Ini sudah akhir bulan, Kakak. Kalau masih ada yg punya gems, bagi2 dong ke cerita ini daripada hangus. Hehehe.... Sebelumnya terima kasih banyak yang sudah memberikan kontribusi gems dan hadiah. Love you ^^
“Kamu masih ada project dengan Mirage yang akan jatuh tempo akhir bulan ini kan, Venus?”Alicia terdiam. Tatapannya telah berubah tajam ketika mendengar Elisa memanggil nama samaran yang selama ini ia pergunakan untuk pekerjaan rahasia yang dilakukannya di belakang keluarga Stein.Hanya Elisa yang mengetahui hal ini karena Alicia memerlukan seseorang untuk membantunya menutupi hal tersebut. Elisa menjembatani komunikasi antara Alicia dan Mirage tanpa mengungkapkan identitas sebenarnya dari "Venus” karena Alicia tidak ingin pihak Mirage mengetahui identitasnya, terutama Edwin Stein.Selama tiga tahun ini Alicia sudah mengembangkan banyak produk kosmetik yang telah terjual sukses di pasaran. Tidak sedikit keuntungan yang didapatkan perusahaan Stein, yang pada akhirnya membuatnya terhindar dari keterpurukan tiga tahun lalu dan perkembangan tersebut membawanya menuju ke pasar yang lebih baik hingga hari ini.Mengingat semua kebodohannya tersebut, amarah di dalam kepala Alicia terasa memun
"Aku akan memperlihatkan kepada mereka kalau mereka sudah membuang berlian yang berharga," tukas Alicia dengan penuh percaya diri. Elisa memandangnya dengan penuh kagum, tetapi kemudian ia menepuk pundak Alicia dan berkata, “Di depanku, kamu tidak perlu berpura-pura kuat, Anya." Meskipun bibir Alicia tersenyum, tetapi ternyata Elisa tetap dapat melihat kepedihan yang disembunyikannya di balik senyumannya tersebut. "Kalau ingin menangis, aku akan meminjamkan pundakku,” imbuh Elisa. Alicia mengulum senyumnya. Ia tahu Elisa tulus mengatakan hal tersebut dan ia merasa tersentuh dengan sikap Elisa yang selalu apa adanya. Namun, di satu sisi, ia merasa bersalah karena harus membohongi wanita itu. Bukan Alicia tidak ingin memberitahu identitasnya yang sebenarnya kepada Elisa, melainkan ia berpikir jika semakin sedikit orang yang tahu tentang dirinya akan lebih baik. Alicia juga tidak ingin melibatkan Elisa dalam masalah personalnya dengan keluarga Stein. “Terima kasih, Elisa. Aku akan
“Aku sangat waras, Elisa. Justru ini adalah hadiah perpisahan terbaik untuk Mirage yang sudah memperbudakku selama tiga tahun ini.”Netra Elisa mengerjap berulang kali. Ia masih tidak dapat memahami rencana Alicia. “Bukankah itu justru akan menguntungkan mereka?"Alicia dapat memahami kekhawatiran gadis itu, tetapi ia tidak menjawab dan malah mengalihkan pembicaraannya dengan berkata, “Aku rasa gaun ini cocok untukmu. Sana kamu coba dulu.”Ia mendorong Elisa yang masih kebingungan ke dalam ruang ganti, tidak memberikan kesempatan kepada sahabatnya tersebut untuk menginterogasinya lebih jauh.Alicia sendiri juga memilih beberapa pakaian dan sepatu. Setelah selesai mencoba beberapa baju, ia pun memutuskan untuk memakai salah satu pakaian pilihannya, lalu berjalan menuju kasir untuk membayar belanjaan miliknya dan Elisa.Namun, Elisa terkejut ketika melihat total belanjaan yang cukup besar tertera di layar kasir. Gadis itu pun mengambil baju pilihannya dari meja kasir dan berkata, "Tolon
“Anya ….” Elisa tidak tahu harus berkata apa, tetapi melihat perubahan positif yang terjadi pada diri Alicia, ia berpikir untuk mendukung apa pun keputusan wanita itu.“Maafkan aku, Anya. Aku tidak bermaksud menyudutkanmu atau meragukan keputusanmu. Aku hanya khawatir kalau kamu bertindak gegabah,” ujar Elisa ketika melihat Alicia terdiam, tampak tenggelam dalam pikirannya sendiri.Elisa benar-benar cemas, takut Alicia telah terjerumus ke dalam lingkungan yang tidak baik demi melampiaskan kesedihannya atas perceraian yang sedang dijalaninya. Alicia memaksa dirinya untuk tersenyum. "Elisa, terima kasih sudah memahamimu. Aku tahu apa yang aku lakukan," ucapnya.Percakapan mereka pun terhenti karena taksi yang dipesan Alicia telah tiba. Sebelum Alicia masuk, Elisa berkata dengan sungguh-sungguh, “Apa pun keputusanmu, aku akan ada selalu berada di pihakmu, Anya. Aku harap kamu bisa menemukan kebahagiaan dan kebebasanmu kali ini.”Alicia hanya tersenyum kecil, lalu masuk ke dalam taksi te
[Bagaimana kalau saya menolak tawaranmu?]Seketika wajah Reinhard pun berubah nanar. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan balasan yang begitu angkuh dari sosok yang belum pernah ditemuinya tersebut. Padahal ia mengira, “Venus” akan tertarik dengan tawarannya.“Beraninya dia …,” Reinhard menggeram kesal. “Dia pikir aku akan memohon padanya, hum?”Ponsel di tangannya pun ia hempaskan ke atas sofa yang ada di sampingnya. Keangkuhan dari Venus membuat darahnya mendidih, tapi juga menyalakan api ketertarikan yang tak bisa ia tolak.Reinhard menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ia menyesap wiski di tangannya, merasakan kehangatan minuman itu mengalir di tenggorokannya, sambil berpikir tentang langkah selanjutnya.Reinhard bukan tipe orang yang mudah menyerah, terutama ketika ia menemukan sesuatu yang membuatnya penasaran. Dengan gerakan tangan yang tenang, ia mengambil kembali ponselnya dan mulai mengetik balasan.[Jika kamu menolak, tidak akan ada masalah. Saya bisa
Alicia pun menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Tenanglah. Belum tentu juga dia berpikiran seperti itu,” gumamnya kepada dirinya sendiri.Akan tetapi, hatinya tetap saja dipenuhi kegelisahan dan lagi, Alicia tahu jika tugas istri haruslah memberikan pelayanan batin yang diinginkan suaminya. Namun, ia khawatir jika Reinhard mengharapkan sesuatu yang tidak bisa ia berikan untuknya.Ekspresi Alicia berubah sendu. Namun, ia bergegas menepis pikirannya yang terlalu jauh tersebut dan bergegas mencari taksi yang bisa membawanya menuju ke gedung perkantoran Hernandez Group.“Seharusnya tadi dia menawarkan tumpangan,” gumamnya dengan kesal, mengingat Reinhard mengabaikannya dan meninggalkannya begitu saja sebelum ia sempat mengatakan apa pun. Padahal mereka memiliki tujuan yang sama tadi,Alicia pun menghentikan taksi di depan gedung catatan sipil dan segera masuk ke kendaraan itu. "Ke Gedung Hernandez Group," pintanya kepada sang sopir.Tak jauh dari taksi yang baru saja dihentikan oleh Alici
Suasana di dalam lingkup kantor perusahaan Divine sedang diramaikan dengan berita hangat yang beredar mengenai kedatangan karyawan baru di divisi R&D alias divisi penelitian dan pengembangan.Karyawan baru itu akan mulai bekerja hari ini. Ada sesuatu hal yang berbeda dalam perekrutan karyawan tersebut yang membuat beberapa karyawan lain merasa antusias untuk mengetahui lebih jauh mengenai staff baru tersebut."Hei! Kamu sudah melihat siapa anak baru di bagian pengembangan dan penelitian?"Seorang wanita berbisik kepada rekan kerjanya yang sedang berdiri di dalam lift bersamanya. Keduanya berasal dari divisi produk di mana ruangan kerja mereka berada dalam satu lantai yang sama dengan divisi R&D tersebut sehingga gosip beredar dengan cepat."Tidak," jawab rekan wanita itu sambil menggeleng. "Tapi yang aku dengar, dia adalah seorang wanita dan direktur muda Hernandez yang memilihnya langsung."Wanita itu mengangkat satu alisnya dan memandang rekannya dengan cemas. “Wah, apa jangan-jangan
