sana."Biaya rumah sakit seminggu bisa beli motor baru, astaga pusing kepalaku. Aku emang harus buru-buru cari si Fatan ini, biar dia suruh bayar, duit hasil jual rumahnya 'kan masih ada sama dia semua." Cepat akupun melanjutkan langkah dengan tergesa-gesa.Di musholla kucari dia gak ada, di kantin juga gak ada, di parkiranpun sama, argh bingung kalau udah gini. Aku mesti cari itu orang kemana? Kata si Viona nomor telepon
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 81 BπππCepat aku menghampirinya."Fatan, kamu percaya gak kalau rumah gede ini rumahnya si Wijakupra?" Si Fatan memandangi rumah megah itu sebentar, "ya mungkin aja sih, buktinya si Yuni banyak duitnya gitu."Astaga. Jawaban si Fatan malah bikin aku makin sesak tak karuan. Rasanya aku kebakaran jenggot dan ngerasa gak rela banget kalau itu beneran rumah si Wijakupra. Pasalnya kok bisa hidup si Yuni beruntung banget? Anak-anakku aja gak dapet suami sekaya si Wija, kok dia bisa? Tiiit.Aku kembali menoleh saat suara klakson mobil dibunyikan. Kutengok lagi, ternyata si Wija yang turun dari mobil itu, dia lalu bersusah payah membuka pintu gerbang rumah yang tadi ditutup si Inem, tapi yang membuatku melotot adalah karena penampilannya yang berubah drastis.Tadi si sawo busuk itu datang naik motor cuma pake kolor dan kaos juga sendal jepit, lah sekarang dia keluar dari rumah itu memakai kemeja, sepatu, dasi dan sepatu yang kelihatannya mewah kebangetan.