Bruk! Saat pintu ditendang hingga terbuka, semua orang mengalihkan perhatiannya ke depan pintu. Terlihat seorang pria berbaju putih berjalan masuk dengan wajah bengis. Ekspresinya yang dingin, tatapannya yang tajam, semua itu membuat orang bergidik melihatnya."Luther? Kenapa orang itu bisa datang?" Melihat kedatangannya, Helen mengerutkan alisnya. Dia tidak merasa pernah memberikan undangan untuk Luther. Jangan-jangan pria itu datang untuk makan gratis?"Orang ini salah makan obat ya? Kenapa dia bisa datang? Bawa sial saja!" Roselyn dan ibunya juga menunjukkan ekspresi kesal setelah melihat Luther."Panjang umur sekali orang itu. Baru dibahas saja sudah muncul. Dia benar-benar datang untuk cari mati." Andrew menyunggingkan senyuman sinis. Awalnya, dia berencana mencari kesempatan untuk menghabisi Luther dua hari lagi. Tak disangka orang ini tak sabaran ingin cari mati sendiri."Luther?" Ariana menatapnya dengan mata berbinar. Selanjutnya, dia langsung menyambut pria itu. Ariana tadiny
"Pengawal! Cepat tangkap bajingan ini!" teriak Helen setelah tersadar. Beberapa saat kemudian, belasan pengawal datang untuk mengepung Luther. Masing-masing pengawal itu memegang tongkat listrik."Maju!" Seiring dengan perintah tersebut, para pengawal itu langsung menyerbu Luther. Hanya dengan satu lambaian, Luther menembakkan sejumlah jarum perak. Bahkan sebelum sempat mendekatinya, sekumpulan pengawal itu telah tergeletak di lantai. Semuanya meringkuk sambil memegang perut mereka dan meringis kesakitan.Adegan yang mencengangkan ini membuat semua orang terkejut. Tidak ada yang berani mendekatinya karena takut akan terlibat masalah. Bahkan Helen yang tadinya berteriak dengan sombong pun kini tidak berani lagi bersuara. Jelas sekali, Luther ini bukan lagi Luther yang dulu. Kini pria itu tidak pandang bulu dan kejam."Andrew, kau harus mati hari ini. Nggak ada yang bisa menolongmu!" Luther menoleh dan menjatuhkan kembali pandangannya pada Andrew."Lancang!" Pada saat ini, pria berambut
"Urgh ...." Melihat Dicky yang berada di langit-langit, semua orang tercengang. Mereka menatap Dicky dengan mata membelalak dan ekspresi tak percaya. Tak ada yang menyangka akan terjadi hal seperti itu. Dicky adalah ahli peringkat ketiga di Peringkat Langit, bukankah orang seperti itu seharusnya bisa mengalahkan semua ahli di Jiman?Kenapa orang sehebat itu malah terbang ditinju oleh Luther? Selain itu, dia bahkan tersangkut di langit-langit dan tidak bisa keluar sekarang. Jangan-jangan, ini Dicky yang palsu? Kalau tidak, mana mungkin selemah itu?"Aku nggak salah lihat, 'kan? Dicky ... dipukul sampai terbang?""Sialan, monster macam apa orang ini? Bahkan Dicky saja bukan lawannya!""Nggak masuk akal .... Benar-benar nggak masuk akal!" Setelah hening sejenak, suasana di lokasi menjadi riuh. Semua orang menatap Luther bak monster. Mereka langsung mundur untuk menghindarinya karena takut akan terkena getahnya."Bagaimana mungkin? Dicky kalah?" Pada saat ini, senyuman di wajah Andrew suda
"Berhenti!" Tiba-tiba, Ariana berdiri di hadapannya dan membentak, "Luther! Apa yang kamu lakukan? Ini adalah pesta ulang tahun ibuku, apa maksudnya kamu membunuh orang di sini? Apa kamu masih menganggapku?""Ini adalah masalahku dan Andrew, nggak ada hubungannya denganmu," kata Luther dengan wajah serius."Gimana nggak ada hubungannya denganku? Kamu nggak boleh memukul ibuku dan membuat kekacauan di sini!" balas Ariana. Baru masuk ke ruangan saja Luther sudah bertindak anarkis. Jika dibiarkan begitu saja, masalahnya pasti akan menjadi semakin runyam."Ariana, masalah kita akan dibicarakan lain kali. Sekarang, cepat minggir!" ujar Luther dengan tegas. Saat ini, dia mulai tidak sabaran."Bagaimana kalau aku nggak mau menghindar? Apa kamu mau memukulku juga?" tanya Ariana."Jangan memaksaku!" Luther mengerutkan alisnya dengan ketus."Luther, sejak kapan kamu berubah jadi seperti ini? Apa kamu masih Luther yang kukenal?" tanya Ariana sambil memelototinya dengan tak percaya. Dia benar-bena
