Di dalam sebuah kamar di Vila Embun. Luther sedang berbaring tak sadarkan diri. Alisnya berkerut dan wajahnya tampak membiru. Racun dan energi sejati dalam tubuhnya saling berbentrokan dengan parah. Sesekali, hidungnya juga meneteskan darah. Raja Obat, Paulo, sedang duduk di samping tempat tidur dan menjalankan akupunktur untuk menetralkan racun Luther. Ekspresinya tampak sangat serius.Johan, Maple, Charlotte, dan beberapa orang lainnya berdiri di samping dengan wajah cemas. Racun Pil Tujuh Hari Kematian masih belum dinetralkan, kini sudah muncul lagi racun lainnya. Ini benar-benar meresahkan.Raiden membawa sekelompok anggota Aliansi Bela Diri Jiman untuk mencari keberadaan Harlan. Namun, sampai saat ini belum ada kabar apa pun. Sekarang mereka hanya bisa bergantung pada keahlian Raja Obat.Waktu terus berlalu, dahi Paulo mulai bercucuran keringat, bahkan napasnya juga mulai memburu. Seiring dengan jarumnya yang ditancapkan, terlihat jelas bahwa ada aura hitam yang berkumpul di dada
"Nona Bianca, aku bisa memahami perasaanmu. Tapi, racun di tubuh Tuan Luther sudah merasuk sampai tulang sumsum. Aku sudah mencoba segala cara, tapi tetap saja tidak mempan. Aku benar-benar minta maaf," kata Paulo sambil menghela napas. Dia sendiri juga sangat menghormati Luther, Paulo bahkan pernah berpikir untuk mewariskan semua ilmunya pada Luther. Namun apa daya, takdir berkata lain. Luther malah terkena racun seperti ini."Nggak mungkin!" Bianca mulai panik. Jika Raja Obat saja tidak bisa mengobatinya, siapa lagi yang bisa?"Tunggu!" Pada saat ini, Bianca tiba-tiba teringat dengan seseorang. "Senior! Aku dengar Lembah Obat punya semacam obat yang sangat langka, namanya Bunga Reinkarnasi. Jika digabungkan dengan resep obat rahasia, bisa digunakan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal. Apakah itu benar?""Bunga Reinkarnasi?"Mendengar kata itu, Paulo langsung mengernyit. "Nona Bianca, benda itu bukan benda bagus, tidak boleh digunakan.""Kenapa nggak boleh? Apa Senio
"Selamat tinggal, cintaku ...." Samar-samar, Luther mendengar suara yang familier. Dia ingin membuka matanya, tetapi tidak bisa. Tubuhnya seperti telah terjatuh dalam jurang tak berdasar. Rasa takut dan putus asa menyelimuti dirinya. Dunia ini terasa begitu gelap hingga tidak ada secercah cahaya pun. Entah berapa lama kondisi ini berlangsung.Setahun? Sepuluh tahun? Atau seratus tahun?Di saat Luther merasa dirinya sudah di ambang kehancuran, tiba-tiba muncul seberkas cahaya dari ujung. Bagaikan orang yang tenggelam dalam air, Luther berusaha meronta-ronta dan berenang ke arah cahaya itu. Semakin lama, jaraknya semakin dekat dengan cahaya itu. Hingga akhirnya dia bersatu dalam cahaya tersebut ....Pfft!!Luther yang berbaring di ranjang tiba-tiba membuka matanya. Aliran udara bergerak melalui paru-parunya dan detak jantungnya berpacu kencang. Luther merasa bagaikan terlahir kembali. Setelah merasakan dengan saksama, ternyata racun di tubuhnya telah menghilang! Meski masih merasa lemas,
Bianca mengorbankan dirinya sebagai umpan untuk pengobatan Luther dan menerima penderitaan yang begitu sengsara hingga berada di ambang kematian. Kini dia memang masih hidup, tetapi kondisinya tidak jauh berbeda dengan orang mati.Paulo menceritakan semua kejadian ini dengan jelas kepada Luther. Sebab, dia merasa Luther harus tahu bahwa Bianca mengorbankan nyawanya demi menolongnya. Mendengar penjelasan Paulo, Luther langsung terdiam di tempat.Luther berdiri terpaku hingga sangat lama. Dia tidak menyangka Bianca bisa berkorban sejauh ini demi dirinya. Pada saat ini, Luther baru menyadari seberapa dalamnya cinta Bianca. Namun, bagaimana dia bisa menerima cinta sebesar ini?"Tuan Luther, sebaiknya kamu baca surat yang dituliskan Bianca padamu." Paulo menyerahkan surat itu dengan ekspresi yang sangat rumit. Dia tidak pernah merasa salut pada siapa pun, tetapi penampilan Bianca barusan benar-benar membuatnya kagum.Bahkan pesilat tingkat master sekalipun belum tentu bisa menahan penderita
