Adrian mengendarai mobil dengan daya fokus yang terus menerus, sesekali dia memijat pelipis kepala yang terasa nyeri. Kepalanya pusing, ia tak menyangka jika kesalahannya berdampak besar dalam hidupnya. "Sus, aku akan memesan taxi online, tolong bawa Mama sampai ke rumah, kepalaku pusing tidak bisa mikir," pinta Adrian lalu mengambil ponsel dari dalam tasnya. "Baik Pak," jawab suster sambil membetulkan posisi tidur majikannya, sang nyonya nampak tertidur pulas dengan posisi menyandar di kursi. Tiga puluh menit kemudian, datanglah taxi online yang telah di pesannya. Adrian menggendong sang mama lalu memasukkan ke dalam mobil itu, kemudian disusul oleh suster yang selalu setia mendampingi. Pria yang sebentar lagi akan menjadi ayah itu bergegas masuk ke dalam mobilnya lalu melaju cepat menuju cafe langganannya. Adrian adalah sosok tertutup yang tidak suka hidup berkelompok. Dulu hidupnya hanya seputar sekolah, kuliah dan pekerjaan. Hal inilah yang menyebakan dia susah dekat den
"Mas, selamat... Sebentar lagi akan menjadi ayah, aku turut berbahagia," ucap Anna dengan terbata-bata mencoba menahan air matanya. Anna membiarkan oleh-oleh yang dibawanya tergeletak di meja begitu saja, ia merasa kehadirannya tak diharapkan. Keberadaan calon istri Adrian tentu lebih penting daripadanya. Ia memilih untuk pulang, menyembunyikan luka. "Anna, tunggu ...!" teriak Adrian sambil berlari mengejarnya, hendak menjelaskan semuanya tapi terlambat sudah. "Apalagi yang mau kamu jelaskan, Mas? Kemarin alasan ingin fokus merawat Mamamu, lalu alasan merasa bersalah atas tindakan Papa dan Arka, apa sekarang juga berasalan kalau kamu nggak sengaja menghamili wanita lain? Aku bukan wanita bodoh, Mas!" bentak Anna sambil menepis tangan Adrian yang mencoba menyentuh bahunya. "Anna, dengarkan aku! Aku hanya mencintaimu saja! Aku dalam kondisi mabuk, hingga tidak sadar menidurinya! Aku minta maaf, itu memang salah tapi tolong beri aku ..." Adrian mencoba menjelaskan duduk perkara y
Adrian yang merasa kesal dengan kehadiran Alda di rumahnya, memutuskan untuk meninggalkannya di ruang tamu. Ia memilih untuk masuk ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu.Adrian merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap lampu kamar yang perlahan meredup, seolah memberi tanda bahwa masanya akan habis. Setelah berpikir beberapa saat, ia mulai teringat dengan ucapan papanya saat mereka bertemu di cafe."Sebaik-baiknya laki-laki adalah yang tidak menyakiti perempuan. Tapi jika perempuan itu membuatmu ragu, carilah asal usulnya hingga kamu tidak pernah lagi meragukannya," ujar sang papa dengan makna penuh kebijaksanaan.Adrian segera mengambil ponselnya lalu menghubungi sang papa lagi, berharap pria tua itu bersedia membantunya."Hallo, Adrian, ada apa?" sapa sang papa yang sedang berada di sebuah rumah sakit yang terletak di desa, bergegas untuk pulang ke kosannya."Papa, bantu aku menyelidiki tentang Alda! Bukankah Papa punya teman yang bekerja di kampusku dulu? Seingatku dia ada
