Mendengar pengakuan Thalia terkait janin di dalam rahimnya tersebut, Miranda sangat syok. Wanita paruh baya itu menatap putranya dengan tak percaya. “Ini … ini tidak benar, kan, Ed?”
Alih-alih menjawab, Edwin malah memalingkan wajahnya.
“Kenapa kamu melakukannya, Ed?” Miranda mendesak putranya lebih lanjut. Namun, pria itu masih tertunduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Pandangan Miranda pun tertuju kepada Thalia. Ia meraih kedua tangan wanita itu dan bertanya dengan wajah yang masih terlihat syok, “Thalia, kamu … kamu pasti berbohong, kan? Kamu sengaja mengatakan ini hanya untuk menyudutkan Edwin, bukan? Tolong katakan kalau ini tidak benar!”
Miranda memohon dengan suara bergetar, seolah masih berharap menemukan celah untuk menyelamatkan nama baik putranya.
Selama ini Miranda selalu memperlakukan Thalia dengan baik karena mengira wanita itu mengandung penerus keluarga Stein. Namun, ia tidak
Bisik-bisik tamu undangan perlahan memudar ketika satu per satu dari mereka memutuskan untuk meninggalkan acara yang telah berubah menjadi mimpi buruk. Beberapa melirik Miranda dengan simpati, tetapi tidak ada yang ingin mengulurkan tangan mereka untuk membantunya.Namun, langkah para tamu terhenti di depan pintu keluar aula saat melihat para pengawal Lorenzo dan Hernandez memblokir jalan mereka.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa menghalangi jalan kami?” protes salah seorang tamu.Salah seorang pengawal Lorenzo pun menjawab, “Kami hanya ingin memeriksa ponsel Anda semua. Setelah itu kalian sudah boleh pergi.”Kegelisahan mulai menyelimuti para tamu undangan. Beberapa dari mereka saling berbisik, mencoba mempertimbangkan apakah harus menuruti permintaan tersebut.Namun, ada salah seorang tamu yang kembali mengajukan protesnya. “Apa maksudnya ponsel kami diperiksa? Ini melanggar privasi!”Meski menghadapi pen
“Mau ke mana? Urusan kita belum selesai, Alicia,” ucap Regis seraya menyeringai dingin. Sorot matanya terlihat tajam, membuat jantung Alicia berdegup semakin cepat karena merasa terintimidasi.“Me-memangnya ada urusan apa, Kak?” Alicia mengalihkan pandangannya dengan gugup.Netra Regis menyipit tajam. “Kamu mau berpura-pura bodoh, huh?”“Aku … aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Sekarang aku sangat lelah dan mau pulang,” sahut Alicia, berusaha menghindari pembicaraan dengan kakaknya.Meskipun sebelumnya Regis telah menerimanya kembali sebagai adik, tetapi Alicia tahu bahwa ada banyak hal yang harus dijelaskannya kepada kakaknya tersebut. Tatapan tajam Regis saat ini seakan menuntut penebusan dosa darinya.Alicia teringat kembali kejadian tiga tahun lalu di mana Regis sudah memperingatkannya untuk tidak lagi melakukan hal bodoh dengan menemui Reinhard.Regis merasa malu dengan perbuatan Alicia yang terus mengejar pria itu, meski sudah ditolak berkali-kali. Karena itu, Regis memblo
Alicia memandang kakaknya dan Reinhard secara bergantian, lalu suara tawa Regis yang terdengar sinis mengalihkan kembali fokus Alicia padanya.“Dia memberitahuku? Kalau dia memberitahuku, apa aku masih harus mencari masalah dengannya sekarang?” cetus Regis dengan suara yang terdengar dingin.Reinhard memang tidak memberitahu Regis mengenai keberadaan Alicia. Meskipun beberapa waktu lalu Regis menghubunginya dan memberitahu kedatangannya ke kota tersebut, Reinhard juga tidak mengatakan apa pun terkait Alicia kepadanyaNamun, mereka telah sepakat untuk bertemu malam ini. Reinhard bermaksud untuk menceritakan tentang Alicia kepada Regis saat mereka bertemu nanti dengan mempertemukan mereka secara langsung.Hanya saja, secara tidak terduga, Regis tiba-tiba saja muncul di tengah acara tadi dan hal itu tentunya cukup mengejutkan Reinhard.Namun, Reinhard sangat bersyukur Regis dapat menyesuaikan skenario mereka saat menjatuhkan keluarga Stein, padahal mereka tidak pernah berdiskusi apa pun
“Aku tidak perlu izinmu, Regis,” balas Reinhard dengan suara menggeram dingin.Aura penuh intimidasi pun kembali menyelimuti ruangan dan membuat Alicia yang berada di tengah mereka merasa frustrasi. Ia pun berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalahnya dengan Regis.Tanpa berpikir panjang, Alicia pun mengusulkan, “Bagaimana kalau kita bicara sambil makan?”Namun, tidak ada yang menjawabnya. Mereka hanya saling menatap tajam, suasana pun semakin memanas.Alicia pun mendengus kesal dan berkata, “Ya sudah. Kalau kalian memang masih mau berdiri di sini, silakan saja. Aku sudah lapar. Aku pergi cari makan sendiri saja.”Alicia berbalik untuk pergi, tapi sebelum ia sempat melangkah jauh, kedua pria itu bersamaan memanggil, “Alicia, tunggu!”Alicia melanjutkan langkahnya tanpa menoleh, membuat mereka terpaksa berhenti sejenak dari perdebatan mereka dan mengikuti langkahnya. Mark dan Owen juga tidak mau ketinggalan, keduanya mengikuti di belakang tuan mereka masing-m
Suasana di dalam ruangan kembali menjadi tegang, suara Regis berubah dingin dan disertai senyuman tipis yang tidak bersahabat. Namun, Reinhard tidak menggubris hal tersebut dan kembali bertanya, “Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu … siapa yang sudah menyuruhmu datang ke hotel ini?”Regis mengamati wajah Reinhard dengan lekat. Walaupun Reinhard berusaha menutupi kecemasannya, tetapi Regis terlalu peka untuk tidak menyadarinya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan gerakan santai, tetapi tatapan tajamnya tetap menusuk.“Apa kalau tidak ada yang menyuruhku datang, kamu akan terus menyembunyikan masalah ini dariku, Xavier?” balas Regis tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Intensitas ketegangan di antara kedua pria itu terasa berat kembali. Reinhard pun menyadari bahwa Regis sengaja mempersulitnya.Alicia juga dapat merasakan bahwa Regis masih ingin mencari gara-gara dengan Reinhard terkait situasi yang tengah terjadi saat ini maupun di masa lalu.Namun, Alicia tidak akan membiarkan kakakny
“Saat mengetahui hal itu, aku ingin langsung terbang ke London untuk memastikan kebenarannya. Hanya saja …,” Manik mata Regis menghunus tajam kepada Reinhard, lalu melanjutkan, “Aku mengira kamu akan menghubungiku untuk memberitahuku masalah ini. Tapi, ternyata tidak ….”Dengusan kasar bergulir dari hidung Regis. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Ia pun kembali menyesap champagne dari gelasnya.Sementara, Reinhard mulai memahami alasan dari sikap tidak bersahabat dari Regis saat ini. Sembari menghela napas panjang, ia berkata, “Bukan aku bermaksud membohongimu, Regis. Awalnya aku berpikir menunggu keadaan Alicia membaik terlebih dahulu. Setelah dia siap bertemu denganmu maupun keluarganya, baru aku memberitahumu.”“Oh ya?” Regis terkekeh pelan sembari melirik ke arah Alicia yang tidak menunjukkan adanya ketidaksiapan yang dimaksud Reinhard.“Tapi, waktu kamu meneleponku, aku memutuskan untuk membicarakannya hal ini,” terang Reinhard, mencoba menunjukkan niatnya.Regi
“Kenapa kamu tidak habis? Bukannya tadi kamu bilang sangat lapar?”Regis melirik piring dessert Alicia yang masih tersisa. Padahal piringnya dan Reinhard sudah bersih. Tadi Alicia juga tidak menghabiskan menu utama yang disajikan oleh para pelayan restoran.“Aku memang lapar. Tapi, selera makanku sudah hilang karena kamu menyuruhku untuk meninggalkan Xavier,” celetuk Alicia sembari memanyunkan bibirnya. Raut wajahnya masih terlihat kesal.Regis pun mengulum senyumnya. “Aku tidak bilang seperti itu, Alicia. Aku hanya memintamu untuk pulang bersamaku.”Alicia berdecak malas. “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan, Kakak?”Alih-alih merasa marah, Regis malah mengembangkan senyumannya dan berkata, “Baguslah kalau kamu tahu.”“Kakak!” Alicia berteriak, matanya telah melotot tajam ke arah Regis. Wajahnya memerah karena rasa kesal yang bercampur frustrasi. “Kenapa kamu selalu memaksakan kehendakmu seperti ini? Aku sudah dewasa, Kak. Aku juga sudah menikah.”Bukannya menanggapi kem
“Dia tidak memberiku obat apa pun,” cetus Alicia dengan tegas.Reinhard baru saja ingin menjawab, tetapi akhirnya ia mengurungkan niatnya tersebut dan Alicia kembali menambahkan, “Aku mencintainya atas keinginanku sendiri, Kak. Selamanya hatiku hanya untuk Xavier seorang.”Dengan satu telujuknya Regis mendorong pelan pelipis Alicia dan berkata, “Kamu ini … bicara seperti ini saja kamu tidak malu, hm?”Regis menggelengkan kepalanya berulang kali dan melanjutkan, “tapi, tadi bisa-bisanya malah bilang malu untuk pulang? Ada saja alasanmu.”Alicia mengerucutkan bibirnya semabari mengusap pelipisnya. “Bukankah kamu dengan kakak ipar juga selalu menunjukkan kemesraan kalian tanpa peduli pandangan orang? Kenapa aku tidak boleh?”“Itu dua hal yang berbeda, Alicia.” Regis membalas dengan acuh tak acuh dan membuat Alicia semakin kesal.Mendengar perdebatan istrinya dengan Regis, senyuman di bibir Reinhard semakin lebar. Ia merasa seperti kembali ke masa lalu di mana Alicia dapat mengekspresikan
Reinhard terlihat kesal. Sebenarnya ia ingin sekali turun tangan sendiri untuk menangani Ken. Akan tetapi, karena ia harus menjalani pemulihan di rumah sakit, Reinhard meminta para bawahan Dark Wolf untuk menggantikannya memberikan pelajaran kepada pria itu.Dalam kondisi terluka parah dan faktor usia yang tak lagi muda, Ken meregang nyawa lebih cepat setelah mengalami berbagai penyiksaan yang diperintahkan Reinhard.Meskipun menyesal tidak dapat menanganinya sendiri, tetapi Reinhard merasakan kelegaan yang luar biasa dengan kematian pria itu. Satu ancaman bagi Alicia telah lenyap, dan Reinhard bisa memenuhi janjinya kepada Regis.“Kamu sudah mengirimkan hasilnya kepada Regis?” tanya Reinhard.Ia memang meminta Austin menyelesaikan tugas itu sebagai bagian dari syarat yang diberikan Regis. Untuk memastikan mayat itu benar-benar Ken Stewart, Reinhard sengaja meminta otopsi. Ia tidak ingin tertipu seperti Alexei dulu, yang sempat terkecoh oleh kematian palsu Ken.“Tenanglah. Aku sudah m
Dua minggu sudah Reinhard dirawat di rumah sakit. Hari ini akhirnya ia sudah diperbolehkan pulang setelah selama seminggu ini ia mengajukan protes dan keluhannya terhadap dokter yang menanganinya. Bahkan ia tak segan-segan mengancam pimpinan rumah sakit.Apa yang terjadi? Kenapa Reinhard melakukannya?Jawabannya sangat sederhana. Reinhard sudah tidak betah berada di rumah sakit itu.Seperti yang diputuskannya dua minggu lalu, ia dan Alicia akhirnya berbagi kamar rawat bersama agar bisa menjalani masa pemulihan bersama.Akan tetapi, Alicia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit minggu lalu karena kondisinya sudah lebih membaik. Meski demikian, ia tetap diwajibkan menjalani bedrest di rumah hingga benar-benar pulih sepenuhnya.Karena itulah, Reinhard merasa sangat kesepian berada di dalam kamar rawat itu sekarang. Ia berulang kali mengajukan permohonan untuk pulang, tetapi ditolak karena luka-lukanya masih memerlukan perawatan intensif.Hari ini, setelah berbagai protes dan ancama
“Apa yang kamu lamunkan, hum?” Reinhard mengetuk pelan kening Alicia, mengalihkan kembali perhatian wanita itu padanya.Alicia tersentak kecil. Ia menggeleng cepat, lalu memasang senyum lebar seolah tidak ada apa-apa.Reinhard menghela napas pelan. “Aku tahu … meskipun kamu tahu kamu hamil sekalipun, pasti kamu tetap akan mengikutiku, bukan?” terkanya, mengira Alicia masih memikirkan tentang hal yang terjadi sebelumnya.Alicia terkekeh kecil. “Kamu sangat mengenalku dengan baik, Suamiku,” ucapnya, tidak menyangkal sedikit pun tuduhan Reinhard.Saat itu, Alicia memang tidak berpikir panjang. Satu-satunya hal yang dipedulikannya hanyalah keselamatan pria itu.Reinhard mendesah berat, tetapi ada kehangatan dalam sorot matanya. “Sayang, kamu tahu kan kalau aku mencintaimu?”Alicia mengangguk.“Mulai sekarang ada nyawa lain yang harus kamu jaga. Tapi, di atas semua itu, kamu yang menjadi prioritasku. Karena itu, jangan pernah berbuat nekat seperti tadi lagi dan jangan pernah berpikir untuk
“Ah, ya ampun. Turunkan aku, Xavier. Aku pusing,” seru Alicia histeris.Reinhard segera menghentikan putarannya dan menurunkan Alicia dengan hati-hati di atas ranjang. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.“Maafkan aku, Sayang. Aku sampai lupa diri karena terlalu bahagia mendengar kabar ini,” ucap Reinhard seraya menangkup wajah Alicia dengan kedua tangannya, menatapnya seolah-olah wanita itu adalah seluruh dunianya.“Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing saja,” timpal Alicia berusaha menunjukkan senyuman meyakinkan, meskipun kepalanya masih sedikit berdenyut.“Kamu yakin?” Reinhard menatapnya lekat-lekat, seolah mencari tanda-tanda ketidaknyamanan yang mungkin disembunyikan Alicia. “Mau aku panggilkan dokter saja?”Alicia tertawa kecil, menggeleng pelan. “Aku baik-baik saja, Xavier. Serius. Jangan berlebihan.”Reinhard mendesah lega, tetapi tidak sepenuhnya puas. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan Alicia dengan lembut.Raut wajah Reinhard berubah sendu dan dipen
Selang beberapa waktu, ciuman mereka semakin dalam, membuat Alicia cukup kewalahan untuk mengikuti liarnya gairah yang diberikan Reinhard melalui ciuman tersebut.“Ummph─”Deru napas Alicia terasa semakin pendek. Ia pun bergegas melepaskan tautan bibir mereka lebih dulu agar bisa menghirup udara secepatnya. Tanpa sengaja ia mendorong dada Reinhard terlalu kuat hingga pria itu meringis perih karena luka di bahunya terasa kembali berdenyut.Mata Alicia pun membelalak panik. “Ah, astaga!”Alicia pun bergegas memeriksa luka pria itu, membuka beberapa kancing baju pasien yang dikenakan Reinhard. Melihat bercak darah yang merembes pada perban di bahu pria itu, rasa bersalah pun menggelayuti hati Alicia. Ia menggigit bibir bawahnya dan menatap Reinhard dengan sorot mata berkaca-kaca.“Maafkan aku … aku─”Sebelum Alicia sempat menyelesaikan ucapannya, Reinhard telah menarik lengannya dan membawanya jatuh ke dalam pelukannya lagi.“Xavier ….” Alicia mengerjap dengan bingung. Ia berniat mendoron
Alicia masih terdiam. Ia berusaha mencerna ucapan yang dilontarkan Reinhard. Kata-kata itu meskipun terdengar sederhana, tetapi entah kenapa Alicia merasa tidak asing seakan menyiratkan sesuatu seperti penolakan.Tiba-tiba hati Alicia terasa teremas. Ia diingatkan kembali dengan kenangan menyakitkan yang dialaminya dulu terkait dengan sikap dingin Reinhard di masa lalu.Cairan bening telah menggenang di pelupuk mata Alicia membuat Reinhard tersentak. “A-Alicia, kamu … kenapa?” tanyanya, panik.Namun, wanita itu tidak menjawab dan malah balik bertanya dengan suara bergetar yang terdengar seperti bisikan yang rapuh, “Tadi kamu bilang ... tidak ingin aku mengejarmu lagi? Maksudmu ... kamu ingin berpisah denganku?”Reinhard menatap wanita itu dengan penuh kebingungan. Namun, seulas senyuman merekah di bibirnya setelah mencerna prasangka buruk yang dilontarkan wanita itu atas ucapannya tadi.Dengan penuh kelembutan, Reinhard mengusap air mata yang hampir tumpah di sudut mata wanita itu. “D
“Memangnya ada hal yang tidak kuketahui?” Regis menyeringai kecil, nada angkuhnya begitu kentara.Reinhard hanya mendesah, menatap pria itu dengan tatapan lelah. "Tentu saja. Tuan Muda Lorenzo selalu tahu segalanya."Regis tertawa pelan, lalu mulai berbicara tanpa niat memancing pertengkaran. Ia pun menceritakan mengenai hal yang didengarnya dua hari lalu—tentang insiden yang menimpa Alicia sebelum mengalami kecelakaan tiga tahun lalu. Cerita yang secara tak sengaja Regis dengar ketika Alicia menceritakannya kepada ayah mereka.Reinhard terdiam mendengarkan cerita tersebut. Amarah di dalam dadanya mulai membara seiring dengan setiap kata yang keluar dari mulut Regis. Rahangnya mengeras, sementara tangan terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.“Jadi … tiga tahun lalu, kecelakaan itu memang bukan hanya sekadar kecelakaan?” gumam Reinhard berbisik pelan seiring dengan getaran emosi yang dirasakannya.Sebelumnya Reinhard memang telah mendengar pengakuan dari Edwin Stein mengenai p
Reinhard telah sampai di depan pintu kamar Alicia. Koridor di depan ruangan itu sangat sepi. Sebelum masuk, ia menoleh sejenak ke arah Hans yang menemaninya hingga ke tempat itu.“Cukup antar sampai di sini saja. Saya bisa sendiri, Tuan Miller,” ucap Reinhard dengan tegas.Meskipun Hans merasa ragu dan khawatir, tetapi ia tidak dapat menolak permintaan Reinhard. Akhirnya, dengan sedikit bimbang, Hans menundukkan kepalanya dan beranjak pergi, meninggalkan Reinhard sendirian di depan pintu.Setelah Hans pergi, Reinhard pun menggeser pintu di depannya, lalu memutar kursi rodanya masuk ke dalam ruangan itu. Di tengah keheningan itu, hanya terdengar suara roda yang berputar dengan deru napas yang teratur saja.Ia berhenti sejenak. Dari balik tirai tipis yang mengelilingi ranjang, ia bisa melihat sosok Alicia yang terlelap. Dengan pelan, Reinhard berdiri dari kursinya, berjalan mendekat agar bisa melihat wajah istrinya lebih jelas di tengah penerangan temaram dalam ruangan itu.Namun, langk
“Mau ke mana?”Nada suara Reagan yang datar dan tajam, memecahkan keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Reinhard. Mata ambernya menilik sikap putranya yang dipenuhi kewaspadaan padanya.Perlahan sudut bibirnya membentuk lengkungan tipis, mencairkan ketegangan di antara mereka. “Mencari Alicia?” tanyanya lebih lanjut.Reinhard mengangguk cepat. “Aku ingin memastikan keadaannya,” jawabnya.Melihat raut wajah putranya yang pucat, Reagan pun tersenyum mencibir, “Aku rasa dibandingkan dia, kondisimu jauh lebih mengkhawatirkan, Rein.”Sejenak, ruangan kembali menjadi sunyi. Nada suara Reagan yang terdengar tajam tersebut membuat Reinhard berpikir ayahnya itu akan menghalangi keinginannya seperti yang biasa dia lakukan.Akan tetapi, Reinhard tidak menyangka sang ayah malah berkata, “Pergilah. Tapi, perhatikan juga kondisimu. Jangan terlalu memaksakan diri.”Mata Reinhard terbelalak, tak percaya dengan pendengarannya tersebut. “Papa ….”“Kenapa? Tidak jadi?” Reagan menaikkan satu ali