Rasa sakit Jaden langsung berlipat ganda begitu dia ditusuk dengan jarum perak itu. Jeritan kesakitannya pun makin keras."Bangsat! Keluarga Hutomo nggak punya masalah denganmu, kenapa kamu melakukan hal ini?" ujar Kin. Setelah berteriak marah tadi, kini dia menjadi lebih tenang. Namun, niat membunuh di matanya berubah kian kental.Luther akhirnya mendongak dan berkata, "Nggak ada masalah? Kenapa kamu nggak tanya apa yang sudah dilakukan putramu?""Nggak peduli apa yang sudah dilakukan putraku, itu bukanlah alasan buatmu untuk berbuat semena-mena di sini!" ujar Kin dengan sengit."Benar saja, kalian memang ayah dan anak, sama-sama nggak bermoral. Karena kalian begitu keras kepala, jangan salahkan aku karena menggunakan kekerasan." Luther berkata dengan ekspresi datar, "Aku akan memberi kalian waktu tiga hari. Dalam tiga hari ini, aku ingin melihat putramu minta maaf pada Paman Harsa. Kalau nggak, kalian tanggung sendiri konsekuensinya!""Bocah, jangan kira kamu bisa pergi setelah menya
Dong! Dong!Seiring dengan terdengarnya bunyi lonceng, sejumlah besar anggota penting Keluarga Hutomo segera berdatangan ke dalam ruang rapat Kediaman Hutomo. Keluarga Hutomo memiliki aturan yang jelas. Jika lonceng peringatan dibunyikan, itu artinya telah terjadi masalah besar dalam keluarga itu. Tidak peduli di mana dan apa yang sedang mereka lakukan, para anggota penting keluarga harus pergi ke ruang rapat sesegera mungkin."Kin, apa yang kamu lakukan? Siapa yang menyuruhmu membunyikan lonceng peringatan?" tanya Klark. Dia dan beberapa orang kepercayaannya berjalan masuk dengan gagah ke ruang rapat.Saat ini, sudah banyak anggota inti keluarga yang berkumpul. Semua orang datang karena mendengar suara lonceng, mereka pun tidak tahu apa yang sedang terjadi. Bagaimanapun, Kediaman Hutomo begitu besar hingga mencakup seluruh gunung. Orang-orang yang tinggal di belakang gunung tidak dapat mendengar suara keributan yang terjadi di gerbang depan."Kak Klark! Barusan ada yang berbuat onar d
Saat ini, banyak orang menyatakan pendapat yang sama. Selama ini, merekalah yang menindas orang lain, tidak ada yang berani datang untuk berbuat onar. Bagi mereka, benar dan salah sama sekali bukan poin penting. Siapa pun yang lebih kuat, itulah yang akan menang."Kin, kamu mau ngapain?" tanya Klark sambil menyipitkan matanya, terlihat sedikit tidak senang."Aku akan mengutus pengawal bayangan untuk menghabisi bocah itu!" jawab Kin dengan nada marah."Omong kosong!" Jaden langsung menggebrak meja dan berkata, "Pengawal bayangan itu fondasi Keluarga Hutomo. Mereka nggak boleh dikerahkan sembarangan!""Aku nggak peduli! Pokoknya, aku mau balas dendam! Kalau kamu nggak setuju, aku akan cari Ayah!" ucap Kin dengan keras kepala."Siapa yang mau mencariku?"Saat ini, seorang pria tua bertubuh jangkung dengan janggut dan alis putih perlahan masuk ke ruang rapat. Pria tua itu menyilangkan kedua tangannya di balik punggung dan ekspresinya tampak tenang. Meski tubuhnya tidak memancarkan aura kua
Keesokan paginya, di dalam kamar pasien Rumah Sakit Siloma, Harsa yang terluka parah telah melewati masa kritisnya. Kini, dia sedang tidur nyenyak di ranjang pasien. Sementara itu, Charlotte tampak duduk tenang di sampingnya.Hubungan mereka memang tidak harmonis biasanya, tetapi saat menghadapi situasi seperti ini, Charlotte jauh lebih khawatir daripada siapa pun. Dia telah sibuk sepanjang malam, bahkan tidak pernah memejamkan mata.Saat itu, Luther berjalan masuk dengan membawa sarapan. Melihat gadis itu, dia pun berkata, "Charlotte, makanlah sedikit. Kondisi ayahmu sudah stabil dan dia akan segera sembuh. Kamu nggak perlu terlalu khawatir.""Terima kasih, Paman," ucap Charlotte sambil memaksakan senyuman. Dia mencoba makan beberapa suap, tetapi akhirnya menyingkirkan makanan itu karena tidak bernafsu makan."Charlotte, kami sudah datang." Tiba-tiba, sekelompok anak muda masuk ke dalam kamar pasien. Mereka adalah teman sekelas Charlotte. Tangan mereka tampak membawa karangan bunga, m
