Arka mulai terbangun dari tidurnya, sesekali ia menguap seolah rasa kantuk belum juga hilang. Hatinya begitu senang ketika tiba di kampung yang selalu dirindukan. Tidak ada yang berubah dari desa itu, semua masih nampak sama seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda dari Arka. Anna dan si kembar kini tak lagi disisinya sebab telah digantikan oleh Clara dan calon bayinya. Rumah Ibu Ayu masih terlihat sepi, tak nampak aktivitas yang menunjukkan keberadaan sang penghuni. Arka mulai cemas, panggilannya diabaikan oleh sang ibu atau sang kakak, Amara. "Kemana mereka? mengapa rumah tampak sepi?" batin Arka lalu berjalan dengan tergesa-gesa dan mengetuk pintu beberapa kali. Setelah sekian lama menunggu di depan rumah, akhirnya pintu itu dibuka oleh sang pemilik, Ibu Ayu. "Masukklah, cepat, jangan sampai terlihat orang lain," Ujar Ayu sambil mengawasi sekitar, ia memastikan tak ada tetangga yang memperhatikan gerak gerik mereka. "Ibu, kenapa bersikap seperti itu? apa ada masalah?" tan
Si kembar nampak begitu bahagia saat Anna berencana untuk mengajak mereka liburan ke luar kota. Destinasi yang dituju adalah pantai. Keduanya gembira seolah tak sabar ingin segera bermain sepuasnya di pantai. Anna nampak tersenyum saat melihat si kembar tengah bercanda tawa dan bermain bersama. Mereka sedang mencoba pakaian pantai yang akan dikenakan besok pagi. Namun, tiba-tiba sang kakek mengeluh tak enak badan, ia menunjukkan seolah mungkin besok tak bisa ikut sedangkan sopir pribadi keluarga mereka tengah cuti sebab sang istri segera melahirkan. Anna dan si kembar tampak murung seolah rekreasi itu akan dibatalkan, namun sang nenek mempunya ide, ia meminta Anna untuk menghubungi Adrian. Tentu awalnya ia menolak, namun melihat si kembar yang sedih, tentu ia tak sampai hati. Wanita itu menurunkan egonya dan berusaha menelpon Adrian. "Halo Ann, ada apa?" sahut lelaki dengan suara khasnya yang membuat jantung Anna berdegup, suara yang tegas namun terasa lembut. "Begini mas, kami
Clara diam terpaku, ia tak menyangka reaksi ibu Arka begitu menyebalkan. Tak tahan, ia hendak membalas ucapan itu namun tiba-tiba Arka datang seperti hendak membelanya. Perempuan itu tersenyum seolah kehadiran lelaki itu akan menguntungkannya."Sejak kapan kau jadi orang bodoh yang tidak peka? apa kau menganggap aku dan ibu bukanlah makhluk yang butuh makan? sekarang pesankan kami makan atau kau segera masak untuk kami!" bentak Arka mampu membuat Clara membelalakkan matanya. Ia benar-benar tak menyangka jika sang calon suami sama sekali tak membelanya di depan sang ibu.Perempuan itu tak bergeming, ia hanya mematung dan menghentikan apa yang tengah dilahapnya. Seolah makanan itu tidak menarik lagi buatnya. Ia terus menatap dua orang yang tengah mengintimidasinya dengan tatapan menahan amarah."Kamu malah bengong, ayo kami lapar! cepat buatkan makanan atau belikan! ternyata kamu lebih parah daripada Anna mending dia masih mau memasak makanan untuk kami!" hardik Ayu seolah semakin memoj
