Melihat ekspresi orang-orang yang sedang menunggu jawaban darinya, Regis pun tertawa kecil. Suara tawanya terdengar dalam dan penuh percaya diri, membuat suasana semakin tegang.“Kamu benar. Dia memang dinyatakan meninggal dalam kecelakaan pesawat, tapi …,” Regis sengaja menggantungkan ucapannya. Tatapannya mengedar ke sekeliling ruangan, lalu berhenti pada sosok Alicia.Dari jaraknya saat ini, Regis bisa melihat sepasang mata biru Alicia yang berkaca-kaca. Sorot mata yang dipenuhi emosi yang bercampur aduk itu membuat Regis merasakan bahwa adiknya itu memiliki cerita pahit yang dipenuhi dengan rasa sakit yang berusaha disimpannya rapat-rapat.Seulas senyuman tipis Regis layangkan kepadanya, lalu ia melanjutkan, “Tapi, dia adalah gadis keras kepala yang sangat beruntung. Bahkan malaikat maut saja berteman baik dengannya.”Ucapan Regis yang diselimuti guyonan ringan itu berhasil membuat Alicia tersenyum, tetapi air mata wanit
Keringat dingin mengucur deras di pelipis Edwin saat tatapan penuh amarah dan kebencian Regis tertuju padanya.Dengan wajah menahan rasa malu, Edwin pun mencoba untuk menciptakan kesempatan untuk dirinya dan memohon dengan suara terbata-bata, “Tu-tuan Muda Lorenzo, saya akui kalau saya bersalah. Saya benar-benar minta maaf. Kalau waktu itu saya tahu dia adalah adik Anda, saat itu juga saya pasti akan mengembalikannya kepada Anda.”Namun, bukannya menunjukkan rasa iba, Regis malah menyeringai sinis. “Mengembalikan?” gumamnya dengan wajah yang seketika berubah dingin dan penuh kekejaman.Edwin menelan ludah, tubuhnya gemetar. “Saya ... Saya benar-benar menyesal. Tolong beri saya kesempatan untuk menebus kesalahan ini, Tuan Muda Lorenzo ....”Regis melangkah mendekat. Kepalan tangannya yang telah tergenggam erat pun akhirnya melayang dengan cepat, menghantam wajah Edwin dengan keras. Suara teriakan kaget dari para tamu wanita yang menyaksikan adegan tersebut pun terdengar memenuhi aula.
Alicia memberikan isyarat kepada Owen, yang dengan segera menyampaikan perintah melalui earpiece di telinganya. Seketika lampu-lampu di aula meredup, dan layar besar di ujung ruangan menyala, menampilkan sebuah video. Suasana menjadi hening. Semua mata tertuju pada layar. Wajah Edwin memucat seketika ketika ia melihat tayangan yang mulai diputar. Itu adalah rekaman suara dan video yang jelas memperlihatkan aksi Edwin yang sedang bercengkerama dengan seorang petinggi suatu instansi khusus perizinan produk. Selama seminggu terakhir ini produk Shiny terus mendapatkan laporan keluhan dari para konsumen dan terus menjadi bahan pemberitaan di media. Karena itu Mirage diminta untuk bekerja sama dalam melakukan pemeriksaan terhadap produk tersebut. Namun, Edwin menggunakan cara pintas untuk mempercepat pemulihan nama baik perusahaannya agar produk dapat dipasarkan kembali. Dalam rekaman tersebut terdengar jelas bagaimana Edwin memohon untuk diloloskan dengan mengimingi imbalan yang sangat
