“Apa yang sebenarnya kau inginkan, Edgar? apa tidak ada cara lain, sampai-sampai melibatkan ayah dalam hal ini?” tanya Zola frustasi saat keduanya sudah berada di dalam Gazebo yang berada di halaman depan rumah. Zola sengaja meminta izin pada Daries untuk bisa bicara dengan Edgar. “Apa ada yang salah?” Edgar justru membalik kata-kata Zola. hal itu, membuat Zola semakin kesal dan tak terima.“Apa kau mau menjadi orang ketiga di pernikahan ku dengan Darel? ingat Edgar, saat ini aku belum bercerai dari Darel. jadi, kau tidak berhak dan tidak pantas berpikir untuk menjadi suamiku.” Tekan Zola, berusaha untuk tetap ramah, walaupun ia yakin sekarang wajahnya sudah menampilkan raut wajah penuh kekesalan.Edgar terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh kata-kata Zola. pria itu, justru tersenyum manis menatap wajah Zola yang nampak begitu memerah menahan emosi.“Aku jatuh cinta padamu, saat pertama kali aku menyelamatkan dirimu saat akan tenggelam. aku tidak ingin menutupi fakta itu. aku ju
Zola memilih untuk pergi. Ia merasa rumah bukanlah tempat yang tepat saat ini. Kejadian pagi ini, sudah begitu menguras tenaganya. permasalahannya dengan Darel belum selesai dan kini, ia harus dihadapkan pada kenyataan terkait rencana ayahnya untuk menikahkan dirinya dengan Edgar, pria masa lalu yang sama sekali tidak ia inginkan. Dan disinilah Zola sekarang, menikmati keindahan pantai. hembusan angin pantai membuat rambutnya sedikit berantakan dan hal itu justru menarik perhatian para pengunjung pantai, terlebih para prianya. wajah cantik Zola begitu menghipnotis orang-orang yang berada disekitar pantai. Zola memutuskan untuk melepas flat shoes berwarna hitam, lalu berjalan menuju ke arah deburan ombak yang begitu menenangkan. Zola begitu senang dengan suasana pantai. Hamparan pasir putihnya, air laut yang jernih dan tentunya ombaknya. Tuhan begitu maha baik dengan menciptakan semuanya. jadi selagi bisa, Zola akan terus menikmati keindahan alam ini. Zola memilih untuk duduk di bibir
Darel cukup terkejut saat tubuh Zola ditarik paksa oleh Daries, istrinya itu nampak jelas kesakitan dan meringis sambil mengelus pergelangan tangannya yang memerah karena ditarik oleh Daries. “Ayah, tolong ja-” Darel bangkit dari duduknya. Cuih! Daries meludah tepat di hadapan Darel. hampir saja ludahnya itu mengenai tubuhnya. “Jangan pernah memanggilku dengan sebutan ayah! aku jijik dan tidak Sudi mendengarnya! kau tak pantas menjadi Keluarga Joyokusumo, aku sungguh berterima kasih pada Tuhan telah membukakan hati anakku agar melihat keburukanmu. aku juga tidak perlu mengotori tanganku agar kalian bercerai. karena tanpa aku lakukan, Zola sudah bersedia untuk berpisah darimu!” Darel mengepalkan tangannya, kuat. “Tapi, kami masih saling mencintai. Benar 'kan sayang?” Darel mengalihkan pandangannya pada Zola berharap agar wanita itu menyetujui ucapannya. ditatap seperti itu, membuat Zola kebingungan. disatu sisi, ia begitu mengutuk keras kesalahan Darel yang sudah berani menyelingk
Zola membuka matanya perlahan lalu menoleh ke arah Edgar. “Setidaknya, aku tidak hamil.” Zola kembali mengalihkan pandangannya ke arah depan. helaan napas kasarnya kembali terdengar begitu jelas ditelinga Edgar.“Zola.” tegur Edgar dingin. ada perasaan tak terima dengan jawaban Zola. walaupun ada kemungkinan kecil, bahwa Zola bisa saja hamil karena wanita itu sudah bersuami, nyatanya hal itu membuat Edgar merasa begitu cemburu. seharusnya dua tahun lalu, ia lebih berani dan tidak melepaskan perjodohan yang sudah direncanakan oleh orang tuanya dan orang tua Zola.“Bayangkan saja, jika aku memiliki seorang anak. dan aku berpisah, bukankah aku berdosa membuat anaknya jadi anak yang kekurangan kasih sayang seorang ayah?” Zola kembali menghela napas kasarnya, ia tahu jika perkataannya ini tidak akan pernah ada habisnya. kata seandainya bagaikan benang kusut yang terus menerus hadir dalam pikiran. “Jangan terlalu banyak berpikir. asam lambungmu bis-”“Jangan meremehkan diriku. aku tidak a
Zola menatap heran mobil Edgar yang sudah hilang di balik pagar rumahnya. tidak seperti biasanya, pria itu langsung pergi dan tidak mengucapkan apa-apa. mungkin saja, ucapan Zola tadi membuat suasana hati Edgar tak senang. “Zola?” suara merdu sang ibu membuyarkan lamunannya. saat membalikkan tubuhnya, tidak hanya ada Dania melainkan Isa. pria itu nampak berbeda. mungkin karena Isa tidak memakai kacamata yang biasa digunakan.“Isa?”Pria itu tersenyum sambil membungkuk sedikit. “Isa datang untuk membahas tentang masalah yang ada di Hotel.” Dania memberikan penjelasan.Zola hampir saja melupakan tanggung jawabnya sebagai pemilik Hotel. Ia justru membuat pekerjaan Isa bertambah banyak saja.“Maaf, Isa. aku seharusnya lebih teliti dalam mengemban tanggung jawab sebagai pemilik Hotel,” sesalnya. “Tidak masalah, tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa memutuskan dan harus mendapatkan persetujuan mu.” Zola dapat melihat raut wajah Isa yang tidak seperti biasanya. “Jadi, kalian langsung
Walau masih dalam keadaan syok, Zola berusaha untuk berjalan ke arah dimana Isa yang sedang dikelilingi oleh orang-orang. Zola pikir, Isa dalam keadaan tidak sadar. nyatanya, pria itu masih terjaga dan masih tersenyum ke arahnya. dalam kondisi mengerikan itu, Isa masih mampu tersenyum. air mata Zola sudah tak dapat dibendung lagi. “Dasar bodoh!” ucap Zola yang tak dapat didengar oleh siapapun. bibirnya bergerak, tapi tidak bersuara. Isa dibawa ke Rumah Sakit. Zola pun, ikut ke dalam ambulance yang sudah bersiap untuk mengantarkan keduanya ke Unit Gawat Darurat. “Apa yang terjadi Zola!” Zola langsung mendongak mengalihkan pandangannya pada suara yang terdengar menggelegar. Ayah dan ibunya tampak berjalan beriringan dengan raut wajah begitu tegang. “Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Isa sampai tertabrak mobil? apa kalian bertengkar sampai-sampai-” “Mas!” tegur Dania saat keduanya sudah berada di hadapan Zola. wanita cantik itu terlihat tertunduk lesu pada kursi tunggu di Rum
Zola kembali sadar dari tidur panjangnya. hal yang pertama kali ia ingat adalah rentetan peristiwa tabrakan yang menimpa Isa. Zola menatap sekelilingnya, lalu turun dari pembaringan. telapak kakinya terasa dingin saat menyentuh lantai. Ia tidak peduli dengan itu, karena yang ada di benaknya saat ini adalah mengetahui keadaan Isa. “Zola!” Dania terkejut saat menyadari bahwa Zola keluar dari kamar rawatnya. Dania baru saja selesai menunaikan shalat Ashar di mushola Rumah Sakit. untung saja Zola tadi tidak harus mendapat infus, karena jika hal itu terjadi dapat dipastikan Zola akan mencabut selang infus tanpa berpikir panjang. “Kau butuh waktu untuk istirahat, sayang.” Dania membujuk agar Zola beristirahat lebih lama lagi. “Aku ingin mengetahui perkembangan Isa, Bu. aku mohon,” rengek Zola. Dania mengalah, wanita paruh baya itu akhirnya menuntun Zola melintasi koridor Rumah Sakit untuk melihat keadaan Isa. “Zola, kau belum memakai alas kaki!” tegur Dania saat menyadari bahwa Zola
Rosa mengatupkan bibirnya, menahan kesal dengan sikap yang ditujukan sang dokter. melihat situasi yang tidak terlalu baik, Darel mencoba untuk menenangkan Rosa dengan mengelus lembut punggung wanita itu.“Lalu, apa yang harus saya lakukan dok?”“Jika anda masih membutuhkan bantuan, saya. tolong jangan hanya sekedar mendengar dan tidak menerapkan arahan yang saya berikan.” Sahut sang dokter dengan wajah yang tidak bersahabat. bukan tanpa alasan, tentunya karena Darel sendiri susah untuk melakukan arahan yang diberikan oleh dokter Harun.“Tapi, Darel tidak bekerja. lebih tepatnya, dia orgas*e tanpa memasukkannya kedalam milik saya. jadi, secara tidak langsung. kami tidak berhubungan badan.” Rosa masih dengan pendiriannya. dokter Harun yang sudah nampak begitu kesal itu, menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya. “Maksud anda, o*al?” senyum yang menghiasi wajah dokter Harun nampak begitu meremehkan lawan bicaranya. “Apa anda tahu, bukan hanya melalui hubungan seksu*l biasa, tapi den
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Pandangan Zola teralihkan pada ponselnya yang berdering. wanita cantik itu lantas merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya. Zola menatap pada Edgar, seperti meminta izin pada kekasihnya itu untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.“Rumi,” ucapnya pelan yang diangguki oleh Edgar.“Hallo,”‘Zola, maafkan aku.’ sahut Rumi tanpa berbasa-basi.‘aku tahu, pernikahanku ini berdampak pada kehidupanmu. tapi, aku sungguh tidak tahu jika keadaannya sampai seperti ini. Isa baru saja menghubungi diriku dan mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. bagaimana ini, Zola? undangan sudah terlanjur tersebar dan…aku malu sekali. aku tidak tahu, apa Masalahnya sampai Isa memutuskan hal ini tanpa berbicara padaku. namun,” ada jeda waktu saat Rumi kembali akan melanjutkan perkataannya. ‘aku yakin, ini berhubungan denganmu.’“Kenapa harus aku, Rumi? bukankah kita sahabat, lantas apa yang mendasari dirimu yakin jika Isa membatalkan pernikahan ini gara-gara diriku?” ucap Zola tanpa mengalihkan
“Aku pikir ayah akan sedikit mengasihi kami, sebagai keluarga. namun, nyatanya kami harus kembali di tampar oleh fakta menyedihkan soal pengkhianatan yang ayah lakukan pada ibu.”PRAK!Daries membanting piring yang ada dihadapannya, membuat piring berbahan keramik itu pecah berantakan di lantai. baru kali ini, Zola melihat wajah kemarahan sang ayah. dan itu semua disebabkan oleh Isa. anak kandungnya yang sudah lama ia rahasiakan. “Cukup Daries, kau membuat Zola ketakutan.” “Sebagai seorang ibu, kau tidak bisa mengajari dan mendidik anak kita! lihat kelakuannya sekarang setelah bercerai, berani sekali mengungkapkan isi hatinya dan berencana meninggalkan rumah ini!”Zola menatap wajah ibunya, berharap agar wanita itu bisa sedikit saja tegas pada ucapan Daries. tapi, kenyataannya tidak seperti yang Zola inginkan. Dania hanya dapat menundukkan wajah tanpa berani menatap langsung wajah Daries.‘setidaknya aku tidak selemah ibuku,’ batin Zola lalu pergi meninggalkan ruang makan. Setelah
Semalaman Edgar tidak tidur dengan tenang. pria berlesung pipi itu terus saja terbayang wajah Zola yang dipenuhi oleh air mata. betapa rapuhnya pondasi hati wanita yang dulu ia kenal begitu tegar dan tak gampang untuk menangis. Zola juga merupakan wanita yang tidak mudah untuk menunjukkan kesedihannya. pasti ada sesuatu yang membuat kekasihnya itu begitu terpuruk dan terlihat begitu putus asa. karena waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, Edgar bergegas untuk mandi dan melakukan aktifitas seperti biasanya.“Sebaiknya kau pikir ulang untuk menikahi anak Joyokusumo itu,”Edgar menghentikan sendok yang berisi makanan yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya. pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Valden membuat suasana hati dan nafsu makan Edgar seketika hilang begitu saja. bukankah slhal ini sudah dibahas berulang kali dan kesepakatannya adalah ia boleh menikahi Zola, yang penting hal itu tidak berdampak buruk pada bisnis keluarga ini. Melihat ekspresi wajah Edgar yang t
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau