“Kamu benar-benar tahu caranya menyiksaku, huh?” gerutu Alicia seraya merebahkan tubuhnya di atas lantai yang beralaskan tatami.Ia merasa sangat sulit untuk berdiri karena kekenyangan. Sejak tadi ia terus menerima suapan dari Reinhard. Selain karena makanan yang lezat, Alicia juga tidak dapat menolak perhatian yang diberikan pria itu padanya.Alicia memanyunkan bibirnya, melihat senyuman nakal yang terbit di wajah Reinhard. “Berhenti tertawa! Tidak ada yang lucu, tahu!”Namun, Reinhard masih menertawakannya, “Sepertinya cacingmu sudah tidur pulas setelah kekenyangan, huh?” ledeknya sembari melihat piring-piring kosong yang tersisa di atas meja mereka saat ini.Bibir Alicia berdecak kesal, tetapi ia tidak menjawab apa pun. Ia mengamati wajah Reinhard yang tampak sedikit memerah. “Sepertinya kamu mabuk, Rein,” ujarnya.“Hanya sedikit saja,” gumam Reinhard seraya memijit pangkal hidungnya. Padahal ia hanya minum dua botol sake saja, tetapi kelelahan yang dirasakannya hari ini turut menam
“Edwin, apa kamu tidak dengar apa yang sudah dia bicarakan tentangku? Katakanlah sesuatu,” rengek Thalia dengan wajah memelas untuk mendapatkan dukungan dari calon suaminya tersebut.Ia telah mendekati Edwin, mengamit lengan pria itu untuk menarik perhatian Edwin dari Alicia.Edwin yang masih belum bisa meredakan kekagetannya terhadap perubahan Alicia, mencoba untuk menyusun kata-katanya. “Thalia, tenanglah ….”Kedua alis Thalia pun berkerut. Ia telah melototi Edwin dengan tajam. “Apa maksudmu bicara seperti itu kepadaku? Apa menurutmu, aku kurang tenang?”Edwin menghela napas frustrasi. “Bukan begitu, Thalia. Aku─”“Bukankah seharusnya kamu marah dan membelaku? Dia sudah mengataiku, Ed,” Thalia menyela dengan nada kecewa yang nyaris histeris.Edwin tampak gelisah, tidak tahu harus berkata apa. “Thalia Sayang─”Sebelum Edwin memberikan alasan apa pun, kekasihnya itu telah menepis tangannya dengan kasar. Thalia bergerak mundur ketika Edwin berniat menggapai tangannya, matanya menyala p
“Ada apa denganmu, Edwin Stein?”Suara Alicia mengalihkan pandangan Edwin kepadanya. Pria itu menatapnya dengan tajam.“Sejak kapan kamu menjadi pecundang yang harus tunduk dan mengikuti ucapan wanita seperti ini?” cibir Alicia seraya melirik sekilas ke arah Thalia.Raut wajah Edwin seketika menggelap. Ucapan Alicia berhasil melukai harga diri mantan suaminya itu sebagai seorang lelaki.“Edwin hanya terlalu sayang padaku makanya menurut padaku, Anya,” tukas Thalia dengan penuh kebanggaan. "Kenapa? Kamu iri?"Alicia mendengus malas. Thalia tidak memahami sepenuhnya maksud dari ucapannya. 'Dasar bodoh,' pikirnya.Alicia tidak menggubris wanita itu. Tatapannya kembali tertuju kepada Edwin. “Bukankah dulu kamu selalu terlihat hebat dengan membuatku menjadi bonekamu, Edwin Stein? Kamu membuatku percaya dengan cinta palsumu karena kamu menginginkan sesuatu dariku? Bukankah begitu?”“Kamu baru menyadari kalau kamu bodoh? Apa tidak terlalu terlambat?” balas Edwin dengan angkuh.Sindiran pedas
“Kamu percaya dengan cerita murahan dari mereka?”Edwin tersentak. Namun, ia mengira Alicia hanya berusaha mempertahankan harga dirinya saja dengan berpura-pura kuat.Perlahan Edwin mendekat, lalu satu tangannya mencubit dagu Alicia dengan lancang. “Keberanianmu ini … entah kenapa aku menyukainya.”Alicia memutar bola matanya dengan malas. “Bajingan tidak tahu malu,” cibirnya.Namun, Edwin malah tersenyum dengan penuh percaya diri. “Aku tahu kamu sengaja bersikap seperti ini untuk menarik perhatianku, bukan?”Alicia mendengus kecil, merasa jijik dengan tindakan Edwin tersebut. Ia pun memalingkan wajahnya dengan kasar sehingga cubitan tangan Edwin terlepas dari dagunya.“Meskipun kita sudah bercerai, sebagai mantan suamimu, aku akan berikan kamu satu kesempatan, Anya,” ucap Edwin dengan penuh percaya diri.“Kamu pikir aku akan tertipu lagi dengan ucapanmu, huh?” Alicia menyeringai remeh. “Kamu pikir kamu bisa membuatku terkesima? Menggelikan.”“Kau─” Mata Edwin menyala, tetapi kemarahan
“Akh!” Erangan Edwin kembali terdengar karena Reinhard menginjak punggungnya dengan sepatu pantofelnya. Tubuh Edwin semakin tertunduk hingga bersimpuh di hadapan Alicia. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan. Suara teriakannya itu berhasil mengundang perhatian semua tamu dan para karyawan restoran yang sedang ada di sekitar taman tersebut. Akan tetapi, tidak ada satu pun yang berani menghentikan Reinhard karena mereka khawatir akan terlibat dalam masalah. Apalagi aura Reinhard yang dingin membuat semua orang bergidik ngeri dan enggan mendekat. “Si-siapa kamu?” Edwin bertanya dengan penuh selidik. Ia tidak dapat melihat jelas wajah sosok penyerangnya tersebut dari posisinya saat ini. Reinhard menyeringai sinis. “Kamu tidak tahu siapa aku, tapi beraninya kamu menyentuh wanitaku, huh?” “A-apa?” Edwin terkejut. Sontak, ia mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan Alicia. Wajah wanita itu tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun atas rasa sakit yang diterima Edwin. Justru
“Ed!”Thalia berteriak histeris saat melihat calon suaminya tergeletak di area taman dalam kondisi kesakitan. Tidak ada satu pun yang menawarkan bantuan kepada pria itu.Thalia pun bergegas menghampiri calon suaminya. “Astaga! Apa yang terjadi padamu, Sayang? Siapa yang melakukan hal ini padamu?” cecarnya dengan pertanyaan beruntun.Edwin tidak menjawab. Ia mendongakkan wajahnya, menatap wajah Thalia yang dipenuhi kekhawatiran. Wajah Edwin terlihat sangat pucat. Napasnya juga terengah-engah, berusaha mengatasi rasa sakit yang tak tertahankan dari luka yang diterimanya.“Ed, tolong jawab aku!” Thalia mengguncang bahu Edwin dengan panik, tetapi tindakannya itu membuat kondisi Edwin semakin memburuk.“Argh! Sakit!” teriak Edwin dengan histeris.Thalia sangat terkejut. Ia bergegas menarik tangannya dengan cepat dan memandang calon suaminya itu dengan penuh khawatir. “Maaf, Sayang … aku tidak tahu kalau ….”Sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar, Thalia bergumam dengan mata berkaca-ka
“Thalia, sudahlah. Sebaiknya kita pergi saja,” ujar Edwin, menghentikan calon istrinya.Thalia terkesiap. “Tapi─”“Restoran ini adalah milik Nyonya Besar Hernandez. Sebaiknya kita tidak mencari masalah lebih jauh lagi, Thalia,” bisik Edwin, mengingatkannya.Thalia tahu jelas maksud dari ucapan calon suaminya tersebut. Mencari masalah dengan keluarga Hernandez sama artinya jika ia siap untuk bertaruh nyawa dan kehilangan semuanya!Akhirnya dengan penuh kemarahan, Thalia hanya bisa pasrah meninggalkan restoran tersebut dengan memapah Edwin.“Tenang saja, Sayang. Aku pasti akan menemukan bajingan gila itu dan membalas semua yang sudah dilakukannya padaku,” tukas Edwin dengan penuh keyakinan.Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk mencari pria itu meskipun harus mengejarnya hingga ke ujung dunia untuk mengembalikan harga dirinya yang terluka.***“Kerja bagus.” Reinhard mengulum senyumnya, mendengarkan laporan yang sedang diberikan oleh sang manajer restoran kepadanya.Ia memang sudah me
“Buka pintunya.”Kening Alicia mengernyit saat ia mendengar perintah dari Reinhard. Mereka baru saja sampai di depan kediaman apartemen mereka.Alicia pun menoleh. “Kenapa aku yang harus membukanya? Bukankah kalau pakai sidik jarimu lebih cepat?” tanyanya, menatap Reinhard dengan satu alis terangkat.Padahal Reinhard yang telah berada di depan pintu lebih dulu, tetapi pria itu malah memasang wajah acuh tak acuh dan kembali mengisyaratkan Alicia untuk membuka pintu itu.Karena malas berdebat, Alicia pun mengalah. Sembari menghela napas panjang, ia memasukkan kode sandi pintu tersebut dan mendorong pintu hingga terbuka. Begitu ia melangkah masuk, Alicia langsung terdiam, terkejut melihat apa yang ada di hadapannya.“I-ini ….” Suara Alicia tercekat.Dengan sepasang netra yang terbelalak lebar, ia mengamati sekeliling ruangan tersebut. Pemandangan yang disuguhkan tersebut juga membuatnya tidak mampu berkata-kata.Kelopak bunga mawar tersebar rapi, membentuk jalan menuju ruang tengah sehing
“Bukankah kamu sendiri yang memaksaku untuk segera menikah, Pa? Sekarang aku sudah menikah, tetapi kamu malah memintaku bercerai?” Reinhard berkata dengan suara bergetar, menunjukkan bahwa ia sudah berusaha untuk tidak melawan ayahnya. Akan tetapi, pria paruh baya itu seolah sengaja memancing emosinya dengan memaksanya untuk berpisah dengan wanita yang dicintainya. “Apa alasannya?” Reinhard menggeram lebih lanjut. “Alasan?” Reagan tersenyum smirk, lalu menjawab dengan acuh tak acuh, “Bukankah sudah jelas? Dia bukan wanita yang pantas untukmu, Rein.” Reagan tetap berdiri tenang meskipun ia dapat melihat kilatan kemarahan pada mata putranya atas alasan yang diucapkannya. Keduanya saling bertatapan dalam keheningan yang mencekam. Udara di sekitar mereka terasa berat hingga akhirnya suara tawa sinis pun meluncur dari bibir Reinhard. “Tidak pantas?” ulangnya dengan nada yang terdengar mengejek. Namun, Reagan masih tidak mengubah ekspresi datarnya. Sebelum putranya sempat melanjutka
Sebelum Reagan sempat menjelaskan, Reinhard kembali mencecarnya dengan sinis, “Apa karena dia putra Paman Alexei? Apa karena dia masih keluarga Hernandez, makanya Papa tidak mau merusak hubungan kalian?”“Rein─” Reagan mencoba menyela.Namun, Reinhard melanjutkan dengan nada suara yang semakin meninggi. “Pa, mau bagaimana pun, Nick sudah keterlaluan! Mau sampai kapan kita membiarkan dia semena-mena seperti ini? Jelas-jelas dia sudah mengancam kita secara tidak langsung.” Reinhard benar-benar sudah tidak bisa menoleransi tindakan sepupunya tersebut. Terlebih lagi, Nicholas sudah berani melibatkan Alicia dan mengirim orang untuk melecehkannya!Ini bukan pertama kalinya Nicholas ingin mencari gara-gara dengannya. Reinhard berpikir ia harus mengambil tindakan meskipun harus menyelesaikan dengan cara kekerasan sekalipun.Namun, meskipun mendengar penjelasan Reinhard, Reagan tetap pada pendiriannya. Ia menegaskan, "Mau dia mengancam atau tidak. Kamu tidak usah mencampuri masalah ini lagi,
Satu alis Selina terangkat, lalu menegur putranya dengan dingin, “Kamu sudah terluka parah, masih bilang tidak apa-apa? Apa kamu anggap Mama bodoh dan buta, Rein?”Reinhard menghela napas panjang, lalu bergegas menjawab, “Bukan begitu, Ma. Aku─”“Di mana Anya? Apa dia juga tidak tahu keadaanmu?” Selina mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, tetapi tidak melihat menantunya tersebut.“Dia ….” Reinhard melirik sekilas ruangan di belakangnya.Selina pun mengerutkan keningnya. “Dia di dalam? Apa dia juga terluka?” tanyanya, mulai panik.Reinhard mengangguk pelan. Sebelum ia sempat menjelaskan, ibunya telah berjalan menuju ke ruangan itu, tetapi Reinhard berhasil menahannya dengan cepat.“Ada apa, Rein? Kenapa Mama tidak boleh masuk?” tanya Selina dengan bingung. Ia menatap putranya dengan tajam.“Bukan begitu, Ma. Tapi, aku hanya tidak ingin Mama membuatnya kaget. Dia baru bisa tenang setelah mengalami hal yang …,” Ucapan Reinhard terhenti sejenak.“Apa yang terjadi padanya?” Selina mendes
“Tuan Muda, apa Anda berpikir kalau dia diam-diam membangun Joker lagi bersama Tuan Muda Nick?” terka Owen yang cukup terkejut dengan kecurigaan Reinhard.Reinhard menyeringai tipis, lalu menjawab dengan tenang, "Segala kemungkinan bisa terjadi, Owen.""Saya sempat mendengar ada pertentangan sengit waktu Paman Alexei memutuskan untuk membubarkan Joker. Mungkin masih ada orang-orang yang tidak bisa menerima keputusannya,” papar Reinhard lebih lanjut.Owen pun tertegun di seberang telepon tersebut selama beberapa detik. “Mungkin saja Ken Stewart termasuk salah satunya,” gumamnya, melanjutkan dugaan Reinhard.Reinhard mengangguk samar meskipun Owen tidak dapat melihatnya. Saat ini pikirannya mulai dipenuhi kecemasan tak berujung.Reinhard berharap kecurigaannya tidak benar. Namun, ia tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa Nicholas Hernandez memiliki ambisi yang sangat besar untuk menghancurkannya hingga berani menyentuh orang yang ia kasihi demi melihatnya menderita!Sorot mata amber Rein
“Semalam saya juga sangat terkejut. Saat tiba di lokasi, tidak ada yang tersisa. Kita kehilangan dua orang bawahan kita dalam ledakan itu dan kedua pelaku sudah tidak bernyawa,” papar Owen dengan suara yang penuh kekesalan.Owen tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi. Padahal ia sudah memastikan keamanan mereka adalah yang terbaik, tetapi ternyata kewaspadaan mereka masih terlalu rendah hingga tidak mengetahui ada orang yang diam-diam mengawasi mereka.Rasa bersalah tentu saja memenuhi hatinya karena merasa gagal dalam pengaturan tersebut dan ia juga harus kehilangan dua rekannya.Sementara, Reinhard menutup matanya sejenak. Ia mencoba menahan gejolak emosinya atas penjelasan yang disampaikan Owen terkait insiden yang terjadi pada bawahannya.Meskipun para pelaku yang telah menculik dan melakukan tindakan pelecehan terhadap Alicia harus kehilangan nyawanya dalam insiden tersebut, tetapi Reinhard tetap merasa tidak puas.Bukan karena ia ingin mengorek informasi dari mereka,
Seiring detak jarum jam yang terdengar samar di ruangan itu, Reinhard tetap memeluk Alicia erat, membiarkan wanita itu merasa aman dalam kehangatan pelukan yang tidak ingin ia lepaskan.“Aku di sini. Aku akan selalu bersamamu. Jangan takut.”Reinhard masih mencoba menenangkan Alicia, tanpa tahu wanita itu sudah terlelap karena rasa lelah dan kenyamanan yang membuainya.“Alicia, aku benar-benar minta maaf padamu. Maaf kalau dulu aku sering membuatmu terluka dengan sikap dan ucapanku,” tutur Reinhard dengan suara yang penuh rasa sesal.Keheningan yang diterima Reinhard tidak membuatnya berhenti untuk mengutarakan perasaannya. Reinhard tidak berpikir untuk mengharapkan jawaban segera dari wanita itu. Reinhard hanya berharap Alicia dapat memaafkannya walaupun ia sadar bahwa dirinya tidak pantas dimaafkan setelah apa yang pernah dilakukannya kepada wanita itu.“Aku tahu aku terlambat menyadari semuanya. Tapi kali ini, aku tidak akan membuang kesempatan lagi. Aku mencintaimu, Alicia. Sanga
Reinhard menghampiri Alicia, lalu duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien. Dengan hati-hati dan penuh kelembutan, ia meraih tangan istrinya tersebut. “Al─” Belum sempat Reinhard mengucapkan apa pun, Alicia telah menarik kembali tangannya dan mendekap kedua tangannya di depan dada. Reinhard terdiam, matanya menatap lekat-lekat wajah Alicia yang tertunduk. Hatinya mencelos melihat sikap istrinya yang tampak menjaga jarak darinya. “Ada apa? Apa kamu merasa tidak nyaman atau … kamu masih marah karena aku meninggalkanmu selama seminggu tanpa kabar?” Reinhard mencoba menginterogasi wanita itu dengan penuh kesabaran, mencari tahu hal apa yang membuat wanita itu bersikap waspada padanya. Namun, Alicia hanya menggeleng pelan, tidak menatapnya secara langsung. Seperti Reinhard duga, wanita itu memang menghindarinya. Reinhard tertegun sejenak, memperhatikan gerak-gerik wanita itu dengan seksama. Ia mencoba menyelami pikiran wanita itu meskipun ia tidak dapat memahaminya sepenuhn
Masih dengan pikiran yang diselimuti kebingungan, Alicia terpaku dalam pelukan Reinhard yang hangat. Tubuhnya masih terasa lemah dan pikirannya masih samar-samar mengingat kejadian terakhir sebelum kesadarannya menghilang. “Re...” Suara Alicia yang serak, tertahan. Ia terbatuk keras, membuat Reinhard segera melepaskan pelukannya dengan panik Reinhard memegang kedua bahunya dan memandangnya dengan khawatir. “Sayang, kamu tidak apa-apa? Apa aku membuatmu sesak?” tanyanya, panik. Alicia masih terbatuk-batuk beberapa kali. Ia mencoba menarik napasnya dalam-dalam sebelum kembali menatap Reinhard. Netranya menyusuri wajah Reinhard yang kusam. Ia pun bertanya-tanya di dalam hati, apa yang membuat pria ini sampai seperti ini, lalu ia melirik lengan Reinhard yang terbalut perban. Ingatan samar akan kebakaran tadi malam muncul kembali di pikirannya. Hatinya seketika dipenuhi rasa bersalah. Walaupun ia merasa senang dapat selamat dari kebakaran tersebut, tetapi ada perasaan sesak yang sulit d
Reinhard menggenggam tangan Alicia lebih erat, seolah berusaha mentransfer kekuatan dan harapan kepada wanita yang masih terbaring tidak sadarkan diri itu. “Aku memang bukan suami yang baik. Tapi, aku ingin memperbaiki semuanya dan memberikanmu kebahagiaan, Alicia.” Reinhard masih mengutarakan harapan dan penyesalannya. Suaranya terdengar lelah, tetapi ia berusaha untuk tetap terjaga. Tidak sedikit pun ia ingin melewatkan kesempatan untuk bersama wanita itu. Sudah satu minggu ia tidak melihatnya. Ia menyadari bahwa wanita itu memang kurusan seperti yang terlihat dalam rekaman video yang diperlihatkan Owen sebelumnya. “Sepertinya … aku yang sudah membuatmu menderita,” terka Reinhard atas sikap dinginnya selama satu minggu terakhir. Manik mata amber Reinhard tampak basah. Ia membuka maskernya, lalu mengecup lembut jari-jari Alicia yang masih tidak memberikan respon apa pun padanya. “Aku tidak akan pernah mengecewakanmu lagi. Berikan aku kesempatan untuk menebus semuanya, Alicia.”