Keesokan paginya, di dalam kamar pasien Rumah Sakit Siloma, Harsa yang terluka parah telah melewati masa kritisnya. Kini, dia sedang tidur nyenyak di ranjang pasien. Sementara itu, Charlotte tampak duduk tenang di sampingnya.Hubungan mereka memang tidak harmonis biasanya, tetapi saat menghadapi situasi seperti ini, Charlotte jauh lebih khawatir daripada siapa pun. Dia telah sibuk sepanjang malam, bahkan tidak pernah memejamkan mata.Saat itu, Luther berjalan masuk dengan membawa sarapan. Melihat gadis itu, dia pun berkata, "Charlotte, makanlah sedikit. Kondisi ayahmu sudah stabil dan dia akan segera sembuh. Kamu nggak perlu terlalu khawatir.""Terima kasih, Paman," ucap Charlotte sambil memaksakan senyuman. Dia mencoba makan beberapa suap, tetapi akhirnya menyingkirkan makanan itu karena tidak bernafsu makan."Charlotte, kami sudah datang." Tiba-tiba, sekelompok anak muda masuk ke dalam kamar pasien. Mereka adalah teman sekelas Charlotte. Tangan mereka tampak membawa karangan bunga, m
"Jaden dari Keluarga Hutomo," ucap Luther dengan singkat. "Jaden?" Setelah mendengar nama itu, wajah Hardy seketika menjadi pucat pasi bak tersambar petir. Orang lain juga terlihat terkejut dan ketakutan.Siapa Jaden? Dia adalah Raja Iblis yang terkenal di ibu kota provinsi! Jaden adalah seorang putra bangsawan yang berdiri di puncak kekuasaan! Pria itu selalu sombong dan kejam, tetapi tidak ada yang berani mengganggunya karena dia memiliki latar belakang yang kuat.Bagi mereka, sosok seperti Jaden adalah seseorang yang memegang kendali atas takdir mereka! Jangankan menyinggung, meski bertemu di jalan, mereka bahkan tidak berani mendongak untuk melirik Jaden.Setelah tersadar kembali, Hardy pun berkata dengan suara yang mulai gemetar, "Kamu ... kamu nggak bercanda, 'kan? Orang yang memukul Paman Harsa adalah Jaden?""Kenapa? Kamu sepertinya terlihat sangat ketakutan?" tanya Luther yang tetap tenang. Setelah menenangkan diri sejenak, Hardy tetap bersikeras berkata, "Takut ... bagaimana
Di hadapan sekelompok anggota Keluarga Hutomo yang melihatnya dengan pandangan tajam, Hardy akhirnya tidak bisa lagi menahan tekanan. Kedua kakinya lemas, lalu dia sontak berlutut di lantai.Sosok Hardy gemetaran, lalu dia berbicara dengan keringat yang bercucuran, "Ini ... ini salah paham. Semuanya hanya kesalahpahaman! Aku hanya bercanda barusan, tolong kalian jangan mengambil hati."Mendengar itu, Joshua pun bertanya sembari tersenyum, "Jadi, apa kamu nggak jadi menamparnya?" Hardy segera melambaikan tangan, lalu menjelaskan, "Nggak, aku nggak berani! Mulutku memang sering lepas kendali dan suka berbual. Tolong maafkan aku dan jangan perhitungan denganku."Usai berkata demikian, Hardy bahkan menampar dirinya sendiri beberapa kali sebagai tanda penyesalan. Saat itu, Tiana dan beberapa anak muda juga sangat ketakutan hingga tubuh mereka gemetar. Mereka bahkan tidak mempunyai hak untuk mengagumi keluarga terkemuka seperti Keluarga Hutomo. Semua anggota Keluarga Hutomo mampu mengendalik
"Sudah selesai bicara? Kalau sudah, pergi saja, jangan mengganggu kami di sini," usir Luther yang tidak sabaran seraya melambaikan tangannya. Jelas, dia sama sekali tidak menganggap serius Keluarga Hutomo."Kamu ...." Kin baru saja ingin meluapkan amarahnya, tetapi Klark malah mengangkat tangan untuk menghentikannya. Kemudian, dia berkata, "Cukup! Ini memang salahnya Jaden. Meminta maaf adalah hal yang wajar." Begitu mendengarnya, Kin sontak berseru seraya mengernyit, "Kak!""Kenapa? Apakah kamu lupa dengan kata-kata Ayah?" tanya Klark yang memandangnya dengan ekspresi kesal. "Aku ...." Kin tampak menggigit bibirnya dan akhirnya memilih untuk tetap diam."Jaden, minta maaf kepada orang yang sudah kamu pukul. Dengan begitu, masalah ini akan beres," pinta Klark sambil menganggukkan kepala untuk memberi isyarat. "Ma ... maafkan aku," ucap Jaden dengan susah payah dari atas tandu. Orang cerdas tahu kapan harus mengalah. Jaden perlu memulihkan luka di tubuhnya terlebih dahulu."Apa kamu sud