Clara mengendap-endap sambil mengawasi sekitar, dilihat jam dinding yang tergantung di ruang tamu telah menunjukkan pukul 06.00 WIB. Suasana masih sangat sepi, nampak bahwa para penghuni rumah masih terlelap. Ia yang sejak malam telah menghubungi Arka namun tak kunjung juga mendapat tanggapan. Muak, akhirnya ia memilih untuk kabur ke rumah sang ibu yang tak jauh dari rumah Arka. Mas ojol telah bersiap di depan rumah untuk menjemput wanita yang tengah hamil muda. Wanita itu bergegas menaiki motor ojol kemudian berlalu meninggalkan rumah yang kelak akan menjadi saksi pernikahannya. Disepanjang jalan, wanita itu tiada henti-hentinya menangis, ia mulai menyesal dengan pilihan hidupnya sebab semua seolah tak sesuai ekspektasi. Masih terbayang bagaimana kelakukan kasar calon ibu mertua dan kakak iparnya. Mereka berlaku seenaknya dengan menyuruhnya untuk beberes rumah, mencuci pakaian dan memasak. Ia yang terbiasa hidup berkecukupan merasa dizalimi dan direndahkan. Hal yang lebih miris la
Si kembar nampak bahagia saat tiba dipantai, mereka saling berkejaran kesana kemari. Sang nenek nampak kelelahan melihat tingkah laku menggemaskan kedua cucunya, ia bahkan beberapa kali mengingatkan untuk tidak bermain di dekat pantai sebab khawatir terseret ombak. Adrian dan Anna terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah menghabiskan waktu berdua. Mereka terlihat mengobrol dan sesekali tertawa bersama. "Mas, kenapa sampai saat ini kamu belum menikah? apa yang kamu tunggu?" tanya Anna penasaran, ia tak pernah tahu kehidupan sang dokter sejak mereka terpisah. "Mungkin aku hanya belum menemukan yang cocok saja, padahal orang tua dan kakakku sudah mencarikannku jodoh. Mulai dari dokter, pramugari, artis," sahutnya dengan nada bercanda, seolah ia menertawakan kisah hidupnya yang lucu. "Wah, sangat pemilih sekali sahabatku ini, Mbak Anya gimana kabarnya mas? sejak dulu dia selalu jutek padaku seolah aku ini akan mengambilmu darinya," sahut Anna sambil tersenyum meledek, seolah A
Arka mengurung diri di kamar, ia nampak berfikir dimana keberadaan Clara. Ia tak mungkin membatalkan pernikahan siri yang sudah direncanakan. Terdengar bunyi gawainya yang menunjukkan pesan dari kekasihnya, Asih dan Ningsih, mereka semua nampak merindukan kehadiran lelaki mata keranjang itu. Lama berfikir, tiba-tiba Arka teringat bahwa Clara memiliki ibu yang tinggal di desa yang sama dengan tempat tinggalnya. Lelaki itu bergegas keluar untuk berbicara dengan sang ibu yang mungkin mengetahui dimana alamat rumah orang tua Clara. "Bu, apakah ibu tahu dimana rumah orang tua Clara?" sapa Arka pada ibu yang tengah asyik menonton tv, ia nampak terkejut saat anak lelaki yang sejak tadi mengunci kamar tiba-tiba mengampirinya. "Aku tidak tahu pasti tapi aku akan coba mengingatnya," balas sang ibu sambil memainkan remotnya, acara kesukaannya telah usai hingga ia memencet tombol untuk mencari saluran yang disukai. "Ibu, nanti harus minta maaf pada Clara dan bersikaplah yang manis, buat me
Adrian nampak fokus menyetir mobil yang tengah melaju dengan kecepatan sedang. Dari kaca spion tengah, ia melihat bahwa si kembar dan neneknya sudah tertidur lelap. Anna yang duduk disampingnya mulai memejamkan mata meski nampak berusaha untuk tidak tertidur. "Anna, tidurlah! Kau nampak lelah, aku akan baik-baik saja jika menyetir sendiri!" Titah Adrian yang terdengar seperti perintah, ia tak ingin sahabat kecilnya itu kelelahan. Anna hanya tersenyum tipis lalu perlahan memejamkan mata. Ia mulai tertidur. Adrian hanya bisa tersenyum singkat melihat wajah sang wanita yang telah lama dicintainya, namun sang dokter itu paham bahwa bukan keputusan yang tepat untuk segera mengakuinya. Meski ia nampak fokus menyetir, pikiran sang dokter telah melayang kemana-mana. Ia mulai teringat kebersamaan saat mereka kecil dulu. Adrian selalu ada di samping Anna, ia menjadi pendengar setia kala gadis itu bercerita sekaligus jadi teman bermain. Sejak kecil Anna selalu di bully, teman-temannya seper
