Selamat Membaca ^^
Di dalam kamar apartemen yang mewah, Alicia sedang membaringkan tubuhnya di atas ranjang besar yang akan menjadi tempat tidurnya mulai hari ini. “Benar-benar melelahkan,” keluhnya.Ia memandang langit-langit dengan lampu mewah yang menjulang tinggi di atasnya. Beberapa kali ia menggulung tubuhnya di atas ranjang yang empuk, mencoba merasakan kenyamanan dari kemewahan di sekitarnya, tapi yang ia rasakan hanyalah kehampaan.“Aku … sudah tidak bisa kembali,” gumam Alicia seraya tersenyum miris. Kedua netranya terlihat basah, tetapi ia segera menarik napas dalam-dalam untuk menutupi rasa perih di dalam hatinya.Sejak ia mendapatkan perawatan di rumah sakit, Alicia sudah mencari informasi terkait dirinya dan seperti yang telah ia duga sebelumnya, ia telah dinyatakan meninggal dalam kecelakaan pesawat yang seharusnya ia tumpangi tiga tahun lalu.Pesawat tersebut mengalami masalah saat penerbangan dan meledak saat berada di udara. Semua penumpangnya dinyatakan tewas dan nama Alicia yang terca
“Kamu masih ada project dengan Mirage yang akan jatuh tempo akhir bulan ini kan, Venus?”Alicia terdiam. Tatapannya telah berubah tajam ketika mendengar Elisa memanggil nama samaran yang selama ini ia pergunakan untuk pekerjaan rahasia yang dilakukannya di belakang keluarga Stein.Hanya Elisa yang mengetahui hal ini karena Alicia memerlukan seseorang untuk membantunya menutupi hal tersebut. Elisa menjembatani komunikasi antara Alicia dan Mirage tanpa mengungkapkan identitas sebenarnya dari "Venus” karena Alicia tidak ingin pihak Mirage mengetahui identitasnya, terutama Edwin Stein.Selama tiga tahun ini Alicia sudah mengembangkan banyak produk kosmetik yang telah terjual sukses di pasaran. Tidak sedikit keuntungan yang didapatkan perusahaan Stein, yang pada akhirnya membuatnya terhindar dari keterpurukan tiga tahun lalu dan perkembangan tersebut membawanya menuju ke pasar yang lebih baik hingga hari ini.Mengingat semua kebodohannya tersebut, amarah di dalam kepala Alicia terasa memun
"Aku akan memperlihatkan kepada mereka kalau mereka sudah membuang berlian yang berharga," tukas Alicia dengan penuh percaya diri. Elisa memandangnya dengan penuh kagum, tetapi kemudian ia menepuk pundak Alicia dan berkata, “Di depanku, kamu tidak perlu berpura-pura kuat, Anya." Meskipun bibir Alicia tersenyum, tetapi ternyata Elisa tetap dapat melihat kepedihan yang disembunyikannya di balik senyumannya tersebut. "Kalau ingin menangis, aku akan meminjamkan pundakku,” imbuh Elisa. Alicia mengulum senyumnya. Ia tahu Elisa tulus mengatakan hal tersebut dan ia merasa tersentuh dengan sikap Elisa yang selalu apa adanya. Namun, di satu sisi, ia merasa bersalah karena harus membohongi wanita itu. Bukan Alicia tidak ingin memberitahu identitasnya yang sebenarnya kepada Elisa, melainkan ia berpikir jika semakin sedikit orang yang tahu tentang dirinya akan lebih baik. Alicia juga tidak ingin melibatkan Elisa dalam masalah personalnya dengan keluarga Stein. “Terima kasih, Elisa. Aku akan