"Jaden dari Keluarga Hutomo," ucap Luther dengan singkat. "Jaden?" Setelah mendengar nama itu, wajah Hardy seketika menjadi pucat pasi bak tersambar petir. Orang lain juga terlihat terkejut dan ketakutan.Siapa Jaden? Dia adalah Raja Iblis yang terkenal di ibu kota provinsi! Jaden adalah seorang putra bangsawan yang berdiri di puncak kekuasaan! Pria itu selalu sombong dan kejam, tetapi tidak ada yang berani mengganggunya karena dia memiliki latar belakang yang kuat.Bagi mereka, sosok seperti Jaden adalah seseorang yang memegang kendali atas takdir mereka! Jangankan menyinggung, meski bertemu di jalan, mereka bahkan tidak berani mendongak untuk melirik Jaden.Setelah tersadar kembali, Hardy pun berkata dengan suara yang mulai gemetar, "Kamu ... kamu nggak bercanda, 'kan? Orang yang memukul Paman Harsa adalah Jaden?""Kenapa? Kamu sepertinya terlihat sangat ketakutan?" tanya Luther yang tetap tenang. Setelah menenangkan diri sejenak, Hardy tetap bersikeras berkata, "Takut ... bagaimana
Di hadapan sekelompok anggota Keluarga Hutomo yang melihatnya dengan pandangan tajam, Hardy akhirnya tidak bisa lagi menahan tekanan. Kedua kakinya lemas, lalu dia sontak berlutut di lantai.Sosok Hardy gemetaran, lalu dia berbicara dengan keringat yang bercucuran, "Ini ... ini salah paham. Semuanya hanya kesalahpahaman! Aku hanya bercanda barusan, tolong kalian jangan mengambil hati."Mendengar itu, Joshua pun bertanya sembari tersenyum, "Jadi, apa kamu nggak jadi menamparnya?" Hardy segera melambaikan tangan, lalu menjelaskan, "Nggak, aku nggak berani! Mulutku memang sering lepas kendali dan suka berbual. Tolong maafkan aku dan jangan perhitungan denganku."Usai berkata demikian, Hardy bahkan menampar dirinya sendiri beberapa kali sebagai tanda penyesalan. Saat itu, Tiana dan beberapa anak muda juga sangat ketakutan hingga tubuh mereka gemetar. Mereka bahkan tidak mempunyai hak untuk mengagumi keluarga terkemuka seperti Keluarga Hutomo. Semua anggota Keluarga Hutomo mampu mengendalik
"Sudah selesai bicara? Kalau sudah, pergi saja, jangan mengganggu kami di sini," usir Luther yang tidak sabaran seraya melambaikan tangannya. Jelas, dia sama sekali tidak menganggap serius Keluarga Hutomo."Kamu ...." Kin baru saja ingin meluapkan amarahnya, tetapi Klark malah mengangkat tangan untuk menghentikannya. Kemudian, dia berkata, "Cukup! Ini memang salahnya Jaden. Meminta maaf adalah hal yang wajar." Begitu mendengarnya, Kin sontak berseru seraya mengernyit, "Kak!""Kenapa? Apakah kamu lupa dengan kata-kata Ayah?" tanya Klark yang memandangnya dengan ekspresi kesal. "Aku ...." Kin tampak menggigit bibirnya dan akhirnya memilih untuk tetap diam."Jaden, minta maaf kepada orang yang sudah kamu pukul. Dengan begitu, masalah ini akan beres," pinta Klark sambil menganggukkan kepala untuk memberi isyarat. "Ma ... maafkan aku," ucap Jaden dengan susah payah dari atas tandu. Orang cerdas tahu kapan harus mengalah. Jaden perlu memulihkan luka di tubuhnya terlebih dahulu."Apa kamu sud
"Kamu ... beraninya kamu menampar anakku?" seru Kin dengan mata terbelalak. Dia jelas tampak sulit memercayai hal ini. Seorang gadis rendahan seperti Charlotte beraninya menampar Jaden di depan umum. Dia benar-benar tidak tahu diri!"Dia bisa memukul ayahku, jadi kenapa aku nggak bisa memukulnya?" jawab Charlotte dengan ekspresi dingin. Kemudian, dia lagi-lagi menendang Jaden dengan keras hingga membuatnya terhempas beberapa meter.Tindakan ini membuat Kin sangat marah. Dengan mata yang memerah, dia berseru, "Kamu ... kamu kurang ajar!" Seiring memuncaknya amarah Kin, beberapa master dari Keluarga Hutomo tampak bergegas maju.Kemudian, Luther berkata dengan nada dingin, "Kenapa? Begini saja kalian sudah nggak sanggup? Ketika Jaden melakukan kekerasan, itu jauh lebih mengerikan daripada ini. Sekarang, Charlotte hanya melampiaskan sedikit amarah saja."Klark menoleh dan memelototi para bawahannya, lalu memerintahkan, "Mundur semuanya!" Hal itu membuat mereka ketakutan dan tidak berani be