Share

Bab 140

last update Last Updated: 2024-11-28 23:01:08

“Dek Isha, curang!” Satrio menggerutu karena pada akhirnya dia yang menghabiskan siomai karena Isha hanya memakan potongan yang kecil. Membuat perutnya jadi terasa begah.

“Ih, siapa yang curang, Bang. Kan sesuai kesepakatan, Bang Satrio dua kali suapan, aku sekali,” sanggah Isha sambil mengulum senyum.

“Tapi potongan siomai Abang lebih besar dari Dek Isha,” tukas pria berambut ikal itu.

“Ya, salahin tukang siomai-nya yang motongnya ga rata, Bang.” Isha membela diri.

“Iya—iya, Dek.” Satrio memilih mengalah daripada berdebat dengan istrinya yang sedang hamil muda.

“Bang, kita kasih tahu Bapak kapan?” Isha menoleh ke samping kanannya.

“Abang ikut Dek Isha saja. Tapi sebaiknya setelah kita periksa ke dokter kandungan,” timpal Satrio seraya mengerling pada istrinya.

“Aku udah ga sabar mau periksa ke dokter terus kasih tahu kabar gembira ini ke Bapak,” lontar Isha yang sudah membayangkan kebahagian bapaknya saat tahu dia sedang hamil.

“Dek Isha, ga ada maksud buat menyaingi Vita ‘kan?” Sat
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
sudah ada lanjutannya ya, Kak
goodnovel comment avatar
Abdul Syahril Taha
bca mnggntung Ng enk...payah...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 141

    Wajah Isha terlihat semringah saat menerima panggilan video dari Baskoro. Pria paruh baya itu langsung menghubungi putri sulungnya begitu mendapat pesan kalau Isha sedang hamil. “Bapak senang dengar kamu hamil, Is. Bapak doakan semoga kehamilanmu lancar. Kamu dan calon anakmu juga sehat sampai melahirkan nanti,” ucap Baskoro dengan tulus. Wajah pria itu juga terlihat bahagia.“Aamiin. Bapak lagi di mana sekarang kok masih pakai seragam?” timpal Isha yang menatap lekat layar ponselnya.“Bapak masuk siang, Is. Ini lagi jaga di pos,” sahut Baskoro sambil menunjukkan ruangan pos jaga.“Sudah makan, Pak?” tanya Isha kemudian.“Belum. Nanti gantian sama teman,” jawab Baskoro.“Bapak bawa bekal apa nanti beli?” tanya Isha lagi.“Beli. Sejak kamu pindah, Bapak sudah tidak pernah bawa bekal lagi, Is. Sekarang apa-apa kalau masak selalu nuruti Vita jadi lebih boros,” ungkap Baskoro yang membuat Isha terkejut. “Bukannya kalau Bapak ga bawa bekal malah jadi lebih banyak pengeluaran?” tukas Isha

    Last Updated : 2024-11-29
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 142

    Baskoro menggeleng. “Siapa yang mau membandingkan, Bu? Bukannya selama ini yang selalu membanding-bandingkan mereka itu Ibu? Bapak sama sekali tidak pernah,” kilahnya.“Terus kenapa tiba-tiba ngomongin soal pengeluaran yang bertambah?” Lina masih menatap tajam suaminya.“Karena Bapak tidak bisa menambah jatah uang belanja lagi. Ibu ‘kan tahu gaji Bapak sudah dipotong setiap bulan untuk angsuran. Sisa gaji hampir semuanya dikasih ke Ibu. Bapak hanya pegang uang buat beli bensin saja. Bapak mau dapat uang dari mana lagi, Bu?” ujar Baskoro."Ya, Bapak lembur atau cari penghasilan tambahan dong," cetus Lina."Bapak sudah tua, Bu. Tenaga dan kesehatan Bapak tidak seperti dulu lagi. Kalau masih seusia Surya atau Satrio, Bapak mau-mau saja cari penghasilan tambahan. Kalaupun lembur 'kan juga tidak setiap hari," sahut Baskoro.Lina mendengkus. Dia kesal pada suaminya tapi apa yang dikatakan Baskoro juga benar. Pria paruh baya itu sudah tidak sekuat dahulu, kalau habis dapat shift malam sering

