"Ronald!" panggil Luther setelah bisa bereaksi. Ekspresinya berubah drastis. Dia buru-buru mengeluarkan jarum peraknya untuk mengunci titik meridian Ronald dan menghentikan darah. Namun, luka di tubuh Ronald terlalu banyak, darahnya sama sekali tidak bisa dihentikan.Melihat kondisi seperti ini, Luther bergegas menyalurkan energi sejati ke tubuh Ronald. Dia berusaha memperpanjang hidup Ronald untuk mencari secercah kesempatan agar bisa menyelamatkannya. Saat energi sejati memasuki tubuh, mata Ronald terbuka dengan perlahan-lahan."Tu ... Tuan Luther .... Akhirnya kamu kembali juga." Ronald bertanya dengan suara lirih, "No ... Nona Bianca ... baik-baik saja?""Nggak masalah, dia sangat aman." Luther memaksakan senyuman."Syukurlah ... kalau baik-baik saja." Ronald tersenyum tipis. "Tuan Luther, aku nggak ingkar janji. Sesuai perintahmu, aku telah ... melindungi Nona Bianca.""Ya, kamu sudah bekerja keras. Kamu telah menepati janjimu," kata Luther mengangguk. Meski sudah banyak sekali en
Setelahnya, ponsel Ronald tidak bisa dihubungi sama sekali. Lantaran merasa khawatir, istrinya langsung membawa putrinya untuk bergegas ke sini. Saat melihat darah di depan pintu, hatinya sudah tidak karuan."Kak Ronald! Kak Ronald, di mana kamu?" teriak wanita hamil itu. Namun, semua anggota Faksi Kirin hanya berdiri sambil menunduk, tidak bersuara sama sekali. Keheningan yang mencekam meliputi seluruh Vila Embun."Kak Ronald?" Saat wanita hamil itu tiba di depan pintu ruang rapat, dia langsung mematung di tempat. Jasad yang bermandikan darah di lantai itu suaminya? Wanita itu berjalan perlahan-lahan dengan tercengang. Dia tidak berani percaya dengan apa yang dilihatnya. Saat memastikan wajah Ronald, wanita itu baru menangis histeris karena tertampar kenyataan."Kak Ronald! Sadarlah .... Sadarlah! Buka matamu, lihat kami! Kenapa? Kenapa bisa begini?" Wanita hamil itu menangis tersedu-sedu. Air mata membanjiri wajahnya.Becca juga menangis, dia berlari ke hadapan Ronald dan mengguncang
Di sebuah vila mewah di timur kota. Welton sedang berbaring di sofa sambil merokok. Kakinya diangkat di meja teh. Pergelangan kakinya masih menggantung tangan Ronald yang bersimbah darah. Dua orang bawahannya sedang berjongkok di samping meja untuk melepaskan tangan itu dengan berhati-hati. Karena cengkeramannya terlalu kuat, kuku tangan itu telah menancap di kaki Welton."Sialan, pelan-pelan!" teriak Welton sambil menendang bawahannya karena kesakitan."Sudah hampir selesai," jawab bawahan itu. Setelah berusaha keras, mereka akhirnya berhasil melepaskan tangan itu."Ronald sialan, bahkan sudah mati pun nggak mau lepaskan tangannya. Apa perlu sampai begitu demi seorang bocah sialan?" maki Welton. Setelah Faksi Kirin berdiri, dia selalu menunggu kesempatan ini. Meski jabatannya sebagai ketua saat ini lumayan bagus, bahkan mendapat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dulu, tidak berarti Welton rela bekerja di bawah orang lain.Selama ini, Welton adalah orang yang ambisius. Dia selal
"Kami menginginkan uang, tapi lebih menginginkan nyawamu! Kalau nggak menangkapmu hari ini, Ketua nggak akan mengampuni kami," kata pria kekar sambil menggeleng."Tuan Welton, cepat pergi! Serahkan di sini pada kami!" ujar beberapa bawahan kepercayaannya seraya bergerak maju. Mereka mengonfrontasi bawahan Aula Puma lainnya secara langsung."Setia kawan! Kalian harus bertahan!" Welton menepuk pundak beberapa orang itu, lalu membawa wanita itu untuk pergi."Bunuh!" teriak pria kekar seraya memimpin pasukan untuk menyerang. Beberapa bawahan kepercayaan Welton berusaha untuk melawan, tetapi tidak berhasil karena jumlah mereka terlalu banyak. Beberapa orang itu akhirnya tergeletak di tanah."Kejar!" Pria kekar tidak menunda-nunda, dia langsung mengejar Welton."Aduh ...." Pada saat ini, tiba-tiba kaki istri Welton terpelintir. Dia langsung terjatuh di lantai sambil berteriak, "Sayang, kakiku keseleo! Cepat gendong aku!""Sialan, kau benar-benar merepotkan!" Baru saja Welton hendak mengulurk