“Aku sangat waras, Elisa. Justru ini adalah hadiah perpisahan terbaik untuk Mirage yang sudah memperbudakku selama tiga tahun ini.”Netra Elisa mengerjap berulang kali. Ia masih tidak dapat memahami rencana Alicia. “Bukankah itu justru akan menguntungkan mereka?"Alicia dapat memahami kekhawatiran gadis itu, tetapi ia tidak menjawab dan malah mengalihkan pembicaraannya dengan berkata, “Aku rasa gaun ini cocok untukmu. Sana kamu coba dulu.”Ia mendorong Elisa yang masih kebingungan ke dalam ruang ganti, tidak memberikan kesempatan kepada sahabatnya tersebut untuk menginterogasinya lebih jauh.Alicia sendiri juga memilih beberapa pakaian dan sepatu. Setelah selesai mencoba beberapa baju, ia pun memutuskan untuk memakai salah satu pakaian pilihannya, lalu berjalan menuju kasir untuk membayar belanjaan miliknya dan Elisa.Namun, Elisa terkejut ketika melihat total belanjaan yang cukup besar tertera di layar kasir. Gadis itu pun mengambil baju pilihannya dari meja kasir dan berkata, "Tolon
“Anya ….” Elisa tidak tahu harus berkata apa, tetapi melihat perubahan positif yang terjadi pada diri Alicia, ia berpikir untuk mendukung apa pun keputusan wanita itu.“Maafkan aku, Anya. Aku tidak bermaksud menyudutkanmu atau meragukan keputusanmu. Aku hanya khawatir kalau kamu bertindak gegabah,” ujar Elisa ketika melihat Alicia terdiam, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Elisa benar-benar cemas, takut Alicia telah terjerumus ke dalam lingkungan yang tidak baik demi melampiaskan kesedihannya atas perceraian yang sedang dijalaninya. Alicia memaksa dirinya untuk tersenyum. "Elisa, terima kasih sudah memahamimu. Aku tahu apa yang aku lakukan," ucapnya.Percakapan mereka pun terhenti karena taksi yang dipesan Alicia telah tiba. Sebelum Alicia masuk, Elisa berkata dengan sungguh-sungguh, “Apa pun keputusanmu, aku akan ada selalu berada di pihakmu, Anya. Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaan dan kebebasanmu kali ini.”Alicia hanya tersenyum kecil, lalu masuk ke dalam taksi te
[Bagaimana kalau saya menolak tawaranmu?]Seketika wajah Reinhard pun berubah nanar. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan balasan yang begitu angkuh dari sosok yang belum pernah ditemuinya tersebut. Padahal ia mengira, “Venus” akan tertarik dengan tawarannya.“Beraninya dia …,” Reinhard menggeram kesal. “Dia pikir aku akan memohon padanya, hum?”Ponsel di tangannya pun ia hempaskan ke atas sofa yang ada di sampingnya. Keangkuhan dari Venus membuat darahnya mendidih, tapi juga menyalakan api ketertarikan yang tak bisa ia tolak.Reinhard menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia menyesap wiski di tangannya, merasakan kehangatan minuman itu mengalir di tenggorokannya, sambil berpikir tentang langkah selanjutnya.Reinhard bukan tipe orang yang mudah menyerah, terutama ketika ia menemukan sesuatu yang membuatnya penasaran. Dengan gerakan tangan yang tenang, ia mengambil kembali ponselnya dan mulai mengetik balasan.[Jika kamu menolak, tidak akan ada masalah. Saya bisa
Alicia pun menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Tenanglah. Belum tentu juga dia berpikiran seperti itu,” gumamnya kepada dirinya sendiri.Akan tetapi, hatinya tetap saja dipenuhi kegelisahan dan lagi, Alicia tahu jika tugas istri haruslah memberikan pelayanan batin yang diinginkan suaminya. Namun, ia khawatir jika Reinhard mengharapkan sesuatu yang tidak bisa ia berikan untuknya.Ekspresi Alicia berubah sendu. Namun, ia bergegas menepis pikirannya yang terlalu jauh tersebut dan bergegas mencari taksi yang bisa membawanya menuju ke gedung perkantoran Hernandez Group.“Seharusnya tadi dia menawarkan tumpangan,” gumamnya dengan kesal, mengingat Reinhard mengabaikannya dan meninggalkannya begitu saja sebelum ia sempat mengatakan apa pun. Padahal mereka memiliki tujuan yang sama tadi,Alicia pun menghentikan taksi di depan gedung catatan sipil dan segera masuk ke kendaraan itu. "Ke Gedung Hernandez Group," pintanya kepada sang sopir.Tak jauh dari taksi yang baru saja dihentikan oleh Alici
