"Eh?" Ucapan Ozias ini membuat ketiga orang itu tercengang. Mereka sampai tidak tahu harus bagaimana bereaksi untuk sesaat.Terutama Elio yang berusaha menyanjung Ozias. Senyumannya membeku, matanya memelotot, tangannya tergantung di udara. Bagaimana mungkin? Ternyata targetnya adalah seorang pria?"Pri ... pria? Kamu nggak bercanda, 'kan?" Wanita berpakaian merah itu mengamati Ozias dari atas hingga bawah. Ekspresinya dipenuhi ketidakpercayaan.Orang ini jelas-jelas begitu cantik dan memesona, tetapi nyatanya adalah seorang pria? Wanita berpakaian hijau itu tidak tahu harus mengatakan apa. Itu artinya, yang dilecehkan oleh Geng Pembantai adalah seorang pria? Sepertinya selera mereka agak istimewa ...."Aku nggak bercanda kok. Aku benar-benar seorang pria." Ozias mengangguk dengan sungguh-sungguh. Ini bukan pertama kalinya dia dikira sebagai wanita."Tapi, penampilanmu ...." Gadis berpakaian merah itu tampak ragu."Wajahku saja yang mirip dengan wanita. Gimana lagi?" Ozias mengedikkan
Setelah minum beberapa gelas, sekelompok orang itu pun mulai mengobrol."Kak Elsa, kudengar kalian dari Sekte Pedang? Kalian datang ke Gunung Narima untuk ikut kompetisi seni bela diri ya?" tanya Ozias."Ya, bisa dibilang begitu." Elsa mengangguk. Kepribadiannya memang cuek, jadi tidak suka berbicara panjang lebar."Jujur saja, kami datang karena diutus sekte." Yuki yang memiliki kepribadian aktif tersenyum sambil menambahkan, "Kompetisi seni bela diri yang diadakan Master Riley menggemparkan seluruh dunia. Bukan cuma Sekte Pedang, tapi banyak sekte lain yang mengutus murid elite mereka.""Jadi, Sekte Pedang cuma mengutus kalian bertiga ya?" tanya Ozias dengan penasaran."Nggak kok. Kami cuma datang untuk bersenang-senang, jadi bukan kami yang bakal berkompetisi nanti." Yuki menggeleng.Yuki dan Elio baru mencapai tingkat sejati tahap lanjutan, sedangkan Elsa baru mencapai tingkat semi-master. Apabila dibandingkan dengan para genius Sekte Pedang, mereka masih kalah sehingga tidak panta
Luther melirik Ozias yang duduk di samping. Memang cantik, tetapi dia tidak mungkin menyukai seorang pria."Uhuk, uhuk, uhuk ...." Ozias juga tersedak. Dia tersenyum getir sambil bertanya, "Kak, sebenarnya kamu memujiku atau mengejekku?""Tentu saja memujimu. Pria mana yang nggak jatuh cinta melihat wajahmu ini?" sahut Elsa dengan serius."Eee ...." Ozias seketika tidak bisa berkata-kata. Kalaupun hasilnya seperti itu, Elsa tidak perlu bicara begitu, 'kan? Kedengarannya aneh sekali."Kalau nggak percaya, kamu tanyakan saja pada Elio," ucap Elsa tiba-tiba.Saat ini, Elio sedang menatap Ozias lekat-lekat. Ketika mendengar Elsa berbicara begitu, dia sontak termangu dan segera mengalihkan tatapannya. Ekspresinya tampak panik, seolah-olah dia ketahuan berbuat jahat."Eh? Aku?" Ekspresi Elio tampak canggung. "Jangan bercanda, Kak. Apa hubungannya aku dengan hal ini?""Kak Elio, kamu kelihatan aneh." Yuki mengangkat alisnya sambil memandang ke kanan dan kiri. Dia tersenyum nakal sambil meneru
"Memangnya faktanya bukan seperti itu?" tanya Yuki sambil memiringkan kepalanya."Gunung Narima nggak pernah ikut campur urusan dunia persilatan, tapi kali ini mereka tiba-tiba mengadakan kompetisi seni bela diri. Pasti ada maksud lain di balik semua ini," jelas Elio.Merekrut genius berbakat, meraih kehormatan untuk negara. Jika dewan militer yang melakukannya, orang-orang mungkin masih bisa percaya. Jika Gunung Narima, itu tidak mungkin terjadi."Jadi, apa alasannya dong?" tanya Yuki."Aku juga nggak tahu. Aku cuma menikmati keseruan yang ada," balas Elio yang mengedikkan bahu. Dia tahu betul statusnya sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang berlebihan."Ozias, karena kamu yang bertanya, kamu pasti tahu alasannya, 'kan?" tanya Elsa yang mengalihkan pandangannya kepada Ozias."Aku cuma mendengar beberapa informasi, entah benar atau nggak. Setahuku, belakang Gunung Narima adalah area terlarang. Belakangan ini, ada harta karun yang muncul di sana. Harta karun ini bukan cuma berdampak
Saat ini, sudah ada banyak orang berkumpul di lapangan. Sebagian besar adalah pesilat. Pemuda yang dikerumuni tampak memakai baju samurai, bakiak, dan bersanggul.Pemuda itu duduk di sebuah bangku panjang. Di depannya adalah sebuah meja. Hanya ada 2 macam barang di atas meja, yaitu seteko arak dan sebilah pedang.Pemuda itu menikmati araknya dengan santai tanpa peduli pada gosip orang-orang. Di belakangnya, tampak seorang pria paruh baya yang terlihat seperti kepala pelayan. Dia memakai setelan rapi dan sarung tangan berwarna putih.Ketika menghadapi pemuda itu, sikap pria paruh baya itu tampak sangat rendah diri. Namun, ketika berhadapan dengan kerumunan, dia akan membusungkan dadanya dan tampak angkuh."Semuanya, dengar baik-baik." Setelah orang yang berkumpul makin banyak, pria paruh baya itu berujar dengan lantang, "Ini adalah tuan mudaku, Haruto Kusama. Kami dari Negara Dikara. Kami datang ke Gunung Narima untuk menantang ahli bela diri Negara Drago.""Kami akan mendirikan arena d
"Aku Karif, Pelindung Organisasi Mondial!" timpal Karif sambil meletakkan kedua tangannya di belakang punggung."Apa? Dia Karif?""Organisasi Mondial adalah pemimpin sekte di dunia persilatan. Mereka punya 10 pelindung. Aku nggak nyangka akan bertemu Tuan Karif di sini.""Tuan Karif sudah menjadi pelindung selama bertahun-tahun. Dia punya posisi tinggi. Aku yakin dia bisa membuat kedua pesilat Negara Dikara itu kalah telak!"Semua orang bergosip sambil menatap Karif dengan tatapan penuh hormat. Meskipun tidak pernah melihat Karif, mereka tahu reputasinya.Sebagai salah satu dari 10 pelindung Organisasi Mondial, Karif adalah tokoh terkemuka di dunia persilatan. Baik itu kemampuan, pengalaman, ataupun prestisenya, semuanya luar biasa."Ternyata kamu ahli bela diri Organisasi Mondial. Aku sudah lama mendengar tentangmu," ujar pria berjas itu sambil mengangguk ringan. Kalau dibandingkan dengan sebelumnya, sikapnya tidak termasuk begitu angkuh lagi.Sebagai pesilat Negara Dikara, mereka ten
"Aku murid Sekte Pedang! Biar aku yang menghadapi bajingan itu!" Tiba-tiba, terdengar teriakan dari belakang kerumunan. Orang yang berbicara tidak lain adalah Elio. Mereka baru tiba.Mereka awalnya hanya ingin mencari tahu, tetapi malah mendengar pesilat Negara Dikara berbicara selancang ini. Sebagai murid Sekte Pedang dan pemuda yang berantusias, dia tidak mungkin tahan melihat situasi ini."Elio, aura orang itu terlihat sangat kuat. Dia nggak mudah dihadapi. Jangan bertindak gegabah." Elsa yang berdiri di samping segera memperingatkan.Meskipun Elio termasuk berbakat, dia baru bergabung dengan Sekte Pedang beberapa tahun dan masih membutuhkan banyak pelatihan. Elio bisa mengalahkan pesilat tingkat sejati dengan mudah, tetapi akan kewalahan menghadapi ahli bela diri yang sesungguhnya."Kak, cuma orang asing kok. Nggak usah takut. Ilmu pedangku kalah darimu, tapi pasti cukup untuk melawan orang seperti dia," sahut Elio.Meskipun baru bergabung dengan dunia persilatan, Elio punya ambisi
Dengan adanya Hasta yang menjaga di depan, tidak ada yang berani meremehkan murid dari Sekte Pedang. Oleh karena itu, saat melihat Elio inisiatif menawarkan diri untuk bertarung, kebanyakan orang merasa sangat yakin dengannya."Elio, dengarkan saranku. Senjata tidak memandang tuannya, jangan bertindak gegabah," kata Elsa sambil mengernyitkan alis.Kali ini, Elsa membawa Elio dan Yuki keluar hanya untuk melihat dunia dan siapa saja yang menjadi genius di Negara Drago dalam beberapa tahun ini. Situasi seperti ini, dia sebenarnya tidak menyukainya. Menurutnya, sebagai murid Sekte Pedang seharusnya kultivasi teknik pedang dan hati. Jika terlalu memperhatikan ketenaran, pada akhirnya tidak akan berjalan jauh.Bagaimanapun juga, persaingan di Sekte Pedang sangat ketat, tidak ada tempat untuk yang lemah. Jika tidak lolos dalam ujian tahunan, mereka akan langsung diusir dari sekte. Mereka yang berpikir bergabung dengan Sekte Pedang bisa bersantai, pada akhirnya akan menjadi buangan sekte."Kak
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N
Setelah selesai berbincang, keduanya pun berpisah. Gema mencari hotel di sekitar untuk menginap dan menunggu kabar baik.Sementara itu, Loki langsung mengganti pakaian dan pergi ke istana Kerajaan Atlandia untuk menyerahkan surat permohonan audiensi. Namun, saat dia tiba, dia terkejut melihat pemandangan di depan matanya.Saat ini, banyak orang yang sudah berkumpul di depan gerbang besar istana Kerajaan Atlandia. Ada beberapa tokoh besar yang dikenal Loki juga, seperti Panglima Weker, Jenderal Besar Loland, dan Sarjana Trisno. Mereka semua adalah pejabat kelas satu dan sangat berkuasa di Atlandia.Terutama dengan Loland ini yang merupakan atasan dari atasan Loki. Dia akan berjalan dengan langkah yang tegap setiap kali bertemu dengan Loland, khawatir akan meninggalkan kesan yang buruk.Selain ketiga tokoh besar yang memiliki kedudukan tinggi ini, ada beberapa pejabat kelas dua dan yang setingkat juga yang berdiri sejajar di depan gerbang. Bisa dibilang, mereka semua jauh lebih berkuasa
Keesokan paginya, di bandara Atlandia. Gema yang mengenakan pakaian tradisional berdiri di depan pintu bandara dan menunggu dengan penuh harapan.Sebelum datang ke sini, Gema sudah menghubungi teman seperjuangan yang pernah bertugas bersamanya di militer. Setelah mendapat penghargaan atas jasanya dan ditambah dengan bantuan dari Keluarga Paliama, dia beruntung bisa tetap tinggal di Midyar dan mendapat posisi uang cukup baik.Sementara itu, teman Gema ini merantau ke Atlandia. Setelah berjuang selama bertahun-tahun, dia juga sudah sukses dan kini menjabat sebagai jenderal pangkat tiga yang memiliki kekuasaan, pengaruh, dan koneksi. Kali ini, apakah Gema bisa bertemu dengan Raja Atlandia, semuanya tergantung pada koneksi temannya ini.Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara mesin mobil dan sebuah jip militer berhenti tepat di samping Gema. Terlihat seorang pria dengan kepala botak yang akan bersinar di bawah sinar matahari sampai menyilaukan mata saat jendela mobilnya diturunkan, tetapi
"Kakek, aku mengerti kamu mengirim kedua paman pergi ke Keluarga Sabanir dan Keluarga Angelo untuk memahami situasinya. Tapi, letak istana Kerajaan Atlandia ribuan mil dari sini dan mereka juga nggak pernah ikut campur dengan urusan pemerintahan. Kamu mengirim Paman Gema ke sana bukan hanya nggak ada gunanya, mungkin juga akan diusir," kata Bianca sambil menggelengkan kepala.Midyar dan Atlandia adalah dua dunia yang berbeda, sehingga perebutan takhta putra mahkota di Midayar sama sekali tidak memengaruhi istana Kerajaan Atlandia. Kedua belah pihak tidak pernah saling mengganggu dan mengatur, ini sudah menjadi aturan tak tertulis.Ezra menjelaskan, "Aku tentu saja paham logika ini, tapi saat ini situasinya sudah berbeda karena melibatkan kekuasaan dan takhta kerajaan. Semua pihak pasti akan berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dari istana Kerajaan Atlandia.""Kalau keseimbangan yang sudah bertahan selama bertahun-tahun ini rusak dan Atlandia terlibat, semuanya akan berubah. Untuk
