"Dia adalah ayahku." Sebuah kalimat yang sederhana ini membuat Luther tercengang. Awalnya, dia mengira hubungan kedua orang ini hanya sebatas kerabat. Tak disangka, ternyata mereka adalah ayah dan anak."Dari yang kudengar, nama anak Adi adalah Aidan. Lalu, siapa kamu?" tanya Luther dengan penasaran."Namaku Stalin Devano, anak haram Adi."Pria itu menjelaskan sambil menundukkan kepalanya, "Saat itu, Adi menodai ibuku dan melahirkan aku. Demi menutupi perbuatan memalukan itu, dia tidak pernah mengakuiku secara publik. Dia hanya memberiku status sebagai anak angkatnya.""Jadi, kamu membencinya?" tanya Luther dengan penuh makna."Tentu saja!" Stalin menggertakkan giginya dan berkata dengan marah, "Dia mencampakkan kami dan membiarkan kami hidup melarat. Sampai sekarang juga dia hanya menjadikanku sebagai pion untuk membantu Aidan. Aku tidak rela harga diriku diinjak-injak orang. Jadi, aku harus merebut kembali apa yang menjadi hakku!""Bagus sekali." Luther mengangguk puas dan berkata, "
Dia adalah wanita yang biasanya membuat pria jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, pria ini malah melupakannya begitu saja hanya dalam waktu semalam? Apakah dia begitu tidak berkesan?"Uh ... kelihatannya tidak asing, sepertinya kita pernah bertemu," ujar Luther mencoba mengingat."Kemarin! Di rumah sakit! Kamu yang mengobati kakekku! Sudah ingat sekarang?" Gadis itu menggertakkan giginya dengan geram."Oh, aku ingat sekarang. Kamu adik Bianca, namamu Belina, bukan?" Luther baru sadar sekarang."Belina apaan? Namaku Belinda! Be-lin-da!" Gadis itu langsung marah.Ingin sekali rasanya Belinda menginjak pedal gas dan menabrak pria di hadapannya ini. Dia belum pernah mengalami hal seperti ini seumur hidupnya. Ini benar-benar penghinaan besar!"Maaf, Nona Belinda, ada urusan apa mencariku?" Luther dengan cerdik mengubah topik pembicaraan."Tentu saja ada urusan! Memangnya aku kurang kerjaan cari kamu kalau nggak ada kepentingan?" Belinda memutar bola matanya dan berkata, "Naiklah, kaka
"Maaf, aku bukan sengaja."Luther langsung bereaksi mendorong Bianca dengan wajah yang sangat canggung. Insiden yang tak terduga itu terjadi begitu tiba-tiba, membuat Luther tidak sempat bereaksi."Itu kesalahanku. Mungkin efek obat terlalu kuat dan aku tidak bisa mengendalikan diriku tadi," kata Bianca dengan nada manja.Sambil berbicara, dia juga melemparkan pandangan tajam pada Belinda.Padahal, Bianca punya kesempatan untuk melepas status lajangnya tadi. Kenapa adiknya ini tidak bisa membaca situasi sama sekali dan malah berteriak tidak karuan? Lantaran merasa kesal, Bianca diam-diam merencanakan untuk mengurangi uang jajan adiknya selama sebulan!"Belinda, bantu kakakmu berbaring di tempat tidur," perintah Luther."Huh! Tentu saja aku yang akan membantunya. Tidak mungkin aku membiarkanmu mengambil kesempatan." Belinda menggelengkan kepala, lalu memapah Bianca yang sedang kurang sehat itu kembali ke tempat tidur."Nona Bianca, lepaskan pakaianmu dan berbaring tengkurap," ujar Luthe
"Apakah Anda punya solusi, Tuan Luther?" tanya Bianca."Aku harus memahami situasinya terlebih dahulu untuk membuat strategi. Nona Bianca, tolong jawab pertanyaanku. Ke mana dan bertemu siapa saja Anda hari ini?" balas Luther."Hari ini aku bertemu dengan Darwin, dia mengajakku untuk membicarakan masalah bisnis. Kemudian, kami membahas masalah mitra usaha, tetapi aku menolaknya," jawab Bianca dengan jujur."Oh? Jadi, apakah Anda meminum minuman yang dituangkannya?" tanya Luther lebih lanjut."Tentu saja tidak! Darwin adalah orang yang ambisius, dia selalu mengincar harta keluargaku. Aku sangat waspada terhadapnya. Jadi, mana mungkin aku makan atau minum sembarangan?" Bianca menggelengkan kepala."Kak, kalau didengar dari ceritamu, sepertinya agak aneh. Kalau kamu nggak makan atau minum, lalu kenapa kamu bisa terkena racun?" tanya Belinda dengan heran."Mana kutahu?" Bianca memutar bola matanya."Nona Bianca, saat kalian ketemuan tadi, apakah kamu mencium sesuatu atau menyentuh sesuatu
Siang harinya, Luther naik mobil menuju kediaman Keluarga Warsono. Kediaman itu terletak di sebuah sudut terpencil di tengah kota. Ukurannya tidak luas dan memiliki halaman kecil yang ditanami berbagai jenis bunga dan tanaman.Saat Luther turun dari mobil, dia langsung melihat Ariana yang berada di depan pintu. Awalnya, Luther bermaksud pura-pura tidak melihatnya, tetapi Ariana memanggilnya sebelum Luther masuk ke dalam rumah."Berhenti! Aku ingin bicara denganmu!" seru Ariana."Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Luther. Keduanya saling membelakangi."Kondisi kesehatan Kakek belakangan ini kurang baik. Aku masih belum memberitahunya masalah perceraian kita agar dia tidak stres.""Menurutmu, apa hal seperti ini bisa disembunyikan?" tanya Luther lagi.Ariana menjawab, "Nanti aku akan mencari kesempatan untuk memberi tahu Kakek, tapi bukan hari ini!""Ya, aku mengerti. Ada lagi yang ingin kamu sampaikan?" balas Luther dengan nada dingin."Tidak ada lagi," jawab Ariana. Setelah melontarka
Dua botol arak dengan kemasan lama itu segera ditunjukkan di depan semua orang. Selanjutnya, Keenan mulai mencemoohnya, "Hehe .... Aku kira barang bagus apa, ternyata hanya dua botol arak murah."Keenan menghina, "Arak seperti ini harganya hanya 4 juta sebotol, sama sekali tidak berharga. Bagaimana arak ini bisa dibandingkan dengan Romanee Conti dari Wandy?""Benar! Arak ini tidak berharga, mana ada orang yang mau meminumnya!" kata seseorang menimpali ucapan Keenan. Sebenarnya, arak itu tidak terlalu buruk. Hanya saja, harganya jauh berbeda jika dibandingkan dengan Romanee Conti."Huh! Nggak malu bawa arak murahan seperti ini? Benar-benar memalukan!" ejek Helen."Arak ini cukup terkenal di negara kita, kenapa kalian menyebutnya barang murahan? Apa hanya anggur dari luar negeri yang berharga?" kata Luther dengan tenang."Anggur dari Wandy harganya ratusan juta sebotol, arakmu hanya 4 juta. Menurutmu, arak itu tidak murahan?" Ekspresi Keenan terlihat mengejek."Anggur mahal belum tentu b
"Ayah, apa kamu sedang bercanda? Ini arak berharga?" Mata Keenan membelalak karena tidak percaya dengan ucapan Edwin."Benar, Edwin! Arak ini berwarna kuning dan keruh. Apa ini bukan arak palsu?" tanya Helen dengan ekspresi yang sama kagetnya."Kalian tidak mengerti. Warna semua arak memang seperti ini. Makin lama usianya, makin gelap pula warnanya. Orang yang mengerti tentang arak pasti tahu hal ini," jelas Edwin.Mendengar kata ini, ekspresi semua orang langsung berubah menjadi aneh. Sebelumnya, mereka masih bersikeras bahwa itu adalah arak palsu. Namun, tak disangka dalam sekejap mereka dipermalukan oleh kenyataannya.Jika orang lain yang mengatakan hal itu, mereka mungkin masih tidak percaya. Namun, Edwin adalah orang yang berpengalaman dengan arak. Jadi, penilaiannya tidak mungkin salah."Aku beruntung pernah mencicipi arak ini sekali saat menemani para eksekutif dulu. Jadi, aku ingat jelas rasanya. Arak ini bahkan lebih harum dan lembut dibandingkan yang aku minum sebelumnya. Ara
Wandy tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan lantang, "Para tetua dan sahabat, aku akan memberi tahu kalian sebuah kabar baik. Perusahaan Farmasi Yohan kami belakangan ini berencana untuk menambah modal dan ekspansi saham. Apakah ada yang tertarik?""Menambah modal dan ekspansi saham?"Mendengar perkataan itu, pandangan semua orang mengarah ke Wandy. Perlu diketahui, Perusahaan Farmasi Yohan adalah perusahaan berkualitas tinggi. Perusahaan ini termasuk perusahaan terbaik di dunia kesehatan di Jiloam.Sebelumnya, saham perusahaan ini sangat sulit didapatkan. Sekarang, mereka malah tiba-tiba ingin menambah modal dan ekspansi saham. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan bagi semua orang."Pak Wandy, kenapa ingin ekspansi saham? Apa perusahaan mengalami masalah keuangan?" tanya Ariana dengan penasaran."Tentu saja tidak. Kami membuat keputusan ini karena kami ingin masuk ke pasaran."Wandy tersenyum dan menjelaskan, "Semuanya juga tahu prestise dan kemampuan Perusahaan Farmasi Yohan. Me
Di kediaman Keluarga Paliama, setelah makan malam, Luther diminta untuk duduk dan mengobrol dulu.Ini pertama kalinya Bianca membawa pacarnya pulang ke rumah, makanya Keluarga Paliama sangat memperhatikan hal ini. Sebagai seorang adipati, Ezra menemani mereka, bahkan mengundang pasangan muda itu ke ruang kerja untuk berbincang sambil minum teh.Dengan pengamatannya yang tajam, Ezra bisa melihat bahwa Luther bukan orang biasa. Baik dalam cara berbicara, perilaku, maupun wawasan yang dimiliki, semuanya jauh melampaui orang biasa."Luther, aku sepenuhnya mendukung hubunganmu dengan Bianca. Nggak peduli apa status dan latar belakangmu, yang penting kalian berdua saling mencintai," ujar Ezra dengan bijaksana."Selain itu, cucuku dimanjakan sejak kecil dan nggak pernah mengalami kesulitan. Setelah kalian bersama, aku harap kamu bisa memperlakukannya dengan baik.""Tenang saja, aku nggak akan mengecewakan Bianca," jawab Luther dengan serius. Meskipun hubungan mereka belum sepenuhnya berkemban
Setelah mendengar ucapan Nivan, ekspresi Naim menjadi sangat serius. Alisnya berkerut, dia tampak tenggelam dalam pikirannya.Sepertinya dia terlalu meremehkan situasinya. Naim mengira ini hanya persaingan di antara saudara-saudaranya, tetapi siapa sangka situasi ini justru memberi peluang bagi harimau buas seperti Ernest.Kekuatan Ernest sangat besar. Dengan alasan mendukung putra mahkota untuk naik takhta, dia mulai merekrut banyak orang dan memperluas jaringannya, hingga memiliki pengaruh yang setara dengan keluarga kekaisaran.Jika Ernest benar-benar mendukung Nolan naik takhta, kekuatannya akan melampaui kaisar dan tidak ada yang bisa menekannya. Dalam skenario terburuk, dia bisa memanipulasi kaisar sebagai boneka dan sepenuhnya menggulingkan kekuasaan keluarga mereka."Nivan, apa yang kamu katakan ini benar?" tanya Naim dengan alis berkerut."Benar, sama sekali nggak bohong!" jawab Nivan dengan serius. "Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa mengutus orang untuk menyelidikinya.""Ak
