Luther yang keras kepala membuat Belinda naik darah. "Hei! Kenapa kamu ngotot nggak mau dengar saranku? Kakakku nggak memberitahumu demi kebaikanmu sendiri. Kalau nggak, nyawamu bisa terancam!" ujar Belinda."Huh! Aku sudah pernah menghadapi berbagai macam masalah selama bertahun-tahun ini. Nggak ada masalah yang bisa mengagetkanku. Kutegaskan sekali lagi, kalau kamu masih nggak mau kasih tau, aku akan cari tahu sendiri," ujar Luther dengan tegas.Belinda mengentakkan kakinya dengan kesal, tetapi dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Setelah beberapa saat, dia menggeleng tak berdaya dan berujar, "Sepertinya kakakku benar, kamu memang nggak akan menyerah. Aku benar-benar nggak tahu apa ini berkah atau bencana.""Kamu mau pergi ke ibu kota provinsi untuk menemui kakakku, 'kan? Oke ... aku bisa membawamu ke sana, tapi kamu harus mendengarkan aku dan nggak boleh gegabah! Kalau nggak, bukan cuma kamu, tapi kakakku juga akan menderita, mengerti?" kata Belinda lagi."Oke!" sahut Luther. Saat
Luther mengambil cangkir teh itu dengan kedua tangan sambil berkata dengan sopan, "Paman Harsa, aku mungkin akan merepotkanmu beberapa hari ini.""Nggak usah sungkan, itu sudah jadi kewajibanku." Harsa tersenyum dan berkata, "Nona Bianca pernah menyelamatkan hidupku, keluarga kami berutang banyak padanya. Bisa mendapat kesempatan untuk membalas kebaikan Nona Bianca adalah kehormatan bagiku.""Benarkah? Aku nggak nyangka Bianca begitu populer," kata Luther sambil tersenyum."Tentu saja!" Harsa berkata dengan bangga, "Aku sendiri yang melihat Nona Bianca tumbuh dewasa, karakternya benar-benar sempurna. Di seluruh ibu kota provinsi, nggak banyak orang yang bisa menandinginya!""Aku tahu," balas Luther sambil mengangguk dan tersenyum."Aduh, Tuan Luther. Gara-gara keasyikan mengobrol, aku jadi lupa. Kamu belum makan, 'kan? Tunggu sebentar ya. Aku akan segera memasak," kata Harsa. Dia pun segera masuk ke dapur dan mulai sibuk memasak bak seorang ibu rumah tangga.Luther tersenyum tipis. Sam
Harsa tertegun sejenak, setelah itu dia buru-buru bertanya, "Kena masalah? Apa yang terjadi?""Putriku barusan menelepon, dia bilang kalau Charlotte bertengkar dengan seseorang di tempat karaoke. Mereka bahkan sudah mulai menggunakan kekerasan. Cepat ke sana!" desak tetangga wanita itu."Apa? Mereka berkelahi?" seru Harsa yang terkejut. Dia segera menaruh peralatan makanannya, lalu berlari ke luar. Saat mencapai depan pintu, Harsa tiba-tiba berpaling dan berkata, "Maaf, Tuan Luther. Terjadi sesuatu pada putriku. Aku harus pergi mengurusnya.""Aku ikut," ujar Luther dengan tegas. Dia tidak mungkin makan dan tinggal gratis di sini. Jika ada yang bisa dia bantu, dia tentu akan melakukannya."Ini ...," ujar Harsa, merasa sedikit malu."Jangan khawatir, aku nggak akan menambah masalah," kata Luther sambil tersenyum."Harsa, cepatlah! Makin banyak orang yang bantu makin bagus, ayo cepat!" desak tetangga wanita tadi."Baiklah," ujar Harsa sambil mengangguk. Tanpa banyak basa-basi, dia segera
"Beraninya kamu menampar ayahku!" seru Charlotte dengan marah. Dia langsung mengambil botol anggur dan hendak memukul pria berjas itu.Namun, Harsa menahan putrinya dan berseru, "Charlotte! Jangan gegabah!""Kenapa? Kamu masih mau memukulku? Coba saja sini. Kalau sehelai saja rambutku yang terluka, kupastikan kalian semua nggak bisa keluar hari ini!" ujar pria berjas sambil mencibir."Dik, ini semua salah paham. Tahan amarahmu, kita bicarakan semuanya baik-baik," kata Harsa sambil terus tersenyum menyesal."Bicara baik-baik? Huh! Apa hakmu untuk mengajakku diskusi?" Pria berjas itu menunjukkan arloji rusaknya dan berkata dengan sinis, "Kamu tahu ini arloji apa? Ini Patek Philippe edisi terbatas, harganya 1,6 miliar! Sekarang, arloji ini sudah dirusak putrimu, gimana kamu mau menangani masalah ini?""Satu miliar enam ratus juta? Mahal sekali!" ujar Harsa terkejut. Gajinya hanya beberapa juta sebulan. Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga dia bisa menabung sampai 1,6 miliar."Ja