"Cepat, cepat! Lebih cepat lagi! Orang itu sudah mau menyusul, tambah kecepatannya!"Di dalam mobil Benz berwarna hitam yang sedang melaju kencang, Andrew terus mendesak sopir itu sambil melihat ke belakang sesekali. Wajahnya tampak panik dan ketakutan. Dengan susah payah dia melarikan diri dari tempat itu, tiba-tiba Andrew menyadari bahwa dia telah dibuntuti seseorang.Mobil di belakang terus mengikutinya. Andrew hanya bisa mendesak sopir untuk terus menambah kecepatan. Dia sangat jelas bahwa nyawanya akan melayang jika sampai tertangkap oleh Luther."Sialan, sekelompok orang gila! Demi sebuah nyawa nggak berharga saja mengejarku sampai begitu? Setelah kembali ke Midyar nanti, aku akan menggerakkan pasukan untuk menghancurkan Faksi Kirin sialan itu!" maki Andrew dengan keringat dingin yang bercucuran.Andrew tidak pernah menyangka dirinya akan jadi begitu menyedihkan. Cucu Keluarga Japardy yang terhormat, jenderal muda di Negara Drago, kini malah dikejar oleh pembunuh. Apalagi, dia ta
Andrew sungguh berang sekarang. Di saat-saat genting seperti ini, mereka malah kehabisan bensin. Bukankah sama saja dengan mencari mati?"Tuan, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya sopir yang bercucuran keringat karena panik. Di sini adalah hutan belantara, tidak ada tempat untuk bersembunyi."Bertahan sebentar lagi, bala bantuan akan segera tiba," jawab Andrew sambil menggertakkan giginya. Dia hanya bisa berdoa, semoga bala bantuan tiba tepat waktu atau akibatnya akan sangat fatal.Sepuluh menit kemudian, Mercedes-Benz hitam mulai melambat hingga akhirnya berhenti di pinggir jalan. Pada saat yang sama, belasan mobil van melaju kencang dan mengepung Mercedes-Benz itu.Begitu pintu mobil dibuka, terlihat puluhan elite Faksi Kirin yang berlari turun dengan galak. Ada yang memegang pistol, ada juga yang memegang pisau. Semua tampak mengerikan.Luther mengambil golok dari tangan Johan. Dia mendekati Mercedes-Benz selangkah demi selangkah. Tatapannya yang tajam tertuju pada Andrew y
"Sekarang sudah tahu salah? Waktu mencelakai orang, apa kamu pernah berpikir akan mengalami situasi seperti hari ini?" ujar Luther sambil menatap Andrew yang bersujud memohon ampun dengan tidak acuh. Niat membunuh di tatapannya sama sekali tidak berkurang."Aku khilaf, aku minta maaf. Tolong jangan bersikap perhitungan dengan orang rendahan sepertiku! Asalkan kamu mengampuniku, aku janji akan berubah!" Andrew masih bersujud dengan rendah diri. Saat ini, dia mengesampingkan martabatnya supaya bisa bertahan hidup."Atas dasar apa kamu merasa masih punya kesempatan untuk introspeksi diri?" tanya Luther dengan dingin."Aku ... aku punya uang dan koneksi. Selama kamu nggak membunuhku, aku akan mengabulkan semua permintaanmu," sahut Andrew yang mencoba merayu Luther."Sayangnya, aku nggak punya permintaan apa pun selain ingin melihatmu mati," ucap Luther dengan ekspresi menghina."Jangan, jangan bunuh aku! Kumohon! Aku bisa membantumu naik posisi, bisa memberimu kekayaan dan kemuliaan yang n
Cahaya laser memenuhi seluruh tubuh Luther."Tiga ...." Gaius mengangkat tangan dan mulai menghitung mundur. Dia menghitung dengan lambat, tetapi suaranya dipenuhi tekanan. Apalagi ada begitu banyak pasukan bersenjata, sehingga suasana menjadi semakin menegangkan."Hehe. Bocah, kamu nggak berani membunuhku, 'kan? Apa gunanya kamu menyiksaku mati-matian begini? Asalkan nggak mati, aku bisa memanfaatkan sumber daya Keluarga Japardy untuk pulih. Tapi, kamu hanya bisa menyerahkan nyawamu sekarang. Kamu tahu kenapa bisa begitu? Karena kamu cuma rakyat jelata!""Nggak peduli seberapa keras kamu melawan, kamu nggak akan bisa mengubah fakta ini. Rakyat jelata sepertimu seharusnya punya kesadaran. Kenapa malah bersikeras melawan orang yang punya status tinggi?" hina Andrew sambil menyeringai. Kemunculan Gaius memberinya keberanian, seolah-olah dia sudah pasti menang."Andrew, ada beberapa poin yang benar dalam ucapanmu ini. Sayangnya, kamu salah menduga akan satu hal," sahut Luther tiba-tiba."