“Itu dia! Dasar merepotkan.”Dimas tidak bisa tidak mengomel kesal ketika ia berhasil menyusul Evan yang baru saja turun dari mobilnya. Secepat kilat, pria bertubuh tinggi itu segera mengejar sahabat plus atasannya sebelum membuat kekacauan di dalam sana.Dimas langsung meraih tangan Evan lalu menyeretnya kembali ke parkiran sebelum ia memasuki venue pesta di dalam hotel. “Aku tidak akan membiarkan kamu masuk ke dalam, Van.”“Lepaskan tanganku! Apa kamu mau kupukul?” Evan mengancam Dimas dengan nada kasar. Pria yang sedang dibakar cemburu itu berusaha menepis tangan sahabatnya dari pergelangan tangannya.Dimas tak mengindahkan ucapan Evan. Pria itu semakin kuat mencengkeram tangan Evan, terus menariknya ke mobil yang sudah terparkir di pelataran hotel. “Pukul saja kalau kamu berani! Jangan kira aku tidak akan bisa menangkis pukulanmu, ya!”“Aku serius. Aku tidak main-main. Aku harus memisahkan Arga dari mantan istriku,” teriak Evan berontak.Dimas balas mendesis lantang. “Aku tidak ak
“Gimana, apa kamu happy, Za?”Arga menggandeng tangan Zaya keluar dari venue pesta sekitar jam 9.00 malam. Sebenarnya, pria itu masih ingin berada di sana, tapi karena Zaya sudah menunjukkan sorot kegelisahan di matanya, Arga buru-buru pamit pada para relasi dan penyelenggara pesta lalu mengajak wanita yang sudah ia anggap calon istrinya itu pulang.Zaya melirik sekilas pada Arga sambil memegangi gaunnya yang panjang agar tidak terinjak oleh kakinya sendiri lalu menjawab pertanyaan yang diajukan pria yang sudah ia anggap teman itu dengan raut wajah yang ia atur agar terlihat gembira. “Aku happy, Za. Sudah lama aku tidak datang ke pesta.”“Tapi kenapa kamu tampak gelisah, Za?” tanya Arga sambil membukakan pintu untuk Zaya setibanya di parkiran.Zaya menunda menjawab pertanyaan Arga. Ia naik ke mobil terlebih dahulu, kemudian langsung memakai sabuk pengamannya lalu menunggu Arga masuk.“Kenapa, Za? Apa kamu tak nyaman di pesta itu?” Arga kembali bertanya ketika ia masuk ke dalam mobil.
“Wah, kamu serius bisa makan ini, Ga?”Zaya tidak bisa tidak takjub kala melihat laki-laki yang kini sudah ia anggap teman itu tengah menyantap mie ayam pinggir jalan, yaitu salah satu makanan favoritnya.Rasanya tak percaya melihat pria yang terlahir kaya itu menyantap makanan yang bukan levelnya. Bagaimana tidak, tiga tahun berpacaran dengan Arga, tak pernah sedikit pun ia diajak makan di restoran murah. Jadi mustahil rasanya seorang Arga bisa menyantap makanan sederhana itu. Akan tetapi, Zaya menyaksikan sendiri sekarang.Arga menyelesaikan santap malamnya sampai tuntas lalu menyesap teh hangat miliknya, baru kemudian kembali fokus pada Zaya yang tengah menatapnya dengan mulut terbuka. “Astaga, tutup mulut kamu, Za!” seloroh pria tampan itu sambil menahan tawa.Zaya tersentak lalu buru-buru menutup mulutnya dan menetralkan raut wajahnya kembali. “Aku hanya tak menyangka. Kamu ... kok, bisa?”Arga tertawa renyah. Pria itu sungguh merasa geli bercampur gemas melihat reaksi Zaya saat
“Sampai kapan mereka akan bermesraan di dalam sana, Dim?”Tak henti-hentinya, Evan menggerutu kesal pada sang sahabat. Terkadang pria itu memukul dasbor mobil milik Dimas karena mobilnya dengan sangat terpaksa harus ditinggal di pelataran hotel Mirion karena sang sahabat memaksanya ikut bersamanya, tak membiarkannya pulang sendiri dalam keadaan labil.Ya, Dimas terpaksa ikut repot menemani Evan untuk menguntit Zaya yang pergi bersama Arga setelah beberapa jam berada di pesta. Baik Evan maupun Dimas cukup lelah menanti di parkiran sampai akhirnya Zaya dan Arga terlihat keluar dari hotel lalu berbincang-bincang di dalam mobil Arga sebelum akhirnya meninggalkan hotel.Tidak usah ditanya bagaimana suasana hati Evan saat melihat mantan istrinya yang cantik jelita itu tertawa riang bersama kakak tirinya. Untung Evan tidak mengamuk dan memecahkan kaca mobil Arga, saking geramnya. Tadinya, CEO tampan itu berpikir kalau Arga akan langsung mengantar pulang Zaya, tapi nyatanya, kakak tirinya itu
“Kamu nggak kerja hari ini, Gea?”Zaya heran melihat sang sahabat hanya mengenakan pakaian santai saja pagi itu, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7.00 pagi. Zaya sendiri pun sudah tampil begitu cantik, bersiap akan pergi ke hotel. Mobilnya sudah diantar kemarin sore saat ia dan Arga sibuk mempersiapkan penampilan terbaik mereka di butik sesaat sebelum menghadiri pesta.Kenyamanan demi kenyamanan Zaya dapatkan saat bersama dengan Arga, seolah ia mendapat teman karib tempat berkeluh kesah tanpa ada rasa canggung meski mereka pernah punya hubungan romantis di masa lalu sehingga tidurnya pun sangat berkualitas semalam, membuatnya bangun dalam keadaan segar pagi itu.Gea menyodorkan segelas susu hangat dan sepiring roti bakar di atas meja pada Zaya yang baru saja keluar dari kamarnya. Gadis berambut pendek itu tersenyum lalu mempersilakan Zaya duduk dan menikmati sarapannya. “Duduk dulu, Za! Aku off hari ini dan nggak mau ke mana-mana. Aku pengen drakor-an.”Zaya mengangguk pelan lalu
Gea tidak bisa berkata-kata. Hanya bisa menatap wajah memelas laki-laki yang ada di depannya. Hatinya bingung, pikirannya kacau. Apa benar yang sudah ia dengar tadi? Apa itu hanya kebohongan dari laki-laki itu saja?Evan tahu persis kalau Gea tidak mempercayainya. Ia juga sudah putus asa, tidak tahu lagi bagaimana cara menjelaskannya. Wajar saja Zaya tidak pernah memberinya kesempatan menjelaskan karena ini begitu menyakitkan. Bahkan, perbuatannya juga menyakiti hati sahabat istrinya sehingga Gea tidak mempercayainya sama sekali.Evan menatap wajah Gea dengan tatapan serius, terus berusaha meyakinkan gadis berambut pendek itu. “Aku tahu kamu tidak mempercayaiku. Aku tahu sulit untuk mempercayai semua yang kukatakan. Tapi bukankah aku sudah berkata yang sejujurnya dan jika kamu pikir secara logika, untuk apa aku mengejar Zaya kembali kalau aku memang menginginkan Mira dan sudah puas akan pelayanannya?”Gea kembali mencerna kata-kata yang diucapkan Evan sambil menunggu laki-laki itu men
Niat Gea ingin menonton drakor seharian pun buyar. Kini di otaknya terputar bagaimana caranya menyelidiki hal yang terjadi pada Evan. Tapi bagaimana caranya?“Haruskah aku datang ke kantornya? Tapi ngapain aku ke sana? Apa yang bisa kuselidiki? Apa aku harus menemui Dimas?”Satu orang yang ia pikirkan sekarang adalah Dimas. Gea ingin meyakinkan dirinya kalau semua yang dikatakan Evan itu benar. Karena bisa saja Evan mengada-ada. Tanpa buang waktu, Gea segera berganti pakaian, bersiap untuk menemui Dimas.Wanita berambut pendek itu mengendarai mobilnya secepat yang ia bisa dan setibanya di perusahaan Evan, Gea segera menghubungi Dimas. Ia tidak ingin kehadirannya di perusahaan diketahui oleh Evan karena Gea ingin menyelidiki semuanya sendiri. Ia tidak ingin Evan memberitahu Dimas terlebih dahulu perihal kedatangannya. Bisa jadi mereka berdua bekerja sama untuk mengelabuinya, kan?Untung saja, Gea punya nomornya karena semua yang berhubungan dengan Zaya, ia pasti mengetahuinya, termasuk