Di kediaman Keluarga Paliama, setelah makan malam, Luther diminta untuk duduk dan mengobrol dulu.Ini pertama kalinya Bianca membawa pacarnya pulang ke rumah, makanya Keluarga Paliama sangat memperhatikan hal ini. Sebagai seorang adipati, Ezra menemani mereka, bahkan mengundang pasangan muda itu ke ruang kerja untuk berbincang sambil minum teh.Dengan pengamatannya yang tajam, Ezra bisa melihat bahwa Luther bukan orang biasa. Baik dalam cara berbicara, perilaku, maupun wawasan yang dimiliki, semuanya jauh melampaui orang biasa."Luther, aku sepenuhnya mendukung hubunganmu dengan Bianca. Nggak peduli apa status dan latar belakangmu, yang penting kalian berdua saling mencintai," ujar Ezra dengan bijaksana."Selain itu, cucuku dimanjakan sejak kecil dan nggak pernah mengalami kesulitan. Setelah kalian bersama, aku harap kamu bisa memperlakukannya dengan baik.""Tenang saja, aku nggak akan mengecewakan Bianca," jawab Luther dengan serius. Meskipun hubungan mereka belum sepenuhnya berkemban
Setelah mendengar ucapan Nivan, ekspresi Naim menjadi sangat serius. Alisnya berkerut, dia tampak tenggelam dalam pikirannya.Sepertinya dia terlalu meremehkan situasinya. Naim mengira ini hanya persaingan di antara saudara-saudaranya, tetapi siapa sangka situasi ini justru memberi peluang bagi harimau buas seperti Ernest.Kekuatan Ernest sangat besar. Dengan alasan mendukung putra mahkota untuk naik takhta, dia mulai merekrut banyak orang dan memperluas jaringannya, hingga memiliki pengaruh yang setara dengan keluarga kekaisaran.Jika Ernest benar-benar mendukung Nolan naik takhta, kekuatannya akan melampaui kaisar dan tidak ada yang bisa menekannya. Dalam skenario terburuk, dia bisa memanipulasi kaisar sebagai boneka dan sepenuhnya menggulingkan kekuasaan keluarga mereka."Nivan, apa yang kamu katakan ini benar?" tanya Naim dengan alis berkerut."Benar, sama sekali nggak bohong!" jawab Nivan dengan serius. "Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa mengutus orang untuk menyelidikinya.""Ak
Satu jam kemudian, Nivan yang sudah menyamar diam-diam memasuki sebuah vila pribadi yang mewah. Naim sudah menyiapkan teh dan camilan di ruang tamu vila itu, terlihat sudah menunggu lama."Kak Naim, maaf sudah membuatmu menunggu lama," kata Nivan sambil melepaskan mantelnya, lalu tersenyum dan berjalan mendekat."Nggak apa-apa. Kita berdua jarang sekali bisa berkumpul. Kamu bisa inisiatif mengajakku bertemu saja, aku sudah merasa sangat senang. Menunggu beberapa menit bukan masalah besar," kata Naim dengan tersenyum sambil mempersilakan Nivan duduk, lalu menuangkan dua cangkir teh dan memberikan salah satunya untuk Nivan.Setelah menerima cangkir itu, Nivan langsung meletakkannya di samping dengan hati-hati. Dia sangat berhati-hati soal makanan dan minumannya saat berada di luar, ini sudah menjadi kebiasaannya."Nivan, kamu tiba-tiba mengajakku bertemu, apa kamu ingin membahas soal urusan resmi atau pribadi?" tanya Naim yang langsung ke topik pembicaraannya setelah menyesap tehnya."In
Saat ini, di sebuah vila mewah lainnya di dalam kota. Seorang mata-mata wanita yang mengenakan pakaian hitam dan jubah sedang melapor pada Nivan tentang hasil penyelidikannya."Tuan, belakangan ini orang-orang dari Keluarga Luandi sangat aktif. Mereka sedang sibuk membentuk aliansi dari delapan keluarga besar dan berbagai pihak lainnya. Banyak yang sudah berpihak pada Keluarga Luandi. Kalau terus membiarkan mereka seperti ini, ini akan menjadi ancaman besar bagi kita," kata mata-mata wanita itu sambil berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepala."Keluarga Luandi mendukung Kak Nolan, 'kan?" tanya Nivan yang duduk dengan tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apa pun."Keluarga Luandi punya ambisi besar. Katanya mendukung, tapi sebenarnya mereka sedang menjadi Pangeran Nolan sebagai boneka untuk memperbesar kekuasaan mereka sendiri," kata mata-mata wanita itu yang mengungkapkan rahasia di balik semua itu. Dia sudah menyusup di Keluarga Luandi selama bertahun-tahun, sehingga sangat me