"Apa menurut Ibu, saya adalah orang bodoh yang bisa di bohongi begitu saja?" tanya Adrian dengan tajam pada Ibu dari Alda. Mulai merasa muak dengan tingkah konyol kedua orang tua calon istri yang tak pernah dicintainya, Adrian mengeluarkan bukti terakhirnya, sebuah hasil pemeriksaan kandungan Alda di dokter langganannya. "Asal kalian tahu! Dokter langganan Alda adalah teman yang sangat ku kenal! Mungkin ini melanggar etik tapi dia lebih kurang ajar dengan memalsukan usia kehamilannya!" bentak Adrian sambil menyodorkan hasil usg dan riwayat pemeriksaan. Kedua orang tua yang awalnya bahagia karena mengira kehadiran Adrian untuk membicarakan pernikahan ternyata tidak sama sekali! Justru kehadirannya bertujuan untuk membongkar aib putri kebanggaan keluarga kaya yang sangat sombong! Ibu Alda terasa melemah, ia yang seorang dokter kandungan juga tentunya paham bahwa apa yang dibawa Adrian tidaklah bohong, melainkan sebuah bukti nyata tentang kebohongan putri kesayangannya. "Saya
"Mas, tolong berikan aku kesempatan untuk berpikir, ini terlalu mendadak dan sudah larut malam," ucap Anna pada Adrian dengan tatapan yang penuh keraguan. "Oke, aku pamit pulang," sahut Adrian singkat. Anna menyadari ada ekspresi kekecewaan di wajah tampannya. Namun, memutuskan untuk menerima lamaran dan menikah kembali adalah keputusan yang besar. "Dia sudah pulang? Apa yang ia katakan?" tanya Ibu Anna yang muncul dari arah kamar, penasaran tentang perbincangan yang terjadi di antara keduanya. "Adrian menjelaskan siapa sosok perempuan yang telah menipunya dan meminta kesempatan kedua agar kami bisa menikah," sahut Anna dengan wajah datar, ia merasa kebingungan. Ibu Anna menghela nafas panjang mendengar rentetan cerita yang disampaikan anaknya, mulai dari pertemuan tak sengaja, kehamilan palsu hingga membatalkan rencana pernikahan dengan Dokter Alda. "Syukurlah, kasihan Adrian jika harus menikah dengan penipu," sahut Ibu Anna sambil duduk di ruang tamu, ia bersantai sejena
POV Anna Kini aku telah resmi menjadi Nyonya Adrian, Dokter sekaligus teman masa kecilku. Sebenarnya aku malu, mengapa harus menggelar pesta sebesar ini untuk aku yang hanya seorang janda. Entahlah, mungkin karena suamiku begitu mencintaiku, ingin memberikan yang terbaik padaku. Semua mata terlihat bahagia melihat kebahagiaan kami. Suamiku memilih untuk menggelar pesta pernikahan di hotel bintang lima dengan tamu undangan sekitar seribu orang. Aku terus mencari keberadaan anakku, Aruna. Tentunya aku tak lupa mengundang mantan suamiku, Arka dengan harapan ia bersedia membawa Aruna hadir bersamaku. Namun, harapanku seolah sia-sia, aku tak menemukan sosok yang ku cari hingga menjelang 30 menit acara ini berakhir, nihil. Mama dan Papa mertuaku hadir meski mereka telah resmi bercerai. Kondisi Mama sudah berangsur pulih, dia mampu menahan emosinya lebih baik dari sebelumnya, sedangkan Papa kini tinggal di apartemen yang baru saja di beli setelah berpisah dengan Mama. Ayah dan ibuku
Anna nampak begitu bahagia menikmati liburannya di pulau dewata. Ia tengah menikmati nuansa pantai yang terhampar laut biru sejauh mata memandang, sejak kecil hal yang paling di sukainya adalah melihat laut yang membuatnya merasa tenang. "Sayang, apakah kamu sangat bahagia menikah denganku?" tanya Adrian yang terdengar konyol bagi Anna. "Mas, aku sudah mengenalmu sejak kecil. Kamu selalu melindungiku saat aku yang pemalu seringkali dirundung teman-temanku. Kenapa bertanya hal seperti itu?" balas Anna yang merasa keheranan dengan pola pikir Adrian. "Tidak, aku hanya khawatir jika semisal aku tidak bisa lebih baik dari mantan suamimu yang ternyata adalah adikku yang selama ini tak pernah ku ketahui," ujar Adrian dengan wajah yang memendam kesedihannya. Wajar saja jika Adrian berpikir demikian, Ayahnya pernah berselingkuh dengan wanita lain hingga memiliki anak bernama Arka yang tak lain adalah mantan suami Anna. Meski beda ibu, dalam diri Adrian dan Arka mengalir dari seorang ayah y