“Kamu … Venus?”Reinhard menatap istrinya dengan netra terbelalak lebar. Bolpoin di tangannya pun terlepas dari genggamannya.Owen juga sama kagetnya, tetapi ia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.Melihat kekagetan kedua pria di dalam ruangan itu, Alicia pun tertawa geli. Ia menarik kembali uluran tangannya dan berkata, “Sepertinya kamu benar-benar menepati janjimu, Rein.”Perlahan raut wajah Reinhard berubah nanar. Ia tidak menyangka akan tertipu oleh wanita itu sejak awal!“Jadi … karena alasan ini, kamu memintaku untuk tidak menyelidikimu waktu itu?” selidik Reinhard.Lima bulan lalu, ketika Reinhard menawarkan kerja sama kepada Alicia yang berperan sebagai Venus, Alicia memberikannya beberapa syarat apabila ingin kerja sama mereka dapat berlangsung.Salah satu syarat utama adalah agar Reinhard tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai identitas Venus yang sebenarnya. Saat itu, Alicia meminta Reinhard untuk menghormati batasan tersebut, dengan alasan bahwa ia membut
Suara geraman tertahan dari Ken membuat tubuh Alicia bergidik. Suara pelatuk yang ditarik sedikit demi sedikit di telinganya, membuat napasnya tercekat. Namun, ketegangan tiba-tiba terpecahkan oleh suara teriakan Jason. “Tunggu!” Pelatuk yang hampir ditarik penuh oleh jari Ken pun mengendur. Pria tua itu pun melayangkan tatapan tajamnya kepada Jason. “Ada apa? Kamu tidak tega?” sindirnya. “Bukan begitu,” jawab Jason dengan wajah yang terlihat datar, membuat Alicia sulit untuk membaca ekspresinya dengan jelas. “Berikan aku kesempatan untuk melakukannya sendiri. Aku ingin dia mati di dalam pelukanku," lanjut pria itu. “Oh?” Satu alis Ken terangkat, lalu ia tertawa mengejek. “Kamu yakin sanggup melakukannya?” Jason menyeringai sinis. “Tidak akan tahu kalau aku belum mencobanya, bukan?" Suara tawa Ken semakin keras, sedangkan Alicia tampak syok. Wanita itu masih tidak dapat percaya. Pria yang baru saja menyatakan cinta padanya, sekarang ingin membunuhnya? Benar-benar kony
Jason menatap Alicia dengan senyum tipis. “Apa kamu menyesal telah menolongku waktu itu?”"Tentu saja," jawab Alicia tanpa ragu. "Aku benar-benar sial bisa bertemu dengan orang tak berguna sepertimu yang bahkan tidak bisa menghargai hidupnya sendiri.” Suara kekehan kecil yang terdengar pilu meluncur dari bibir Jason, lalu setelah tawanya terhenti, ia bergumam pelan, “Inilah yang kusukai darimu, Alicia.”Alicia mendengus. “Kau─”Sebelum ia sempat melanjutkan, suara seseorang tiba-tiba terdengar dari belakangnya. "Benar-benar pengakuan yang mengharukan, Anak Muda. Apa aku perlu memberikan sedikit kejutan?”Jason sontak mendongak. Matanya membulat saat melihat Ken berdiri di belakang Alicia, mengacungkan pistol tepat di belakang kepala wanita itu.Alicia ikut menoleh. Seketika tubuhnya menegang saat melihat laras baja hitam hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya. Namun, yang lebih mengejutkan bukanlah senjata itu—melainkan sosok pria paruh baya itu.“Ka-kamu … kamu orang yang mencob
Sementara itu, di tempat lain ….Alicia masih berdiri terpaku dengan rahang terkatup rapat, mengatur deru napasnya yang memburu tidak beraturan. Jantungnya masih berdebar kencang, adrenalinnya belum surut sepenuhnya setelah aksinya barusan.Di hadapannya, Jason masih terduduk di tanah, tatapannya terfokus pada pistol yang kini tergeletak beberapa meter darinya. Ia masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi—bagaimana Alicia berani menerjangnya dan menendang pistol dari tangannya.Jason masih tidak menyangka Alicia akan melakukan tindakan senekat itu. Jantungnya hampir berhenti berdetak saat ia mengira letusan pistol itu akan mengenai Alicia. Namun, melihat wanita itu masih berdiri di hadapannya, kelegaan pun menyelimuti hatinya.Jason masih terdiam selama beberapa detik. Lalu, ia mendongak, menatap Alicia yang tengah memandangnya dengan tatapan menyalang tajam.“Apa kamu sudah gila? Apa kamu tahu kalau tadi kamu bisa saja tertembak?!” seru pria itu. Suaranya terdengar berg
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Alicia memalingkan wajahnya dan melangkah pergi, meskipun pergelangan kakinya masih berdenyut perih. Namun, langkahnya terhenti saat kakinya tak sengaja menginjak sesuatu.Dengan kening berkerut, ia menunduk dan menemukan sebuah gantungan kunci logam yang tampak usang. Perlahan, ia membungkuk, mengambil benda itu, lalu meniup debu yang menempel di permukaannya.“Ini … bukannya punyaku?” gumam Alicia saat melihat ukiran yang bertuliskan “VENUS” pada gantungan kunci tersebut.Alicia ingat betul pernah memilikinya, tapi sudah lama menghilang tanpa jejak. Bagaimana mungkin benda ini ada di sini?Ketika ia menoleh ke arah Jason untuk mencari jawaban, matanya membelalak. Jason telah mengarahkan pistol pada pelipisnya sendiri."Jason!" jerit Alicia. Spontan, ia berlari ke arahnya.Dor!Suara tembakan menggema, memecah kesunyian hutan dan menggetarkan setiap makhluk yang bersembunyi di dalamnya.***Beberapa ratus meter dari sana, Reinhard, Regis, Mark, dan
Alicia terdiam. Tatapannya kosong sejenak sebelum akhirnya ia tertawa sinis. “Aktingmu benar-benar luar biasa, Jason.”“Aku tidak berakting. Aku benar-benar mencintaimu, Alicia,” Jason menegaskan."Cinta?" Alicia mengulang kata itu dengan nada mengejek.Sebelum Jason sempat menanggapinya, suara Alicia berubah menjadi dingin, penuh amarah dan kepedihan yang tak bisa disembunyikan. “Cinta seperti apa yang kamu maksud, Jason? Cinta yang membuatmu ingin membunuhku tiga tahun lalu? Atau cinta yang membuatmu ingin membunuh pria yang kucintai? Apa cinta seperti itu yang kamu miliki?”Jason tidak bisa berkata-kata. Untuk pertama kalinya, ia merasakan betapa jauhnya jaraknya dengan wanita itu seolah Alicia mendorongnya dengan keras hingga ia terjatuh ke dasar yang mungkin tidak akan pernah dapat ia gapai lagi.Jason mengatupkan rahangnya erat, menahan rasa sakit yang terasa lebih menusuk daripada luka di tubuhnya. Tatapan Alicia begitu tajam, seolah setiap kata yang keluar dari bibirnya adalah
Karena sentakan kasar Alicia, Jason refleks menarik tangannya, lalu terhuyung mundur dan akhirnya terduduk di atas tanah berbatu tersebut. Ia menarik napas berat, menatap wanita itu dengan bingung.“Alicia, maaf … a-apa aku sudah menyakitimu?” tanya Jason gugup, takut jika ia tanpa sengaja telah menyentuh titik sakit wanita itu.Alicia tidak menjawab, memalingkan wajahnya.Jason melirik pergelangan kaki Alicia yang telah bengkak. Ia merasa khawatir dan berniat menyentuhnya lagi.Namun, Alicia segera berdiri, melangkah mundur untuk menjaga jarak. Tatapannya tajam dan penuh kewaspadaan. “Sudah kubilang, jangan sentuh aku! Apa kamu tidak mengerti?!”Jason mengernyit, hatinya mencelos dengan sikap wanita itu. Ia bangkit perlahan, menatap wanita itu dengan sorot mata terluka.“Alicia, sebenarnya kamu kenapa?” tanya Jason. Nada suaranya lembut dan penuh kecemasan. “Apa aku melakukan sesuatu yang menurutmu salah?”Alih-alih menjawab, Alicia malah tertawa sinis. “Tidak usah berakting lagi, J
