Melihat pedang hitam yang dipegang Luther, semua orang membelalak dengan tak percaya. Mereka benar-benar tidak menyangka pedang yang tadinya tidak bisa digerakkan sama sekali itu malah melontar keluar dengan sendirinya. Bahkan, pedang itu terbang ke tangan Luther sendiri.Yang paling mengejutkan lagi adalah Luther sama sekali tidak memegang pedang pusaka itu. Dia hanya menjulurkan kedua jarinya untuk mengendalikan pedang itu. Seakan-akan terpanggil oleh sesuatu, pedang itu tiba-tiba melontar dan mendarat di tangan Luther.Kenapa bisa begitu? Bahkan setelah bersusah payah mengerahkan sekuat tenaga pun, mereka tidak bisa mencabut pedang itu. Kenapa pedang itu langsung terbang begitu Luther mengulurkan jarinya? Beda perlakuan? Diskriminasi? Memangnya mereka bukan manusia?"Nggak! Nggak mungkin! Mana mungkin semudah itu!" Kansan membelalakan matanya dengan kaget. Pedang yang bahkan tidak bisa dicabut gurunya, kenapa malah menyerahkan dirinya kepada Luther? Situasi macam apa ini?"Astaga, a
Pria tua di hadapannya ini benar-benar tak tahu berterima kasih. Dia malah menjadi serakah ingin memonopoli pedang pusaka ini."Anak muda, kamu harus tahu, aku bukan sedang menanyakan pendapatmu." Ekspresi Edur menjadi dingin saat berkata, "Benda pusaka akan menarik perhatian dari berbagai pihak. Pedang pusaka ini nggak cocok untukmu. Kamu baru bisa selamat kalau menyerahkannya padaku.""Ketua Edur, didengar dari ucapanmu, kamu sedang mengancamku?" tanya Luther seraya menyipitkan matanya."Aku sedang menasihatimu. Orang bijak bisa mengenali peluang. Kamu masih muda, masih banyak kesempatan di masa depan. Tidak perlu mengorbankan masa depanmu hanya untuk sebuah pedang, bukan?" Edur terus memberikan nasihat. Dia benar-benar bertekad untuk mendapatkan pedang ini.Jika bukan karena takut malu, dia pasti sudah merebut pedang ini sedari tadi."Guru, pedang pusaka ini hanya cocok untuk orang yang berjodoh. Luther berjodoh dengannya, bukankah nggak pantas Guru melakukan hal ini?" tanya Alvie.
"Nih, kalau kamu sanggup, cabut saja sendiri," tantang Luther. Luther malas berdebat dengan pria tua itu. Setelah menempatkan pedang itu ke tempatnya semula, Luther langsung berbalik ke arah pintu batu. Di dalam ruangan batu itu ada 3 pintu batu, Luther memilih salah satunya dan langsung masuk.Demi menghargai Chelliny dan Alvie, Luther tidak ingin terlibat dalam keributan dengan mereka. Dia lebih memilih untuk pergi begitu saja. Lagi pula, Edur juga tidak mungkin bisa mencabut pedang itu. Tidak masalah jika dia meninggalkan pedang itu di tempatnya semula.Hal terpenting saat ini adalah menemukan bunga bakung lelabah hitam. Setelah menemukan bunga itu, masih belum terlambat bagi Luther untuk kembali mengambil pedang tersebut."Bocah sialan, berhenti!" Melihat Luther hendak pergi, Edur kesal bukan main. Dia mengangkat telapak tangannya dan hendak melayangkan serangan mematikan."Berhenti!" Chelliny tiba-tiba menghalanginya lagi. Edur terkejut sejenak. Dia takut akan melukai anaknya sehi
"Paman, kita bukan murid Istana Hawa, apa perlu bersujud?" tanya Charlotte."Kita harus hormati orang yang sudah meninggal, bersujudlah." Luther menganggukkan kepalanya. Vernita dulunya adalah ahli berbakat yang sangat dihormati. Meski sekarang telah meninggal, mereka tetap harus menghargainya."Oh." Charlotte menanggapi dengan singkat, lalu bersujud tiga kali.Gluduk, gluduk! Tiba-tiba batu nisan itu bergetar dan mulai runtuh, hingga akhirnya menghilang. Pada saat bersamaan, muncul sebuah kotak kayu yang sangat indah menggantikan batu nisan tersebut."Paman, ada sesuatu!" teriak Charlotte dengan mata berbinar. Dia segera membuka kotak itu dan melihat isinya. Di dalamnya ada sebuah mutiara berwarna emas. Mutiara ini sangat indah dan memukau. Cairan berwarna keemasan di dalamnya terus berputar membentuk sebuah pusaran yang menyerap energi dari langit dan bumi."Astaga! Ternyata ini Mutiara Spiritual?" Maple membelalakkan matanya dengan kaget. Bahkan Luther yang selalu terlihat tenang pu
"Kalau kalian nggak mau, berikan saja padaku. Gimana?" Yadira tiba-tiba bersuara. Di saat seperti ini, dia memang seharusnya bersikap tidak tahu malu sedikit. Mungkin, mereka benar-benar akan memberikan barang itu kepadanya?"Jangan mimpi!" tegur Luther sembari memelotot. Kemudian, dia memasukkan Mutiara Spiritual ke saku Charlotte secara paksa dan berkata, "Simpan baik-baik, harta karun ini berjodoh denganmu. Aku akan marah kalau kamu menolak lagi!""Um ... ya sudah, aku akan menggunakannya untuk sementara waktu ini. Kelak, aku akan mengembalikannya kepadamu." Setelah ragu-ragu sesaat, Charlotte akhirnya memutuskan untuk menyimpan barang tersebut.Charlotte berpikir, setelah dirinya menjadi kuat suatu hari nanti, dia baru bisa membantu Luther dengan maksimal.Begitu Mutiara Spiritual bersentuhan dengannya, Charlotte bisa merasakan hawa dingin yang terus mengalir ke dalam tubuh dan pusat energinya. Hawa ini memperkuat energi internal dan meridiannya.Dengan situasi seperti ini, Charlot
Charlotte terkejut hingga bulu kuduknya meremang. Dia bergegas bersembunyi di belakang Yadira dengan tubuh yang gemetaran. Charlotte adalah gadis pemberani, tetapi dia sangat takut pada hantu."Siapa kamu?" tanya Luther yang mengernyit dengan heran. Meskipun dirinya lengah barusan, harus diakui sosok ini termasuk hebat karena berhasil mendorongnya dengan satu serangan. Menurutnya, sosok ini setidaknya seorang master!"Tempat ini adalah makamku. Menurut kalian, siapa aku?" balas sosok itu. Saat ini, kabut putih yang berada di sekitarnya berangsur menghilang.Dalam sekejap, wajah seorang wanita tua muncul di depan mereka semua. Wanita ini sangat cantik, meskipun rambutnya sudah beruban. Hanya saja, sepasang matanya itu tampak mendalam, seakan-akan bisa melihat segalanya."Makammu? Jangan-jangan, Senior Vernita?" tanya Luther setelah termangu sejenak. Raut wajahnya sampai berubah drastis."Vernita!" Begitu nama ini dilontarkan, Charlotte dan Yadira sontak tercengang. Mereka memandang soso
Ketika Luther memaksakan diri untuk melakukan terobosan, Vernita sudah melayangkan pukulan kepadanya. Karena tidak sempat menghindar, Luther terpaksa melawan serangan tersebut dengan pukulannya.Begitu kedua telapak tangan itu berbenturan, Luther sontak terpental bak bola meriam. Tubuhnya menabrak dinding, memunculkan sebuah lubang berbentuk manusia yang dalam. Untuk seketika, seluruh makam pun bergetar, banyak batu yang berjatuhan.Luther merasa tenggorokannya agak manis. Saat berikutnya, dia langsung memuntahkan darah dan wajahnya tampak pucat pasi."Paman!" Melihat ini, ekspresi Charlotte seketika berubah. Dia ingin maju untuk membantu, tetapi Yadira malah menahannya. Bagaimanapun, mereka tidak akan sanggup ikut dalam pertarungan level ini.Sejak 50 tahun lalu, Vernita sudah merupakan tokoh yang sangat hebat. Kini, kekuatannya pasti meningkat pesat setelah melakukan kultivasi tertutup. Bisa dibilang, kekuatan Vernita ini tidak ada bedanya dengan dewa! Luther sudah termasuk hebat kar
Dada Luther sontak menjadi cekung. Dia terlempar tinggi hingga akhirnya menghantam tanah. Darah yang dimuntahkan olehnya bahkan membentuk lengkungan aneh di udara, sungguh adegan yang menyeramkan."Paman!" seru Charlotte dengan histeris. Kedua matanya tampak merah, sedangkan ekspresinya dipenuhi kesedihan. Dia ingin maju untuk membantu, tetapi Yadira menahannya dengan kuat. Dia hanya bisa melihat Luther terluka seperti ini."Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi .... Bianca masih menungguku, aku nggak boleh kalah!" ujar Luther. Setelah pusingnya agak mereda, Luther memaksakan diri untuk bangkit dengan perlahan. Tubuhnya tampak sempoyongan dan lemah."Paman! Menyerah saja! Kita nggak butuh bunga itu lagi! Kamu bisa mati kalau begini terus!" seru Charlotte yang benar-benar panik sekarang. Air mata terus mengalir di wajahnya. Dia bisa melihat bahwa Luther sudah mencapai limitnya. Kalau menderita serangan lagi, nyawanya akan melayang!Luther tidak memedulikan ucapan Charlotte. Dia menegakkan