"Anna, kenapa wajahmu masam? Apa kamu tidak enak badan?" tanya Adrian yang mulai mengkhawatirkan perubahan ekspresi pada istrinya. "Aku hanya sedang lelah, ayo kita kembali ke kamar Mas," sahut Anna sambil menarik tangan suaminya agar bergegas pergi dari restoran itu. "Jadi ini istri yang kau banggakan dan berpendidikan itu! Berani sekali dia menampar pacarku!" teriak Anneth lalu mendorong Anna hingga ia jatuh tersungkur. Adrian segera membantu Anna berdiri, tak menyangka jika kakaknya tega berperilaku sangat kasar. "Kak, tolong jangan kasar sama istriku! Semua bisa dibicarkan baik-baik," balas Adrian yang mencoba menenangkan kakaknya. Dimas yang melihat keributan dari kejauhan segera mengambil sikap terbaiknya, ia sengaja memegang pipi bekas tamparan Anna. "Lihat sendiri! Pipinya sampai memerah gara-gara perbuatan istri udikmu itu!" bentak Anneth sambil memegang pipi pacarnya. "Kak, tenanglah dulu! Ini pasti hanya salah paham, biarkan Anna menjelaskan semuanya," pinta Adrian m
"Nak, kita sementara tinggal di pasar ya, ayah baru saja keterima bekerja sebagai kuli," ujar Arka pada Aruna.Aruna hanya menganggukan kepala, bersedih atas apa yang telah terjadi. Pernikahan siri yang berakhir sebab perselingkuhan kembali membawa luka pada hati Aruna. Awalnya ia mengira pernikahan ayahnya dan Tante Asih akan lebih bahagia daripada dengan Tante Clara ternyata sama saja sebab tak berlangsung selamanya.Pasca meninggalkan rumah Asih, nasib Arka menjadi semakin tidak jelas. Ia luntang-luntung tidak jelas sebab bingung tak tahu arah hingga akhirnya ia bertemu dengan teman masa kecilnya dulu, Tirta. Orang yang dulunya adalah teman sekolah yang sama-sama memiliki keinginan untuk sukses.Tirta dan Ina adalah pasangan yang sudah lama menikah namun belum di karuniai momongan. Saat mengetahui bahwa Arka membawa Aruna yang masih duduk di bangku SMP tentunya membuat mereka bahagia sebab merasa kehadirannya dapat mengobati rindu akan memiliki keturunan."Aruna, kamu tidak perlu k
Beberapa tahun kemudian ... Anna mulai bersedih atas kondisinya, ia belum juga dikaruniai anak dari pernikahannya dengan Adrian, sedangkan Arini mulai beranjak remaja, sebentar lagi dia akan masuk sekolah menengah pertama. Ibu Adrian yang sudah divonis sembuh dari penyakit mentalnya mulai mempertanyakan kondisi Anna, yang tak kunjung hamil. "Ann, kamu kapan ngasi ibu cucu? Masak kamu kalah dengan kakaknya Adrian? Dia sudah hamil setelah pernikahan ketiganya dan sekarang dia tengah hamil anak kedua!" sindir Ibu Adrian yang membuat batin Anna semakin terguncang. "Kami sudah berusaha Bu, mohon doanya saja," balas Anna dengan menundukkan kepala. Makanan yang tersaji di meja belum juga tersentuh. "Adrian, sebaiknya kamu menikah lagi saja, mumpung belum terlalu tua dan kasihan mama yang sudah tidak sabar ingin menggendong cucu darimu," sahut Anneth menambah suasana semakin panas, kehamilan keduanya semakin membuat Anna terpuruk. Dimas yang telah menikah dengan Anneth hanya bisa