Aura Hardy tampak mengancam dengan sorot mata yang tajam. Ditambah lagi dengan sosoknya yang besar dan gagah, pria itu memiliki aura yang mendominasi. Mata dari beberapa gadis yang berdiri di belakang tampak berbinar-binar. Mereka sungguh terpesona. Tidak ada seorang pun gadis yang tidak terpincut olehnya. Mereka pernah membayangkan adegan penyelamatan dari seorang pria seperti ini bukan hanya sekali."Bocah! Apa kamu tahu siapa aku? Beraninya kamu ikut campur dalam urusan ini?" tanya pria berjas itu. Dia memegangi kepalanya yang berdarah dengan sorot mata yang tampak sangat sadis."Nggak peduli siapa pun kamu. Hari ini, kalau kamu nggak berlutut dan meminta maaf, aku akan mematahkan kakimu!" ancam Hardy seraya mengangkat tongkat bisbolnya. "Benar! Minta maaf sekarang juga!" Para pengikutnya langsung mulai bersorak. Mereka adalah anak muda yang penuh semangat dan menggebu-gebu sehingga tidak takut pada apa pun."Oke! Bagus sekali! Dasar sekelompok bocah yang nggak tahu apa-apa. Berani
Hardy memutar matanya dan tiba-tiba melihat ke arah Luther yang berdiri di sebelah Harsa. Luther bukan hanya terlihat tenang, tetapi juga sangat tampan. Hal ini membuat Hardy merasakan sedikit ancaman darinya."Ini adalah Tuan Luther, tamu penting di rumah kami. Dia baru datang untuk membantu," jelas Harsa segera. Charlotte menghela napas dengan jengkel, lalu berkata, "Membantu? Dia bahkan nggak mengucapkan sepatah kata pun sejak datang. Ayah meminta orang seperti ini untuk datang membantu?""Benar! Dia kelihatan tampan, tapi ternyata seorang penakut. Begitu digertak sedikit, dia sudah nggak berani berkutik. Benar-benar memalukan," ucap gadis berambut pendek seraya menggelengkan kepala.Meskipun gadis-gadis yang lain tidak mengatakan apa-apa, mereka juga meremehkan Luther dalam hati. Apa gunanya terlihat tampan? Dia ibarat vas bunga yang indah. Ketika menemui bahaya, orang seperti Luther akan kabur lebih cepat dari siapa pun. Pria seperti dia benar-benar tidak bisa diandalkan."Sobat,
"Adik kandung Tuan Ronald?" Saat mendengar kata-kata ini, semua orang tercengang, terutama Hardy. Dia tertegun dan wajahnya menjadi sangat pucat. Dia sama sekali tidak mengira bahwa lawannya memiliki koneksi sebesar ini.Ayahnya hanya mengenal Ronald dan tidak memiliki hubungan yang dalam. Sementara itu, lawannya adalah adik kandung Ronald. Jelas sekali siapa yang lebih berpengaruh. Hardy merasa bahwa dirinya dalam masalah besar sekarang."Bocah! Bukannya kamu sangat berlagak barusan, coba berlagak lagi di hadapanku!" tantang pria berjas itu. Dia menendang perut Hardy dan menjatuhkannya, lalu berseru, "Beraninya kamu campur tangan dalam urusanku. Kamu sepertinya sudah bosan hidup!" Kemudian, dia menghunjamkan kakinya beberapa kali ke arah Hardy.Hardy hanya bisa menahan rasa sakitnya dan tidak berani berkata apa-apa. Meskipun merasa sangat malu, dia tetap harus menahan diri sekarang. "Beraninya sekelompok bocah ingusan seperti kalian berlagak di hadapanku? Benar-benar nggak tahu diri!"
"Eh ...." Melihat pria berjas yang terhempas, semua orang pun tercengang. Satu per satu dari mereka saling menatap dengan ekspresi penuh dengan ketidakpercayaan. Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengira bahwa Luther akan memiliki keberanian untuk menyerang.Perlu diketahui bahwa pria berjas ini tidak hanya memiliki banyak anak buah, tetapi juga merupakan adik kandung Ronald. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dia bagaikan raja iblis yang tak kenal takut di daerah ini. Dia bisa bertindak dengan bebas dan tidak ada yang berani mengadangnya. Bahkan, Hardy yang berasal dari keluarga kaya pun harus tunduk dan menyanjungnya.Namun, Luther tampaknya tidak peduli dengan semua itu. Dia tidak hanya menantang pria berjas, tetapi bahkan berani memukulnya. Apa yang sebenarnya ada dalam benaknya?"Beraninya menghajar adik kandung Tuan Ronald, apa dia nggak waras?""Menyinggung Tuan Ronald sama saja dengan menantang seluruh Faksi Draco. Riwayat orang ini pasti akan tamat!""Dia benar-benar