***"Tidak bisa begitu, Hal ....""Kalau tidak bisa, maka hindari berurusan dengan mereka lagi. Kamu dan dia sudah bukan suami istri, Mas. Dengan kamu mencampuri urusan Mbak Astri dan Handoko, itu sama saja kamu sedang mengantarkan nyawamu sendiri ke tangan Papanya Tirta. Mas sebenarnya ngerti nggak sih posisi Mas itu bagaimana?" Halimah mengeluarkan unek-uneknya dengan menggebu-gebu. Dia geram karena melihat Tomi yang terkesan menyepelekan ancaman Handoko. Wanita itu sudah cukup trauma dengan apa yang pernah dia alami dulu. Ketika Tomi dan Vano harus berkelahi melawan Tarjo hingga memberinya luka tusuk di pinggang sebelah kanan, dan kini pinggangnya sebelah kiri justru menjadi sasaran empuk anak buah Handoko.Tomi tidak berkata-kata lagi. Dia meletakkan ponsel di sisi ranjang dengan tak acuh. Melihat gelagat yang Tomi tunjukkan, seketika Karim mencekal pergelangan tangan sulungnya dan berkata, "Jalan satu-satunya kalau ingin melindungi Tirta adalah dengan menikahi Astri, Tom. Jika ka
***Prak ....Gina melempar ponsel Kusaini tepat di atas meja makan dimana suaminya sedang menyantap makan siang bersama Ibu dan Kakaknya. Ketiganya terlonjak saat mendapati satu buah ponsel mendarat dengan sempurna, bahkan hampir mengenai pelipis Kusaini jika laki-laki itu tidak segera mengelak."Gina!" bentak Kus dengan mata melotot. "Apa-apaan kamu, hah? Disini ada Mba Hesti dan Ibu yang sedang makan, nggak bisa sopan sedikit?" cecarnya. "Kamu boleh membenciku, marah atau memukulku kalau kamu mau, tapi hormati keluargaku!" Dada Kusaini naik turun melihat Gina yang tak jua gentar mendapat bentakan darinya. Bahkan wanita di depannya itu kini menarik ujung bibir hingga membentuk seringaian tipis. Gina marah bukan karena perselingkuhan Kusaini, atau perihal suaminya mencintai wanita lain. Bukan! Tapi yang membuatnya sampai kehilangan kendali adalah karena Kus menikahinya hanya untuk balas dendam atas masa lalu yang pernah dia lakukan. Gina marah sebab pernikahan inilah dia harus merel
***Hesti melihat Kusaini dengan tatapan sendu. Dia tidak menyangka jika adik laki-laki yang dulu dia banggakan dan dianggap paling baik diantara saudara yang lain ternyata sekarang sudah berubah. "Aku tau kalau aku bukan wanita baik-baik, Kus. Tapi ....""Kalau sudah tau maka diamlah, Mbak! Apa kamu tidak malu berusaha menasehati ku sementara masa lalumu begitu buruk?" sindir Kusaini menohok. "Aku benci para wanita yang sok-sokan terlihat baik padahal dulunya mereka adalah lacur!""Kusaini!" bentak Eni. Napasnya memburu mendengar anak lelakinya menghina saudaranya sendiri di depan Sang Ibu. "Jaga mulutmu!"Bukannya takut dan menurut, Kusaini justru mengibaskan tangannya di udara dan berkata, "Ibu dan Mbak Hesti tidak perlu repot-repot mencampuri urusanku. Mau aku menikahi Gina karena kebencian di masa lalu atau dengan alasan lain, kalian tidak perlu tau!"Gina mengepalkan kedua tangannya. Dia sudah bertekad untuk pergi dari rumah Kusaini bagaimanapun resikonya nanti. Bahkan bayangan
***"Baik, saya serahkan semuanya kepada anda, Pak. Tolong diusut siapa di dalang balik kasus penusukan yang menimpa Kakak ipar saya."Vano berbicara dengan salah satu pengacara kenalannya. Dia mendapat kabar baik karena salah seorang dari ketiga anak buah Handoko sudah membuka mulut. Itu artinya penangkapan Handoko akan segera dilaksanakan secepatnya, apalagi Tomi pun mulai berangsur membaik dan itu artinya dia akan didatangkan untuk menjadi saksi."Bagaimana, Mas?""Satu dari tiga pelaku sudah membuka mulut, Dek. Kita hanya tinggal menunggu panggilan dari kepolisian karena bagaimanapun Mas Tomi akan dimintai keterangan dan dijadikan saksi."Halimah bersyukur karena pelaku kejahatan sebentar lagi akan tertangkap. "Syukurlah. Semoga setelah ini tidak ada lagi masalah berat yang menimpa keluarga kita."Keduanya berjalan menuju kamar inap Tomi setelah dari kantin mencari makan. Sementara Karim dan Leha menunggu di dalam ruangan sembari berbincang ringan dengan Tomi. ***Brak ....Pintu