"Ibu, mohon ijinkan aku bertemu Anna, aku tidak ingin kesalahpahaman ini berlarut-larut," pinta Adrian memelas, tak ingin sang istri semakin menjauh. "Aku sudah mendengar semua dari Anna. Jika kamu memang mencintainya, mengapa terlalu ikut campur urusan pribadi pasienmu yang ternyata adalah mantan tunanganmu? Tidakkah kamu sadari jika itu akan menyakiti istrimu karena mengira kamu belum move on!" tegas Ibu Anna yang tak terima anaknya kerapkali disakiti pria yang dicintainya. Tiba-tiba muncul Ayah Anna dari belakang, ia merasa sang istri terlalu ikut campur urusan rumah tangga anaknya. "Sudahlah Bu, jangan ikut campur urusan rumah tangga mereka, cepat panggil Anna! Ia harus mendengar kata suami bukan malah pulang ke rumah orang tua jika ada masalah," ujarnya dengan tatapan tajam. Ibu Anna hanya bisa cemberut, tak mampu melawan perkataan suaminya karena memang benar, harusnya orang tua tidak mencampuri urusan anak-anaknya terutama jika sang anak telah menikah. "Maafkan ibu me
"Adrian, ini aku Aluna. Terima kasih, kamu sudah menyelamatkan aku dan bayiku," ujar seorang perempuan melalui sambungan telepon. "Aku hanya menjalankan tugasku, Aluna," jawab Adrian dengan menatap Anna, seolah meminta persetujuannya. "Aku bersedih atas kesalahanku di masa lalu, kini aku telah bercerai dari Allan. Namun, masalah ini belum selesai karena di menuntut hak asuh anak," ujar Aluna seolah ingin bercerita tentang keluh kesahnya. "Aku turut bersedih untukmu, bersabarlah! Semua akan baik-baik saja!" sahut Adrian mencoba memberi semangat. "Andai aku tidak khilaf, mungkin kita masih bersama," ujar Aluna penuh penyesalan. "Kamu pasti akan menemukan kebahagianmu seperti aku yang sudah bertemu belahan jiwaku," sahut Adrian lalu mematikan ponselnya. Anna sangat senang mendengar pernyataan suaminya, dipeluknya erat-erat seolah tak ingin lepas. "Maafkan aku sudah meragukanmu Mas," ucap Anna yang masih berada dalam pelukannya. Mereka kemudian bermesraan, saling bercumb
Terlihat Anna sedang duduk di sebuah restoran dekat tempatnya mengajar. Ia bahkan masih menggunakan seragam PDH yang identik dengan ASN dengan status PPPK. Dengan jilbab merah merona, ia terus membetulkan penutup kepala yang terasa kurang pas. Berkali-kali ia mengecek jilbabnya melalui cermin kecil yang selalu dibawa kemana-mana. Saat itu jam menunjukkan pukul 12.00 siang, artinya waktu istirahat kurang satu jam lagi. Tak lupa wanita beristri itu menghubungi suaminya, Adrian jika ia hendak bertemu teman suaminya. Anna yang tak tahu apa-apa mengira hubungan suami dan pria yang pernah menolongnya cukup dekat. Tak lupa Anna membawa sebuah bingkisan untuk ucapan terima kasih. Segelas orange juice menjadi teman sepi kala sang penyelamat belum juga hadir. "Maaf Mbak Anna, saya telat, tadi macet nih," sapa Allan dengan masih memakai jas putihnya, terlihat dia baru saja keluar dari rumah sakit. "Tidak apa-apa kok, ini ada sedikit bingkisan dari saya, sebagai ucapan terima kasih," sahut An
Bulan madu tak terasa akan berakhir. Anna masih mengalami dilematis dalam hatinya, bulan madu yang seharusnya menjadi semangat untuk menjalani kehidupan rumah tangga justru membuatnya terhubung kembali dengan masa lalu dan rahasia sang mantan yang tidak sengaja diketahuinya.Hal serupa juga dirasakan oleh Adrian, ia merasa kehadiran Allan ibarat bom waktu yang mengusik jiwanya. Tiba-tiba ia teringat dengan mantan tunangannya, Aluna. Bagaimanakah kabarnya? Apa hidupnya bahagia? Rasa penasaran coba ditepis karena tak ingin menyakiti Anna."Sayang, kamu sejak tadi melamun? Apakah ada hal yang mengganggumu?" tanya Adrian sambil menatap sang istri, mereka sedang berada di ruang tunggu bandara."Tidak, aku hanya takut naik pesawat, meski ini yang kedua bersamamu," sahut Anna dengan senyum yang dipaksakan, wanita itu hanya tak ingin suaminya cemas.Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam akhirnya mereka tiba di rumah Arka."Kalian sudah pulang? Kenapa tidak mengabari Mama? Ada sopir
