Share

005. Tak Terima!

Penulis: Dilla Maharia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 17:36:36

“Tenang, juragan. Kita bisa bicara baik-baik.” Ujar Rais. Tak ingin emosi Bram semakin memuncak.

“Kamu!” Tunjuk Herman pada Galih, “Pergi kamu dari sini! Saya gak sudi Aisyah menikah dengan kamu! Sampai kapan pun, saya gak akan pernah mau merestui!” Ucap Herman, ikut tersulut emosi.

Bagaimana tidak? Selain hutangnya lunas, Bram juga menjanjikannya memberinya modal yang cukup besar untuk di kelola menjadi usaha setelah menikah dengan Aisyah nanti. Herman sudah membuat rencana untuk membuka toko campuran yang besar dengan modal dari Bram. Dengan bantuan Bram yang nantinya akan jadi menantu nya, tentu tak sulit baginya untuk memiliki toko campuran yang besar.

“Lagi pula uang dari mana kamu Galih untuk membayar hutang Herman hah?! Gaji kamu sebulan saja, bahkan sangat jauh!” Cetus Bram dengan sinis.

Lelaki tua itu yakin, bahwa Galih pasti tak akan bisa membayar utang Herman sebanyak itu.

“Tulis rekeningnya di sini!” Jawabnya dengan santai.

Galih menyerahkan ponselnya pada Bram. Lelaki tua itu menerima ponsel Galih dengan tersenyum meremehkan.

“Mustahil Galih! Mustahil kamu memiliki uang segitu! Tapi baiklah, ini aku tulis nomor rekeningnya biar kamu tau diri!” Ujarnya sambil mengetik nomor rekening di ponsel pemuda itu.

Galih mengambil kembali ponselnya. Kemudian melakukan transfer sebanyak seratus lima puluh juta ke nomor rekening atas nama Bram Sanjaya.

“Sudah!” Ujar Galih, ia arahkan ponselnya memperlihatkan bukti transfer pada Bram, Rais dan juga Herman.

Mata mereka seketika melotot bersamaan.

“Nggak! Ini gak mungkin!” Bram berdiri dari duduknya. Merasa tak percaya dengan apa yang ia lihat.

“Aisyah harus tetap menikah denganku! Itu pasti bukti transfer editan!” Tolak Bram.

Galih tersenyum miring, “Lebih baik cek dulu saldonya, juragan!”

Bram buru-buru mengecek m-banking. Ternyata benar, uang sebanyak seratus lima puluh juta itu masuk ke dalam rekeningnya.

Sama halnya dengan yang lain. Aisyah juga ikut tercengang. Gadis itu semakin penasaran, siapa sebenarnya sosok preman di depannya ini?

“Gimana, juragan? Benar kan? Kalau begitu, mulai sekarang jangan pernah lagi mengganggu calon istriku!” Tegas Galih. Ia tersenyum pada Aisyah yang kini masih mematung penuh keterkejutan.

°°°°

Rina mondar-mandir, “Pak! Gimana ini Pak?” Rina kebingungan saat juragan Bram meninggalkan rumahnya dalam keadaan marah.

Sementara Aisyah, gadis itu telah dibawa pergi oleh Galih.

Herman memijat pelipisnya yang terasa pening. Ia masih tak percaya jika hutangnya sudah di lunasi oleh preman kampung itu.

“Pak!” Sentak Rina, merasa ucapannya diabaikan Herman.

“Apa sih, Bu! Bapak lagi pusing!” Balas Herman kesal.

“Uang dari mana ya kira-kira preman itu, Pak? Apa jangan-jangan dia maling ya?!” Tebak Rina, penasaran.

Herman mengangguk, “Ya dari mana lagi, Bu? Pastilah, kalau nggak maling yang ngerampok!”

“Ya ampun, Pak. Terus gimana ini? Gimana kalau nanti kita yang kena getahnya??” Rina mendadak panik.

“Nggak! Meskipun preman itu sudah membayar hutang kita, Bapak gak akan merestui mereka, Bu. Enak aja!” Ucap Herman, ia mengepalkan kedua tangannya.

Impiannya untuk memiliki toko campuran yang besar tak boleh gagal.

“Tapi mereka udah pergi, Pak! Gimana kalau diluar sana mereka udah nikah?”

“Mana mungkin! Aisyah pasti tau kalau wali nikahnya saat ini cuma aku, Bu. Kamu tenang aja, Bapak akan susun rencana biar mereka gak jadi nikah!” Ucap Herman, membuat Rina penasaran. Apa yang akan di rencanakan suaminya?

“Rencana apa, Pak?” Tanya Rina.

Drrt! Drrt!

Tiba-tiba ponsel Rina bergetar. Ia raih benda pipih tersebut yang layarnya sudah retak, kemudian mengusap layarnya, membaca pesan yang masuk.

[Bu, besok aku mau pulang! Tolong siapkan jamuan yang banyak ya... Aku bawa calon suami dan juga keluarganya]

Syahnaz, putri kandungnya yang bekerja di luar kota itu kini mengirimkan pesan untuknya. Selama ini, hutangnya menumpuk untuk menghidupi gaya hedon anaknya yang hidup di kota. Namun, tentu saja Aisyah tak tahu akan hal ini.

Hubungan Aisyah dan Syahnaz tak baik, sejak Aisyah tinggal di rumah Rina. Ah tidak, lebih tepatnya rumah mendiang almarhum Ayahnya yang kemudian di akui oleh Rina bahwa itu sudah menjadi haknya.

Rina tersenyum, ia pernah mendengar cerita Syahnaz, bahwa calon suaminya ini orang kaya.

“Pak, sepertinya kita biarkan saja Aisyah menikah dengan preman itu!” Ucap Rina, tiba-tiba berubah pikiran.

“Lho? Kok gitu Bu? Bapak ini sudah punya impian besar untuk punya toko campuran yang besar, seperti yang dijanjikan juragan. Harus jadi pokoknya! Aisyah harus tetap menikah dengan juragan!” Bantah Herman.

“Pak... Besok Syahnaz akan pulang! Dia datang bersama calon suami beserta keluarganya, Pak. Tanpa Aisyah, kita juga bisa kaya!” Ucap Rina dengan senyum mengembang.

“Memangnya Ibu tau dari mana kalau calon Syahnaz itu orang kaya?” Tanya Herman menyipitkan mata.

“Syahnaz pernah cerita Pak! Kalau kekasihnya itu adalah atasannya, sudah pasti calonnya itu orang kaya!”

“Hem... Terus gimana dengan juragan Bram, Bu?”

“Yang penting kan hutang kita udah lunas! Kita tendang saja si Aisyah dan Adiknya itu kalau dia udah menikah sama si preman itu! Kalau ternyata uang yang dia pakai bayar hutang itu curian, biarkan saja Aisyah yang kena getahnya. Ibu yakin kok, kalau Syahnaz bisa mengangkat derajat kita, Pak!” Rina semakin gencar membujuk suaminya.

Herman tersenyum, ia setuju dengan perkataan istrinya barusan.

“Iya juga ya, bu. Sudah saatnya Syahnaz membuat kita bangga. Selama ini kan bapak mati-matian cari pinjaman untuk kehidupannya di kota.” Ujar Herman.

Otaknya kini menemukan sebuah ide baru agar impiannya tidaklah gagal.

°°°°°

Sementara itu...

Galih membawa Aisyah ke cafe yang semalam gadis itu datangi bersama Rian.

“Ngapain kamu bawa aku ke sini?” protes Aisyah.

Sejak kejadian semalam, Aisyah seolah membenci tempat ini. Tempat di mana ia dan Rian sering bertemu. Bayangan indah hubungan mereka dulu seakan terlihat jika berada di cafe ini.

“Duduklah, kamu pasti lelah.” Ujar Galih, tak peduli akan raut wajah Aisyah yang kesal.

“Harusnya hari ini aku bekerja! Tapi, gara-gara kalian hari ini aku jadi bolos kerja.” Ucap Aisyah sambil mencebik kesal.

“Hem... Kamu resign aja! Aku tidak mau istriku capek kerja nantinya.” Jawab Galih, membuat wajah Aisyah seketika berubah.

Tutur kata yang tenang itu seakan menembus hati Aisyah, ‘Istriku?’ Batinnya, merasakan sesuatu yang aneh.

“Pagi Pak. Ada yang bisa saya bantu?” Tanya seorang pelayan yang telah berdiri di samping meja mereka, setelah Galih melambaikan tangan pada pelayan itu.

“Buatkan coffe latte dan americano.”

“Baik, Pak. Di tunggu sebentar ya.” Pelayan itu beranjak pergi dengan menunduk hormat.

Dahi Aisyah berkerut, ia merasa pelayan itu memperlakukan Galih tidak seperti pada pelanggan lainnya. Meskipun di cafe ini memang terkenal ramah dengan pelayanannya, tetapi ada hawa yang berbeda saat pelayan tadi menatap Galih.

Satu hal yang membuat Aisyah tertegun. Galih memesankannya coffe latte? Dari mana pria itu tahu kalau Aisyah menyukai minuman itu?

Bab terkait

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    006. Persiapan Akad Nikah!

    “Jangan sungkan, Aisyah. Sebentar lagi kita berdua akan menjadi suami istri!” Ucap Galih, menatap Aisyah yang kini menatap ke arah lain.“Aku baru saja bertemu dengan kamu, aku sama sekali tidak kenal dengan kamu, tidak tau asal usulmu. Bagaimana bisa kamu mengatakan kita akan menikah sebentar lagi?” Ujar Aisyah, mengungkapkan keresahannya.“Kita bisa perkenalan setelah menikah.” Sahut Galih.Obrolan mereka terjeda sesaat. Seorang pelayan datang dengan membawa sebuah minuman, meletakkannya di atas meja.“Terima kasih...” Ucap Aisyah, pelayan itu hanya tersenyum sembari mengangguk.Galih memberi kode pada pelayan tersebut, agar segera meninggalkan mereka berdua.“Minumlah dulu agar pikiran kamu tenang, Aisyah.” Ujarnya dengan lembut.Aisyah tercengang. Tak percaya jika seorang preman di hadapannya itu bisa berbicara lembut seperti itu.“Oh ya, kenapa kamu melunasi hutang paman? Apa sebenarnya tujuan kamu, Galih??” satu pertanyaan yang membuat Aisyah penasaran sejak tadi, akhirnya terlo

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    007. Hamil??

    “Eh, tunggu dulu! Syahnaz ini kan putri kami satu-satunya. Jadi, sebelum pernikahan di selenggarakan, kami ingin memberikan persyaratan terlebih dahulu untuk Nak Arman.” Ucap Herman. Arman mengernyit heran, penasaran. Persyaratan apa yang akan di berikan oleh calon mertuanya itu? “Apa syaratnya?” Tanya Arman cepat. “Kami ingin... Nak Arman memberikan mahar pada Syahnaz sebesar seratus juta!” Ujar Herman. Seketika membuat Arman dan kedua orang tuanya terkejut hebat. Mahar seratus juta?? “Apaa?!! Seratus juta???” Pekik mereka bertiga, kompak. Saking terkejutnya. “Iya! Kalian tidak keberatan kan?” Rina menimpali. Syahnaz seketika melotot pada kedua orang tuanya. “Pak, apa-apaan ini!” Protes Syahnaz. “Syahnaz, kamu berhak mendapatkan mahar yang besar! Jangan mau kalah sama Aisyah, calon suaminya juga memberikan Bapak uang sebesar seratus juta!!” Ujar Herman, tentu saja pria paruh baya itu tidak ingin mengatakan jika uang itu sebenarnya untuk membayar semua hutangnya. “Kalian ini

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    001. Penebus Hutang...

    “Nah... Ini dia keponakan yang saya ceritakan kemarin, Tuan.” Ucap Herman, saat Aisyah baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang tamu tersebut. Dua lelaki dengan penampilan seperti preman, duduk di ruang tamu sembari menatap Aisyah dari atas sampai bawah dengan intens. Merasa risih dengan tatapan dua pria itu, Aisyah bergegas melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar. Namun, suara teriakan Herman membuat gadis itu mengurungkan niatnya. “Jangan kemana-mana, Aisyah! Duduk di sini!” Titah Herman sembari menunjuk kursi di sampingnya. “Maaf, Paman. Badan Aisyah terasa lengket, Aku mau bersih-bersih dulu.” Tolak Aisyah dengan lembut. “Duduk, Aisyah! Atau_” Ucapan Herman tertahan sesaat. Tampak seorang wanita berjalan dari arah dapur dengan membawa nampan berisi tiga cangkir teh hangat. “Duduklah dulu, Aisyah. Ada hal penting yang harus kami bicarakan sama kamu!” Ucap Rina, istri Herman. Aisyah pun pasrah. Ia duduk dengan rasa penasaran menyelimuti jiwanya. Apa y

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    002. Bertemu Lagi...

    Ting! Ting! Ponsel Aisyah berbunyi, pertanda sebuah pesan masuk. Ia raih ponsel tersebut, pesan dari Rian muncul di layar ponselnya. [Aisyah, nanti malam kita ketemu di tempat biasa ya.] Rian, lelaki yang setahun belakangan ini menjalin hubungan dengannya. Aisyah pikir, pria itu menjadi satu-satunya orang yang ia harapkan untuk membantunya. “Oke, Mas. Kebetulan aku juga ingin membicarakan sesuatu yang penting.” Aisyah membalas pesan itu, ia kemudian bangkit dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tak boleh larut dalam kesedihan. Dalam hati gadis itu, ia berharap agar Rian bisa menemukan solusi yang baik. “Semoga saja kamu bisa membantuku, Mas.” Gumam Aisyah lirih. Jelas saja ia berharap bahwa Rian pasti akan membantunya. Ia pikir, Rian pasti tidak akan rela bila Aisyah menikah dengan lelaki lain. °°° Pukul 19.30 wib. Rian dan Aisyah bertemu di sebuah cafe yang berada di dekat rumah gadis itu. Rian memang belum pernah menjemput Aisyah langsung di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    003. Akan Ada Kejutan...

    Galih menatap ke arah spion motornya yang ia arahkan ke belakang. Rupanya gadis itu berpegangan pada bagian belakang jok motor. Galih tersenyum miring. Seakan merencanakan sesuatu? Tak lama setelah itu, ia melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Aisyah yang duduk di jok belakang, hampir saja terjengkang. Gadis itu terkejut bukan main, ia pun refleks melingkarkan tangannya ke pinggang Galih. Bisa-bisa ia jatuh jika hanya berpegangan di belakang jok motor saja. Kesal, Aisyah merasa Galih sengaja melakukan ini semua, agar gadis itu bisa memeluknya. Modus. Pikirnya. “Dasar preman modus!” Umpat Aisyah. Kesal bukan main. Sepanjang perjalanan. Galih hanya menahan tawa dalam hati karena mendengar Aisyah yang tak henti-hentinya mengoceh di belakang. ‘ Lucu! Gadis ini sangat unik.’ Batinnya. “Pelan-pelan aja jalannya. Kasian tetangga, takutnya mengganggu mereka!” Kali ini Galih menurut, karena sudah masuk area perkampungan. Pria itu pun memelankan laju motornya. Aisyah tak sadar, bahw

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    004. Tawaran Apa??

    Pagi mulai merekah usai semalam di liputi suasana yang menyesakkan. Aisyah sudah bangun pagi-pagi sekali. Gadis itu mencoba menghilangkan segala beban pikirannya sejenak. Ia harus bekerja, ada Fadil yang sudah menjadi tanggung jawabnya. “Kok kamu berangkat kerja, Syah?” Celetuk Rina setelah melihat Aisyah sudah siap dengan seragam kerjanya. “Ya Tante.” Jawab Aisyah sembari menyisir rambutnya. “Kalau kamu nikah sama juragan Bram, kamu gak perlu lagi capek-capek kerja, Syah. Hidup kamu bakalan terjamin. Dari makan, rumah, mobil, bahkan kamu bisa shopping tiap hari. Dari pada jadi penjahit terus, kerja dari pagi hingga sore, tapi tetap aja hidup kamu gini-gini aja!” Ucap Rina. Aisyah menghela napas berat. Lagi-lagi Rina menyuruhnya menikah dengan juragan Bram. Aisya berbalik badan, menatap Rina. “Tante, selama ini Aisyah gak pernah beli ini itu di karenakan uangnya dipakai untuk biaya pendidikan Fadil. Dan juga buat makan kita sehari-hari di rumah ini!” Ucapnya, membela diri. “Hal

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12

Bab terbaru

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    007. Hamil??

    “Eh, tunggu dulu! Syahnaz ini kan putri kami satu-satunya. Jadi, sebelum pernikahan di selenggarakan, kami ingin memberikan persyaratan terlebih dahulu untuk Nak Arman.” Ucap Herman. Arman mengernyit heran, penasaran. Persyaratan apa yang akan di berikan oleh calon mertuanya itu? “Apa syaratnya?” Tanya Arman cepat. “Kami ingin... Nak Arman memberikan mahar pada Syahnaz sebesar seratus juta!” Ujar Herman. Seketika membuat Arman dan kedua orang tuanya terkejut hebat. Mahar seratus juta?? “Apaa?!! Seratus juta???” Pekik mereka bertiga, kompak. Saking terkejutnya. “Iya! Kalian tidak keberatan kan?” Rina menimpali. Syahnaz seketika melotot pada kedua orang tuanya. “Pak, apa-apaan ini!” Protes Syahnaz. “Syahnaz, kamu berhak mendapatkan mahar yang besar! Jangan mau kalah sama Aisyah, calon suaminya juga memberikan Bapak uang sebesar seratus juta!!” Ujar Herman, tentu saja pria paruh baya itu tidak ingin mengatakan jika uang itu sebenarnya untuk membayar semua hutangnya. “Kalian ini

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    006. Persiapan Akad Nikah!

    “Jangan sungkan, Aisyah. Sebentar lagi kita berdua akan menjadi suami istri!” Ucap Galih, menatap Aisyah yang kini menatap ke arah lain.“Aku baru saja bertemu dengan kamu, aku sama sekali tidak kenal dengan kamu, tidak tau asal usulmu. Bagaimana bisa kamu mengatakan kita akan menikah sebentar lagi?” Ujar Aisyah, mengungkapkan keresahannya.“Kita bisa perkenalan setelah menikah.” Sahut Galih.Obrolan mereka terjeda sesaat. Seorang pelayan datang dengan membawa sebuah minuman, meletakkannya di atas meja.“Terima kasih...” Ucap Aisyah, pelayan itu hanya tersenyum sembari mengangguk.Galih memberi kode pada pelayan tersebut, agar segera meninggalkan mereka berdua.“Minumlah dulu agar pikiran kamu tenang, Aisyah.” Ujarnya dengan lembut.Aisyah tercengang. Tak percaya jika seorang preman di hadapannya itu bisa berbicara lembut seperti itu.“Oh ya, kenapa kamu melunasi hutang paman? Apa sebenarnya tujuan kamu, Galih??” satu pertanyaan yang membuat Aisyah penasaran sejak tadi, akhirnya terlo

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    005. Tak Terima!

    “Tenang, juragan. Kita bisa bicara baik-baik.” Ujar Rais. Tak ingin emosi Bram semakin memuncak. “Kamu!” Tunjuk Herman pada Galih, “Pergi kamu dari sini! Saya gak sudi Aisyah menikah dengan kamu! Sampai kapan pun, saya gak akan pernah mau merestui!” Ucap Herman, ikut tersulut emosi. Bagaimana tidak? Selain hutangnya lunas, Bram juga menjanjikannya memberinya modal yang cukup besar untuk di kelola menjadi usaha setelah menikah dengan Aisyah nanti. Herman sudah membuat rencana untuk membuka toko campuran yang besar dengan modal dari Bram. Dengan bantuan Bram yang nantinya akan jadi menantu nya, tentu tak sulit baginya untuk memiliki toko campuran yang besar. “Lagi pula uang dari mana kamu Galih untuk membayar hutang Herman hah?! Gaji kamu sebulan saja, bahkan sangat jauh!” Cetus Bram dengan sinis. Lelaki tua itu yakin, bahwa Galih pasti tak akan bisa membayar utang Herman sebanyak itu. “Tulis rekeningnya di sini!” Jawabnya dengan santai. Galih menyerahkan ponselnya pada Bram. Lela

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    004. Tawaran Apa??

    Pagi mulai merekah usai semalam di liputi suasana yang menyesakkan. Aisyah sudah bangun pagi-pagi sekali. Gadis itu mencoba menghilangkan segala beban pikirannya sejenak. Ia harus bekerja, ada Fadil yang sudah menjadi tanggung jawabnya. “Kok kamu berangkat kerja, Syah?” Celetuk Rina setelah melihat Aisyah sudah siap dengan seragam kerjanya. “Ya Tante.” Jawab Aisyah sembari menyisir rambutnya. “Kalau kamu nikah sama juragan Bram, kamu gak perlu lagi capek-capek kerja, Syah. Hidup kamu bakalan terjamin. Dari makan, rumah, mobil, bahkan kamu bisa shopping tiap hari. Dari pada jadi penjahit terus, kerja dari pagi hingga sore, tapi tetap aja hidup kamu gini-gini aja!” Ucap Rina. Aisyah menghela napas berat. Lagi-lagi Rina menyuruhnya menikah dengan juragan Bram. Aisya berbalik badan, menatap Rina. “Tante, selama ini Aisyah gak pernah beli ini itu di karenakan uangnya dipakai untuk biaya pendidikan Fadil. Dan juga buat makan kita sehari-hari di rumah ini!” Ucapnya, membela diri. “Hal

