Reinhard meletakkan laporan di tangannya sambil menghela napas pelan, pikirannya masih sibuk mencerna informasi yang baru diterimanya. Pandangannya pun tertuju kepada asistennya.“Owen, apa tidak ada hal yang terlewatkan dari pemeriksaan ini?”Owen pun memandang Reinhard melalui kaca spion. "Saya sudah memeriksa semua rekaman CCTV hotel dan melakukan analisis berdasarkan laporan dari Dokter Austin, Tuan Muda. Sampai saat ini, semua bukti menunjukkan bahwa Nyonya memang mengalami reaksi alergi terhadap kandungan buah persik yang ada di dalam dessert,” jawabnya.Melihat ekspresi Reinhard yang masih tampak tidak puas, Owen melanjutkan, "Tapi… jika Anda merasa ada sesuatu yang terlewatkan, saya bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut. Mungkin saja memang ada hal lain yang perlu diteliti lagi."Reinhard menatap Owen tajam dari kursi belakang, matanya menyipit seolah menelaah kembali setiap detail yang sudah disampaikan oleh asistennya tersebut."Saya tidak meragukan hasil penyelidikanmu, O
“Bibiku?” Suara Rayden terdengar kaget di ujung teleponnya. Anak laki-laki itu sempat mengira Reinhard salah bicara. “Maksud Paman … Tante Alicia?”“Benar, Ray,” jawab Reinhard dengan lugas.Rayden terdiam sesaat, seolah sedang mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Ada apa dengan Tante Alicia, Paman? Bukankah Paman sudah tahu kalau Tante sudah ….”Kalimat Rayden tergantung. Reinhard tahu jika anak laki-laki itu berusaha menata emosinya. Kepergian Alicia telah meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga Lorenzo, tidak terkecuali Rayden.“Maaf, Paman tidak bermaksud mengingatkan kesedihanmu. Tapi, ada sesuatu yang ingin Paman pastikan,” ujar Reinhard, mencoba menghibur putra Regis tersebut.Sebenarnya Reinhard ingin bertanya langsung kepada Regis mengenai Alicia. Namun, ada banyak pertimbangan di dalam benaknya.Reinhard tahu jelas, sebagai kakak dari Alicia, Regis tentunya memiliki informasi yang lebih akurat. Akan tetapi, Reinhard tahu
“Tapi, aku punya satu informasi yang lebih penting dan berharga dibandingkan hal itu mengenai Tante Alicia,” lanjut Rayden dengan suara yang terdengar nakal. “Apa Paman mau mendengarnya?”Reinhard berdecak kesal. “Berhenti mengolokku. Katakan saja langsung informasi seperti apa yang kamu punya, Ray,” timpalnya.Anak laki-laki itu pun tertawa geli mendengar ketidaksabaran Reinhard, tetapi kemudian ia menjawab, “Begini, Paman. Aku tahu satu hal tentang Tante Alicia yang tidak banyak orang tahu, bahkan mungkin Papaku atau Kakek Diego juga tidak tahu.Ekspresi Reinhard berubah sangat serius saat mendengarkan pernyataan penuh kepercayaan diri dari anak laki-laki itu. Rasa ingin tahunya pun semakin besar.“Paman juga bisa memastikan apakah wanita itu memang adalah Tante Alicia atau bukan dari informasi ini,” lanjut Rayden.“Bisakah kamu langsung mengatakannya saja, Ray?” Kesabaran Reinhard sudah hampir habis menghadapinya.Akhirnya putra Regis itu pun berkata, “Seingatku, Tante Alicia memil
Mengingat pertemuannya dengan Jason semalam, Reinhard merasa pria itu bukanlah orang yang mudah ditaklukkan. Perpanjangan kontrak yang sengaja ditunda, pastilah adalah salah satu cara tarik ulur yang digunakan Jason untuk mendapatkan keuntungan lebih darinya.Apalagi semalam Jason sama sekali tidak membahas masalah kerja sama mereka, seolah kerja sama dengan Divine sama sekali tidak berharga baginya.“Berengsek!” maki Reinhard dengan kesal. Dia merasa tidak bisa membiarkan Divine dianggap remeh oleh perusahaan yang menurutnya tidak seberapa itu.“Owen, atur pertemuan saya dengan Jason Hughes,” titah Reinhard kemudian. Ia memutuskan untuk bertemu dengan Jason sekali lagi untuk mendengar keinginan pria itu sebenarnya.“Mengenai hal ini, tadi pagi sekretaris Direktur Hughes sudah menghubungi saya,” sahut Owen yang membuat Reinhard menatapnya dengan penuh pertanyaan.“Dia bilang Direktur Hughes ingin bertemu Anda jam dua siang ini. Saya sudah setuju karena saya kira Anda sudah membahas per
“Apa? Cincin?” Elisabeth sangat terkejut di seberang telepon tersebut. Alicia dapat mendengar suara decit dari ban skuter wanita itu. Pastilah Elisabeth mengerem mendadak karena terkejut dengan ucapannya, pikirnya. Ia merasa bersalah telah mengagetkannya. “Apa maksudmu, Anya? Cincin apa yang kamu bicarakan?” tanya Elisabeth dengan nada bingung, namun juga terdengar khawatir. Alicia tidak dapat menjawab hal tersebut. Ia hanya kembali berkata, “Apa kamu melihat cincin itu? Aku ingat aku memasukkannya ke dalam blazerku kemarin.” Ada nada sedikit mendesak dan panik dari suara Alicia. Ia memang tidak dapat bersikap tenang saat ini, khawatir jika hal yang tidak diharapkannya benar-benar terjadi. Elisabeth terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, “Aku tidak melihat ada cincin di blazermu, Anya. Sebelum aku serahkan ke tempat laundry. Aku sudah periksa kok.” Mendengar jawaban tersebut, rasa cemas langsung menghantam Alicia dengan keras. Seketika kepalanya pun terasa berden
“Apa kamu meneleponku karena kurang kerjaan, Direktur Hughes? Kalau iya, maaf saja. Aku tidak memiliki waktu bermain denganmu,” celetuk Alicia dengan dingin, membentangkan jarak sejauh mungkin agar pria itu menyadari batasannya.Namun, Jason malah tertawa lepas mendengar sikap Alicia. “Santai saja, Anya. Apa kamu harus sengaja bersikap seperti ini kepada orang yang sudah menjadi partner dansamu?” godanya.Alicia pun memutar bola matanya dengan malas. “Sepertinya kamu benar-benar kurang kerjaan,” gumamnya.Jason kembali tertawa.Akan tetapi, Alicia langsung menyela tawanya dengan berkata, “Kalau tidak ada urusan lain, aku lanjutkan pekerjaanku dulu dan jangan pernah menghubungiku ke kantor lagi.”Setelah mengatakan hal tersebut dengan tegas, Alicia berniat menutup panggilannya. Namun, gerakan tangannya terhenti saat mendengar Jason berkata, “Ternyata cincin ini tidak terlalu penting untukmu.”Nada suara pria itu terdengar santai, tetapi di satu sisi, juga terdengar seperti menekan Alic
“Kamu bilang apa?” Jason berpura-pura tidak mendengar umpatan yang dilontarkan Alicia dan malah tertawa semakin keras. Walaupun merasa kesal, tetapi Alicia tidak dapat meluapkan emosinya begitu saja. Ia mencoba untuk berpikir tenang dan akhirnya berkata, “Baiklah. Tapi, aku tidak punya waktu untuk menemanimu makan siang.” “Tenang saja, Anya. Kamu bisa melakukannya kok,” timpal Jason dengan suara yang masih terdengar usil. Pria itu benar-benar tidak peduli dengan penolakan Alicia. “Kebetulan aku ada janji temu dengan seseorang nanti di dekat kantormu. Jadi kamu pasti masih punya banyak waktu untuk makan siang denganku,” imbuh pria itu. Netra Alicia memicing tajam. Ia sudah menduga Jason memang telah merencanakan semuanya dengan detail sebelum meneleponnya. Alicia menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa frustrasi yang terus mendidih dalam dirinya atas sikap semena-mena pria itu. Namun, ia terpaksa mengikuti keinginannya terlebih dahulu dan bertanya, “Ke mana aku harus mencarimu?”
