***"Baik, saya serahkan semuanya kepada anda, Pak. Tolong diusut siapa di dalang balik kasus penusukan yang menimpa Kakak ipar saya."Vano berbicara dengan salah satu pengacara kenalannya. Dia mendapat kabar baik karena salah seorang dari ketiga anak buah Handoko sudah membuka mulut. Itu artinya penangkapan Handoko akan segera dilaksanakan secepatnya, apalagi Tomi pun mulai berangsur membaik dan itu artinya dia akan didatangkan untuk menjadi saksi."Bagaimana, Mas?""Satu dari tiga pelaku sudah membuka mulut, Dek. Kita hanya tinggal menunggu panggilan dari kepolisian karena bagaimanapun Mas Tomi akan dimintai keterangan dan dijadikan saksi."Halimah bersyukur karena pelaku kejahatan sebentar lagi akan tertangkap. "Syukurlah. Semoga setelah ini tidak ada lagi masalah berat yang menimpa keluarga kita."Keduanya berjalan menuju kamar inap Tomi setelah dari kantin mencari makan. Sementara Karim dan Leha menunggu di dalam ruangan sembari berbincang ringan dengan Tomi. ***Brak ....Pintu
***"Brengsek!" umpat Fahmi. "Kamu pikir istriku wanita bayaran, hah?"Kalila menarik tangan Fahmi dengan kasar. Dia menampar pipi suaminya membuat dada Fahmi seketika naik turun. "Setelah dia merendahkanmu, kamu masih saja mau membelanya, Lil?"Sudut bibir Kalila terangkat. Dia menepuk lembut pundak Fahmi dan berkata, "Lalu kamu pikir apa pekerjaanku selama ini, Mas? Darimana kamu dan keluargamu uang untuk memenuhi gaya hidup mereka?"Fahmi mengusap wajahnya kasar. Kedatangannya menemui Kalila sebenarnya hanya untuk meminta uang, tapi siapa sangka Kalila justru memberikan kejutan yang membuat hati Fahmi terluka. "Tapi tidak dengan menjual dirimu, Lila!""Persetan! Aku muak hidup denganmu, dengan keluargamu yang tidak tau diri itu! Kamu pikir bisa bekerja dengan ijazah yang hanya tamatan SD? Harusnya kamu bisa menjadi suami tegas dan tidak menye-menye, Mas, tapi apa yang kudapat ... kamu justru mendukung Ibu dan Kakakmu untuk memeras tenagaku. Sekarang juga talak aku!"Fahmi menggele
***"Kamu pikir aku sudi tinggal seatap dengan wanita lacur ini, Mas?"Kalila terkekeh mendengar Gina menghinanya di depan keluarga Kusaini. Entah terbuat dari apa hati wanita itu sehingga dia terlihat begitu tenang berada di depan semua keluarga laki-laki yang ingin dia rebut."Lagi berkaca, Mbak?" sindir Kalila menohok. "Kamu pikir aku tidak tau seburuk apa masa lalu kamu? Ayolah, Mbak Gina ... Mas Kus bahkan tidak menyembunyikan apapun dariku."Dada Gina naik turun mendengar penuturan Kalila Hanh terkesan sok tau. Dulu dia memang wanita kotor, tapi sejak berpisah dengan Kusaini, Gina memutuskan untuk bertaubat dan pada akhirnya Kus yang membawanya kembali pada masa-masa kelam. Kusaini sengaja menghancurkan Gina perlahan-lahan karena lukanya di masa lalu yang tidak juga bisa disembuhkan."Setiap pendosa punya masa lalu, tapi kamu tidak berhak menghakimiku!""Tentu saja! Maka dari itu kamu juga tidak berhak untuk menghakimiku pula. Pandai-pandailah berkaca sebelum menghina orang lain
***"Besok Mas Tomi sudah boleh pulang, Bu. Alhamdulillah, luka tusukannya tidak begitu dalam. Setelah sampai di kampung nanti, kita lanjutkan laporan untuk Handoko," tutur Vano tegas. Leha mengangguk paham dan mengusap lengan menantunya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih sudah menjadi suami dan ipar yang baik untuk anak-anak Ibu, Van."Vano tersenyum tipis. Dia merengkuh bahu mertuanya selayaknya dia merengkuh bahu Ibunya sendiri. Beruntung Halimah mendapat suami seperti Vano, meskipun notabenenya dia adalah orang kota tapi tidak semua orang kota tidak beretika. Semua kembali pada pribadi masing-masing.Halimah mengusap sudut matanya yang berair. Bukan hanya Leha yang merasa beruntung, tapi dirinya pun begitu bersyukur karena mendapat suami yang begitu pengertian dan memahami keluarganya selama ini. Tidak banyak laki-laki yang bisa menerima keluarga wanitanya dengan begitu lapang, dan Halimah menemukan itu di dalam diri Vano."Kenapa nangis, cemburu lihat Ibu sama suamimu?" kel
***"Mas Tomi ...?" gumam Gina seraya menunduk. Dia segera membuang muka saat kedua matanya bersiborok dengan mata Tomi.Halimah dan Leha yang berpura-pura tidak acuh terpaksa harus menghentikan langkah di depan rumah saat Tomi dengan sengaja menyapa Gina yang tengah menyeret koper dan satu tangan mengamit jemari putranya.Beberapa tetangga menyaksikan pertengkaran antara Kusaini dan Gina, terlebih Kalila yang terang-terangan mengatakan jika dia dan Kus akan menikah di hadapan para tetangga. Jiwa pelakor yang dia miliki begitu menggebu-gebu, entah apa yang membuat Kusaini mempertahankan wanita seperti Kalila dalam hidupnya."Ayo masuk, Mas!" ajak Halimah. "Kamu harus istirahat karena luka tusukannya baru sembuh dan belum kering total."Tomi belum beranjak. Dia masih menatap Gina dengan pandangan ingin tahu. Apalagi saat matanya tidak sengaja melihat seorang wanita bergelendot manja di lengan Kusaini, mendadak dadanya naik turun setelah dia mulai bisa membaca situasi yang tengah terja
***"Tom!" panggil Leha tegas. "Kamu sadar apa yang sudah kamu ucapkan?"Tomi sejenak menoleh pada Ibunya, lalu kembali menatap Gina yang nampak berkaca-kaca mendapat tawaran pernikahan dari mulut laki-laki yang sebenarnya begitu dia cintai sejak dulu."Kurang ajar!" desis Kusaini sengit. Tanpa aba-aba lagi ....Bugh ....Bugh ....Teriakan pada tetangga memekakkan telinga, terlebih Halimah seketika menjerit kala melihat Kusaini melemparkan bogem tepat di rahang Tomi. Tidak ingin membuat suasana semakin rusuh, Vano segera mencengkeram kedua lengan Kus dan ditariknya ke belakang. Karim membantu anaknya berdiri sementara ....Plak ....Eni menampar keras pipi Kusaini yang kedua tangannya sedang dalam kuncian Vano. Tidak akan Vano lepaskan kecuali suasana mulai tenang, sementara yang dia lihat sekarang justru keadaan semakin memanas."Panggil Pak RT, Dek!" pintanya setengah berteriak pada Halimah. Entah kemana perginya ketua kampung itu, disaat ada keributan di tempatnya dia justru tidak
***Kusaini hendak meringsek maju setelah menggulung lengan bajunya. Dia menatap bengis ke arah Halimah yang sengaja menyembunyikan Gina di balik tubuh. Melihat gelagat tidak baik dari Kusaini, Vano menepis tangan para tetangga dan berdiri di depan tubuh Halimah seraya berteriak, "Berani menyentuh istriku, kupastikan kamu mendekam di penjara!"Dada Kusaini naik turun mendengar ancaman Vano. Tapi sedetik kemudian dia terkekeh hingga menampakkan seringai menyeramkan di wajahnya yang dulu terlihat teduh. Dulu ... saat luka di masa lalu belum membayang-bayangi hidupnya."Apa semua orang beruang sepertimu, Mas? Suka membeli kehidupan orang lain?" cibir Kusaini. "Asal kalian tau, Gina adalah istriku ... sampai kapanpun dia akan menjadi istriku!""Aku tidak sudi hidup dengan laki-laki gila sepertimu, Mas!" pekik Gina tertahan. "Biarkan aku pergi, urusan perceraian aku yang akan bertanggung jawab."Kusaini menggelengkan kepala tegas. Dia tidak akan pernah melepaskan Gina untuk yang kesekian k
***"Ayo masuk, Gin!" bentak Kusaini. "Jangan harap bisa kabur dari sini!"Gina menggeleng tegas. Dia mencengkeram baju bagian belakang milik Halimah membuat istri Vano itu sejenak berpikir, apa mungkin selama ini Gina mendapat ancaman sehingga dia mau-mau saja kembali dengan Kus?"Masuklah, Nak Gina. Kita selesaikan semuanya di rumah mertua kamu. Lihat, banyak tetangga yang melihat keributan kalian. Apa kamu tidak malu? Setidaknya pikirkan mental Pandu, Nak," tegur Pak RT lembut. Dia tidak tega melihat air mata yang menggenang di pelupuk mata Gina. Kesan sendu tidak bisa dia hilangkan begitu saja karena memang nasib benar-benar sudah mempermainkan dirinya."Saya ... saya takut, Pak RT. Dia bukan laki-laki waras ....""Tenanglah, saya yang menjamin keselamatan kamu. Lagipula ada banyak warga di kampung ini. Ayo!"Kusaini mencebik melihat Pak RT yang bersikap sok bijak. Dia mendekat dan mendorong bahu Halimah kasar lalu menarik tangan Gina, lebih tepatnya menyeret paksa membuat Pandu h