Satu jam kemudian, Nivan yang sudah menyamar diam-diam memasuki sebuah vila pribadi yang mewah. Naim sudah menyiapkan teh dan camilan di ruang tamu vila itu, terlihat sudah menunggu lama."Kak Naim, maaf sudah membuatmu menunggu lama," kata Nivan sambil melepaskan mantelnya, lalu tersenyum dan berjalan mendekat."Nggak apa-apa. Kita berdua jarang sekali bisa berkumpul. Kamu bisa inisiatif mengajakku bertemu saja, aku sudah merasa sangat senang. Menunggu beberapa menit bukan masalah besar," kata Naim dengan tersenyum sambil mempersilakan Nivan duduk, lalu menuangkan dua cangkir teh dan memberikan salah satunya untuk Nivan.Setelah menerima cangkir itu, Nivan langsung meletakkannya di samping dengan hati-hati. Dia sangat berhati-hati soal makanan dan minumannya saat berada di luar, ini sudah menjadi kebiasaannya."Nivan, kamu tiba-tiba mengajakku bertemu, apa kamu ingin membahas soal urusan resmi atau pribadi?" tanya Naim yang langsung ke topik pembicaraannya setelah menyesap tehnya."In
Saat ini, di sebuah vila mewah lainnya di dalam kota. Seorang mata-mata wanita yang mengenakan pakaian hitam dan jubah sedang melapor pada Nivan tentang hasil penyelidikannya."Tuan, belakangan ini orang-orang dari Keluarga Luandi sangat aktif. Mereka sedang sibuk membentuk aliansi dari delapan keluarga besar dan berbagai pihak lainnya. Banyak yang sudah berpihak pada Keluarga Luandi. Kalau terus membiarkan mereka seperti ini, ini akan menjadi ancaman besar bagi kita," kata mata-mata wanita itu sambil berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepala."Keluarga Luandi mendukung Kak Nolan, 'kan?" tanya Nivan yang duduk dengan tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apa pun."Keluarga Luandi punya ambisi besar. Katanya mendukung, tapi sebenarnya mereka sedang menjadi Pangeran Nolan sebagai boneka untuk memperbesar kekuasaan mereka sendiri," kata mata-mata wanita itu yang mengungkapkan rahasia di balik semua itu. Dia sudah menyusup di Keluarga Luandi selama bertahun-tahun, sehingga sangat me
Malam harinya, dua pemuda sedang bermain catur dengan santai di sebuah vila mewah yang tersembunyi di dalam kota. Yang sebelah kirinya adalah pria yang baru saja bertamu ke Keluarga Paliama, Roman, sedangkan yang sebelah kanan adalah pangeran kedua yang bertubuh kekar dengan pakaian mewah, Nolan.Keduanya bermain catur dengan konsentrasi penuh, kadang-kadang melangkah dengan cepat dan kadang-kadang berpikir dengan lama. Setelah bermain sekitar sepuluh menit, Roman akhirnya mengaku kalah."Roman, beberapa hari nggak bertemu, kemampuan caturmu makin hebat. Aku hampir saja kalah," kata Nolan sambil mengusap janggutnya, terlihat agak terkejut."Pangeran Nolan terlalu memujiku. Kemampuan caturku nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan denganmu. Kalau Pangeran Nolan nggak sengaja mengalah, aku pasti sudah kalah sejak awal. Mana mungkin aku bisa bermain selam ini," kata Roman sambil tersenyum."Hahahaha ... kamu memang pandai berbicara," kata Nolan sambil tertawa terbahak-bahak dan ekspresiny
"Sebenarnya, kita nggak perlu bingung siapa yang lebih cocok menjadi kaisar. Yang lebih penting adalah siapa yang paling mungkin menjadi kaisar?" ucap Gandara tiba-tiba.Sebagai seorang pebisnis, Gandara selalu mengejar keuntungan secara maksimal. Jadi, dia tidak peduli siapa yang menjadi kaisar.Yang Gandara pedulikan adalah siapa yang lebih mungkin menjadi kaisar. Memilih orang itu dan mendukungnya adalah pilihan yang paling bijak."Siapa yang paling mungkin? Itu tergantung pada siapa yang punya paling banyak pendukung," ujar Gusdur sambil merenung."Oh ya, tadi aku lupa tanya, pangeran mana yang didukung oleh Keluarga Luandi?" Gema menepuk kepalanya.Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka masih belum tahu siapa yang sebenarnya didukung oleh Keluarga Luandi."Aku rasa itu Pangeran Ketiga." Gandara menyipitkan mata dan menganalisis, "Pangeran Ketiga punya hubungan pribadi yang baik dengan Roman dan punya potensi yang luar biasa. Dia sangat disukai oleh Kaisar, jadi Keluarga Luandi m
Tanpa perlu kaisar turun tangan, orang-orang yang penuh ambisi itu akan menelan Keluarga Paliama tanpa menyisakan apa-apa. Sebaliknya, jika mereka memilih untuk berpihak dan pilihan mereka benar, Keluarga Paliama dapat berjaya selama ratusan tahun. Namun jika mereka salah, Keluarga Paliama bisa hancur hanya dalam semalam!Jadi, sekarang Ezra tidak tahu harus memilih yang mana. Masalah ini bukan masalah sepele. Jika salah langkah, semuanya akan berakhir dengan kekalahan."Biar aku pertimbangkan dulu. Aku belum bisa memberi jawaban kepada kalian saat ini," kata Ezra sekali lagi.Masalah ini berkaitan dengan banyak aspek. Jika Ezra membuat keputusan yang salah, semuanya akan hancur. Oleh karena itu, dia harus sangat hati-hati."Aku ngerti. Bagaimanapun, ini bukan perkara kecil. Tapi, aku harap kamu bisa segera memutuskan," ucap Roman dengan senyuman tipis."Adipati Ezra, Keluarga Paliama bukan satu-satunya yang ingin beraliansi melalui pernikahan dengan Keluarga Luandi. Waktu nggak menung
"Adipati Ezra, perjodohan di antara dua keluarga ini bukan hanya kehendakku, tapi juga kehendak ayah angkatku dan seluruh Keluarga Luandi," ujar Roman dengan tersenyum."Menurut aturan yang sudah diterima, pernikahan antara keluarga kerajaan yang masih berkerabat langsung nggak diperbolehkan. Apa kalian sudah lupa akan hal ini?" tanya Ezra dengan tenang."Berpegang pada aturan yang kaku nggak akan berguna untuk perkembangan," jawab Roman sambil menggeleng dan tersenyum. "Sekarang, Negara Drago sedang dalam masa kacau. Selain itu, aku dengar kesehatan Kaisar kurang baik dan ada kemungkinan dia akan menunjuk pewaris lebih awal dan mundur dari takhta.""Aku yakin Midyar akan mengalami kerusuhan dalam waktu dekat ini. Pada saat itu, baik Empat Keluarga Kerajaan, Delapan Keluarga Kaya, maupun kekuatan lainnya, semua akan terseret dalam pusaran ini. Makanya sebelum itu terjadi, aku harap Keluarga Luandi dan Keluarga Paliama bisa beraliansi melalui pernikahan untuk mengatasi kesulitan bersama
"Ayah, bagaimana menurutmu?" tanya Gusdur sambil mengalihkan pandangannya ke arah Ezra."Ada tamu yang datang, kita tentu saja nggak boleh nggak sopan. Suruh mereka masuk ke ruang tamu untuk berbicara," kata Ezra dengan tenang. Roman mewakili Keluarga Luandi, dia tentu saja tidak bisa mengusir tidak peduli apa pun niat kedatangan Roman ini. Mengenai hubungan pernikahan ini, tentu harus dipertimbangkan dengan matang."Baik," jawab pengurus rumah, lalu segera pergi."Kalian lanjutkan saja makannya, aku akan menemui orang-orang dari Keluarga Luandi ini," kata Ezra, lalu bangkit dan pergi.Setelah saling memandang sebentar, ketiga putra dari Ezra juga akhirnya mengikuti Ezra. Mereka ingin melihat apa yang sedang direncanakan Keluarga Luandi kali ini."Sudahlah, biarkan mereka yang mengurusnya. Kita makan saja," kata nenek Bianca sambil tersenyum agar semuanya melanjutkan makan malamnya.Tiga menit kemudian, di ruang tamu Keluarga Paliama. Ezra duduk di kursi utama dan langsung menghadap ke