Suasana di dalam lingkup kantor perusahaan Divine sedang diramaikan dengan berita hangat yang beredar mengenai kedatangan karyawan baru di divisi R&D alias divisi penelitian dan pengembangan.Karyawan baru itu akan mulai bekerja hari ini. Ada sesuatu hal yang berbeda dalam perekrutan karyawan tersebut yang membuat beberapa karyawan lain merasa antusias untuk mengetahui lebih jauh mengenai staff baru tersebut."Hei! Kamu sudah melihat siapa anak baru di bagian pengembangan dan penelitian?"Seorang wanita berbisik kepada rekan kerjanya yang sedang berdiri di dalam lift bersamanya. Keduanya berasal dari divisi produk di mana ruangan kerja mereka berada dalam satu lantai yang sama dengan divisi R&D tersebut sehingga gosip beredar dengan cepat."Tidak," jawab rekan wanita itu sambil menggeleng. "Tapi yang aku dengar, dia adalah seorang wanita dan direktur muda Hernandez yang memilihnya langsung."Wanita itu mengangkat satu alisnya dan memandang rekannya dengan cemas. “Wah, apa jangan-jangan
“Nexus, ya?” Liliana tiba-tiba ikut menimpali. “Tadi Tante juga sempat lihat beritanya di TV. Sepertinya lagi jadi trending topic.”Mendengar hal tersebut, Alicia segera mengambil remote televisi dan mencari saluran berita yang sedang tayang. Amora, Liliana, dan Winny ikut memperhatikan layar dengan penuh rasa ingin tahu.Tak lama, sebuah berita bisnis muncul di layar. Seorang reporter sedang berbicara dengan latar belakang gedung tinggi yang memiliki logo Nexus di bagian depannya.“… pengambilalihan mendadak ini mengundang banyak spekulasi di antara para pebisnis. Walaupun Reinhard Xavier Hernandez tidak membuat pernyataan secara langsung, tetapi kehadirannya di Nexus memicu asumsi mengenai perubahan kepemilikan perusahaan tersebut.”Alicia terpaku menatap layar televisi tersebut. Wajah Reinhard disorot oleh kamera media. Pria itu berjalan keluar dari gedung Nexus dengan pengawalan ketat dan mengabaikan semua pertanyaan dari para wartawan.“Kamu beruntung dapat pria hebat, Alicia,” p
“Nenek, bagaimana keadaanmu?”Suara riang Amora terdengar memenuhi ruangan saat ia masuk bersama ibu mertuanya, Liliana Ritter.Alicia dan neneknya langsung menoleh bersamaan. Melihat kedatangan mereka, Alicia segera bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Amora dan menuntun langkahnya menuju tempat duduknya tadi.“Terima kasih, Alicia,” ucap Amora seraya tersenyum kecil dan menatap adik iparnya dengan seksama.Ia kemudian terkekeh kecil. "Kalau dipikir-pikir, kamu benar-benar sudah dewasa sekarang. Sudah tahu bagaimana merawat orang lain."Alicia terkejut dengan pujian itu. "Ka-Kak Amora?" Wajahnya langsung memerah.Amora tersenyum penuh arti. Ia ingat betul, dulu saat ia masih mengandung Ryuji, Alicia hampir tak pernah menunjukkan kepedulian seperti ini."Memangnya dulu aku seburuk itu sampai Kakak harus menggodaku begitu?" gerutu Alicia, pura-pura kesal."Aku memujimu, Alicia," sahut Amora seraya memutar bola matanya.Liliana Ritter, yang sejak tadi meletakkan barang bawaannya di
Reinhard menghentikan langkahnya sejenak di dekat parkiran mobil setelah berada di luar rumah terlantar tersebut. Ia menoleh sekilas ke arah bangunan yang kini bergema oleh jeritan putus asa Edwin.Owen, yang berdiri di sampingnya, melirik ekspresi dingin Reinhard sekilas sebelum akhirnya bertanya dengan hati-hati, “Tuan Muda, apa Anda percaya dengan ucapan Edwin tadi?”Reinhard menghela napas pelan, tatapannya masih terpaku pada rumah itu. "Percaya atau tidak, dia pantas mendapatkan semua ini."Owen meneguk salivanya dengan kasar, lalu mengangguk pelan. Ia dapat memahami kebencian Reinhard terhadap Edwin, mengingat semua hal yang dilakukan pria itu pada Alicia selama tiga tahun ini.Owen melirik darah Edwin yang masih menempel pada telapak tangan tuan mudanya tersebut. Ia pun memberikan sapu tangannya kepada Reinhard dan kembali bertanya, “Apa Anda tidak ingin menanyakannya langsung kepada Nyonya mengenai masalah ini, Tuan Muda?”Reinhard menerima sapu tangan itu tanpa berkata apa-ap
“Jangan … jangan lakukan itu … aku benar-benar tidak tahu apa-apa ….”Edwin tergagap, suaranya gemetar, hampir tak terdengar. Matanya terpaku pada kilatan tajam ujung pisau yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Ia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang akan ia alami jika bilah itu merobek kulitnya.Seketika, Edwin tersentak ketika mata pisau menyentuh pipinya. Darah pun mengalir dari goresan tipis yang diberikan Reinhard pada wajahnya tersebut.Suara ringisan terdengar dari bibir Edwin tatkala pisau tersebut menyayat kulit wajahnya.. Air matanya pun perlahan mengalir. “Su-sudah kubilang … itu hanya kecelakaan. Waktu itu … aku terlalu mabuk dan aku─”Ucapan Edwin terhenti karena mata pisau tersebut telah beralih dan menancap di punggung tangannya. Suara erangan kesakitan lolos dari bibirnya, tubuhnya menegang sementara darah segar mulai merembes dari luka tersebut.Edwin berniat menarik tangannya, tetapi Reinhard malah menekan ujungnya semakin kuat. “Aarggh!” teriak Edwin.
“Aku juga bisa membuat seolah-olah kamu melarikan diri dari persidangan. Dengan begitu, polisi tidak akan mencurigai apa pun,” lanjut Reinhard dengan nada santai. "Bagaimana? Tidak ada lagi yang perlu kamu cemaskan, bukan?" Edwin menggeram, napasnya memburu karena kemarahan yang meluap-luap. “Kau …!” Tanpa berpikir panjang, Edwin mencoba menerjang ke arah Reinhard, tetapi sebelum sempat menyentuhnya, Owen sudah lebih dulu bertindak. Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Edwin, membuatnya terhuyung ke belakang. Rasa sakit menyebar dari rahangnya hingga ke kepala. Sebelum Edwin sempat bereaksi, tangan kuat Owen segera mencengkeram kerah bajunya, lalu menariknya ke tepi kolam. “Lepaskan aku!” teriak Edwin, memberontak histeris. Owen menghempaskan tubuh Edwin dengan kuat hingga wajah pria itu menghantam besi di pinggiran kolam. Darah pun mengucur deras dari hidungnya. Reinhard telah berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke tepi kolam. “Owen, cukup,” cegahnya saat melihat a
“Reinhard Hernandez … ter-ternyata kamu ….” Perlahan rahang Edwin mengatup erat. Sorot matanya yang dipenuhi kebencian, menatap Reinhard dengan tajam. Ia tidak akan pernah lupa bagaimana dirinya dipermalukan dan dihancurkan di acara pernikahannya beberapa hari lalu. Amarah di dalam diri Edwin pun meledak. Ia berniat bangkit dan menyerang Reinhard,. Akan tetapi, pria itu baru menyadari jika dirinya dalam kondisi terikat. Salah seorang bawahan Reinhard juga langsung menekannya kembali ke kursi dengan kuat. "Lepaskan aku!" Edwin menggeram, meronta sekuat tenaga. Namun, cengkeraman pengawal Reinhard tersebut tidak memberinya celah sedikit pun. Tanpa peringatan, sebuah tinju pun mendarat telak di perutnya. Edwin tersentak, mengerang kesakitan. Tubuhnya hampir terjungkal ke belakang, tetapi bawahan Reinhard tersebut segera menarik kerah bajunya, membuatnya tetap duduk. Rasa sakit membuat Edwin terdiam selama beberapa saat. Namun, ketika ia bisa bernapas teratur kembali, ia melontarkan
Setelah tiga jam membahas beberapa perkembangan dan proyek yang dilakukan Nexus, akhirnya pertemuan tersebut pun berakhir. “Serahkan laporannya kepada tim saya dan silakan kembali ke ruangan masing-masing,” ucap Reinhard sebelum berdiri dari tempat duduknya. Tanpa menunggu tanggapan semua orang, Reinhard langsung melangkah keluar, diikuti oleh Owen. Begitu pintu ruangan tertutup kembali, semua orang pun menarik napas lega. Selama rapat berlangsung, mereka merasa sedang mengikuti interogasi daripada diskusi bisnis. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan baru yang diambil oleh Reinhard membuat mereka yakin Nexus dapat kembali bangkit di bawah kepemimpinan Reinhard. Sayangnya, tidak semua orang berpikiran yang sama. Ada beberapa orang yang merasa terancam, tetapi mereka hanya bisa menyembunyikan kegelisahan mereka di balik ekspresi tenang dan mencoba mencari cara untuk mendapatkan kepercayaan Reinhard. Saat Reinhard turun ke lobi, matanya menangkap kerumunan wartawan yang sudah menunggu
Reinhard melirik sekilas ke arah Alexei yang duduk di ujung meja. Wajah pamannya tampak tenang, tetapi ada ketegangan samar di balik sorot matanya.Pria paruh baya itu bergegas menghampiri Reinhard, lalu menjabat tangannya.“Rein, akhirnya kamu datang juga,” sapa Alexei dengan nada ramah, tetapi Reinhard bisa merasakan kegugupan yang tersirat dalam suara pamannya tersebut.“Sepertinya Paman takut aku tidak datang dan berubah pikiran.”Meskipun Alexei cukup terkejut dengan sindiran dingin yang menusuk tersebut, tetapi pria paruh baya itu tetap mempertahankan senyumannya. “Mana mungkin. Aku tahu kamu adalah orang yang menepati janji, Rein.”Reinhard menatap Alexei lurus-lurus. Ia tidak menanggapi ucapannya.Alexei pun mempersilakannya duduk, kemudian mereka pun memulai perbincangan tentang proses pengalihan saham.Saat notaris Alexei hendak menyerahkan dokumen, Reinhard mengangkat tangan, menghentikannya.“Ada apa?” tanya Alexei dengan bingung.“Aku membawa notarisku sendiri dan dia sud
Owen terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh Reinhard. “Maksud Anda … pengalihan saham ini memang jebakan Tuan Alexei?” Reinhard tersenyum sinis. “Kamu tahu … semalam diam-diam pamanku itu ternyata sudah menarik sebagian besar modalnya dari Nexus.” Reinhard mengetahui hal tersebut saat melakukan peretasan ke dalam sistem keuangan Nexus. Sama seperti Owen, ia juga sangat terkejut dan hampir tidak percaya dengan hal yang ditemukannya. Owen menatapnya, tak percaya. "Padahal Anda adalah keponakannya, tapi kenapa beliau begitu tega menjerumuskan Anda?" geramnya, ikut terluka dan marah atas tindakan Alexei tersebut. Reinhard dapat memahami peraaaan asistennya tersebut. Ia menghela napas panjang dan berkata, “Tapi, saya rasa Paman Alexei bukan orang seperti ini.” Owen cukup terkejut mendengar pemikiran positif tuan mudaya tersebut. “Tuan Muda, Anda masih saja membelanya. Padahal dia─” Sebelum Owen sempat menyelesaikan kalimatnya, Reinhard telah memotongnya den