Enam bulan kemudian…Kehidupan Zola masih seperti dulu, tidak ada yang berubah. yang berubah hanyalah statusnya yang masih menjadi janda. Zola masih sibuk mengurusi Hotel yang ia kelola sedangkan untuk Hotel Joyokusumo sendiri sudah sebagian dialihkan pada Isa. Zola sama sekali tidak keberatan, ia sudah berlapang dada dengan keputusan ayahnya. Ia tidak ingin egois, karena pada dasarnya Isa juga merupakan darah daging ayahnya.“Masih sibuk?” Zola mendongak, menatap wajah pria yang tersenyum manis padanya. baru saja berbalas via chat, pria itu kini sudah berada di hadapannya.Zola mengangguk mengiyakan, tanpa dipersilahkan untuk masuk pria berlesung pipi itu melangkahkan kakinya ke dalam ruangan Zola dan duduk di sofa, sengaja ingin memandang wajah cantik kekasihnya itu.“Apa ada yang salah?” Zola takut jika polesan make up-nya terlihat tidak bagus dihadapan Edgar.Edgar menggeleng, lalu berjalan menuju ke arah meja kerja Zola. melihat ekspresi wajah Edgar, membuat Zola merasa ada yang
Zola ragu saat akan melangkahkan kakinya masuk kedalam kediaman keluarga Valden. berulang kali ia mencoba untuk mengatur napasnya, namun tetap saja ia merasa keringatnya bercucuran membasahi kening. Zola sedikit bernostalgia saat melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah Edgar. saat itu, kali pertama ia menginjakkan kaki di rumah Darel dan disambut baik oleh Dessy, mertuanya. dan untuk saat ini, Zola tidak tahu bagaimana Keluarga Valden akan menyambut kedatangannya. tapi, Zola rasa pasti berbeda dengan sikap Dessy. sampai di suatu ruangan, yang Zola rasa itu adalah ruang tamu Keluarga ini.Zola disambut dengan senyum tulus Rabia, ibu Edgar yang terlihat duduk disebelah pria berjenggot dan terlihat tidak bersahabat sama sekali saat bertatap muka langsung dengan Zola. ya, pasti itu adalah Valden ayah Edgar.“Bagaimana kabarmu hari ini, Zola?” sambut Rabia saat Zola dan Edgar sudah duduk di atas sofa yang berhadapan langsung dengan orang tua Edgar.“alhamdulillah, baik Tante.” Sahut Zola
“Bisakah kita tunda besok saja?” Zola menatap ke arah pria tampan berlesung pipi yang tengah berkosentrasi menyetir mobil.“Kenapa, kau ragu sayang?”Zola dapat meyakini saat ini kedua pipinya pasti berubah kemerahan karena panggilan kata sayang yang baru saja diucapkan oleh Edgar.“Bu-bukan begitu, hanya saja rasanya perutku lapar,” sahut Zola sedikit ragu. padahal, saat ini perutnya belum merasakan lapar sama sekali. ini hanyalah sebuah alasan agar Edgar membatalkan rencananya untuk menemui orang tuanya. lagi pula, Daries dan Dania jam segini pasti masih berada di Hotel.“Yakin, hanya itu?” selidik Edgar kurang percayalah.Zola mengangguk, lalu kembali menatap ke arah depan. setiap kali memandang wajah Edgar, entah mengapa jantungnya berdebar tak karuan. Zola merasa seperti remaja yang baru saja jatuh cinta, benar-benar memalukan. Edgar memutuskan untuk makan di sebuah Restoran yang lumayan cukup ramai dikunjungi. “Pernah makan disini?” Zola memaksakan senyumnya, lalu mengangguk
Setelah bab ini, Darel sudah tidak lagi akan muncul di bab-bab selanjutnya.Darel menghempaskan tubuhnya di atas ranjang reot yang terbuat dari anyaman rotan. biar saja tubuhnya yang kering ini merasakan sakit sekalian. selama pindah di desa terpencil dan butuh jarak sampai delapan jam menuju kota ini, mampu membuat kehidupannya benar-benar berantakan. ia tidak memiliki akses untuk bisa pergi dari sini, karena kehidupannya diawasi oleh orang-orang Edgar. makannya juga diatur, sungguh melelahkan. setiap hari harus membantu lansia atau orang sakit berobat ke puskesmas, memberikan edukasi soal pentingnya kesehatan tapi dirinya sendiri butuh untuk didengarkan. kadang juga Darel menjadi guru untuk anak-anak yang belum bisa membaca ataupun menulis, sungguh melelahkan. Kadang Darel tidak mengerti, kenapa ada orang yang masih mau menjadi relawan tanpa dibayar? ia yang merasakan selama enam bulan saja rasanya begitu melelahkan baik secara fisik dan batin. mungkin benar, dengan sikap ikhlas unt
Setelah menghadiri acara rapat, Zola baru kembali mengaktifkan ponselnya. benar saja, ada beberapa pesan dari aplikasi hijau. beberapa dari rekan kerjanya dan pesan yang paling tertatas dari Rumi. ya, sahabatnya itu mengirimkan sebuah pesan undangan pernikahan via chat. saat Zola telah mengklik link halaman yang dikirimkan oleh Rumi, betapa terkejutnya ia saat mengetahui calon suami Rumi tidak lain adalah Isa!Seharusnya Zola tidak terlalu terkejut, mengingat hubungan keduanya yang terkadang putus nyambung beberapa tahun terakhir. tapi, Rumi sama sekali tidak pernah menyinggung soal pernikahan. Daries, ayahnya juga tidak pernah bercerita mengenai pernikahan ini. karena penasaran, akhirnya Zola memutuskan untuk pergi menemui Rumi untuk meminta penjelasan tentang hal ini. Zola memutuskan untuk mengirimkan lokasi tempat mereka akan bertemu. tanpa melihat lagi ke ponselnya, Zola bergegas pergi meninggalkan Hotel dan memasukkan ponsel dalam tasnya.Setelah sampai di Restoran yang dituju, Z
Zola memutuskan untuk tidak menemui Rumi, mendapati bahwa Edgar pergi kencan bersama dengan wanita lain membuat suasana hatinya kesal dan tak terima dibohongi seperti itu. dengan perasaan berkecamuk, Zola turun dari mobil, menutup keras pintu mobil sampai terdengar suara yang begitu memekakkan telinga.“Sayang, bukankah kau bilang mobilmu bermasalah?” Zola menatap tak percaya, saat pria berlesung pipi itu berjalan santai ke arahnya. tidak ada raut wajah penyesalan yang terpancar dari wajah Edgar, membuat Zola semakin yakin bahwa Edgar adalah orang yang pintar memanipulasi keadaan.“Aku ditolong oleh seorang pria tampan yang mau rela panas-panasan mengganti ban mobilku!” sahut Zola dengan penuh kebohongan.“Kau marah, sayang?” Edgar ingin menyentuh pipi Zola, tapi dengan cepat Zola berjalan melewati tubuh Edgar begitu saja. melihat perubahan sikap Zola, tentunya Edgar merasa ada yang salah. pria itu lantas menahan tubuh Zola dengan menggenggam erat tangan wanita pujaannya itu.“Apa?” k
Tidak seperti dugaan Zola, ternyata kedua orang tuanya saat ini sudah berada di rumah, sedang bersantai dan nampak berbincang. kedatangan Zola dan Edgar membuat pandangan suami istri itu fokus pada keduanya.“Ayah dan ibu, sudah di rumah?”tanya Zola heran.“Sengaja, karena kamu ingin mengatakan sesuatu padamu.” Sahut Daries setelah menyeruput secangkir teh hangat buatan istrinya.“Soal Isa dan Rumi?” Zola memilih untuk duduk di sofa yang sama dengan Edgar.Daries mengangguk mengiyakan, lalu meletakkan kembali cangkir tehnya diatas meja.“Kita akan melaksanakan pernikahannya di Hotel dan ayah butuh bantuan kalian,”Zola menatap ke arah ibunya, namun wanita itu seperti menghindari tatapan mata Zola.“Kalian akan mengurus semua acara-”“Kenapa harus kami?” potong Zola tanpa peduli jika hal yang ia lakukan tidak pantas, memotong perkataan ayahnya.“Zola.” Tegur Dania nampak tidak suka dengan perbuatan putrinya itu.“Tidak ada alasannya, tapi kau dan Edgar yang akan mengatur segalanya. Per
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Pandangan Zola teralihkan pada ponselnya yang berdering. wanita cantik itu lantas merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya. Zola menatap pada Edgar, seperti meminta izin pada kekasihnya itu untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.“Rumi,” ucapnya pelan yang diangguki oleh Edgar.“Hallo,”‘Zola, maafkan aku.’ sahut Rumi tanpa berbasa-basi.‘aku tahu, pernikahanku ini berdampak pada kehidupanmu. tapi, aku sungguh tidak tahu jika keadaannya sampai seperti ini. Isa baru saja menghubungi diriku dan mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. bagaimana ini, Zola? undangan sudah terlanjur tersebar dan…aku malu sekali. aku tidak tahu, apa Masalahnya sampai Isa memutuskan hal ini tanpa berbicara padaku. namun,” ada jeda waktu saat Rumi kembali akan melanjutkan perkataannya. ‘aku yakin, ini berhubungan denganmu.’“Kenapa harus aku, Rumi? bukankah kita sahabat, lantas apa yang mendasari dirimu yakin jika Isa membatalkan pernikahan ini gara-gara diriku?” ucap Zola tanpa mengalihkan
“Aku pikir ayah akan sedikit mengasihi kami, sebagai keluarga. namun, nyatanya kami harus kembali di tampar oleh fakta menyedihkan soal pengkhianatan yang ayah lakukan pada ibu.”PRAK!Daries membanting piring yang ada dihadapannya, membuat piring berbahan keramik itu pecah berantakan di lantai. baru kali ini, Zola melihat wajah kemarahan sang ayah. dan itu semua disebabkan oleh Isa. anak kandungnya yang sudah lama ia rahasiakan. “Cukup Daries, kau membuat Zola ketakutan.” “Sebagai seorang ibu, kau tidak bisa mengajari dan mendidik anak kita! lihat kelakuannya sekarang setelah bercerai, berani sekali mengungkapkan isi hatinya dan berencana meninggalkan rumah ini!”Zola menatap wajah ibunya, berharap agar wanita itu bisa sedikit saja tegas pada ucapan Daries. tapi, kenyataannya tidak seperti yang Zola inginkan. Dania hanya dapat menundukkan wajah tanpa berani menatap langsung wajah Daries.‘setidaknya aku tidak selemah ibuku,’ batin Zola lalu pergi meninggalkan ruang makan. Setelah
Semalaman Edgar tidak tidur dengan tenang. pria berlesung pipi itu terus saja terbayang wajah Zola yang dipenuhi oleh air mata. betapa rapuhnya pondasi hati wanita yang dulu ia kenal begitu tegar dan tak gampang untuk menangis. Zola juga merupakan wanita yang tidak mudah untuk menunjukkan kesedihannya. pasti ada sesuatu yang membuat kekasihnya itu begitu terpuruk dan terlihat begitu putus asa. karena waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, Edgar bergegas untuk mandi dan melakukan aktifitas seperti biasanya.“Sebaiknya kau pikir ulang untuk menikahi anak Joyokusumo itu,”Edgar menghentikan sendok yang berisi makanan yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya. pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Valden membuat suasana hati dan nafsu makan Edgar seketika hilang begitu saja. bukankah slhal ini sudah dibahas berulang kali dan kesepakatannya adalah ia boleh menikahi Zola, yang penting hal itu tidak berdampak buruk pada bisnis keluarga ini. Melihat ekspresi wajah Edgar yang t
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau