By the way, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan terkait update cerita ini. Mulai minggu depan sekitar tgl 15 atau 16 mungkin saya akan istirahat selama beberapa waktu karena saya akan melakukan tindakan pembedahan karena sesuatu hal. Saya sangat berharap Kakak2 pembaca semua dapat menanti dengan sabar untuk kelanjutan cerita ini. Setelah fisik saya membaik, saya akan melanjutkannya kembali. Terima kasih atas pengertiannya dan doakan agar operasi saya berjalan dengan lancar ya, Kak. Mohon maaf juga apabila selama menulis cerita ini sempat membuat beberapa dari kakak kesal karena menunggu ataupun hal lainnya. Love u all ^^
“Aakhh!” Eric Blunt mengerang kesakitan. Ia terengah-engah, wajahnya memerah seperti balon yang akan meletus saat tarikan dasinya terus mencekik lehernya. Pria paruh baya itu mencoba untuk melonggarkan dasinya dengan tangan bebasnya, tetapi tarikan Alicia terlalu kuat. Tubuhnya gemetar di bawah tekanan wanita yang tadinya dianggapnya lemah. Ia menyesal telah meremehkan wanita itu tadi. Eric mengira ia benar-benar akan kehilangan nyawanya saat ini juga. ‘Wanita ini sangat mengerikan … siapa dia sebenarnya?’ tanyanya di dalam hati. Padahal Eric mengingat jelas bagaimana rapuhnya wanita ini saat dia ingin melecehkannya di kamar hotel beberapa bulan lalu. Meskipun saat itu ia sempat mendapatkan pukulan ketika wanita itu memberontak, tetapi sekarang wanita ini terlihat sangat berbeda jauh. Bukan hanya wanita itu menjadi lebih kuat, tetapi tidak ada sedikit pun ketakutan yang ditunjukkan wanita tersebut. Bahkan sekarang Eric sendiri yang tersudutkan dan hampir mati karena kehabisan nap
Alicia menatap Eric dengan tatapan jijik. "Kamu pikir semua masalah bisa diselesaikan dengan uang, huh? Benar-benar tidak tahu malu," desisnya seraya tersenyum mencemooh.Sekali lagi Alicia menendang tubuh buntal Eric dengan kasar, membuat pria itu tersungkur lebih dekat ke pinggiran atap.“Seberapa banyak uang yang kamu miliki, tidak akan pernah bisa membayar kesalahanmu, Eric Blunt,” ucap Alicia yang telah berjongkok di hadapan pria paruh baya itu. Tangannya mencengkeram erat dagu yang berlipat tersebut dengan kuat.Wajah Eric terlihat sangat pucat. Pandangannya memudar karena darah telah mengalir deras dari pelipisnya. “Kamu … wanita … iblis,” gumamnya dengan suara yang terdengar seperti bisikan.Alicia menyeringai lebih lebar mendengar gumaman Eric yang lemah. "Wanita iblis, ya?" katanya dengan nada sarkastik. "Sudah lama aku tidak mendengar seseorang memanggilku seperti itu."'Sepertinya wanita ini sudah gila,' batin Eric, tidak berani memancing kemarahan wanita itu lebih jauh.“K
Reinhard tersenyum lega. ‘Ternyata dia memang masih menunggu,’ batinnya.Ia pun bergegas menghampirinya. “Anya,” panggilnya dengan lantang.Alicia yang terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri pun tersentak. Ia pun berbalik dan menatap Reinhard yang telah berhenti di hadapannya.Dengan cepat, Alicia menegakkan punggungnya, bersiap menghadapi apa pun yang akan ditanyakan suaminya. Namun, keningnya mengernyit saat melihat wajah Reinhard yang dipenuhi senyuman lebar. ‘Ada apa dengannya?’ batinnya dipenuhi kebingungan. ‘Sepertinya dia … tidak marah?’Padahal Alicia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi amarah suaminya karena telah membuatnya menunggu terlalu lama.Dalam pikirannya tadi, Reinhard mungkin telah meninggalkannya di tempat itu atau mungkin jangan-jangan telah mendatangi ruangan kerjanya dengan niat melabraknya untuk melampiaskan emosinya.Namun, saat ini Reinhard tidak menunjukkan tanda-tanda seperti yang dikhawatirkannya. ‘Apa yang terjadi?’ tanya Alicia dalam hati.“Rein
“Tidak hati-hati?” Reinhard mengangkat alisnya, tampak tak percaya. Alicia sudah menduga jika alasannya sangat buruk. Namun, ia tidak memiliki pilihan selain tetap bersikukuh dengan alasan tersebut. ‘Cih! Ini semua gara-gara ikan buntal itu,’ gerutu Alicia di dalam hati. Alicia menyadari jika ia kehilangan kendali dirinya dalam menghadapi Eric Blunt. Ia sudah terlalu lama tidak menggunakan kekuatan fisiknya untuk menghadapi seseorang sehingga ia harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghadapi pria itu tadi. Saat menarik tubuh Eric dengan dasi pria itu dan ketika ia mengikat tubuh gempal pria itu dengan tali tambang yang ditemukannya di atap, Alicia tidak menyadari jika ia sudah melukai dirinya sendiri. Namun, Alicia tidak menyesal karena ia harus menindak tegas perbuatan tak senonoh dan menjijikkan pria paruh baya itu terhadapnya dan para wanita yang lain. Setidaknya ia berharap, hukuman dan pelajaran yang diberikannya akan membuat pria paruh baya itu jera dan tidak ak
Dengan tatapan yang terpaku pada Reinhard, Alicia kembali teringat dengan momen di mana pria itu pernah beberapa kali berperilaku tak terduga seperti ini padanya di masa lalu.Kehangatan tangan besar Reinhard yang tengah mengusap lembut puncak kepalanya saat ini mengingatkan Alicia akan perasaannya yang pernah menggelora hebat setiap kali berada di dekat pria itu.Dulu, Alicia juga sangat tersentuh dengan kelembutan dan perhatian kecil yang diberikan Reinhard hingga ia menyadari bahwa perasaan itu telah tumbuh menjadi benih-benih cinta yang menguasai hatinya.Dengan bodohnya, Alicia terus berusaha menunjukkan kepada Reinhard betapa dirinya sangat menginginkan balasan cinta darinya. Akan tetapi, perjuangan cintanya hanya berbalaskan penolakan dingin dan perhatian Reinhard ternyata hanya bentuk dari rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.“Alicia, kamu sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Jadi, berhentilah berpikiran aneh.”Pernyataan Reinhard kala itu seperti pisau yang menancap di
“Selamat datang, Tuan Muda Hernandez.”Salah seorang pelayan berpakaian kimono menyambut kedatangan Reinhard dengan senyuman ramah dan sikap hormat, menggunakan tata cara ala Jepang yang penuh sopan santun. Pelayan senior itu ditunjuk secara khusus oleh manajer restoran tersebut untuk melayani Reinhard dan Alicia.Tentu saja tidak ada yang mengetahui identitas Alicia sebagai istri dari Reinhard. Mereka hanya mengira Alicia sebagai tamu penting dari Reinhard saja.“Kami telah menyiapkan ruangan privat untuk Anda. Silakan ikuti saya.” Pelayan itu membimbing mereka menuju ke ruangan yang dimaksud.Netra Alicia mengedar ke sekeliling restoran yang terlihat penuh dengan para pengujung. Suasana restoran dipenuhi dengan tawa dan percakapan yang terdengar meriah.Aroma masakan Jepang yang menggugah selera juga mengisi udara di sekitar restoan tersebut dan membuat perut Alicia semakin meronta. Namun, perhatiannya teralihkan dengan dekorasi tradisional Jepang yang sangat detail dan membuatnya te
‘Dia … mau menciumku?’Alicia meneguk salivanya dengan bersusah payah, pikiran itu terus berputar di kepalanya sementara pandangannya terpaku pada sosok di depannya.Mata Reinhard yang menatap dalam, seakan menembus jiwanya, ditambah sentuhan lembut jemari pria itu di wajah Alicia, menciptakan kehangatan yang menggetarkan seluruh tubuhnya.Napas Alicia tercekat, dan jantungnya berdebar tak menentu di bawah tatapan intens pria itu, membuatnya seolah waktu berhenti di sekitar mereka.Alicia merasa dirinya terperangkap dalam keheningan yang hanya dihiasi oleh suara aliran air dan desiran daun bambu yang tertiup oleh angin di sekelilingnya.Ia berusaha untuk mengendalikan akal sehatnya, tetapi sentuhan lembut Reinhard yang terus menjelajahi wajahnya dan deru napas hangat pria itu yang menyapu kulit wajahnya membuat Alicia semakin sulit untuk menampik perasaan yang selama ini dikuburnya rapat-rapat.Walaupun Alicia menyadari jika perasaannya ini hanya akan berakhir melukainya, tetapi ia mas
“Tapi, aku yakin dengan firasatku. Kamu dan wanita itu ….”Debar jantung Alicia berpacu semakin tidak karuan. Tatapan Reinhard saat ini terlihat berbeda, membuat Alicia berpikir jika pria itu hendak mengungkapkan sesuatu hal padanya.Akan tetapi, tiba-tiba saja terdengar suara tawa bising dari luar jendela dan mengaburkan pendengarannya atas kelanjutan dari kalimat Reinhard tersebut.Kening Alicia pun berkerut. Ia masih mencoba menangkap sisa-sisa kalimat Reinhard, tetapi suara tawa dan kebisingan dari orang-orang tersebut semakin menganggu.Alicia pun menghela napas frustrasi. Ia berniat menoleh ke arah sumber kebisingan tersebut, tetapi Reinhard malah menahan wajahnya sehingga fokus Alicia kembali tertuju padanya.“Jangan hiraukan mereka,” bisik Reinhard dengan lembut.Alicia tertegun. Lagi-lagi ia merasakan perasaan yang menggebu-gebu. Tatapan intens pria itu berniat merengut kembali akal sehatnya. Akan tetapi, detik berikutnya Reinhard memutuskan kontak mereka lebih dulu dan membu
“Jaga dirimu. Jangan bekerja terlalu lelah,” gumam Alicia, masih enggan melepaskan pelukannya.“Ya,” jawab Reinhard dengan singkat. Ia tidak mampu mengucapkan apa pun lagi.Suara pemberitahuan keberangkatan kembali bergema. Panggilan terakhir keberangkatan itu akhirnya memaksa mereka untuk saling melepaskan pelukan. Namun, keduanya masih saling bersitatap penuh keengganan.Reinhard menyeka air mata yang masih membasahi pipi Alicia dengan lembut. "Sudahlah, jangan menangis lagi. Aku ingin lihat senyumanmu," ujarnya pelan.Alicia menarik napas panjang, mencoba menguasai perasaannya. Ia memaksakan seulas senyuman di wajahnya, meski hatinya terasa sangat perih.“Bagus,” puji Reinhard dengan nada hangat. Ia mengusap puncak kepala Alicia dengan penuh kasih, lalu melanjutkan, “Aku ingin kamu selalu tetap tersenyum walaupun aku berada jauh dariku. Mengerti?”Alicia tahu bahwa Reinhard berusaha menguatkan hatinya. Perpisahan ini memang cukup berat untuknya, tetapi ia tidak ingin membuat Reinha
“Aku tidak akan meragukannya asalkan dia bisa menunjukkan semuanya dalam tindakan yang selayaknya seorang pria sejati, bukan hanya dengan kata-kata bullshit ataupun tindakan yang didasari oleh hawa nafsu saja.”Sindiran tajam yang dilontarkan oleh Regis membuat Reinhard terdiam. Dengan senyum kecil yang nyaris tidak terlihat, ia menanggapi dengan tenang, “Terima kasih sudah mengingatkanku. Tapi, aku rasa kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang hal itu. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan Alicia.”Seringai kecil yang terkesan remeh menghiasi wajah Regis. “Baiklah. Aku ingin lihat apakah nanti kamu mampu membuktikan kalau kamu pantas untuknya,” timpalnya.Kening Alicia mengerut, memandang kedua lelaki itu secara bergantian. Seperti yang diduga sebelumnya, Reinhard dan Regis memang memiliki kesepakatan yang tidak diketahuinya.Meskipun rasa ingin tahu Alicia semakin besar, tetapi ia tahu kedua pria itu tidak akan memberikan jawaban yang diinginkannya meskipun mempertanyakannya kepada
Ciuman Reinhard semakin lama semakin memburu hingga Alicia sedikit kewalahan untuk membalasnya. Namun, Alicia merasa sangat bahagia dan terhanyut dalam setiap sentuhan penuh kasih yang diberikan Reinhard.Tidak ada lagi rasa takut ataupun keraguan yang menghantuinya. Hati Alicia terasa penuh saat Reinhard memperdalam ciumannya, seperti sebuah ungkapan cinta yang sangat mendalam dan menenggelamkannya dalam kenikmatan yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.Beberapa saat kemudian, Reinhard membopong tubuh Alicia sehingga Alicia dapat mendengar detak jantungnya dan Reinhard yang menyatu dalam satu irama.Tanpa melepaskan ciuman mereka, Reinhard membawanya menuju ke medan peraduan cinta mereka, lalu beberapa saat kemudian Alicia merasakan tubuhnya telah berada di atas ranjang empuk.Saat tautan bibir mereka saling melepas, Alicia membuka matanya dan bertemu pandang dengan sorot mata penuh cinta dari Reinhard. Kehangatan yang terpancar dari mata pria itu membuat jantungnya berdebar h
Reinhard terdiam selama beberapa saat. Napasnya terasa tercekat. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja Alicia katakan. Ajakan itu begitu tiba-tiba dan terlalu berani, membuat pikirannya seketika diselimuti gairah yang tak terkendali.Walaupun Reinhard sering mendengar pengakuan cinta dari Alicia, tetapi pernyataan yang didengarnya saat ini adalah ajakan yang terkesan sangat menantang dan sulit baginya berpikir ke arah yang positif untuk merespon ajakan tersebut.“Alicia, apa kamu sadar apa yang baru saja kamu katakan?” tanya Reinhard seraya memutar tubuhnya menghadap Alicia.Rona merah masih menghiasi kedua belah pipi Alicia. Ia tertunduk dalam sembari menggigit bibir bawahnya dengan erat untuk meredam kegugupannya.Reinhard mencengkeram lengan Alicia dengan lembut. Ia memiringkan sedikit wajahnya agar bisa melihat jelas ekspresi istrinya tersebut. “Sayang, kamu─”“Tentu saja aku sadar. Aku ingin melakukannya denganmu sebelum pergi. Karena aku tidak tahu kapan lagi bisa bertemu nant
“Duduklah,” titah Reinhard yang telah menarikkan sebuah kursi untuk istrinya.Alicia pun duduk di kursi tersebut, lalu Reinhard kembali ke tempat duduknya yang berada di samping wanita itu.“Semalam kamu pasti tidak makan dengan baik,” ujar Reinhard dengan sorot mata yang terlihat khawatir.Alicia teringat kembali dengan perdebatan yang terjadi di antara Reinhard dengan Regis yang merusak selera makannya malam itu. Rasa ingin tahunya akan hasil akhir dari pembicaraan kedua pria itu pun menyusup ke dalam benaknya dan ia berniat untuk mempertanyakannya.Namun, sebelum ia sempat melakukannya, Reinhard telah memberikan setangkup roti panggang yang telah diolesi selai ke atas piring Alicia.“Makanlah,” ucap pria itu.Alicia mengangguk kecil seraya mengambil roti tersebut, tetapi tidak langsung memakannya. Ia hanya mengamati Reinhard yang masih sibuk mengolesi roti panggang yang lain dan tindakannya tersebut tidak luput dari pandangan Reinhard.“Ada apa? Kenapa kamu tidak makan? Kamu masih