Tamu tak diundang itu telah berada di ruang tamu, mereka duduk dengan muka masam. Ningsih duduk sambil terus menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap setiap orang di sekelilingnya. "Maaf, ada keperluan apa kalian datang ke rumahku?" tanya Ayu merasa renovasi rumahnya telah rampung dan dia sedang tidak membutuhkan jasa lelaki tua itu. Terkait perjodohan dengan Ningsihpun sepertinya batal sebab gadis itu telah dijodohkan dengan lelaki lain atas saran dari kakak lelakinya. "Kami ingin bertemu dengan Arka, cepat panggil lelaki kurang ajar itu!" Perintah Nanang, kakak lelaki ningsih, wajahnya nampak emosi seolah ada sesuatu yang ingin dilampiaskan. Ayu mengangguk sambil memanggil nama Arka beberapa kali. Lelaki mesum itu datang merespon panggilan sang ibu. Ia nampak terkejut dengan kedatangan tamu yang tak diharapkan, untuk apa Ningsih dan keluarganya datang kemari? "Kau, lelaki kurang ajar! sudah kau apakan adikku!" bentak Nanang yang tak sanggup lagi menahan amarahnya, ia ingi
"Ya Tuhan, siapakah pria itu?" guman Aruna, lalu bergegas masuk ke dalam kamar. Jantungnya berdetak tidak karuan, kecemasannya selama ini kini terjawab sudah, artinya benar jika selama ini diikuti oleh pria misterius. Ia segera mengambil ponsel pemberian kakeknya, berulang kali mencoba melakukan panggilan hingga akhirnya sang kakek menjawabnya. "Ada apa, Nak? Tumben malam-malam telepon?" sapa Andrew, kakeknya. "Kek, aku mendapati seseorang yang misterius sedang berdiri di depan pintu, ia berulang kali memencet bel hingga saat ini," sahut Aruna dengan suara bergetar. "Baiklah, kakek akan menelpon pihak keamanan agar mereka segera menangkap orang misterius itu," ujar sang kakek mencoba menenangkan cucunya. Panggilan teleponpun terputus. Aruna memutuskan untuk memejamkan mata lalu menutupi tubuhnya dengan selimut, berharap teror orang misterius itu segera berakhir. Kini ia mulai menyadari bahwa tidak mudah hidup seorang diri, meski ia merasa baik-baik saja tanpa sang ayah, ny
"Mas, nilai Arini semakin turun, aku khawatir dengan kondisinya, dia menjadi sangat pendiam dan sering melamun di kelas," ujar Anna sambil mengelus-elus perutnya yang semakin membuncit. "Apa yang terjadi, Sayang? kenapa kamu baru menceritakan hal ini padaku?" sahut Adrian dengan penuh kecemasan, ia baru saja datang dari seminar yang diselenggarakan di luar negeri "Kamu sedang ada urusan di luar negeri, aku tidak ingin mengacaukan konsentrasimu," balas Anna dengan tatapan penuh kesedihan, tak sanggup lagi menahan beban yang selama ini disembunyikan. Adrian segera memeluk istrinya hendak melepas kerinduan yang selama ini terpisah jarak, sudah seminggu ia berada di luar negeri untuk mengikuti program seminar tentang perkembangan bayi tabung. Anna tinggal bersama Arini dan Ibu mertuanya yang begitu antusias dengan kehamilannya yang selama ini ditunggu-tunggu. "Mama gimana? Apakah kamu nyaman dengan keberadaannya?" tanya Adrian yang sebenarnya cemas dengan perangai sang mama yang
Anneth tak mampu menahan gejolak di hatinya. Perasaan yang sepi pasca dikhianati suami brondongnya, perlahan luluh akan perhatian Arka, pria yang baru saja dikenalnya beberapa hari yang lalu. Meski tak pernah sekalipun terucap kata terima kasih atas dukungan sang pria melalui kiriman bunga mawar yang di kirim setiap hari, hatinya tak bisa berbohong jika naluri akan cinta laki-laki kini bangkit kembali pasca perhatian dari pria itu."Apakah perasaanmu sudah lebih baik? Apakah kamu melihat bunga mawar tak lagi membuat hatimu kesal?" tanya Arka yang menangkap sinyal bahwa wanita itu mulai luluh hatinya."Aku hanya mencoba mencari tahu, siapakah pria yang mengirim bunga mawar padaku setiap hari, jika dulu nama Dimas membuatku muak kini nama Arka membuatku semakin penasaran," sahut Anneth mencoba berkilah, mengingkari perasaannya sendiri."Seperti yang kamu lihat, aku hanyalah seorang pria yang tinggal sendiri di kosan sempit yang jauh dari kata layak, tanpa istri atau anak. Apa sekarang k
Arka hanya bisa menggelengkan kepalanya, hari ketiga mengantar bunga di tempat yang sama, Anneth hanya membuangnya ke lantai dan menginjak dengan sepatu hak tingginya, kebetulan dia akan pergi ke perusahaan untuk mengecek bisnis skincarenya. "Maaf Nona, apakah tidak ada cara lain selain membuang dan merusaknya?" tanya Arka yang awalnya menahan diri kini tak bisa berpura-pura tidak peduli. "Apa urusanmu? Kamu hanyalah kurir pengantar bunga!" balas Anneth dengan ketus, ia hendak melewati Arka, segera menuju mobil mewahnya. "Aku memang tidak tahu masalah apa yang menimpa hidupmu, tapi seorang pria bernama Dimas, setiap hari datang ke toko kami, memesan bunga agar dikirim ke alamat rumah ini, aku bisa melihat ada ekspresi sedih di wajahnya," ungkap Arka yang mencoba menyentuh hati Anneth agar lebih terbuka. "Dia hanyalah pengkhianat yang tega menipuku dan berselingkuh dengan gadis yang masih kuliah! Mendengar namanya saja aku sudah jijik, apalagi melihat bunga mawar itu!" bentak Annet
"Arka, Papa memang bukan orang yang baik bahkan kamu lahir di saat aku tidak pernah peduli pada ibumu. Aku memang egois, merajut kasih dengan ibumu di saat aku sudah menikah dan memiliki dua anak," ujar Andrew yang merasa menyesal atas kesalahan pada masa lalunya. "Sudahlah, tidak ada yang bisa diubah dari takdir. Aku berat memanggilmu ayah tapi kau adalah ayahku. Maaf aku belum terbiasa dengan itu," sahut Arka yang masih merasa canggung dengan kondisi ini. Mereka memutuskan untuk makan di sebuah warung dekat puskesmas. Hal itu terjadi atas permintaan Andrew, ia bekerja sementara di sana sebab dokter jaga sedang cuti, jika situasi normal kembali maka ia akan kembali bekerja di rumah sakit dekat kota. "Terima kasih Nak, setidaknya kamu mulai menganggapku adalah Papamu meski hatimu mungkin belum menerima sepenuhnya," ucap Andrew sambil memegang tangan Arka, setidaknya mereka kini telah berdamai dengan takdir yang tercipta. Dua laki-laki yang terlibat ikatan darah itu mulai memak
"Runa, maafkan ayah yang selalu mementingkan diri sendiri! Ayah memang bukan orang baik," ujar Arka sambil terus berjalan terbata-bata. Arka melihat wajah kemarahan pada putri kesayangannya. Ia menyadari jika belum bisa membahagiakan putrinya, ia malah terus saja berulah. Pria itu hanya diam lalu berpasrah atas segala permasalahan hidup yang menghampirinya. Aruna mengantar ayahnya ke puskesmas agar sang ayah dapat segera terobati. Aruna duduk sambil menunggu di kursi ruang tunggu, tatapannya kosong. Ia kembali teringat perkataan Om Tirta beberapa hari yang lalu. "Aruna, kamu adalah anak yang baik dan pintar. Jangan sampai pengaruh buruk ayahmu mempengaruhimu! Dia adalah pria brengsek yang tidak tahu terima kasih! Ia tega meniduri istri sahabat yang menolongnya bahkan sampai hamil!" ujar Om Tirta, orang yang telah memberinya segepok uang. Aruna menghela nafas panjang, ia berniat untuk meninggalkan ayahnya yang sifatnya ternyata tidak bisa berubah, egois dan mau menang sendiri