“Anda mau mengejar Ken?” terka Owen yang semakin menunjukkan kekhawatirannya.Reinhard menyeringai tipis. “Aku harus membuatnya membayar semua kejahatan yang telah dia lakukan,” ujarnya dengan keteguhan yang terpancar dari sorot mata ambernya yang menyala-nyala. "Jason juga, Rein. Dia berhasil lolos tadi," ucap Reagan mengingatkan.Reinhard terkejut. Walaupun ia ingin mengetahui lebih rinci mengenai perseteruan ayahnya dengan pria itu, tetapi ia tidak ingin mengulur waktu lebih lama lagi dan hanya memberikan anggukan kecil."Aku akan sekalian mengurusnya," timpal Reinhard dengan tegas.“Berhati-hatilah, Tuan Muda. Ken sangat licik.” Owen ikut mengingatkan.Melihat percakapan mereka yang serius, Regis lantas bertanya, “Memangnya siapa Ken?”“Orang yang mencoba meledakkan kita tadi. Sepertinya dia belum pergi jauh,” jawab Reinhard sambil menghela napas. “Dia sangat berbahaya untuk dibiarkan lepas begitu saja.”Reinhard khawatir Ken akan kembali membalas mereka. Karena itu, ia harus men
Reinhard baru bisa menarik napas lega setelah mereka berhasil keluar dari vila. Bangunan vila di hadapannya telah ambruk sepenuhnya.Puing-puing yang mengepul di udara menjadi saksi betapa tipisnya batas antara hidup dan mati yang baru saja mereka lalui. Dengan napas tersengal, ia menatap reruntuhan itu, menyadari betapa berbahayanya situasi yang baru saja mereka hadapi sebelumnya.“Tuan Alexei!” seru Hans tiba-tiba, panik melihat Alexei yang tidak sadarkan diri di tengah tuntunan langkahnya.“Hans, bawa dia ke mobil sekarang,” titah Reagan kepada asistennya tersebut.Tanpa membuang waktu, Hans segera membawa Alexei menuju ke lokasi parkiran kendaraan mereka yang tertutup pepohonan lebat, hanya berjarak beberapa meter dari vila.Namun, langkahnya terhenti seketika saat melihat keadaan mobil mereka—keempat bannya telah dikempiskan. Bukan hanya mobilnya, tetapi juga semua kendaraan milik bawahan mereka mengalami hal yang sama.“Sial! Ini pasti kerjaan Ken,” geram Hans, mengepalkan tinju
Di dalam vila yang porak-poranda, Reinhard melangkah tertatih melewati puing-puing berserakan. Asap tebal masih memenuhi ruangan, membuat napasnya terasa berat.Di tengah kabut debu dan serpihan beton, matanya menyapu sekeliling hingga menangkap sosok Owen yang terkapar di salah satu sudut dengan darah menggenang di sekitarnya.Dengan tubuh yang masih gemetar, Reinhard bergegas menghampiri asistennya tersebut. Ia berlutut di samping Owen dan mengangkat puing yang menindih punggung pria itu.Di bawah Owen, terlihat sosok Nicholas yang sudah tidak sadarkan diri. Beberapa waktu lalu sebelum ledakan terjadi, Owen menggunakan tubuhnya sendiri untuk melindungi Nicholas sehingga pria itu masih terselamatkan dan Owen mengalami luka yang cukup parah. “Owen, sadarlah!” Reinhard mengguncang tubuh asistennya dengan cemas. Perlahan, kelopak mata Owen bergerak sebelum terbuka sepenuhnya. Suaranya lemah saat berbisik, "Tuan Muda ...."Reinhard menghela napas lega, lalu ia bergegas membantunya berd