Melihat wajah Bianca yang tampak tenang, hati Luther bagai tersayat-sayat. Dia benar-benar membenci dirinya yang telah membuat Bianca dalam masalah dan bahkan tidak bisa menyelamatkannya. Jika waktu masih bisa diulang kembali, Luther rela menukar nyawa Bianca kembali."Tunggu! Menukar?" Luther tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan wajah kaget, dia menoleh pada Paulo. "Senior, apa kamu masih ada Bunga Reinkarnasi itu? Aku mau menukar nyawaku, aku mau menolongnya!""Jangan sembarangan!" Paulo mengernyit dan membentaknya, "Kamu kira Bunga Reinkarnasi ini sayur kol? Bisa kamu beli sembarangan? Lagi pula, Nona Bianca mengorbankan nyawanya demi kamu, kamu harus hidup dengan baik sekarang. Dengan begitu, pengorbanannya baru nggak sia-sia!""Aku nggak mau nyawanya, aku mau dia hidup kembali!" Luther berteriak dengan mata memerah, "Aku nggak peduli pakai cara apa pun atau harus mengorbankan apa pun, aku mau membuatnya hidup kembali!""Senior, kamu adalah tokoh terhebat dalam dunia medis dan punya
Lima puluh tahun lalu, saat Paulo baru mendalami ilmu kedokteran, reputasi Vernita sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Dulu Paulo sempat bertemu sekali dengannya, wanita itu sangat berwibawa dan keren."Vernita? Istana Hawa?" Luther bertanya lagi, "Senior, apakah kamu tahu di mana Vernita ini sekarang?""Karena alasan itulah kubilang bunga ini hampir mustahil ditemukan." Paulo menghela napas lagi. "Vernita punya kemampuan yang mencengangkan. Dalam 50 tahun ini, ada banyak sekali orang yang mencari makamnya, tapi tidak ada satu pun yang berhasil menemukannya. Oleh karena itulah, bunga bakung lelabah hitam ini sama saja dengan nggak ada.""Nggak ketemu bukan berarti nggak ada." Luther berkata dengan wajah serius, "Aku akan cari cara untuk mendapatkan bakung lelabah hitam. Kalau tidak bisa, aku terpaksa harus menerobos Sekte Sihir!""Kamu sudah gila? Tempat itu sama saja dengan kandang harimau!" sergah Paulo."Dia bisa mengorbankan nyawanya demiku, apa artinya aku menerobos kandang ha
Di bawah instruksi Ivory, 2 baskom tembaga dibawa masuk dengan cepat. Yang satu dipenuhi air, sedangkan yang satu lagi dipenuhi bara api."Kita coba dulu." Ivory menarik napas dalam-dalam, lalu melemparkan potongan Kitab Hawa itu ke dalam air.Kemudian, semua memandang baskom tersebut tanpa mengalihkan pandangan, menunggu apakah akan ada keajaiban?Setelah direndam cukup lama, tidak ada perubahan apa pun pada kitab itu. Dengan perasaan gelisah, Ivory mengeluarkannya dan memeriksanya, lalu tidak menemukan perubahan pada tulisannya."Guru, sudah kubilang, ini nggak mungkin!" keluh Claudia."Kita coba lagi," ujar Ivory seraya menggertakkan gigi, lalu hendak melemparkan kitab tersebut ke dalam api."Guru!" Claudia segera mengulurkan tangan untuk menghentikan, "Kalau terkena air, kita masih bisa mengeringkannya. Kalau terkena api, kitab ini akan terbakar habis. Pikirkan baik-baik dulu!""Aku sudah menghafal semua isinya, nggak ada gunanya disimpan," sahut Ivory yang mengempaskan tangan Clau
Xena tertegun mendengarnya. Dia memaksakan senyuman sambil berucap, "Guru, aku punya penglihatan tajam, seharusnya bisa membantumu.""Nggak perlu." Ivory mengernyit sambil membalas dengan ekspresi jengkel, "Bantuan Claudia sudah cukup, kamu keluar dulu.""Tapi ...." Xena masih ingin berbicara, tetapi, Ivory sudah memelotot dan bertanya, "Kenapa? Kamu mau membantah perintahku?""Nggak, Guru." Xena pun menundukkan kepala sambil menggertakkan giginya dengan kesal."Keluar sana!" perintah Ivory yang mulai kehilangan kesabaran."Baik." Xena tidak berani berlama-lama. Setelah memberi hormat, dia pun pergi dengan pasrah. Akan tetapi, tebersit keengganan dan kebencian pada sorot matanya.Xena tidak menyangka, dia sudah melakukan begitu banyak, tetapi Ivory masih tidak memercayainya. Sampai sekarang, dia hanya orang luar di mata gurunya.Menurut Xena, dia sudah sangat berusaha dan setia pada Ivory. Tanpa bantuannya, mana mungkin Ivory bisa mendapatkan potongan kitab itu? Tanpa bantuannya, mana