"Ma, Dimas tega selingkuhin aku," ujar Anneth pada Mamanya, hatinya hancur saat mengetahui suami brondongnya ternyata tidak lebih dari seorang pengkhianat. "Apa? Sejak kapan? Dasar pria kurang ajar!" sahut mamanya, geram. "Dia tega memberikan apartemen yang aku berikan padanya pada gadis murahan yang masih berkuliah!" ungkap Anneth sambil menangisi segala kebodohannya selama ini. "Ceraikan saja pria tidak tahu diri itu! Kamu fokus saja pada kedua anakmu yang masih kecil! Lebih baik seperti Mama! Sendiri tapi bahagia!" sahut sang mama yang justru terkesan adu nasib. Ibu dari Adrian dan Anneth itu memilih menjanda di usia senja daripada harus sakit hati bersama pria yang tidak setia. Suaminya terbukti berselingkuh dengan perempuan desa hingga memiliki anak bernama Arka. Anak tersebut adalah suami pertama Anna, menantunya yang menikah dengan Adrian, anak lelakinya. Wanita tua itu awalnya berat merestui hubungan Anna dan Adrian karena pilihan Adrian yang seorang janda dan perna
"Mas, aku hamil!" ujar Anna sambil memeluk suaminya, Adrian. Ia menyerahkan tespek yang menunjukkan garis dua! Akhirnya penantian keduanya kini terjawab sudah. Setelah beberapa tahun menikah, keduanya tak langsung dikaruniai momongan hingga membuat Anna sempat stres dan memilih untuk tinggal di rumah yang berbeda dengan mama mertuanya. Adrian yang sabar dan dewasa, memilih untuk menjaga kesehatan mental istrinya daripada harus bertahan di rumah ibunya. Mereka bergegas ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi kandungan Anna. Wanita itu tidak menyadari keterlambatan haidnya sebab kegiatan sekolah yang begitu padat sebab tengah menghadapi ujian kenaikan kelas. Ia sudah di sibukkan dengan membuat soal, kisi, kartu dan persiapan pengisian rapot, sungguh menguras tenaga dan pikirannya. "Selamat Pak Adrian, Ibu Anna tengah hamil usia kandungan 12 minggu, sudah terlihat dua kantung janin dalam perutnya! Artinya kalian akan dianugerahi anak kembar!" ujar Dokter Herry, salah satu teman A
Beberapa bulan kemudian ... "Adrian, Anneth baru saja melahirkan anak keduanya? Kamu kapan nyusul? aku sangat cemas denganmu! Kapan Anna akan hamil?" tanya Mama Adrian yang mulai gelisah mendapati menantu yang tak kunjung hamil setelah beberapa tahun menikah. "Ma, Anna sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, apakah itu tidak cukup untukmu? Lagian anak Anna adalah cucu dari papa atau anak dari adikku, Arka. Bukankah itu artinya cucumu juga!" tegas Adrian yang mulai tidak nyaman dengan desakan mamanya. "Cukup! Jangan bahas lelaki brengsek itu! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mengakui anak itu apalagi cucu yang berasal darinya! Anak haram yang sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi keluarga kita!" bentak Mama Adrian dengan tatapan tajam, acara makan malam bersama di rumah Adrian terasa sangat menyesakkan, semua mulai merasa tidak nyaman. "Ma, kami sedang mengupayakan, doakan saja kami! Ayo sekarang kita makan dulu, ini semua masakan kesukaan mama," ujar Anna menc