Di dalam mobil berwarna hitam yang sedang melaju, Luther bersandar di kursi sambil memejamkan matanya. Meski ekspresinya terlihat tenang, tatapan Luther memancarkan kilatan dingin saat membuka matanya sesekali karena guncangan mobil. Itu adalah tatapan beringas yang ingin membantai orang.Kring ....Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Begitu diangkat, ternyata itu adalah panggilan dari Johan. "Tuan Luther, Welton telah dihabisi. Sesuai perintah Anda, kini hanya tersisa kepalanya.""Ya," balas Luther dengan ekspresi datar."Tuan Luther, istri dan anak Welton sudah tertangkap juga. Mau bagaimana menangani mereka?" tanya Johan."Bunuh saja semuanya," balas Luther dengan tenang."Baik," jawab Johan."Ada satu hal lagi." Luther mengalihkan topik. "Suruh orang selidiki di mana Andrew sekarang.""Tuan Luther, latar belakang Andrew tidak sederhana, posisinya juga sangat tinggi. Apa Anda yakin mau berbuat begitu?" tanya Johan ragu-ragu."Aku nggak peduli dengan identitasnya. Orang yang membunuh teman
"Ariana, kenapa kamu masih saja nggak mengerti?" Helen melanjutkan dengan serius, "Kalau kamu menikah dengan Andrew, bukankah kamu akan mendapat semua yang kamu inginkan? Siapa lagi yang bisa menindasmu?""Aku bisa mengandalkan kemampuanku sendiri, nggak perlu menikah ke keluarga kaya." Ariana menggelengkan kepalanya."Anak ini benar-benar ...." Helen sangat kesal, tetapi tidak berdaya."Sudahlah, nggak ada gunanya dipaksakan. Jalani saja," kata Herlina menasihati. Saat ini, dia sudah merasa sangat gembira. Jika Ariana tidak menyukai Andrew, bukankah artinya Roselyn punya kesempatan?"Lihat, Jenderal Andrew sudah datang!" teriak Roselyn tiba-tiba. Semua orang melihat ke arah pintu depan. Muncul seorang pria berjas dengan wajah tampan. Andrew membawa sekelompok bawahannya berjalan dengan santai masuk ke ruangan itu.Para tamu lainnya langsung menyingkir saat Andrew berjalan di sisi mereka. Auranya yang kuat dan elegan itu menjadi pusat perhatian seisi ruangan."Lho, Jenderal Andrew, And
Bruk! Saat pintu ditendang hingga terbuka, semua orang mengalihkan perhatiannya ke depan pintu. Terlihat seorang pria berbaju putih berjalan masuk dengan wajah bengis. Ekspresinya yang dingin, tatapannya yang tajam, semua itu membuat orang bergidik melihatnya."Luther? Kenapa orang itu bisa datang?" Melihat kedatangannya, Helen mengerutkan alisnya. Dia tidak merasa pernah memberikan undangan untuk Luther. Jangan-jangan pria itu datang untuk makan gratis?"Orang ini salah makan obat ya? Kenapa dia bisa datang? Bawa sial saja!" Roselyn dan ibunya juga menunjukkan ekspresi kesal setelah melihat Luther."Panjang umur sekali orang itu. Baru dibahas saja sudah muncul. Dia benar-benar datang untuk cari mati." Andrew menyunggingkan senyuman sinis. Awalnya, dia berencana mencari kesempatan untuk menghabisi Luther dua hari lagi. Tak disangka orang ini tak sabaran ingin cari mati sendiri."Luther?" Ariana menatapnya dengan mata berbinar. Selanjutnya, dia langsung menyambut pria itu. Ariana tadiny
"Pengawal! Cepat tangkap bajingan ini!" teriak Helen setelah tersadar. Beberapa saat kemudian, belasan pengawal datang untuk mengepung Luther. Masing-masing pengawal itu memegang tongkat listrik."Maju!" Seiring dengan perintah tersebut, para pengawal itu langsung menyerbu Luther. Hanya dengan satu lambaian, Luther menembakkan sejumlah jarum perak. Bahkan sebelum sempat mendekatinya, sekumpulan pengawal itu telah tergeletak di lantai. Semuanya meringkuk sambil memegang perut mereka dan meringis kesakitan.Adegan yang mencengangkan ini membuat semua orang terkejut. Tidak ada yang berani mendekatinya karena takut akan terlibat masalah. Bahkan Helen yang tadinya berteriak dengan sombong pun kini tidak berani lagi bersuara. Jelas sekali, Luther ini bukan lagi Luther yang dulu. Kini pria itu tidak pandang bulu dan kejam."Andrew, kau harus mati hari ini. Nggak ada yang bisa menolongmu!" Luther menoleh dan menjatuhkan kembali pandangannya pada Andrew."Lancang!" Pada saat ini, pria berambut