“Keputusan yang sangat bagus, Tuan Vale.” Suara Alicia membuat perhatian John tertuju padanya.Pria tua itu menatapnya dengan bingung. Sebelum John bertanya lebih jauh, Alicia pun berkata, “Kebetulan saya masih ada kejutan lain yang harus Anda dan semuanya nikmati.”Mendengar hal tersebut, Edwin semakin panik dan berkata dengan murka, “Apa lagi yang kamu inginkan? Apa kamu belum puas menjebakku, Anya?!”Alicia hanya mendengus sinis, sama sekali tidak mengindahkan ucapan mantan suaminya tersebut. Ia memerintahkan Owen untuk menampilkan tayangan video berikutnya di mana terlihat cuplikan adegan panas yang sudah disensor sebelumnya.Dalam tayangan itu hanya memperlihatkan wajah Edwin dengan wanita bayarannya. Namun, orang-orang dapat melihat dengan jelas ekspresi Edwin yang sangat menikmati momen intimnya dengan wanita itu."Ya ampun, menjijikkan sekali.""Jadi dia juga sering jajan di luar? Benar-benar gila!"Berbagai umpatan dari orang-orang pun terdengar memenuhi aula. Air muka John V
Miranda terperangah. Ia pun bergegas menghampiri John dan memohon, “Tu-tuan Vale, Anda tidak boleh menggugurkannya. Dia … dia adalah penerus keluarga Stein.” John mendengus sinis. “Saya tidak mau punya keturunan dari darah daging seperti kalian!” cetusnya. Pandangan John beralih kepada cucunya yang tengah berdiri seperti mayat hidup. Wajahnya terlihat sangat kacau dengan air mata bercucuran di wajahnya.Kebenaran yang diterimanya mengenai Edwin sudah memberikan pukulan yang sangat besar bagi Thalia. Melihat kondisi cucunya tersebut, John hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa yang dalam.“Kamu telah mempermalukan keluarga kita dengan laki-laki pilihanmu ini, Thalia,” ucap John seraya mendengus kasar.Thalia tersenyum pahit. Ia tidak berusaha membela diri. Saat ini tatapannya terlihat kosong seolah semua harapan hidupnya sudah lenyap tak berbekas. Selama ini Thalia mengira Edwin benar-benar mencintainya sepenuh hati hingga ia sangat membenci Alicia yang diangga
Mendengar pengakuan Thalia terkait janin di dalam rahimnya tersebut, Miranda sangat syok. Wanita paruh baya itu menatap putranya dengan tak percaya. “Ini … ini tidak benar, kan, Ed?”Alih-alih menjawab, Edwin malah memalingkan wajahnya.“Kenapa kamu melakukannya, Ed?” Miranda mendesak putranya lebih lanjut. Namun, pria itu masih tertunduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.Pandangan Miranda pun tertuju kepada Thalia. Ia meraih kedua tangan wanita itu dan bertanya dengan wajah yang masih terlihat syok, “Thalia, kamu … kamu pasti berbohong, kan? Kamu sengaja mengatakan ini hanya untuk menyudutkan Edwin, bukan? Tolong katakan kalau ini tidak benar!”Miranda memohon dengan suara bergetar, seolah masih berharap menemukan celah untuk menyelamatkan nama baik putranya.Selama ini Miranda selalu memperlakukan Thalia dengan baik karena mengira wanita itu mengandung penerus keluarga Stein. Namun, ia tidak
Bisik-bisik tamu undangan perlahan memudar ketika satu per satu dari mereka memutuskan untuk meninggalkan acara yang telah berubah menjadi mimpi buruk. Beberapa melirik Miranda dengan simpati, tetapi tidak ada yang ingin mengulurkan tangan mereka untuk membantunya.Namun, langkah para tamu terhenti di depan pintu keluar aula saat melihat para pengawal Lorenzo dan Hernandez memblokir jalan mereka.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa menghalangi jalan kami?” protes salah seorang tamu.Salah seorang pengawal Lorenzo pun menjawab, “Kami hanya ingin memeriksa ponsel Anda semua. Setelah itu kalian sudah boleh pergi.”Kegelisahan mulai menyelimuti para tamu undangan. Beberapa dari mereka saling berbisik, mencoba mempertimbangkan apakah harus menuruti permintaan tersebut.Namun, ada salah seorang tamu yang kembali mengajukan protesnya. “Apa maksudnya ponsel kami diperiksa? Ini melanggar privasi!”Meski menghadapi pen
“Mau ke mana? Urusan kita belum selesai, Alicia,” ucap Regis seraya menyeringai dingin. Sorot matanya terlihat tajam, membuat jantung Alicia berdegup semakin cepat karena merasa terintimidasi.“Me-memangnya ada urusan apa, Kak?” Alicia mengalihkan pandangannya dengan gugup.Netra Regis menyipit tajam. “Kamu mau berpura-pura bodoh, huh?”“Aku … aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Sekarang aku sangat lelah dan mau pulang,” sahut Alicia, berusaha menghindari pembicaraan dengan kakaknya.Meskipun sebelumnya Regis telah menerimanya kembali sebagai adik, tetapi Alicia tahu bahwa ada banyak hal yang harus dijelaskannya kepada kakaknya tersebut. Tatapan tajam Regis saat ini seakan menuntut penebusan dosa darinya.Alicia teringat kembali kejadian tiga tahun lalu di mana Regis sudah memperingatkannya untuk tidak lagi melakukan hal bodoh dengan menemui Reinhard.Regis merasa malu dengan perbuatan Alicia yang terus mengejar pria itu, meski sudah ditolak berkali-kali. Karena itu, Regis memblo
“Jaga dirimu. Jangan bekerja terlalu lelah,” gumam Alicia, masih enggan melepaskan pelukannya.“Ya,” jawab Reinhard dengan singkat. Ia tidak mampu mengucapkan apa pun lagi.Suara pemberitahuan keberangkatan kembali bergema. Panggilan terakhir keberangkatan itu akhirnya memaksa mereka untuk saling melepaskan pelukan. Namun, keduanya masih saling bersitatap penuh keengganan.Reinhard menyeka air mata yang masih membasahi pipi Alicia dengan lembut. "Sudahlah, jangan menangis lagi. Aku ingin lihat senyumanmu," ujarnya pelan.Alicia menarik napas panjang, mencoba menguasai perasaannya. Ia memaksakan seulas senyuman di wajahnya, meski hatinya terasa sangat perih.“Bagus,” puji Reinhard dengan nada hangat. Ia mengusap puncak kepala Alicia dengan penuh kasih, lalu melanjutkan, “Aku ingin kamu selalu tetap tersenyum walaupun aku berada jauh dariku. Mengerti?”Alicia tahu bahwa Reinhard berusaha menguatkan hatinya. Perpisahan ini memang cukup berat untuknya, tetapi ia tidak ingin membuat Reinha
“Aku tidak akan meragukannya asalkan dia bisa menunjukkan semuanya dalam tindakan yang selayaknya seorang pria sejati, bukan hanya dengan kata-kata bullshit ataupun tindakan yang didasari oleh hawa nafsu saja.”Sindiran tajam yang dilontarkan oleh Regis membuat Reinhard terdiam. Dengan senyum kecil yang nyaris tidak terlihat, ia menanggapi dengan tenang, “Terima kasih sudah mengingatkanku. Tapi, aku rasa kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang hal itu. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan Alicia.”Seringai kecil yang terkesan remeh menghiasi wajah Regis. “Baiklah. Aku ingin lihat apakah nanti kamu mampu membuktikan kalau kamu pantas untuknya,” timpalnya.Kening Alicia mengerut, memandang kedua lelaki itu secara bergantian. Seperti yang diduga sebelumnya, Reinhard dan Regis memang memiliki kesepakatan yang tidak diketahuinya.Meskipun rasa ingin tahu Alicia semakin besar, tetapi ia tahu kedua pria itu tidak akan memberikan jawaban yang diinginkannya meskipun mempertanyakannya kepada
