Dong! Dong!Seiring dengan terdengarnya bunyi lonceng, sejumlah besar anggota penting Keluarga Hutomo segera berdatangan ke dalam ruang rapat Kediaman Hutomo. Keluarga Hutomo memiliki aturan yang jelas. Jika lonceng peringatan dibunyikan, itu artinya telah terjadi masalah besar dalam keluarga itu. Tidak peduli di mana dan apa yang sedang mereka lakukan, para anggota penting keluarga harus pergi ke ruang rapat sesegera mungkin."Kin, apa yang kamu lakukan? Siapa yang menyuruhmu membunyikan lonceng peringatan?" tanya Klark. Dia dan beberapa orang kepercayaannya berjalan masuk dengan gagah ke ruang rapat.Saat ini, sudah banyak anggota inti keluarga yang berkumpul. Semua orang datang karena mendengar suara lonceng, mereka pun tidak tahu apa yang sedang terjadi. Bagaimanapun, Kediaman Hutomo begitu besar hingga mencakup seluruh gunung. Orang-orang yang tinggal di belakang gunung tidak dapat mendengar suara keributan yang terjadi di gerbang depan."Kak Klark! Barusan ada yang berbuat onar d
Saat ini, banyak orang menyatakan pendapat yang sama. Selama ini, merekalah yang menindas orang lain, tidak ada yang berani datang untuk berbuat onar. Bagi mereka, benar dan salah sama sekali bukan poin penting. Siapa pun yang lebih kuat, itulah yang akan menang."Kin, kamu mau ngapain?" tanya Klark sambil menyipitkan matanya, terlihat sedikit tidak senang."Aku akan mengutus pengawal bayangan untuk menghabisi bocah itu!" jawab Kin dengan nada marah."Omong kosong!" Jaden langsung menggebrak meja dan berkata, "Pengawal bayangan itu fondasi Keluarga Hutomo. Mereka nggak boleh dikerahkan sembarangan!""Aku nggak peduli! Pokoknya, aku mau balas dendam! Kalau kamu nggak setuju, aku akan cari Ayah!" ucap Kin dengan keras kepala."Siapa yang mau mencariku?"Saat ini, seorang pria tua bertubuh jangkung dengan janggut dan alis putih perlahan masuk ke ruang rapat. Pria tua itu menyilangkan kedua tangannya di balik punggung dan ekspresinya tampak tenang. Meski tubuhnya tidak memancarkan aura kua
Keesokan paginya, di dalam kamar pasien Rumah Sakit Siloma, Harsa yang terluka parah telah melewati masa kritisnya. Kini, dia sedang tidur nyenyak di ranjang pasien. Sementara itu, Charlotte tampak duduk tenang di sampingnya.Hubungan mereka memang tidak harmonis biasanya, tetapi saat menghadapi situasi seperti ini, Charlotte jauh lebih khawatir daripada siapa pun. Dia telah sibuk sepanjang malam, bahkan tidak pernah memejamkan mata.Saat itu, Luther berjalan masuk dengan membawa sarapan. Melihat gadis itu, dia pun berkata, "Charlotte, makanlah sedikit. Kondisi ayahmu sudah stabil dan dia akan segera sembuh. Kamu nggak perlu terlalu khawatir.""Terima kasih, Paman," ucap Charlotte sambil memaksakan senyuman. Dia mencoba makan beberapa suap, tetapi akhirnya menyingkirkan makanan itu karena tidak bernafsu makan."Charlotte, kami sudah datang." Tiba-tiba, sekelompok anak muda masuk ke dalam kamar pasien. Mereka adalah teman sekelas Charlotte. Tangan mereka tampak membawa karangan bunga, m
"Jaden dari Keluarga Hutomo," ucap Luther dengan singkat. "Jaden?" Setelah mendengar nama itu, wajah Hardy seketika menjadi pucat pasi bak tersambar petir. Orang lain juga terlihat terkejut dan ketakutan.Siapa Jaden? Dia adalah Raja Iblis yang terkenal di ibu kota provinsi! Jaden adalah seorang putra bangsawan yang berdiri di puncak kekuasaan! Pria itu selalu sombong dan kejam, tetapi tidak ada yang berani mengganggunya karena dia memiliki latar belakang yang kuat.Bagi mereka, sosok seperti Jaden adalah seseorang yang memegang kendali atas takdir mereka! Jangankan menyinggung, meski bertemu di jalan, mereka bahkan tidak berani mendongak untuk melirik Jaden.Setelah tersadar kembali, Hardy pun berkata dengan suara yang mulai gemetar, "Kamu ... kamu nggak bercanda, 'kan? Orang yang memukul Paman Harsa adalah Jaden?""Kenapa? Kamu sepertinya terlihat sangat ketakutan?" tanya Luther yang tetap tenang. Setelah menenangkan diri sejenak, Hardy tetap bersikeras berkata, "Takut ... bagaimana
Di hadapan sekelompok anggota Keluarga Hutomo yang melihatnya dengan pandangan tajam, Hardy akhirnya tidak bisa lagi menahan tekanan. Kedua kakinya lemas, lalu dia sontak berlutut di lantai.Sosok Hardy gemetaran, lalu dia berbicara dengan keringat yang bercucuran, "Ini ... ini salah paham. Semuanya hanya kesalahpahaman! Aku hanya bercanda barusan, tolong kalian jangan mengambil hati."Mendengar itu, Joshua pun bertanya sembari tersenyum, "Jadi, apa kamu nggak jadi menamparnya?" Hardy segera melambaikan tangan, lalu menjelaskan, "Nggak, aku nggak berani! Mulutku memang sering lepas kendali dan suka berbual. Tolong maafkan aku dan jangan perhitungan denganku."Usai berkata demikian, Hardy bahkan menampar dirinya sendiri beberapa kali sebagai tanda penyesalan. Saat itu, Tiana dan beberapa anak muda juga sangat ketakutan hingga tubuh mereka gemetar. Mereka bahkan tidak mempunyai hak untuk mengagumi keluarga terkemuka seperti Keluarga Hutomo. Semua anggota Keluarga Hutomo mampu mengendalik