“Dasar sial!” Mira yang baru saja bersitegang dengan sekutunya yang berhasil membawanya masuk ke perusahaan Evan, semakin merasa kesal saat melihat pesan yang memintanya mereset ponselnya sekarang juga.Itu pasti karena ia bercerita perihal ponselnya yang tiba-tiba hilang lalu tereset begitu saja saat ia temukan. Alhasil, video yang rencananya akan ia gunakan untuk mengancam Evan sirna tak berbekas. Parahnya, video yang ia simpan di laptopnya juga tak ada lagi karena ketika ia pulang, apartemennya berantakan dan laptopnya hilang dicuri orang.Mira akhirnya tahu kalau semua itu pasti suruhan Dimas atas perintah Evan. Kini, orang yang berada di balik perceraian Evan dan Zaya, terus-menerus mendesaknya agar bisa menjebak Evan, bahkan kalau bisa segera memaksanya menikah dengannya.“Apa kamu pikir aku tak mau melakukan itu? Aku ingin karena aku juga suka pada pak Evan. Aku juga ingin jadi nyonya besar yang kaya raya. Masalahnya aku belum dapat timing-nya karena manajerku menyiksaku denga
Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Kenalkan Zaya, ini manajer Ardi. Dia akan menjadi atasanmu mulai hari ini.”Zaya segera mengulurkan tangannya di depan sang suami yang baru saja memperkenalkannya pada calon atasannya.“Perkenalkan, saya Mazaya– sekretaris baru Anda, Pak Ardi.”Ardi menyambut tangan Zaya, kemudian tersenyum padanya. “Aduh saya jadi tidak enak, nih! Masa bawahan saya, istri atasan saya sendiri?”Zaya membalas senyuman sang atasan. “Tidak usah merasa tak enak, Pak Ardi. Perlakukan saya sama seperti sekretaris pada umumnya saja! Saya wanita yang suka bekerja secara profesional. Saat saya menjadi sekretaris Anda, jangan pernah anggap saya seorang istri dari CEO. Kalau saya melakukan kesalahan, tegur bahkan marahi saya. Saya lebih suka seperti itu, Pak.”“Duh, saya benar-benar tidak enak, Bu Zaya!” Ardi benar-benar terlihat canggung di depan Zaya dan Evan.“Perlakukan saja saya seperti bawahan Anda, Pak. Saya tidak akan mengadu kok pada suami saya,” ucap Zaya tersenyum lebar dan itu sukses membuat Evan ke
“Kenapa denganku? Bukankah aku menikah kembali karena aku tidak bisa hidup tanpanya dan menderita membayangkan berpisah selama-lamanya dari dirinya? Bukankah aku bersedih ketika melihat video kenangan kami saat kami bersama sehingga memutuskan kembali rujuk dengannya? Tapi kenapa aku tidak bisa disentuh olehnya?” Zaya hanya bisa menggumam di dalam hati tatkala ia membuka matanya tengah malam itu. Posisinya sekarang berada di kamar di rumah barunya dengan sang suami di mana Evan menghiba padanya, meminta agar dirinya bisa bertahan melewati rintangan yang terjadi pasca resminya pernikahan mereka yang kedua kali.Suaminya itu memeluknya erat, terlihat takut kehilangan. Dipandanginya wajah Evan, membuat rasa iba menyeruak di hati Zaya. Evan begitu kukuh mempertahankannya menjadi seorang istri, sementara dirinya ragu karena bisa dibayangkan ke depannya nanti, setiap kali sang suami ingin menciumnya, ia kemungkinan akan teringat sang suami mencium Mira. Ini gawat. Ini benar-benar gawat. “
Rasa kecewa sungguh menyelimuti hati Evan ketika ia berusaha ingin mencium sang istri, tapi istrinya malah berpaling. Yang lebih membuatnya syok adalah ketika sang istri mengatakan ia belum siap.Kenapa ini? Apa yang terjadi pada Zaya? Kenapa sang istri tidak mau dicium olehnya? Evan berusaha menepis semua kemungkinan terburuk yang ia pikirkan lalu ia memegangi bahu Zaya, membawanya menghadapnya.“Kenapa, Sayang? Ada apa denganmu?” tanya Evan penasaran.Zaya memejamkan matanya, berusaha menepis kenangan-kenangan buruk yang terpintas sesaat sebelum sang suami berniat mendaratkan bibirnya di bibirnya tadi. Bagaimana tidak, tanpa ia niatkan bayangan ketika Evan memagut mesra bibir Mira, kemudian bergumul panas di atas sofa di dalam kantor di mana ia menyaksikan sendiri betapa buasnya Evan mencumbu bibir sekretarisnya itu, terbayang jelas di pelupuk mata.Itu sukses memberikan rasa sakit luar biasa di hatinya. Zaya berusaha membuang semua pikiran itu, tapi tidak bisa. Ia juga tidak menger