Ciuman Reinhard semakin lama semakin memburu hingga Alicia sedikit kewalahan untuk membalasnya. Namun, Alicia merasa sangat bahagia dan terhanyut dalam setiap sentuhan penuh kasih yang diberikan Reinhard.Tidak ada lagi rasa takut ataupun keraguan yang menghantuinya. Hati Alicia terasa penuh saat Reinhard memperdalam ciumannya, seperti sebuah ungkapan cinta yang sangat mendalam dan menenggelamkannya dalam kenikmatan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.Beberapa saat kemudian, Reinhard membopong tubuh Alicia sehingga Alicia dapat mendengar detak jantungnya dan Reinhard yang menyatu dalam satu irama.Tanpa melepaskan ciuman mereka, Reinhard membawanya menuju ke medan peraduan cinta mereka, lalu beberapa saat kemudian Alicia merasakan tubuhnya telah berada di atas ranjang empuk.Saat tautan bibir mereka saling melepas, Alicia membuka matanya dan bertemu pandang dengan sorot mata penuh cinta dari Reinhard. Kehangatan yang terpancar dari mata pria itu membuat jantungnya berdebar h
Reinhard terdiam selama beberapa saat. Napasnya terasa tercekat. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja Alicia katakan. Ajakan itu begitu tiba-tiba dan terlalu berani, membuat pikirannya seketika diselimuti gairah yang tak terkendali.Walaupun Reinhard sering mendengar pengakuan cinta dari Alicia, tetapi pernyataan yang didengarnya saat ini adalah ajakan yang terkesan sangat menantang dan sulit baginya berpikir ke arah yang positif untuk merespon ajakan tersebut.“Alicia, apa kamu sadar apa yang baru saja kamu katakan?” tanya Reinhard seraya memutar tubuhnya menghadap Alicia.Rona merah masih menghiasi kedua belah pipi Alicia. Ia tertunduk dalam sembari menggigit bibir bawahnya dengan erat untuk meredam kegugupannya.Reinhard mencengkeram lengan Alicia dengan lembut. Ia memiringkan sedikit wajahnya agar bisa melihat jelas ekspresi istrinya tersebut. “Sayang, kamu─”“Tentu saja aku sadar. Aku ingin melakukannya denganmu sebelum pergi. Karena aku tidak tahu kapan lagi bisa bertemu nant
“Duduklah,” titah Reinhard yang telah menarikkan sebuah kursi untuk istrinya.Alicia pun duduk di kursi tersebut, lalu Reinhard kembali ke tempat duduknya yang berada di samping wanita itu.“Semalam kamu pasti tidak makan dengan baik,” ujar Reinhard dengan sorot mata yang terlihat khawatir.Alicia teringat kembali dengan perdebatan yang terjadi di antara Reinhard dengan Regis yang merusak selera makannya malam itu. Rasa ingin tahunya akan hasil akhir dari pembicaraan kedua pria itu pun menyusup ke dalam benaknya dan ia berniat untuk mempertanyakannya.Namun, sebelum ia sempat melakukannya, Reinhard telah memberikan setangkup roti panggang yang telah diolesi selai ke atas piring Alicia.“Makanlah,” ucap pria itu.Alicia mengangguk kecil seraya mengambil roti tersebut, tetapi tidak langsung memakannya. Ia hanya mengamati Reinhard yang masih sibuk mengolesi roti panggang yang lain dan tindakannya tersebut tidak luput dari pandangan Reinhard.“Ada apa? Kenapa kamu tidak makan? Kamu masih
Setelah membersihkan diri, Alicia keluar dari kamar mandi. Ia hanya mengenakan kimono tidur yang tersedia di kamar hotel.Rambut basahnya dibiarkan tergerai, meneteskan sisa air yang belum sempat mengering sepenuhnya. Ia melangkah ke ruang makan di mana Reinhard telah menunggunya.Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara pembawa berita yang terdengar dari televisi yang menyala di ruang tengah. Mata Alicia langsung tertuju pada cuplikan pabrik Mirage yang dipasangi garis polisi, dengan beberapa petugas membawa dokumen dan barang bukti keluar dari gedung tersebut.Berita mengenai pabrik Mirage yang disegel oleh pihak berwenang atas penyelidikan dugaan penggunaan bahan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan terpampang jelas pada layar televisi tersebut.Kamera televisi tersebut juga menyorot kediaman keluarga Stein, yang tampak dikelilingi oleh mobil polisi dan kerumunan wartawan yang mencoba mendapatkan pernyataan dari pihak keluarga.Wajah Miranda tersorot kamer
Pagi itu, sinar matahari menyusup di sela-sela tirai, menerpa wajah Alicia yang masih terlelap. Perlahan, matanya terbuka, lalu mengerjap beberapa kali untuk menyatukan kesadarannya.Tatapannya tertuju pada langit-langit kamar yang asing, lalu suara gumaman pun meluncur dari bibirnya, ia bergumam, “Ini … aku masih di hotel?”Kilasan ingatan tentang pertemuannya dengan Regis kembali berkelebat di dalam benaknya. Kekhawatiran pun terlukis di wajahnya. Netra birunya dengan cepat mengabsen sekelilingnya, tetapi ia tidak melihat bayangan siapa pun di sekitarnya.Tanpa pikir panjang, Alicia melompat turun dari ranjang, mengenakan sandal hotel, dan berjalan tergesa keluar dari ruangan. Namun, di saat yang bersamaan Reinhard juga berjalan masuk ke dalam kamar tersebut sehingga mereka bertabrakan di ambang pintu.Alicia kehilangan keseimbangan dan limbung ke belakang. Untungnya, Reinhard berhasil meraih pinggangnya dengan cepat dan menahannya agar tidak terjatuh.Alicia mendongak dengan mata te
Kepalan tangan Reinhard semakin mengetat. Ia tahu maksud Regis dan tidak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya. Walau bagaimanapun, Reinhard memang harus menyelesaikan urusan dengan ayahnya. “Aku mengerti,” jawab Reinhard lebih lanjut. “Baguslah,” timpal Regis seraya tersenyum puas. “Besok aku─” “Besok kamu pulang sendiri saja dulu,” sela Reinhard dengan tegas, membuat ekspresi Regis menggelap seketika. "Apa maksudmu, Xavier?" tanya Regis, suaranya kini lebih rendah, menyiratkan kemarahannya. Reinhard tersenyum dengan tenang. Ia menatap Regis dengan pandangan yang tak tergoyahkan. "Kalau kamu memaksa Alicia pulang, aku yakin dia akan membangkang. Jadi, aku yang akan mengantarkannya nanti,” jawabnya. Regis menyipitkan matanya, menunjukkan keberatannya atas keputusan Reinhard tersebut. "Kamu pikir kamu punya hak untuk menentukan seperti itu?" tanyanya dengan dingin. “Secara hukum aku adalah suaminya dan tentu saja ak
“Mau itu hanya rumor atau bukan, aku tetap akan membawa Alicia kembali bersamaku.” Setelah mengatakan hal itu, Regis berbalik badan dan melangkah pergi─tidak memberikan Reinhard kesempatan untuk menanggapi. Namun, Reinhard tidak membiarkannya pergi begitu saja. Ia bergegas menghentikannya dan menarik lengannya, tetapi dengan cepat pula, Regis melayangkan kepalan tinjunya ke arah Reinhard. Sayangnya, serangan Regis meleset dan hanya mengenai sedikit pipi Reinhard, membuatnya terhuyung mundur beberapa langkah. Tidak berhenti sampai di sana, Regis kembali melakukan serangan berikutnya. Dibandingkan membalas serangan, Reinhard memilih untuk mengelak. Meskipun serangan Regis sangat gesit, tetapi Reinhard bisa menghindar dengan cepat. Hanya saja akhirnya pukulan Regis mengenai lengan kiri Reinhard saat Reinhard menahan serangannya. Seketika rasa sakit dari luka yang belum sepenuhnya pulih itu pun menjalar. Reinhard meringis sembari menggertakkan giginya. Regis, yang menyadari kelemah