Setelah pintu lift terbuka, pasangan muda-mudi itu keluar seolah tak menghiraukan keberadaan Anna. Seketika itu, istri dari Adrian duduk bersimpuh di dalam lift, jantungnya berdegup kencang seperti hendak copot, rasa laparnya hilang begitu saja diganti dengan rasa cemas yang melelahkan. Pintu lift kembali terbuka, nampak seorang laki-laki memakai pakaian jas seperti seorang eksekutif muda, ia menyapa Anna yang terlihat menyedihkan. "Mbak? Apa kamu baik-baik saja?" ujar pria muda itu, ia bergegas membantu Anna berdiri yang terlihat seperti orang linglung. "Terima kasih, saya hanya kelelahan saja," jawab Anna sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. "Mbak ada di kamar nomor berapa? Biar saya antar," ajak Pria muda yang nampak mencemaskan Anna. Anna tidak menjawab, hanya terlihat memencet tombol lift saja. Pria itu seperti terhipnotis, ia enggan beranjak dari lift meski lantai yang ditujunya telah terbuka. Anna hanya tersenyum lalu berjalan seperti orang linglung, ia bahkan ny
"Anna, kenapa wajahmu masam? Apa kamu tidak enak badan?" tanya Adrian yang mulai mengkhawatirkan perubahan ekspresi pada istrinya. "Aku hanya sedang lelah, ayo kita kembali ke kamar Mas," sahut Anna sambil menarik tangan suaminya agar bergegas pergi dari restoran itu. "Jadi ini istri yang kau banggakan dan berpendidikan itu! Berani sekali dia menampar pacarku!" teriak Anneth lalu mendorong Anna hingga ia jatuh tersungkur. Adrian segera membantu Anna berdiri, tak menyangka jika kakaknya tega berperilaku sangat kasar. "Kak, tolong jangan kasar sama istriku! Semua bisa dibicarkan baik-baik," balas Adrian yang mencoba menenangkan kakaknya. Dimas yang melihat keributan dari kejauhan segera mengambil sikap terbaiknya, ia sengaja memegang pipi bekas tamparan Anna. "Lihat sendiri! Pipinya sampai memerah gara-gara perbuatan istri udikmu itu!" bentak Anneth sambil memegang pipi pacarnya. "Kak, tenanglah dulu! Ini pasti hanya salah paham, biarkan Anna menjelaskan semuanya," pinta Adrian m
Anna nampak begitu bahagia menikmati liburannya di pulau dewata. Ia tengah menikmati nuansa pantai yang terhampar laut biru sejauh mata memandang, sejak kecil hal yang paling di sukainya adalah melihat laut yang membuatnya merasa tenang. "Sayang, apakah kamu sangat bahagia menikah denganku?" tanya Adrian yang terdengar konyol bagi Anna. "Mas, aku sudah mengenalmu sejak kecil. Kamu selalu melindungiku saat aku yang pemalu seringkali dirundung teman-temanku. Kenapa bertanya hal seperti itu?" balas Anna yang merasa keheranan dengan pola pikir Adrian. "Tidak, aku hanya khawatir jika semisal aku tidak bisa lebih baik dari mantan suamimu yang ternyata adalah adikku yang selama ini tak pernah ku ketahui," ujar Adrian dengan wajah yang memendam kesedihannya. Wajar saja jika Adrian berpikir demikian, Ayahnya pernah berselingkuh dengan wanita lain hingga memiliki anak bernama Arka yang tak lain adalah mantan suami Anna. Meski beda ibu, dalam diri Adrian dan Arka mengalir dari seorang ayah y