Setelah membersihkan diri, Alicia keluar dari kamar mandi. Ia hanya mengenakan kimono tidur yang tersedia di kamar hotel.Rambut basahnya dibiarkan tergerai, meneteskan sisa air yang belum sempat mengering sepenuhnya. Ia melangkah ke ruang makan di mana Reinhard telah menunggunya.Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara pembawa berita yang terdengar dari televisi yang menyala di ruang tengah. Mata Alicia langsung tertuju pada cuplikan pabrik Mirage yang dipasangi garis polisi, dengan beberapa petugas membawa dokumen dan barang bukti keluar dari gedung tersebut.Berita mengenai pabrik Mirage yang disegel oleh pihak berwenang atas penyelidikan dugaan penggunaan bahan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan terpampang jelas pada layar televisi tersebut.Kamera televisi tersebut juga menyorot kediaman keluarga Stein, yang tampak dikelilingi oleh mobil polisi dan kerumunan wartawan yang mencoba mendapatkan pernyataan dari pihak keluarga.Wajah Miranda tersorot kamer
Pagi itu, sinar matahari menyusup di sela-sela tirai, menerpa wajah Alicia yang masih terlelap. Perlahan, matanya terbuka, lalu mengerjap beberapa kali untuk menyatukan kesadarannya.Tatapannya tertuju pada langit-langit kamar yang asing, lalu suara gumaman pun meluncur dari bibirnya, ia bergumam, “Ini … aku masih di hotel?”Kilasan ingatan tentang pertemuannya dengan Regis kembali berkelebat di dalam benaknya. Kekhawatiran pun terlukis di wajahnya. Netra birunya dengan cepat mengabsen sekelilingnya, tetapi ia tidak melihat bayangan siapa pun di sekitarnya.Tanpa pikir panjang, Alicia melompat turun dari ranjang, mengenakan sandal hotel, dan berjalan tergesa keluar dari ruangan. Namun, di saat yang bersamaan Reinhard juga berjalan masuk ke dalam kamar tersebut sehingga mereka bertabrakan di ambang pintu.Alicia kehilangan keseimbangan dan limbung ke belakang. Untungnya, Reinhard berhasil meraih pinggangnya dengan cepat dan menahannya agar tidak terjatuh.Alicia mendongak dengan mata te
Kepalan tangan Reinhard semakin mengetat. Ia tahu maksud Regis dan tidak memiliki pilihan lain selain menyanggupinya. Walau bagaimanapun, Reinhard memang harus menyelesaikan urusan dengan ayahnya. “Aku mengerti,” jawab Reinhard lebih lanjut. “Baguslah,” timpal Regis seraya tersenyum puas. “Besok aku─” “Besok kamu pulang sendiri saja dulu,” sela Reinhard dengan tegas, membuat ekspresi Regis menggelap seketika. "Apa maksudmu, Xavier?" tanya Regis, suaranya kini lebih rendah, menyiratkan kemarahannya. Reinhard tersenyum dengan tenang. Ia menatap Regis dengan pandangan yang tak tergoyahkan. "Kalau kamu memaksa Alicia pulang, aku yakin dia akan membangkang. Jadi, aku yang akan mengantarkannya nanti,” jawabnya. Regis menyipitkan matanya, menunjukkan keberatannya atas keputusan Reinhard tersebut. "Kamu pikir kamu punya hak untuk menentukan seperti itu?" tanyanya dengan dingin. “Secara hukum aku adalah suaminya dan tentu saja ak
“Mau itu hanya rumor atau bukan, aku tetap akan membawa Alicia kembali bersamaku.” Setelah mengatakan hal itu, Regis berbalik badan dan melangkah pergi─tidak memberikan Reinhard kesempatan untuk menanggapi. Namun, Reinhard tidak membiarkannya pergi begitu saja. Ia bergegas menghentikannya dan menarik lengannya, tetapi dengan cepat pula, Regis melayangkan kepalan tinjunya ke arah Reinhard. Sayangnya, serangan Regis meleset dan hanya mengenai sedikit pipi Reinhard, membuatnya terhuyung mundur beberapa langkah. Tidak berhenti sampai di sana, Regis kembali melakukan serangan berikutnya. Dibandingkan membalas serangan, Reinhard memilih untuk mengelak. Meskipun serangan Regis sangat gesit, tetapi Reinhard bisa menghindar dengan cepat. Hanya saja akhirnya pukulan Regis mengenai lengan kiri Reinhard saat Reinhard menahan serangannya. Seketika rasa sakit dari luka yang belum sepenuhnya pulih itu pun menjalar. Reinhard meringis sembari menggertakkan giginya. Regis, yang menyadari kelemah