"Sudah selesai bicara? Kalau sudah, pergi saja, jangan mengganggu kami di sini," usir Luther yang tidak sabaran seraya melambaikan tangannya. Jelas, dia sama sekali tidak menganggap serius Keluarga Hutomo."Kamu ...." Kin baru saja ingin meluapkan amarahnya, tetapi Klark malah mengangkat tangan untuk menghentikannya. Kemudian, dia berkata, "Cukup! Ini memang salahnya Jaden. Meminta maaf adalah hal yang wajar." Begitu mendengarnya, Kin sontak berseru seraya mengernyit, "Kak!""Kenapa? Apakah kamu lupa dengan kata-kata Ayah?" tanya Klark yang memandangnya dengan ekspresi kesal. "Aku ...." Kin tampak menggigit bibirnya dan akhirnya memilih untuk tetap diam."Jaden, minta maaf kepada orang yang sudah kamu pukul. Dengan begitu, masalah ini akan beres," pinta Klark sambil menganggukkan kepala untuk memberi isyarat. "Ma ... maafkan aku," ucap Jaden dengan susah payah dari atas tandu. Orang cerdas tahu kapan harus mengalah. Jaden perlu memulihkan luka di tubuhnya terlebih dahulu."Apa kamu sud
"Kamu ... beraninya kamu menampar anakku?" seru Kin dengan mata terbelalak. Dia jelas tampak sulit memercayai hal ini. Seorang gadis rendahan seperti Charlotte beraninya menampar Jaden di depan umum. Dia benar-benar tidak tahu diri!"Dia bisa memukul ayahku, jadi kenapa aku nggak bisa memukulnya?" jawab Charlotte dengan ekspresi dingin. Kemudian, dia lagi-lagi menendang Jaden dengan keras hingga membuatnya terhempas beberapa meter.Tindakan ini membuat Kin sangat marah. Dengan mata yang memerah, dia berseru, "Kamu ... kamu kurang ajar!" Seiring memuncaknya amarah Kin, beberapa master dari Keluarga Hutomo tampak bergegas maju.Kemudian, Luther berkata dengan nada dingin, "Kenapa? Begini saja kalian sudah nggak sanggup? Ketika Jaden melakukan kekerasan, itu jauh lebih mengerikan daripada ini. Sekarang, Charlotte hanya melampiaskan sedikit amarah saja."Klark menoleh dan memelototi para bawahannya, lalu memerintahkan, "Mundur semuanya!" Hal itu membuat mereka ketakutan dan tidak berani be
Orang itu adalah Jaden, Raja Iblis yang terkenal di ibu kota provinsi dan tuan muda keluarga kaya yang sebenarnya. Orang seperti itu malah dipukuli orang. Bukankah ini terlalu berlebihan? Jika tidak melihatnya secara langsung, mereka tidak akan berani percaya. Keluarga Hutomo yang gagah ternyata memiliki sisi yang begitu lemah. Yang paling menakutkan lagi, orang yang memaksa Keluarga Hutomo untuk tunduk di depan umum adalah Luther!"Siapa sebenarnya orang ini?"Pada saat itu, tatapan semua orang tertuju ke arah Luther menjadi berbeda-beda. Ada yang terkejut, penasaran, ketakutan, dan tentu saja lebih banyak yang merasa kagum. Ada berapa orang di seluruh ibu kota provinsi yang bisa membuat Keluarga Hutomo tunduk? Hanya dengan ini saja sudah cukup untuk menunjukkan hal ini sangat luar biasa. Hardy dan Tiana yang sebelumnya masih meremehkan, saat ini benar-benar kehilangan semangat. Ternyata, merekalah yang tidak tahu apa-apa.Ding ....Pada saat ini, ponsel Luther tiba-tiba berbunyi. Beg
Gema kembali mengambil secangkir teh dan meminumnya, "Selera tuan-tuan memang unik. Tapi, aku ini orangnya penakut, nggak tahan ditakut-takuti. Jadi, mohon tuan-tuan kelak jangan bercanda seperti ini lagi."Weker tersenyum dan menganggukkan kepala. "Tentu saja. Ini pertama kalinya kita bertemu, jadi Tuan Loland hanya ingin mencairkan suasana. Kalau ada hal yang nggak berkenan, aku mewakili Tuan Loland minta maaf padamu. Jangan dimasukkan ke hati."Mendengar perkataan itu, ekspresi Gema akhirnya menjadi lebih ramah. Dia sudah berani menghadiri jamuan berbahaya ini, dia tentu saja tidak takut diintimidasi. Jika mereka berbicara baik-baik dengannya, dia tidak keberatan mengungkapkan sedikit informasi.Namun, sikap ketiga orang itu begitu sombong. Begitu membuka mulut, mereka langsung mengintimidasi, memerintah, dan sama sekali tidak menghargainya sama sekali. Hal ini tentu saja membuatnya merasa sangat kesal. Namun, demi menjaga harga dirinya, dia tidak langsung menunjukkan amarahnya."Ng
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t