"Katakan saja apa maumu," tantang Alicia dengan lugas. "Aku tahu kalau kamu punya tujuan lain. Aku bukan orang bodoh yang bisa tertipu dengan alasan sekonyol ini."Ucapan dingin dari Alicia terdengar sangat menusuk, tetapi Jason menanggapinya dengan santai. “Ternyata kamu adalah orang yang sangat waspada, hum?”Jason bersandar di kursinya. Ia telah memasang ekspresi yang serius, tetapi sinar matanya masih terlihat nakal. "Aku suka wanita sepertimu. Bicara apa adanya. Itu yang membuatku tertarik," imbuhnya.Sayangnya, Alicia tidak menunjukkan sedikit pun ketertarikan pada pujian itu. Dengan tatapan tajam, dia berkata, "Aku benar-benar menyesal datang ke sini. Sepertinya kamu tidak mau mendengar ucapanku sedikit pun ataupun mengembalikan barangku.”Tanpa menunggu tanggapan pria itu, Alicia pun beranjak dari tempat duduknya, berniat meninggalkan restoran tersebut. Akan tetapi, langkahnya terhenti karena Jason menahan pergelangan tangannya."Maaf," ucap pria itu dengan suara yang terdenga
“Jaga dirimu. Jangan bekerja terlalu lelah,” gumam Alicia, masih enggan melepaskan pelukannya.“Ya,” jawab Reinhard dengan singkat. Ia tidak mampu mengucapkan apa pun lagi.Suara pemberitahuan keberangkatan kembali bergema. Panggilan terakhir keberangkatan itu akhirnya memaksa mereka untuk saling melepaskan pelukan. Namun, keduanya masih saling bersitatap penuh keengganan.Reinhard menyeka air mata yang masih membasahi pipi Alicia dengan lembut. "Sudahlah, jangan menangis lagi. Aku ingin lihat senyumanmu," ujarnya pelan.Alicia menarik napas panjang, mencoba menguasai perasaannya. Ia memaksakan seulas senyuman di wajahnya, meski hatinya terasa sangat perih.“Bagus,” puji Reinhard dengan nada hangat. Ia mengusap puncak kepala Alicia dengan penuh kasih, lalu melanjutkan, “Aku ingin kamu selalu tetap tersenyum walaupun aku berada jauh dariku. Mengerti?”Alicia tahu bahwa Reinhard berusaha menguatkan hatinya. Perpisahan ini memang cukup berat untuknya, tetapi ia tidak ingin membuat Reinha
“Aku tidak akan meragukannya asalkan dia bisa menunjukkan semuanya dalam tindakan yang selayaknya seorang pria sejati, bukan hanya dengan kata-kata bullshit ataupun tindakan yang didasari oleh hawa nafsu saja.”Sindiran tajam yang dilontarkan oleh Regis membuat Reinhard terdiam. Dengan senyum kecil yang nyaris tidak terlihat, ia menanggapi dengan tenang, “Terima kasih sudah mengingatkanku. Tapi, aku rasa kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang hal itu. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan Alicia.”Seringai kecil yang terkesan remeh menghiasi wajah Regis. “Baiklah. Aku ingin lihat apakah nanti kamu mampu membuktikan kalau kamu pantas untuknya,” timpalnya.Kening Alicia mengerut, memandang kedua lelaki itu secara bergantian. Seperti yang diduga sebelumnya, Reinhard dan Regis memang memiliki kesepakatan yang tidak diketahuinya.Meskipun rasa ingin tahu Alicia semakin besar, tetapi ia tahu kedua pria itu tidak akan memberikan jawaban yang diinginkannya meskipun mempertanyakannya kepada
Ciuman Reinhard semakin lama semakin memburu hingga Alicia sedikit kewalahan untuk membalasnya. Namun, Alicia merasa sangat bahagia dan terhanyut dalam setiap sentuhan penuh kasih yang diberikan Reinhard.Tidak ada lagi rasa takut ataupun keraguan yang menghantuinya. Hati Alicia terasa penuh saat Reinhard memperdalam ciumannya, seperti sebuah ungkapan cinta yang sangat mendalam dan menenggelamkannya dalam kenikmatan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.Beberapa saat kemudian, Reinhard membopong tubuh Alicia sehingga Alicia dapat mendengar detak jantungnya dan Reinhard yang menyatu dalam satu irama.Tanpa melepaskan ciuman mereka, Reinhard membawanya menuju ke medan peraduan cinta mereka, lalu beberapa saat kemudian Alicia merasakan tubuhnya telah berada di atas ranjang empuk.Saat tautan bibir mereka saling melepas, Alicia membuka matanya dan bertemu pandang dengan sorot mata penuh cinta dari Reinhard. Kehangatan yang terpancar dari mata pria itu membuat jantungnya berdebar h
Reinhard terdiam selama beberapa saat. Napasnya terasa tercekat. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja Alicia katakan. Ajakan itu begitu tiba-tiba dan terlalu berani, membuat pikirannya seketika diselimuti gairah yang tak terkendali.Walaupun Reinhard sering mendengar pengakuan cinta dari Alicia, tetapi pernyataan yang didengarnya saat ini adalah ajakan yang terkesan sangat menantang dan sulit baginya berpikir ke arah yang positif untuk merespon ajakan tersebut.“Alicia, apa kamu sadar apa yang baru saja kamu katakan?” tanya Reinhard seraya memutar tubuhnya menghadap Alicia.Rona merah masih menghiasi kedua belah pipi Alicia. Ia tertunduk dalam sembari menggigit bibir bawahnya dengan erat untuk meredam kegugupannya.Reinhard mencengkeram lengan Alicia dengan lembut. Ia memiringkan sedikit wajahnya agar bisa melihat jelas ekspresi istrinya tersebut. “Sayang, kamu─”“Tentu saja aku sadar. Aku ingin melakukannya denganmu sebelum pergi. Karena aku tidak tahu kapan lagi bisa bertemu nant
“Duduklah,” titah Reinhard yang telah menarikkan sebuah kursi untuk istrinya.Alicia pun duduk di kursi tersebut, lalu Reinhard kembali ke tempat duduknya yang berada di samping wanita itu.“Semalam kamu pasti tidak makan dengan baik,” ujar Reinhard dengan sorot mata yang terlihat khawatir.Alicia teringat kembali dengan perdebatan yang terjadi di antara Reinhard dengan Regis yang merusak selera makannya malam itu. Rasa ingin tahunya akan hasil akhir dari pembicaraan kedua pria itu pun menyusup ke dalam benaknya dan ia berniat untuk mempertanyakannya.Namun, sebelum ia sempat melakukannya, Reinhard telah memberikan setangkup roti panggang yang telah diolesi selai ke atas piring Alicia.“Makanlah,” ucap pria itu.Alicia mengangguk kecil seraya mengambil roti tersebut, tetapi tidak langsung memakannya. Ia hanya mengamati Reinhard yang masih sibuk mengolesi roti panggang yang lain dan tindakannya tersebut tidak luput dari pandangan Reinhard.“Ada apa? Kenapa kamu tidak makan? Kamu masih
Setelah membersihkan diri, Alicia keluar dari kamar mandi. Ia hanya mengenakan kimono tidur yang tersedia di kamar hotel.Rambut basahnya dibiarkan tergerai, meneteskan sisa air yang belum sempat mengering sepenuhnya. Ia melangkah ke ruang makan di mana Reinhard telah menunggunya.Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara pembawa berita yang terdengar dari televisi yang menyala di ruang tengah. Mata Alicia langsung tertuju pada cuplikan pabrik Mirage yang dipasangi garis polisi, dengan beberapa petugas membawa dokumen dan barang bukti keluar dari gedung tersebut.Berita mengenai pabrik Mirage yang disegel oleh pihak berwenang atas penyelidikan dugaan penggunaan bahan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan terpampang jelas pada layar televisi tersebut.Kamera televisi tersebut juga menyorot kediaman keluarga Stein, yang tampak dikelilingi oleh mobil polisi dan kerumunan wartawan yang mencoba mendapatkan pernyataan dari pihak keluarga.Wajah Miranda tersorot kamer
Pagi itu, sinar matahari menyusup di sela-sela tirai, menerpa wajah Alicia yang masih terlelap. Perlahan, matanya terbuka, lalu mengerjap beberapa kali untuk menyatukan kesadarannya.Tatapannya tertuju pada langit-langit kamar yang asing, lalu suara gumaman pun meluncur dari bibirnya, ia bergumam, “Ini … aku masih di hotel?”Kilasan ingatan tentang pertemuannya dengan Regis kembali berkelebat di dalam benaknya. Kekhawatiran pun terlukis di wajahnya. Netra birunya dengan cepat mengabsen sekelilingnya, tetapi ia tidak melihat bayangan siapa pun di sekitarnya.Tanpa pikir panjang, Alicia melompat turun dari ranjang, mengenakan sandal hotel, dan berjalan tergesa keluar dari ruangan. Namun, di saat yang bersamaan Reinhard juga berjalan masuk ke dalam kamar tersebut sehingga mereka bertabrakan di ambang pintu.Alicia kehilangan keseimbangan dan limbung ke belakang. Untungnya, Reinhard berhasil meraih pinggangnya dengan cepat dan menahannya agar tidak terjatuh.Alicia mendongak dengan mata te
Kepalan tangan Reinhard semakin mengetat. Ia tahu maksud Regis dan tidak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya. Walau bagaimanapun, Reinhard memang harus menyelesaikan urusan dengan ayahnya. “Aku mengerti,” jawab Reinhard lebih lanjut. “Baguslah,” timpal Regis seraya tersenyum puas. “Besok aku─” “Besok kamu pulang sendiri saja dulu,” sela Reinhard dengan tegas, membuat ekspresi Regis menggelap seketika. "Apa maksudmu, Xavier?" tanya Regis, suaranya kini lebih rendah, menyiratkan kemarahannya. Reinhard tersenyum dengan tenang. Ia menatap Regis dengan pandangan yang tak tergoyahkan. "Kalau kamu memaksa Alicia pulang, aku yakin dia akan membangkang. Jadi, aku yang akan mengantarkannya nanti,” jawabnya. Regis menyipitkan matanya, menunjukkan keberatannya atas keputusan Reinhard tersebut. "Kamu pikir kamu punya hak untuk menentukan seperti itu?" tanyanya dengan dingin. “Secara hukum aku adalah suaminya dan tentu saja ak
“Mau itu hanya rumor atau bukan, aku tetap akan membawa Alicia kembali bersamaku.” Setelah mengatakan hal itu, Regis berbalik badan dan melangkah pergi─tidak memberikan Reinhard kesempatan untuk menanggapi. Namun, Reinhard tidak membiarkannya pergi begitu saja. Ia bergegas menghentikannya dan menarik lengannya, tetapi dengan cepat pula, Regis melayangkan kepalan tinjunya ke arah Reinhard. Sayangnya, serangan Regis meleset dan hanya mengenai sedikit pipi Reinhard, membuatnya terhuyung mundur beberapa langkah. Tidak berhenti sampai di sana, Regis kembali melakukan serangan berikutnya. Dibandingkan membalas serangan, Reinhard memilih untuk mengelak. Meskipun serangan Regis sangat gesit, tetapi Reinhard bisa menghindar dengan cepat. Hanya saja akhirnya pukulan Regis mengenai lengan kiri Reinhard saat Reinhard menahan serangannya. Seketika rasa sakit dari luka yang belum sepenuhnya pulih itu pun menjalar. Reinhard meringis sembari menggertakkan giginya. Regis, yang menyadari kelemah