“Wah, rumahnya bagus, Sayang!” Zaya berdecak takjub saat ia digandeng suaminya memasuki rumah baru mereka yang luar biasa megah seusai mengemasi barang-barangnya dari rumah Gea. Rumah bergaya Eropa yang lokasinya sangat dekat dengan perusahaan itu akan sangat memudahkan Zaya dan Evan pergi bekerja agak siang karena mereka berdua tak akan pernah terlambat pergi ke perusahaan.“Kamu suka rumahnya, Sayang?” tanya Evan, mengajak sang istri masuk lalu menemaninya berkeliling dan menunjukkan detail interior yang menawan.Zaya menganggukkan kepalanya, terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak hentinya merasa takjub. Bagaimana tidak, rumah yang akan menjadi huniannya yang baru dengan Evan jauh lebih besar dibandingkan rumah lama. Interior, eksterior, serta model rumahnya juga begitu elegan, persis rumah-rumah sultan di mana ada dua pilar besar di teras depan yang terhubung dengan sebuah balkon utama yang mengarah ke arah halaman depan dan ketika masuk, Zaya pun disambut sebuah ta
Zaya tersenyum pada Gea lalu menjelaskan keinginannya.“Kayaknya nggak perlu resepsi, deh. Evan juga belum mengumumkan kalau dia sudah bercerai dariku. Yang tahu hanya Mira.”“Ah, gitu! Apa Dimas sudah membekuk Mira?” tanya Gea penasaran. “Apa bisa menjebloskannya ke penjara dengan kasus yang sekarang sedang menimpa Arga? Tapi 'kan, tidak ada korbannya?”Evan segera menengahi. “Itu urusan Dimas. Dia pasti sudah menemukan bukti-bukti lain atas kejahatan Mira. Wanita itu bukan hanya jahat padaku saja, tapi juga sudah mencelakai orang-orang lain yang akan menjadi korbannya. Tidak usah membahas itu dulu karena sekarang kami ingin bicara sesuatu pada kamu.”Zaya langsung menyambung kalimat suaminya. “Makasih banyak, ya, sudah membiarkan aku tinggal di sini, Gea. Aku sungguh bersyukur mendapat sahabat yang baik sepertimu sehingga aku tidak luntang-lantung di jalan saat aku kabur dari rumah Evan. Hari ini, aku akan ikut suamiku.”Gadis berambut pendek itu mengernyitkan kedua alisnya. “Maksud
“Kalian, kok, aneh?”Suara Gea menyapa pendengaran Zaya ketika ia dan suaminya tiba di kediaman sahabat cantiknya tersebut. Wanita berambut pendek itu pasti sangat kebingungan melihat betapa mesranya dirinya dan sang suami yang saat ini bergandengan pinggang masuk ke dalam rumah dan itu membuat Zaya terkikik geli.“Emangnya kami kenapa?” ucap Zaya balik bertanya.Gea menatap Zaya dan Evan secara bergantian dengan sorot curiga. “Aura kalian berbeda. Gimana, ya, bilangnya ...? Entahlah.” Gadis cantik itu terlihat bingung mendeskripsikan apa yang ia lihat. “Ngomong-ngomong, kamu jadi ke salon, jadi jalan-jalan? Ini masih pagi, tapi kok kalian sudah ada di sini?”Gea kemudian menoleh pada Evan. “Kamu kok udah sama-sama Zaya pagi ini? Kamu enggak kerja?”Zaya menoleh pada sang suami, kemudian bertukar senyum dan itu membuat Gea keki.“Kenapa malah senyum-senyum kayak gitu? Jawab dong pertanyaanku!”Zaya tergelak renyah, merasa geli melihat sewotnya sang sahabat. “Ya, makanya suruh kami ma
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi