Clara diam terpaku, ia tak menyangka reaksi ibu Arka begitu menyebalkan. Tak tahan, ia hendak membalas ucapan itu namun tiba-tiba Arka datang seperti hendak membelanya. Perempuan itu tersenyum seolah kehadiran lelaki itu akan menguntungkannya."Sejak kapan kau jadi orang bodoh yang tidak peka? apa kau menganggap aku dan ibu bukanlah makhluk yang butuh makan? sekarang pesankan kami makan atau kau segera masak untuk kami!" bentak Arka mampu membuat Clara membelalakkan matanya. Ia benar-benar tak menyangka jika sang calon suami sama sekali tak membelanya di depan sang ibu.Perempuan itu tak bergeming, ia hanya mematung dan menghentikan apa yang tengah dilahapnya. Seolah makanan itu tidak menarik lagi buatnya. Ia terus menatap dua orang yang tengah mengintimidasinya dengan tatapan menahan amarah."Kamu malah bengong, ayo kami lapar! cepat buatkan makanan atau belikan! ternyata kamu lebih parah daripada Anna mending dia masih mau memasak makanan untuk kami!" hardik Ayu seolah semakin memoj
Clara mengendap-endap sambil mengawasi sekitar, dilihat jam dinding yang tergantung di ruang tamu telah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Suasana masih sangat sepi, nampak bahwa para penghuni rumah masih terlelap. Ia yang sejak malam telah menghubungi Arka namun tak kunjung juga mendapat tanggapan. Muak, akhirnya ia memilih untuk kabur ke rumah sang ibu yang tak jauh dari rumah Arka. Mas ojol telah bersiap di depan rumah untuk menjemput wanita yang tengah hamil muda. Wanita itu bergegas menaiki motor ojol kemudian berlalu meninggalkan rumah yang kelak akan menjadi saksi pernikahannya. Disepanjang jalan, wanita itu tiada henti-hentinya menangis, ia mulai menyesal dengan pilihan hidupnya sebab semua seolah tak sesuai ekspektasi. Masih terbayang bagaimana kelakukan kasar calon ibu mertua dan kakak iparnya. Mereka berlaku seenaknya dengan menyuruhnya untuk beberes rumah, mencuci pakaian dan memasak. Ia yang terbiasa hidup berkecukupan merasa dizalimi dan direndahkan. Hal yang lebih miris la
Si kembar nampak bahagia saat tiba dipantai, mereka saling berkejaran kesana kemari. Sang nenek nampak kelelahan melihat tingkah laku menggemaskan kedua cucunya, ia bahkan beberapa kali mengingatkan untuk tidak bermain di dekat pantai sebab khawatir terseret ombak. Adrian dan Anna terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah menghabiskan waktu berdua. Mereka terlihat mengobrol dan sesekali tertawa bersama. "Mas, kenapa sampai saat ini kamu belum menikah? apa yang kamu tunggu?" tanya Anna penasaran, ia tak pernah tahu kehidupan sang dokter sejak mereka terpisah. "Mungkin aku hanya belum menemukan yang cocok saja, padahal orang tua dan kakakku sudah mencarikannku jodoh. Mulai dari dokter, pramugari, artis," sahutnya dengan nada bercanda, seolah ia menertawakan kisah hidupnya yang lucu. "Wah, sangat pemilih sekali sahabatku ini, Mbak Anya gimana kabarnya mas? sejak dulu dia selalu jutek padaku seolah aku ini akan mengambilmu darinya," sahut Anna sambil tersenyum meledek, seolah A
Arka mengurung diri di kamar, ia nampak berfikir dimana keberadaan Clara. Ia tak mungkin membatalkan pernikahan siri yang sudah direncanakan. Terdengar bunyi gawainya yang menunjukkan pesan dari kekasihnya, Asih dan Ningsih, mereka semua nampak merindukan kehadiran lelaki mata keranjang itu. Lama berfikir, tiba-tiba Arka teringat bahwa Clara memiliki ibu yang tinggal di desa yang sama dengan tempat tinggalnya. Lelaki itu bergegas keluar untuk berbicara dengan sang ibu yang mungkin mengetahui dimana alamat rumah orang tua Clara. "Bu, apakah ibu tahu dimana rumah orang tua Clara?" sapa Arka pada ibu yang tengah asyik menonton tv, ia nampak terkejut saat anak lelaki yang sejak tadi mengunci kamar tiba-tiba mengampirinya. "Aku tidak tahu pasti tapi aku akan coba mengingatnya," balas sang ibu sambil memainkan remotnya, acara kesukaannya telah usai hingga ia memencet tombol untuk mencari saluran yang disukai. "Ibu, nanti harus minta maaf pada Clara dan bersikaplah yang manis, buat me
Adrian nampak fokus menyetir mobil yang tengah melaju dengan kecepatan sedang. Dari kaca spion tengah, ia melihat bahwa si kembar dan neneknya sudah tertidur lelap. Anna yang duduk disampingnya mulai memejamkan mata meski nampak berusaha untuk tidak tertidur. "Anna, tidurlah! Kau nampak lelah, aku akan baik-baik saja jika menyetir sendiri!" Titah Adrian yang terdengar seperti perintah, ia tak ingin sahabat kecilnya itu kelelahan. Anna hanya tersenyum tipis lalu perlahan memejamkan mata. Ia mulai tertidur. Adrian hanya bisa tersenyum singkat melihat wajah sang wanita yang telah lama dicintainya, namun sang dokter itu paham bahwa bukan keputusan yang tepat untuk segera mengakuinya. Meski ia nampak fokus menyetir, pikiran sang dokter telah melayang kemana-mana. Ia mulai teringat kebersamaan saat mereka kecil dulu. Adrian selalu ada di samping Anna, ia menjadi pendengar setia kala gadis itu bercerita sekaligus jadi teman bermain. Sejak kecil Anna selalu di bully, teman-temannya seper
Tamu tak diundang itu telah berada di ruang tamu, mereka duduk dengan muka masam. Ningsih duduk sambil terus menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap setiap orang di sekelilingnya. "Maaf, ada keperluan apa kalian datang ke rumahku?" tanya Ayu merasa renovasi rumahnya telah rampung dan dia sedang tidak membutuhkan jasa lelaki tua itu. Terkait perjodohan dengan Ningsihpun sepertinya batal sebab gadis itu telah dijodohkan dengan lelaki lain atas saran dari kakak lelakinya. "Kami ingin bertemu dengan Arka, cepat panggil lelaki kurang ajar itu!" Perintah Nanang, kakak lelaki ningsih, wajahnya nampak emosi seolah ada sesuatu yang ingin dilampiaskan. Ayu mengangguk sambil memanggil nama Arka beberapa kali. Lelaki mesum itu datang merespon panggilan sang ibu. Ia nampak terkejut dengan kedatangan tamu yang tak diharapkan, untuk apa Ningsih dan keluarganya datang kemari? "Kau, lelaki kurang ajar! sudah kau apakan adikku!" bentak Nanang yang tak sanggup lagi menahan amarahnya, ia ingi
Anna nampak fokus dengan tugas-tugas administrasi yang menumpuk pasca libur akhir pekan. Ia bersemangat untuk mengurus berkas pengajuan PPG dengan harapan kesejahteraannya akan meningkat karena ia menyadari tidak mungkin terus berharap belas kasih kedua orang tua. "Wah, rajin sekali Bu Anna, pagi-pagi sudah sibuk dengan berkas PPGnya, lagi kejar setoran ya bu?" sapa Bu Wulan yang terdengar seperti sindiran halus. "Iya bu, saya harus bersiap dengan kemungkinan terburuknya, mungkin ayah si kembar tidak mau membiayai lagi jika keputusan cerai telah dikeluarkan oleh pengadilan," sahut Anna dengan malas, sebenarnya ia enggan untuk bercerita kondisinya tapi sudah saatnya ia menjelaskan agar tak ada lagi yang menfitnahnya. "Wah, sedih sekali jadi Bu Anna, sebentar lagi jadi janda dengan dua anak tapi mantan suami nggak mau tanggung jawab sama anaknya. Terus kenapa Bu Anna berpisah?" tanya Bu Wulan yang masih kepo dengan rumah tangga rekan sejawatnya, ia merasa info ini akan menjadi baha
Semua orang yang hadir dalam ruang BK tentu sangat terkejut mendengar pengakuan Dokter Adrian. Calon ayah? apakah mereka diam-diam menjalin kasih dan memutuskan untuk segera menikah? Anna yang baru saja memasuki ruangan itu menjadi orang yang paling ditunggu sebab mereka semua tentu penasaran dengan apa yang terjadi di sana. "Bu Anna, saya kira anda tidak bisa hadir sehingga menyuruh calon suami untuk menjadi saksi dalam penyelesaian masalah anak-anak," ungkap guru BK yang terbiasa menyelesaikan masalah siswa. Anna melotot seolah tak paham, matanya melirik pada Adrian seolah meminta kejelasan atas apa yang dimaksud. Sang dokter memberikan kode yang hanya mampu dipahami mereka berdua. "Oh... iya, maafkan saya karena terlambat hadir, apa tidak bisa kita mulai saja pembahasannya?" balas Anna seolah ingin mengfokuskan pada inti permasalahan. Guru BK mulai menjelaskan permasalahan antara Aruna dan Galang yang dipicu oleh sikap Galang yang hendak mendorong Aruna. Laki-laki itu kesa
Arka mulai curiga, hampir tiap hari sang istri selalu pulang terlambat. Asih kerapkali beralasan mencari uang tambahan untuk menghidupi keluarga sebab penghasilan Arka tak pernah bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Suatu ketika perasaan Arka tidak nyaman, ia memutuskan untuk membuntuti ke mana sang istri pergi. Jantungnya berdegup kencang seolah tak mampu menahan keresahan hati. Ia melajukan motor bututnya secara perlahan sambil mengawasi sang istri yang menaiki taksi. Taksi itu berhenti di sebuah kos-kosan elit, Asih yang memakai baju seksi seperti biasanya hanya melambaikan tangan pada penjaga kos, seolah mereka sudah saling kenal. Arka berpikir keras agar bisa masuk ke kosan itu tanpa menimbulkan kecurigaan. "Permisi Pak, apakah benar tempat ini adalah kos-kosan dan masih ada kamar kosong nggak?" tanya Arka yang terlihat seperti orang yang mencari kosan. Penjaga kos melihat Arka dari atas hingga bawah, menyadari diremehkan, ia segera berkilah agar ucapannya dapat di percaya.
POV AnnaAku menyadari telah melakukan kesalahan besar. Membentak Arini sama saja dengan menghendakinya jadi anak yang semakin susah diatur. Mungkin semua ini adalah salahku karena aku terlalu memanjakannya, Aku hanya tak ingin dia kecewa, pikirku.Anak yang lucu menggemaskan sejak tadi hanya duduk dengan muka cemberut. Aku paham jika anakku sangat menyayangi Adrian seperti ayahnya tapi hal yang tidak anakku sadari adalah, dokter itu sudah berubah, hatinya tidak selembut saat pertama dia nyatakan cinta.Wajah perempuan itu masih terbayang dibenakku. Betapa mereka terlihat bahagia satu sama lain. Mengapa sebegitu mudahnya kamu melepaskanku, Mas? Bukankah kamu sudah berjanji akan membangun istana kita berdua di mana aku adalah ratumu? sungguh hatiku sakit dipaksa menerima kenyataan ini.Kegelisahanku sepertinya dibaca oleh ibuku, ia sudah seperti belahan jiwa yang selalu memahami apa yang menjadi beban pikiranku. Dengan mata berkaca-kaca, aku menceritakan kisahku yang kandas bersama Adr
"Arini, ayo kita nonton," ajak Anna sambil membawa makanan yang sudah dibelinya, popcorn dan segelas es teh. "Bunda, aku masih kangen sama Om ...." rengek Arini seolah enggan melepas tangan sang dokter. "Arini!" bentak Anna membuat seluruh pengunjung melihat mereka. Arini yang ketakutan hanya bisa cemberut sambil melirik ke arah Dokter Adrian, tangan kecilnya perlahan melepas tangan pria yang sudah dianggap seperti ayahnya sendiri. Anna segera menarik tangan kecil Arini dan menggiringnya menuju ke ruang bioskop yang akan segera menayangkan film yang sudah mereka beli tiketnya. "Apakah kamu mengenal mereka?" tanya dokter Alda yang merasa penasaran."Iya, mereka adalah orang yang pernah mengisi hidupku tapi karena suatu hal, aku nggak bisa mempertahankan mereka," sahut Adrian dengan wajah sedih.Dalam perjalanan pulang tak ada percakapan antara Alda dan Adrian, mereka seolah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Akhirnya Alda mencoba membuka pembicaraan."Apakah aku hadir di wa
POV Anna Aku merasa hubunganku dengan Mas Adrian sedang di ujung tanduk. Tidak ada lagi pesan atau telepon mesra yang biasanya ku terima di setiap hari. Semua berawal sejak rahasia keluarganya terbongkar di depanku.Peristiwa naas itu terjadi saat kami memutuskan untuk membicarakan rencana pertunangan kami di depan dua keluarga besar. Hatinya yang deg-degan sebab dilanda kecemasan seketika itu bergemuruh jiwa sebab kedatangan mantan mertuaku, Ayu.Awalnya ia hendak mendesakku kembali untuk mempertemukannya dengan Arka, anak lelaki semata wayang yang sangat ia cintai. Ia tidak sendiri sebab membawa perempuan kampung yang ternyata adalah mantan pacar dari Arka yang tengah hamil besar.Seketika itu hatiku rasanya sakit, sakit bukan karena cemburu tapi kasihan pada wanita bodoh yang mau dihamili tanpa ikatan pernikahan. Aku hanya bersedih atas nama sesama wanita. Namun, bukan hanya itu kekacauan yang dibuat mantan ibu mertuaku. Ia juga bersikeras meminta pengakuan Pak Andrew, Papa Adrian
POV Adrian perasaanku kacau, bingung harus bagaimana menghadapinya. Papa yang selama ini aku hormati dan banggakan ternyata tega berselingkuh bahkan hingga memiliki anak. Mama dan aku merasakan hal yang sama. Hancur, tak tersisa. Ribuan kekecewaan terasa menusuk di dadaku. Apalagi anak hasil perselingkuhan Papa ternyata adalah mantan suami calon istriku, Anna. Lelaki yang begitu aku benci karena telah menyakitiku ternyata adalah saudaraku sendiri. Aku tak sanggup lagi menghadapi semua ini, terlebih hasil tes DNA menunjukkan bahwa Arka adalah anak biologis papaku. Hasil itu tidak ku berikan pada mama sebab kondisi kejiwaannya mulai terganggu sejak perselingkuhan papa. Kini aku mulai semakin berjarak dengan Anna, bukannya rasa cintaku memudar tapi aku merasa tidak pantas untuknya. Arka yang telah menyakitinya ternyata adalah adikku sehingga aku juga takut kelak akan menyakitinya. Kini hidupku hanya seputar aku dan mamaku yang semakin menunjukkan tanda-tanda depresi."Mas Adrian, ken
Andrew akhirnya memutuskan kembali ke desa di mana ia bertemu dengan Ayu. Hatinya berharap semoga perempuan itu mau menerimanya kembali meski mungkin akan sulit. Langkahnya terlihat ragu-ragu seolah ada beban berat di pundaknya. Pintu rumah Ayu terbuka lebar, mereka memang baru saja tiba, Ningsih masih terlihat kelelahan, wajar saja hari kelahirannya sudah dekat. Keringat dingin terus mengalir di keningnya, nafasnya terengah-engah. "Assalamualaikum, Ayu!" teriak Andrew berharap sang pemilik rumah segera menyambutnya, namun nihil, hanya Ningsih yang sedang duduk sendirian di sofa ruang tamu. "Waalaikumsalam, duduk saja pak dokter, mungkin ibu masih mandi, dia terlihat gerah," sahutnya sambil tersenyum. Andrew memutuskan untuk duduk di sofa yang masih kosong. Ia melempar pandangannya di sekeliling rumah yang tampak tidak berubah. Tiba-tiba teringat kilatan kenangan bersama Ayu di kala ia masih sangat muda. Saat itu ia baru saja menikah dengan Aura dan Anak-anaknya juga masih kec
"Mas Andrew!" teriak Ayu yang mengurungkan niatnya untuk naik taksi. Ia justru berlari ke arah berlawanan, mendekati mantan pacarnya yang terlihat gelisah. "Sudah puas kamu menghancurkan rumah tanggaku? Apa kau tahu! Gara-gara kau, aku akan kehilangan segalanya!" bentak Andrew yang muak melihat wajah perempuan yang telah merusak rumah tangga yang telah dibangun puluhan tahun. "Mas, kamu boleh membenciku saat ini tapi ingat Mas! Arka juga anakmu, dia berhak mendapat apa yang seharusnya didapat dari seorang ayah! Apa kamu tahu hancurnya hatiku saat tahu kamu pergi tanpa memberi secuilpun kabar? Seminggu setelah kepergianmu, suamiku meninggal. lalu aku menyadari kehamilanku setelah telat haid, aku yakin bahwa Arka adalah anakmu!" sahut Ayu dengan nada tinggi, ia terlihat berjuang agar bisa bersama selingkuhannya di masa lalu. "Apa buktinya jika Arka adalah anakku? Siapa yang tahu jika kamu melakukannya dengan orang lain!" sanggah Andrew yang tak dapat menerima kenyataan ia terus be
"Ibu, kenapa menyuruhku datang kemari? Ningsih sedang apa kamu di sini?" tanya Arka yang kebingungan, dia melihat Adrian di sana, pikirannya semakin bingung. "Arka, ibu ingin mengatakan kebenaran yang selama ini dipendam. Ayahmu sudah tiada bahkan kamu belum sempat melihatnya, sebenarnya dia bukanlah ayah kandungmu karena ayah kandungmu adalah pria yang sekarang ada di hadapanmu," ujar Ayu sambil meneteskan air mata, berat rasanya mengakuinya tapi tidak mungkin ia terus merahasiakannya seumur hidup. "Ibu! Jangan bercanda! Aku nggak kenal siapa dia!" teriak Arka mencoba menolak kebenaran, ia menatap tajam laki-laki yang dituduh ayah kandung yang selama ini telah disembunyikan ibunya. "Papa! Tolong jangan diam saja! Katakan yang sebenarnya sebelum aku dan Mama akan pergi meninggalkanmu!" ancam Adrian yang mulai merasa muak dengan apa yang terjadi di depan matanya. "Maafkan Papa, aku khilaf saat sedang bertugas di puskesmas. Kami memang dekat dan awalnya hanya saling curhat saja
Anna mengundang kedua orang tua Adrian untuk makan malam di rumahnya, hal ini tentu disambut baik olehnya sebab pertemuan ini bertujuan untuk menyatukan dua keluarga yang akan segera menjadi besan. Namun, hal tak terduga terjadi begitu saja, Ibu Arka ternyata belum juga pulang ke kampung. Ia bahkan sengaja menginap di rumah saudaranya yang bertujuan untuk mencari Arka. Sang ibu merasa pusing karena merasa sudah ditipu oleh anaknya sendiri. Pertemuan dua keluarga yang seharusnya menjadi momen yang berharga untuk keberlangsungan dua keluarga malah menjadi kacau balau. "Oh jadi ini mantan ibu mertuamu? Ternyata seleramu kampungan ya?" sindir Ibu Aura atau Ibu Adrian, dia seorang dokter spresialis yang sosialita kerapkali senang menyindir orang-orang yang terlihat kurang mapan. Tatapan Ayu terpaku pada lelaki yang berada di samping Aura, jantungnya berdegup kencang. Perasaan yang dulu sempat padam, kini kembali bergejolak. Ia tak menyangka, cinta masa lalu yang ia coba kubur kini be