    Last Updated : 2024-11-29
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 143

    “Bang, masa Ibu ngomong kalau Bapak pengen makan di restoran yang kita ajak dulu itu.” Isha menunjukkan pesan Lina pada suaminya saat mereka tengah bersantai di ruang tengah.Satrio membaca pesan dari ibu mertuanya di gawai sang istri. “Coba tanya sama Bapak kapan liburnya, kita ajak ke sana lagi,” ucapnya.“Tapi aku ga yakin Bapak yang pengen, Bang. Ini pasti Ibu atau Vita yang pengen. Bapak mana pernah ngomong pengen apa.” Isha tak mau percaya begitu saja pada ibu tirinya.“Jangan suuzan dulu, Dek. Lebih baik konfirmasi sama Bapak. Kalau memang Bapak beneran pengen ke sana, ya kita agendakan pas Bapak libur. Kalau cuma kemauan Ibu atau Vita, kita ajak makan ke tempat lain,” sahut Satrio.“Bang Satrio, mau traktir Vita sama Surya?” Isha tampak tak suka dengan ide suaminya.“Ga ada salahnya berbagi rezeki, Dek. Anggap saja sekalian syukuran kehamilan Dek Isha. Kita ‘kan sudah makan malam bersama keluarga Abang. Besok gantian dengan keluarga Dek Isha,” tutur Satrio dengan bijak.“Kalau

    Last Updated : 2024-11-30
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 144

    “Kok di sini makannya, bukan di restoran yang kemarin Bapak sama Ibu pergi,” keluh Vita saat tiba di tempat makan yang sudah dipesan oleh Satrio. Sebenarnya restoran itu bukan restoran kecil dan biasa saja karena cabangnya ada di mana-mana. Namun karena tak seperti yang Vita inginkan, jadi dia merasa kecewa.“Kamu ga mau makan di sini?” Lina bertanya pada putrinya.“Ya, kalau dibayarin mau,” sahut Vita tak tanpa merasa malu.“Ya sudah, terima saja makan di sini. Nanti ‘kan dibayarin sama Isha dan Satrio,” tukas Lina yang lama-lama kesal juga dengan putrinya yang selalu ingin bermewah-mewahan tapi tak mau keluar uang.“Gapapa ya kita makan di sini dulu,” ucap Vita sambil mengelus perutnya yang sudah kelihatan sedikit membuncit.Kedatangan keempat orang itu disambut oleh karyawan resto. Setelah mengatakan kalau mereka diundang oleh Satrio, karyawan tersebut mengantarkan ke tempat di mana Satrio dan Isha berada.“Kamu beneran Isha?” Baskoro menatap putri sulungnya dengan saksama karena p

    Last Updated : 2024-12-01
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 145

    Malam ini keluarga inti Satrio bertandang ke rumah pengantin baru itu. Mereka makan malam bersama di sana sekaligus membahas resepsi pernikahan Satrio dan Isha yang rencananya akan digelar tak lama lagi.“Ini puding karamel buatan Dek Isha, ayo dicoba mumpung masih dingin.” Satrio membawa nampan yang berisi enam puding karamel dan disajikan di atas cawan putih. Isha kemudian memberikan satu cawan pada setiap orang.“Gila! Ini sih enak banget. Lembut dan manisnya pas.” Nila yang pertama kali berkomentar setelah mencoba puding buatan kakak iparnya.Laksmi mengangguk. Setuju dengan putri bungsunya. “Iya, benar-benar enak. Bisa ini kalau dijual. Apalagi bahannya premium, teman-teman mama pasti banyak yang mau,” ucapnya.“Tuh ‘kan benar apa yang Abang bilang. Dek Isha, itu bakat di bidang kuliner. Kalau mau, nanti Abang bikinkan toko yang khusus menjual dessert premium. Abang yakin bakal laris manis.” Satrio mengompori istrinya.“Mama dukung banget. Nanti mama bantu promosinya.” Laksmi jad

    Last Updated : 2024-12-02
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 146

    “Perkenalkan saya Krisna, papanya Bhumi, ehm maksud saya Satrio.” Krisna memperkenalkan diri saat bertemu dan berjabat tangan dengan Baskoro.“Salam kenal, Pak Krisna. Saya Baskoro, bapaknya Isha,” balas Baskoro tak kalah ramah.“Saya Laksmi, mamanya Satrio.” Gantian wanita paruh baya berpenampilan anggun yang memperkenalkan diri pada Baskoro. Selanjutnya disambung oleh Bisma dan Nila. Kedua keluarga itu akhirnya bertemu di ruangan privat salah satu restoran ternama setelah Satrio mengatur semuanya. Sebelum bertemu dengan keluarga Isha, pria berambut ikal itu memberi tahu keluarganya kalau selama ini dia dikenal sebagai Satrio, bukan Bhumi. Karena itu dia meminta keluarganya menyesuaikan panggilan padanya.Setelah kedua keluarga saling bersalaman dan memperkenalkan diri, mereka mengobrol sambil menyantap hidangan yang sudah disajikan di atas meja sesuai yang dipesan oleh Satrio. Dia sengaja memesan terlebih dahulu agar tidak terlalu lama menunggu, dan dimanfaatkan oleh Lina maupun Vi

    Last Updated : 2024-12-03
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 147

    “Kayanya keluarga Bang Satrio mau menyaingi resepsiku kemarin, Bu,” lontar Vita saat mereka dalam perjalanan pulang.“Menyaingi gimana maksudmu, Vit?” tanya Lina.“Ya, mau nunjukin kalau mereka bisa mengadakan resepsi yang lebih bagus dari kita, Bu. Tadi ‘kan mamanya Bang Satrio bilang mereka bikin acaranya dua sesi. Terus juga tempatnya di hotel bintang lima. Lihat ini undangannya aja mewah gini.” Vita menunjukkan undangan resepsi yang tadi diberikan oleh Laksmi.“Ibu belum pernah lihat undangan kaya gini,” cetus Lina.“Aku juga belum pernah, Bu. Desain dan temanya memang beda dari yang lain. Ini ada kartu buat masuk sama ambil suvenir. Kalau ga bawa kartu ini, ga boleh masuk. Undangannya juga berlaku buat dua orang saja.” Vita menyebutkan isi yang ada dalam undangan.“Kalau undangannya cuma berlaku buat dua orang, ga bisa ngajak yang lain dong. Perhitungan banget sih mereka batesin jumlah orang tiap undangan. Biasanya juga satu undangan itu, satu rumah yang datang,” protes Lina.“Di

    Last Updated : 2024-12-04
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 148

    Isha membelalakkan begitu mendengar tawaran dari suaminya. “Apa? Keliling Eropa, Bang?”Satrio mengangguk. “Iya. Mau ‘kan?”“Berapa hari itu?” tanya Isha kemudian.“Gimana kalau sebulan? Biar kita puas jalan-jalannya,” jawab Satrio dengan senyum di wajahnya.“Hah! Sebulan? Apa ga kelamaan, Bang?” tukas Isha.“Enggak. Banyak yang liburan lebih dari itu. Lagian Abang juga ga murni liburan, Dek. Sambil ngurus kerjaan dan ketemu sama orang di sana,” lontar Satrio.“Aku pikir-pikir dulu, Bang,” putus Isha.“Apa yang harus dipikirkan lagi, Dek? Biaya? Itu bukan masalah. Mau keliling dunia juga uang Abang masih cukup kok.” Satrio tak suka dengan keputusan istrinya.“Aku percaya Bang Satrio punya banyak uang. Tapi bukan itu yang aku pikirkan,” sanggah wanita yang sedang hamil itu.“Terus apa yang jadi beban pikiran, Dek Isha?” Satrio menyelipkan anak rambut Isha ke belakang telinga.“Aku ‘kan belum punya paspor, Bang. Lagian aku juga sedang hamil muda. Memangnya boleh pergi jauh?” Isha akhirn

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 220 (TAMAT)

    “Bu, kita kabur aja yuk! Aku ga tahan hidup di sini.” Vita mengeluh pada ibunya saat mereka berbaring sebelum tidur. Lina menatap lekat putrinya meskipun dalam cahaya remang-remang. “Ga usah aneh-aneh, Vit. Apa kamu lupa kemarin ada yang kabur terus ketangkap? Sekarang dia dimasukkan ke ruang isolasi. Kamu mau hidup di ruangan sempit, gelap, pengap, dan ga bisa keluar sama sekali?” “Lebih baik aku mati saja daripada dikurung di sana, Bu,” timpal Vita dengan bibir mengerucut. “Ya sudah, kalau gitu terima aja apa adanya!” tukas Lina. “Tapi aku capek banget kalau kaya gini tiap hari, Bu. Kulitku jadi cokelat, kukuku juga rusak semua. Sia-sia perawatan yang aku lakukan selama ini,” keluh Vita. “Vit, kita seperti ini sekarang karena siapa? Kamu ‘kan! Kalau kamu ga mendorong Isha dari tangga, Satrio ga akan semarah itu sama kita. Ya sudah, sekarang kamu terima aja konsekuensinya!” Lama-lama Lina merasa kesal pada Vita yang selalu dia banggakan. “Kita dibiarkan hidup sama Satrio sudah

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 219

    Kondisi Abi setiap hari semakin membaik. Berat badannya terus naik karena rutin minum ASI sang ibu. Paru-parunya sudah berfungsi dengan baik, hingga tak perlu alat bantu pernapasan lagi. Jantungnya pun detaknya sudah normal. Pada hari ke-6, Abi pun keluar dari NICU, tapi belum diperbolehkan pulang oleh dokter. Dokter masih harus mengobservasi kondisi Abi setelah tidak berada di inkubator. Sebenarnya di hari ketiga paska-operasi, Isha sudah diperbolehkan pulang. Namun karena tak tega meninggalkan Abi sendiri di sana, dan repot kalau harus bolak-balik ke rumah sakit untuk memberikan ASI-nya, akhirnya Isha tetap tinggal di ruangan rawat inapnya. Satrio yang bolak-balik karena dia tetap harus pergi ke kantor untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai presdir Digdaya Grup. Marni juga setiap hari ke rumah sakit, membawakan baju ganti untuk Isha, Satrio, dan Abi, lalu pulangnya membawa baju mereka yang kotor untuk dicuci di rumah. Selain baju, dia juga membawakan jamu pelancar ASI untuk Isha

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 218

    “Sudah, tapi nanti saja aku kasih tahu kalau semua kumpul biar sekalian jelasin arti namanya.” Satrio menjawab rasa penasaran adiknya. Nila berdecak. “Terus selama Kak Bhumi belum ngasih tahu namanya, kita manggilnya apa dong? Masa Baby sih?” protes gadis yang masih kuliah semester akhir itu. “Kalau begitu panggil saja Abi. Itu nama panggilan yang diambil dari nama tengahnya,” sahut Satrio setelah berpikir beberapa saat. “Iya, deh. Suka-suka, Kak Bhumi, aja. Lagian sok misterius banget namanya sampai ga mau nyebutin.” Nila merasa gemas pada kakak sulungnya itu. “Bukannya sok misterius, tadi aku dah bilang ‘kan alasannya,” tukas Satrio. “Terus kapan rencanamu mau ngadain akikah buat Abi?” Kali ini Krisna yang bertanya. “Sunahnya tujuh hari ‘kan, Pa? Tapi aku belum tahu nanti pas itu Abi sudah bisa pulang atau belum. Menurut Papa sebaiknya gimana?” Satrio memandang papanya. “Tidak harus tujuh hari tidak apa-apa bisa setelah empat belas atau dua puluh satu hari. Tapi kalau kamu mau

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 217

    Isha langsung diberi ucapan selamat oleh Baskoro, Bisman, Bayu, Marni, dan Kasno begitu dia dibawa ke kamar oleh petugas. Wanita yang baru menjadi ibu itu mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doa-doanya mereka. Baru setelah itu Satrio mendekati sang istri yang duduk menyandar pada bagian atas brankar yang dinaikkan dan diatur posisinya sampai Isha merasa nyaman. “Makasih ya, Dek, sudah bertahan dan berjuang bersama anak kita. Terima kasih sudah melahirkan jagoan di keluarga kita,” lontar Satrio sambil menggenggam tangan sang istri tercinta. Dia duduk di kursi samping brankar, menghadap belahan jiwanya itu. Isha mengangguk. Wajahnya yang masih tampak pucat tersenyum. “Bang Satrio udah ketemu anak kita?” Dia berusaha tetap tegar dan tenang walaupun sang putra saat ini menjalani perawatan yang intensif. Pria yang kini mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku itu, menggeleng. “Belum, Dek. Katanya kalau mau ketemu harus ke NICU. Abang maunya ke sana sama Dek

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 216

    Satrio sontak berdiri kala melihat dokter keluar dari ruang operasi. Dia gegas menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana operasinya, Dok? Lancar ‘kan?” tanyanya tak sabar. Dokter itu tersenyum. “Alhamdulillah lancar. Kondisi Ibu sejauh ini stabil, tapi putra Bapak harus mendapatkan perawatan intensif karena lahir prematur dan berat badan lahirnya rendah,” jawabnya. Satrio menghela napas lega meskipun kondisi sang anak masih belum bagus. Setidaknya istri dan anaknya selamat. “Alhamdulillah. Berarti saya boleh menemui istri dan anak saya sekarang, Dok?” tanyanya lagi. Sang dokter menggeleng. “Untuk saat ini belum, Pak. Ibu masih di ruang pemulihan untuk diobservasi. Kalau putra Bapak nanti bisa ditemui di NICU, sekarang masih ditangani oleh dokter anak,” jelasnya. Bahu Satrio meluruh karena tidak bisa menemui istri dan anaknya. “Kalau begitu sebaiknya saya menunggu di mana, Dok? Di sini atau di kamarnya?” Dia kembali bertanya. “Di sini boleh. Di kamar juga boleh. Nanti kalau Ibu seles

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 215

    “Vit, ada tamu tuh. Sana buka pintunya!” titah Lina yang sedang tiduran di sofa depan televisi pada putrinya setelah mendengar bel rumah berbunyi.“Siapa sih? Ganggu aja orang lagi santai!” Meskipun menggerutu, Vita tetap melangkah menuju pintu depan. Keningnya mengerut kala melihat beberapa sosok pria berbadan tinggi, kekar, dan mengenakan pakaian serba hitam. Sejujurnya dia takut melihat para pria di hadapannya yang tampangnya tampak menyeramkan dan sama sekali tak ramah.“Kalau kalian mencari Bang Satrio dan Mbak Isha, mereka tidak ada di rumah!” Vita bicara dengan ketus untuk menutupi ketakutannya.“Siapa, Vit?” Lina menyusul ke depan karena penasaran dengan tamu yang datang.“Ga tahu, Bu!” Vita menggeleng.Lina terkesiap melihat orang-orang yang bertamu. Dia langsung menelan ludah dan mendekat pada putrinya. “Mereka bukan debt collector yang mau nagih utang Satrio atau Isha ‘kan?” bisiknya.“Mana kutahu, Bu. Sejak tadi mereka cuma diam. Ga ngomong apa-apa,” balas Vita juga dengan

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 214

    Bayu mendekat pada Satrio yang sedang makan siang dengan para pejabat daerah dan pengusaha lokal—yang datang di acara pembukaan anak perusahaan Digdaya Grup. "Pak, saya baru dapat kabar kalau Bu Isha jatuh dari tangga dan sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit," bisiknya usai mendapat pesan dari Marni. Satrio sontak menghentikan makan lalu mengelap mulut dengan sapu tangan. "Segera siapkan helikopter. Kita pulang ke Jakarta sekarang!" perintahnya juga dengan berbisik. "Baik, Pak." Bayu menjauh lalu melakukan koordinasi dengan yang lain untuk mengatur kepulangan sang atasan. Di setiap kantor anak perusahaan Digdaya Grup memang ada helipad untuk memudahkan transportasi para petinggi perusahaan bila ada kepentingan yang mendesak. Meskipun mengkhawatirkan keselamatan istri dan calon anaknya, Satrio tetap berusaha bersikap tenang di hadapan yang lain. Dia minta maaf pada para pejabat dan pengusaha yang semeja dengannya karena tidak bisa menemani makan siang sampai selesai. Tak l

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 213

    “Mau ke mana, Bi?” tanya Vita saat melihat ART Isha akan menaiki tangga.“Saya mau manggil Ibu untuk makan siang, Mbak,” jawab Marni.“Bi Marni, lakukan pekerjaan lain saja. Biar aku yang panggil Mbak Isha.” Vita menawakan diri.“Tapi Bapak sudah pesan kalau saya sendiri yang harus manggil Ibu di kamar, Mbak.” Marni tak mau begitu saja menerima tawaran adik tiri Isha itu.Vita tampak mengernyit. “Kenapa memangnya?”“Soalnya Bapak minta saya membantu Ibu waktu turun tangga karena Bapak khawatir Ibu jatuh atau kepleset.” Marni mengungkapkan alasannya.“Kalau cuma bantu Mbak Isha turun tangga, aku juga bisa, Bi. Sudah sana Bi Marni siapin aja makannya, aku yang akan manggil Mbak Isha.” Vita meminta ART itu pergi.“Biar saya yang manggil Ibu, Mbak. Makanannya sudah siap semua kok di meja makan. Lebih baik Mbak Vita panggil bapak dan ibunya atau langsung ke ruang makan saja.” Marni tetap bersikeras memanggil Isha.“Kenapa sih ga mau dibantu, Bi? Takut saya ngapa-ngapain Mbak Isha?” tukas Vi

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 212

    Vita kembali ke rumah Baskoro setelah dokter mengizinkan dia pulang dari rumah sakit. Sejak Vita dirawat sampai pulang, Surya selalu memberi perhatian walau sering diabaikan oleh sang istri. Namun pria itu tak mau menyerah begitu saja untuk mengambil hati istri yang pernah disakitinya. Walaupun Surya sudah menunjukkan perubahannya, Vita tetap bersikeras untuk bercerai. Sejak awal Surya memang tidak mau berpisah dengan istrinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan mereka. Surya menunjukkan kesungguhannya dengan meninggalkan Ike dan tidak pernah berhubungan lagi dengan teman kuliahnya itu. Dia juga janji akan bekerja di perusahaan yang direkomendasikan oleh Satrio demi masa depan mereka meskipun harus tinggal di luar Pulau Jawa. Orang tua dari kedua belah pihak sudah berusaha menasihati dan menengahi permasalahan antara Vita dan Surya. Namun Vita tetap pada pendiriannya. Dia ingin bercerai dari Surya. Vita sudah tidak bisa percaya lagi pada suaminya jadi percuma kalau tetap bersama t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status