***"Brengsek!" umpat Fahmi. "Kamu pikir istriku wanita bayaran, hah?"Kalila menarik tangan Fahmi dengan kasar. Dia menampar pipi suaminya membuat dada Fahmi seketika naik turun. "Setelah dia merendahkanmu, kamu masih saja mau membelanya, Lil?"Sudut bibir Kalila terangkat. Dia menepuk lembut pundak Fahmi dan berkata, "Lalu kamu pikir apa pekerjaanku selama ini, Mas? Darimana kamu dan keluargamu uang untuk memenuhi gaya hidup mereka?"Fahmi mengusap wajahnya kasar. Kedatangannya menemui Kalila sebenarnya hanya untuk meminta uang, tapi siapa sangka Kalila justru memberikan kejutan yang membuat hati Fahmi terluka. "Tapi tidak dengan menjual dirimu, Lila!""Persetan! Aku muak hidup denganmu, dengan keluargamu yang tidak tau diri itu! Kamu pikir bisa bekerja dengan ijazah yang hanya tamatan SD? Harusnya kamu bisa menjadi suami tegas dan tidak menye-menye, Mas, tapi apa yang kudapat ... kamu justru mendukung Ibu dan Kakakmu untuk memeras tenagaku. Sekarang juga talak aku!"Fahmi menggele
***"Kamu pikir aku sudi tinggal seatap dengan wanita lacur ini, Mas?"Kalila terkekeh mendengar Gina menghinanya di depan keluarga Kusaini. Entah terbuat dari apa hati wanita itu sehingga dia terlihat begitu tenang berada di depan semua keluarga laki-laki yang ingin dia rebut."Lagi berkaca, Mbak?" sindir Kalila menohok. "Kamu pikir aku tidak tau seburuk apa masa lalu kamu? Ayolah, Mbak Gina ... Mas Kus bahkan tidak menyembunyikan apapun dariku."Dada Gina naik turun mendengar penuturan Kalila Hanh terkesan sok tau. Dulu dia memang wanita kotor, tapi sejak berpisah dengan Kusaini, Gina memutuskan untuk bertaubat dan pada akhirnya Kus yang membawanya kembali pada masa-masa kelam. Kusaini sengaja menghancurkan Gina perlahan-lahan karena lukanya di masa lalu yang tidak juga bisa disembuhkan."Setiap pendosa punya masa lalu, tapi kamu tidak berhak menghakimiku!""Tentu saja! Maka dari itu kamu juga tidak berhak untuk menghakimiku pula. Pandai-pandailah berkaca sebelum menghina orang lain
***"Besok Mas Tomi sudah boleh pulang, Bu. Alhamdulillah, luka tusukannya tidak begitu dalam. Setelah sampai di kampung nanti, kita lanjutkan laporan untuk Handoko," tutur Vano tegas. Leha mengangguk paham dan mengusap lengan menantunya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih sudah menjadi suami dan ipar yang baik untuk anak-anak Ibu, Van."Vano tersenyum tipis. Dia merengkuh bahu mertuanya selayaknya dia merengkuh bahu Ibunya sendiri. Beruntung Halimah mendapat suami seperti Vano, meskipun notabenenya dia adalah orang kota tapi tidak semua orang kota tidak beretika. Semua kembali pada pribadi masing-masing.Halimah mengusap sudut matanya yang berair. Bukan hanya Leha yang merasa beruntung, tapi dirinya pun begitu bersyukur karena mendapat suami yang begitu pengertian dan memahami keluarganya selama ini. Tidak banyak laki-laki yang bisa menerima keluarga wanitanya dengan begitu lapang, dan Halimah menemukan itu di dalam diri Vano."Kenapa nangis, cemburu lihat Ibu sama suamimu?" kel
***"Mas Tomi ...?" gumam Gina seraya menunduk. Dia segera membuang muka saat kedua matanya bersiborok dengan mata Tomi.Halimah dan Leha yang berpura-pura tidak acuh terpaksa harus menghentikan langkah di depan rumah saat Tomi dengan sengaja menyapa Gina yang tengah menyeret koper dan satu tangan mengamit jemari putranya.Beberapa tetangga menyaksikan pertengkaran antara Kusaini dan Gina, terlebih Kalila yang terang-terangan mengatakan jika dia dan Kus akan menikah di hadapan para tetangga. Jiwa pelakor yang dia miliki begitu menggebu-gebu, entah apa yang membuat Kusaini mempertahankan wanita seperti Kalila dalam hidupnya."Ayo masuk, Mas!" ajak Halimah. "Kamu harus istirahat karena luka tusukannya baru sembuh dan belum kering total."Tomi belum beranjak. Dia masih menatap Gina dengan pandangan ingin tahu. Apalagi saat matanya tidak sengaja melihat seorang wanita bergelendot manja di lengan Kusaini, mendadak dadanya naik turun setelah dia mulai bisa membaca situasi yang tengah terja