"Kamu ... beraninya kamu menampar anakku?" seru Kin dengan mata terbelalak. Dia jelas tampak sulit memercayai hal ini. Seorang gadis rendahan seperti Charlotte beraninya menampar Jaden di depan umum. Dia benar-benar tidak tahu diri!"Dia bisa memukul ayahku, jadi kenapa aku nggak bisa memukulnya?" jawab Charlotte dengan ekspresi dingin. Kemudian, dia lagi-lagi menendang Jaden dengan keras hingga membuatnya terhempas beberapa meter.Tindakan ini membuat Kin sangat marah. Dengan mata yang memerah, dia berseru, "Kamu ... kamu kurang ajar!" Seiring memuncaknya amarah Kin, beberapa master dari Keluarga Hutomo tampak bergegas maju.Kemudian, Luther berkata dengan nada dingin, "Kenapa? Begini saja kalian sudah nggak sanggup? Ketika Jaden melakukan kekerasan, itu jauh lebih mengerikan daripada ini. Sekarang, Charlotte hanya melampiaskan sedikit amarah saja."Klark menoleh dan memelototi para bawahannya, lalu memerintahkan, "Mundur semuanya!" Hal itu membuat mereka ketakutan dan tidak berani be
Orang itu adalah Jaden, Raja Iblis yang terkenal di ibu kota provinsi dan tuan muda keluarga kaya yang sebenarnya. Orang seperti itu malah dipukuli orang. Bukankah ini terlalu berlebihan? Jika tidak melihatnya secara langsung, mereka tidak akan berani percaya. Keluarga Hutomo yang gagah ternyata memiliki sisi yang begitu lemah. Yang paling menakutkan lagi, orang yang memaksa Keluarga Hutomo untuk tunduk di depan umum adalah Luther!"Siapa sebenarnya orang ini?"Pada saat itu, tatapan semua orang tertuju ke arah Luther menjadi berbeda-beda. Ada yang terkejut, penasaran, ketakutan, dan tentu saja lebih banyak yang merasa kagum. Ada berapa orang di seluruh ibu kota provinsi yang bisa membuat Keluarga Hutomo tunduk? Hanya dengan ini saja sudah cukup untuk menunjukkan hal ini sangat luar biasa. Hardy dan Tiana yang sebelumnya masih meremehkan, saat ini benar-benar kehilangan semangat. Ternyata, merekalah yang tidak tahu apa-apa.Ding ....Pada saat ini, ponsel Luther tiba-tiba berbunyi. Beg
Melihat orang-orang di sekelilingnya yang tampak santai dan gembira, Ariana mengernyitkan alisnya. Dia sudah sengaja datang lebih awal untuk rapat dewan hari ini dan tidak terlambat. Lagi pula, sejak dia masuk, orang-orang itu tetap duduk diam dan sama sekali tidak berniat untuk berdiri, mereka bahkan tidak menyisakan kursi kosong. Mereka jelas-jelas tidak menghormatinya."Herbert, apa maksudmu ini?" tanya Ariana dengan tenang.Dalam hatinya, Ariana tahu jelas Herbert sedang memamerkan kekuasaannya."Apa yang kamu katakan?"Herbert menyalakan sebatang cerutu dan menyilangkan kakinya di atas meja, seolah-olah menganggap ruang rapat itu adalah ruangan kantornya sendiri."Aku yakin kamu harusnya sudah menerima pemberitahuan dari Kepala Keluarga. Sekarang, akulah Presdir dari Grup Warsono," kata Ariana memperingatkan."Jadi?" kata Herbert sambil tersenyum sinis."Kamu sudah menduduki tempat dudukku, itu sudah keterlaluan," kata Ariana sambil menepuk meja.Herbert mengangkat kedua tangannya
"Kalian boleh pergi, tapi tidak berarti aku tidak akan menuntut pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatan kalian."Ariana berkata dengan ekspresi tenang, "Pak Linto, kalau aku tidak salah ingat, sebulan yang lalu, kamu menggunakan dana perusahaan sebesar 40 miliar tanpa izin dan sampai sekarang, masih belum mengembalikannya. Uang sebanyak itu cukup untuk membuatmu mendekam di penjara seumur hidup!"Begitu mendengar perkataan itu, pria botak yang berada di depan sekumpulan orang itu langsung membeku di tempatnya dan keringat dinginnya bercucuran. Dia bertanya-tanya bagaimana mungkin orang lain tahu tentang tindakan ilegalnya yang telah dia tutupi dengan sangat rapi?Ariana tidak mengindahkan pria itu dan terus berbicara dengan tenang, "Bu Leli, sebagai direktur keuangan perusahaan, masalahmu adalah yang terbesar. Perusahaan seharusnya menghasilkan keuntungan setiap tahun, tapi kamu mengubah semuanya menjadi rugi. Kamu bahkan menggunakan alasan ini untuk meminta dana dari pusat untuk m