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    003. Akan Ada Kejutan...

    Galih menatap ke arah spion motornya yang ia arahkan ke belakang. Rupanya gadis itu berpegangan pada bagian belakang jok motor. Galih tersenyum miring. Seakan merencanakan sesuatu? Tak lama setelah itu, ia melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Aisyah yang duduk di jok belakang, hampir saja terjengkang. Gadis itu terkejut bukan main, ia pun refleks melingkarkan tangannya ke pinggang Galih. Bisa-bisa ia jatuh jika hanya berpegangan di belakang jok motor saja. Kesal, Aisyah merasa Galih sengaja melakukan ini semua, agar gadis itu bisa memeluknya. Modus. Pikirnya. “Dasar preman modus!” Umpat Aisyah. Kesal bukan main. Sepanjang perjalanan. Galih hanya menahan tawa dalam hati karena mendengar Aisyah yang tak henti-hentinya mengoceh di belakang. ‘ Lucu! Gadis ini sangat unik.’ Batinnya. “Pelan-pelan aja jalannya. Kasian tetangga, takutnya mengganggu mereka!” Kali ini Galih menurut, karena sudah masuk area perkampungan. Pria itu pun memelankan laju motornya. Aisyah tak sadar, bahw

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    002. Bertemu Lagi...

    Ting! Ting! Ponsel Aisyah berbunyi, pertanda sebuah pesan masuk. Ia raih ponsel tersebut, pesan dari Rian muncul di layar ponselnya. [Aisyah, nanti malam kita ketemu di tempat biasa ya.] Rian, lelaki yang setahun belakangan ini menjalin hubungan dengannya. Aisyah pikir, pria itu menjadi satu-satunya orang yang ia harapkan untuk membantunya. “Oke, Mas. Kebetulan aku juga ingin membicarakan sesuatu yang penting.” Aisyah membalas pesan itu, ia kemudian bangkit dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tak boleh larut dalam kesedihan. Dalam hati gadis itu, ia berharap agar Rian bisa menemukan solusi yang baik. “Semoga saja kamu bisa membantuku, Mas.” Gumam Aisyah lirih. Jelas saja ia berharap bahwa Rian pasti akan membantunya. Ia pikir, Rian pasti tidak akan rela bila Aisyah menikah dengan lelaki lain. °°° Pukul 19.30 wib. Rian dan Aisyah bertemu di sebuah cafe yang berada di dekat rumah gadis itu. Rian memang belum pernah menjemput Aisyah langsung di

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    001. Penebus Hutang...

    “Nah... Ini dia keponakan yang saya ceritakan kemarin, Tuan.” Ucap Herman, saat Aisyah baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang tamu tersebut. Dua lelaki dengan penampilan seperti preman, duduk di ruang tamu sembari menatap Aisyah dari atas sampai bawah dengan intens. Merasa risih dengan tatapan dua pria itu, Aisyah bergegas melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar. Namun, suara teriakan Herman membuat gadis itu mengurungkan niatnya. “Jangan kemana-mana, Aisyah! Duduk di sini!” Titah Herman sembari menunjuk kursi di sampingnya. “Maaf, Paman. Badan Aisyah terasa lengket, Aku mau bersih-bersih dulu.” Tolak Aisyah dengan lembut. “Duduk, Aisyah! Atau_” Ucapan Herman tertahan sesaat. Tampak seorang wanita berjalan dari arah dapur dengan membawa nampan berisi tiga cangkir teh hangat. “Duduklah dulu, Aisyah. Ada hal penting yang harus kami bicarakan sama kamu!” Ucap Rina, istri Herman. Aisyah pun pasrah. Ia duduk dengan rasa penasaran menyelimuti jiwanya. Apa y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status