Zola ragu saat akan melangkahkan kakinya masuk kedalam kediaman keluarga Valden. berulang kali ia mencoba untuk mengatur napasnya, namun tetap saja ia merasa keringatnya bercucuran membasahi kening. Zola sedikit bernostalgia saat melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Edgar. saat itu, kali pertama ia menginjakkan kaki di rumah Darel dan disambut baik oleh Dessy, mertuanya. dan untuk saat ini, Zola tidak tahu bagaimana Keluarga Valden akan menyambut kedatangannya. tapi, Zola rasa pasti berbeda dengan sikap Dessy. sampai di suatu ruangan, yang Zola rasa itu adalah ruang tamu Keluarga ini.Zola disambut dengan senyum tulus Rabia, ibu Edgar yang terlihat duduk disebelah pria berjenggot dan terlihat tidak bersahabat sama sekali saat bertatap muka langsung dengan Zola. ya, pasti itu adalah Valden ayah Edgar.“Bagaimana kabarmu hari ini, Zola?” sambut Rabia saat Zola dan Edgar sudah duduk di atas sofa yang berhadapan langsung dengan orang tua Edgar.“alhamdulillah, baik Tante.” Sahut Zola
“Bisakah kita tunda besok saja?” Zola menatap ke arah pria tampan berlesung pipi yang tengah berkosentrasi menyetir mobil.“Kenapa, kau ragu sayang?”Zola dapat meyakini saat ini kedua pipinya pasti berubah kemerahan karena panggilan kata sayang yang baru saja diucapkan oleh Edgar.“Bu-bukan begitu, hanya saja rasanya perutku lapar,” sahut Zola sedikit ragu. padahal, saat ini perutnya belum merasakan lapar sama sekali. ini hanyalah sebuah alasan agar Edgar membatalkan rencananya untuk menemui orang tuanya. lagi pula, Daries dan Dania jam segini pasti masih berada di Hotel.“Yakin, hanya itu?” selidik Edgar kurang percayalah.Zola mengangguk, lalu kembali menatap ke arah depan. setiap kali memandang wajah Edgar, entah mengapa jantungnya berdebar tak karuan. Zola merasa seperti remaja yang baru saja jatuh cinta, benar-benar memalukan. Edgar memutuskan untuk makan di sebuah Restoran yang lumayan cukup ramai dikunjungi. “Pernah makan disini?” Zola memaksakan senyumnya, lalu mengangguk
Setelah bab ini, Darel sudah tidak lagi akan muncul di bab-bab selanjutnya.Darel menghempaskan tubuhnya di atas ranjang reot yang terbuat dari anyaman rotan. biar saja tubuhnya yang kering ini merasakan sakit sekalian. selama pindah di desa terpencil dan butuh jarak sampai delapan jam menuju kota ini, mampu membuat kehidupannya benar-benar berantakan. ia tidak memiliki akses untuk bisa pergi dari sini, karena kehidupannya diawasi oleh orang-orang Edgar. makannya juga diatur, sungguh melelahkan. setiap hari harus membantu lansia atau orang sakit berobat ke puskesmas, memberikan edukasi soal pentingnya kesehatan tapi dirinya sendiri butuh untuk didengarkan. kadang juga Darel menjadi guru untuk anak-anak yang belum bisa membaca ataupun menulis, sungguh melelahkan. Kadang Darel tidak mengerti, kenapa ada orang yang masih mau menjadi relawan tanpa dibayar? ia yang merasakan selama enam bulan saja rasanya begitu melelahkan baik secara fisik dan batin. mungkin benar, dengan sikap ikhlas unt
Setelah menghadiri acara rapat, Zola baru kembali mengaktifkan ponselnya. benar saja, ada beberapa pesan dari aplikasi hijau. beberapa dari rekan kerjanya dan pesan yang paling tertatas dari Rumi. ya, sahabatnya itu mengirimkan sebuah pesan undangan pernikahan via chat. saat Zola telah mengklik link halaman yang dikirimkan oleh Rumi, betapa terkejutnya ia saat mengetahui calon suami Rumi tidak lain adalah Isa!Seharusnya Zola tidak terlalu terkejut, mengingat hubungan keduanya yang terkadang putus nyambung beberapa tahun terakhir. tapi, Rumi sama sekali tidak pernah menyinggung soal pernikahan. Daries, ayahnya juga tidak pernah bercerita mengenai pernikahan ini. karena penasaran, akhirnya Zola memutuskan untuk pergi menemui Rumi untuk meminta penjelasan tentang hal ini. Zola memutuskan untuk mengirimkan lokasi tempat mereka akan bertemu. tanpa melihat lagi ke ponselnya, Zola bergegas pergi meninggalkan Hotel dan memasukkan ponsel dalam tasnya.Setelah sampai di Restoran yang dituju, Z
Zola memutuskan untuk tidak menemui Rumi, mendapati bahwa Edgar pergi kencan bersama dengan wanita lain membuat suasana hatinya kesal dan tak terima dibohongi seperti itu. dengan perasaan berkecamuk, Zola turun dari mobil, menutup keras pintu mobil sampai terdengar suara yang begitu memekakkan telinga.“Sayang, bukankah kau bilang mobilmu bermasalah?” Zola menatap tak percaya, saat pria berlesung pipi itu berjalan santai ke arahnya. tidak ada raut wajah penyesalan yang terpancar dari wajah Edgar, membuat Zola semakin yakin bahwa Edgar adalah orang yang pintar memanipulasi keadaan.“Aku ditolong oleh seorang pria tampan yang mau rela panas-panasan mengganti ban mobilku!” sahut Zola dengan penuh kebohongan.“Kau marah, sayang?” Edgar ingin menyentuh pipi Zola, tapi dengan cepat Zola berjalan melewati tubuh Edgar begitu saja. melihat perubahan sikap Zola, tentunya Edgar merasa ada yang salah. pria itu lantas menahan tubuh Zola dengan menggenggam erat tangan wanita pujaannya itu.“Apa?” k
Tidak seperti dugaan Zola, ternyata kedua orang tuanya saat ini sudah berada di rumah, sedang bersantai dan nampak berbincang. kedatangan Zola dan Edgar membuat pandangan suami istri itu fokus pada keduanya.“Ayah dan ibu, sudah di rumah?”tanya Zola heran.“Sengaja, karena kamu ingin mengatakan sesuatu padamu.” Sahut Daries setelah menyeruput secangkir teh hangat buatan istrinya.“Soal Isa dan Rumi?” Zola memilih untuk duduk di sofa yang sama dengan Edgar.Daries mengangguk mengiyakan, lalu meletakkan kembali cangkir tehnya diatas meja.“Kita akan melaksanakan pernikahannya di Hotel dan ayah butuh bantuan kalian,”Zola menatap ke arah ibunya, namun wanita itu seperti menghindari tatapan mata Zola.“Kalian akan mengurus semua acara-”“Kenapa harus kami?” potong Zola tanpa peduli jika hal yang ia lakukan tidak pantas, memotong perkataan ayahnya.“Zola.” Tegur Dania nampak tidak suka dengan perbuatan putrinya itu.“Tidak ada alasannya, tapi kau dan Edgar yang akan mengatur segalanya. Per
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati