Melihat Walter yang amarahnya tiba-tiba meledak, Mino ketakutan hingga hampir mengompol dan wajahnya pun pucat pasi. Dalam ingatannya, Walter jarang sekali menunjukkan emosinya. Apalagi amarahnya meledak seperti hari ini belum pernah terjadi sebelumnya. Putranya hanya menodai seorang gadis biasa saja, apa Walter perlu emosi sampai begini?"Raja, ini salahku yang nggak mendidik anak dengan baik. Kalau anakku melakukan kesalahan, aku bersedia menanggung semua tanggung jawabnya!" kata Mino sambil berlutut di lantai dan ekspresinya terlihat bertanggung jawab."Tanggung jawab? Apa kamu sanggup menanggungnya?" Walter tiba-tiba mengambil setumpuk surat di meja dan langsung melemparnya ke wajah Mino. Kekuatan lemparan yang besar itu langsung membuat Mino terjatuh duduk di lantai dengan wajah memerah dan nyeri."Apa ini?" kata Mino dengan bingung. Dia memungut surat-surat itu dan membacanya satu per satu. Saat membacanya, ekspresi Mino makin panik, punggungnya makin dingin, dan keringat dingin
Baru saja masuk ke aula utama, Sutan sudah terkejut melihat pemandangan di depannya. Walter berdiri dengan kedua tangan di punggung dan ekspresinya terlihat tidak ramah, sedangkan Haruna berdiri di samping dengan ekspresi serius. Meskipun Fuso menundukkan pandangannya, tatapannya tersirat aura membunuh. Sementara itu, Dodi sudah menempatkan tangannya di pedang yang berada di pinggangnya, seolah-olah siap untuk mencabut pedangnya kapan pun saja.Namun, yang paling membuat Sutan terkejut adalah Mino yang berlutut di lantai dengan ekspresi panik dan terus mengantukkan kepalanya ke lantai, sepertinya sedang menghadapi bencana besar."Hamba memberi hormat pada Raja!" Setelah tertegun sejenak, Sutan segera berlutut di lantai dan memberi hormat. Biasanya, Walter akan memintanya untuk bangkit, tetapi kali ini berbeda."Tuan Sutan, kamu tahu kenapa aku memanggilmu datang di tengah malam seperti ini?" Luther mengatakan kalimat pembuka yang sama seperti sebelumnya."Hamba nggak tahu, mohon petunj
Begitu ucapan ini dilontarkan, Sutan bak disambar petir. Hingga sekarang, dia baru menyadari betapa seriusnya masalah ini.Jika hanya kesalahan biasa, mereka paling-paling akan didenda atau mendapat teguran. Kalaupun parah, pangkat mereka akan diturunkan.Namun, sekarang dirinya dijatuhkan hukuman penggal! Situasi macam apa ini? Bagaimana mungkin gubernur yang bermartabat sepertinya dibunuh begitu saja?"Raja! Raja, tolong maafkan aku!" Sutan makin panik saat hendak dibawa pergi. Dia segera bersujud memohon ampun. "Aku memang kurang mendisiplinkan putraku, tapi kesalahan ini nggak sampai harus mencabut nyawaku, 'kan?""Kurang mendisiplinkan putramu? Huh! Enteng sekali kamu bicaranya," balas Walter dengan wajah dingin."Raja, kesalahan besar apa yang telah kulakukan? Kenapa kamu begitu marah padaku?" tanya Sutan dengan ekspresi sedih."Memangnya kamu nggak tahu apa saja yang telah kamu lakukan selama bertahun-tahun ini?" balas Walter."Aku benar-benar nggak tahu. Mohon dijelaskan." Suta
Mino dan Sutan tidak bisa berkata-kata lagi. Mereka menyesal hingga tidak berani mengangkat kepala dan hanya bisa berlinang air mata. Entah sejak kapan, mereka menjadi terobsesi pada wanita dan kekayaan.Ketika memegang kekuasaan besar, mereka malah melupakan tujuan awal dan terjerumus dalam kenikmatan duniawi. Sayangnya, penyesalan ini sudah terlambat. Mereka tidak bisa kembali seperti dulu lagi."Sutan, Mino, bagaimana aku harus menghukum kalian sekarang?" tanya Walter lagi."Raja, aku tahu ini dosa besar. Aku bersedia mati untuk menebus kesalahanku, tapi tolong lepaskan keluargaku," sahut Mino dengan suara bergetar."Aku nggak akan melibatkan orang nggak bersalah ke dalam masalah ini. Tapi, siapa pun yang terlibat harus mati," jelas Walter."Terima kasih, Yang Mulia." Mino memaksakan senyuman, lalu bersujud 3 kali dengan sepenuh hati sambil berucap, "Bisa menjadi bawahanmu adalah kehormatanku untuk seumur hidup. Kalau ada kesempatan di kehidupan selanjutnya, aku pasti akan menjadi o
Sutan sudah kehilangan akal sehatnya sekarang. Menurutnya, dirinya sangat berjasa karena telah membantu Walter mengurus Atlandia dengan baik. Selain itu, Atlandia bisa menjadi makmur juga karena kontribusinya.Sutan hanya menggunakan jabatannya untuk bersenang-senang sedikit. Apa kesalahannya? Dia memiliki kekuasaan dan kekayaan, masa tidak boleh dinikmati? Kalau seperti itu, apa gunanya jabatannya?Lagi pula, nyawa para rakyat jelata itu tidak bisa dibandingkan dengan nyawa seorang gubernur. Dia tidak merasa dirinya membuat kesalahan, melainkan merasa Walter sangat bodoh."Sutan, kamu masih nggak menyesal?" Walter menggeleng dengan kecewa. "Kamu telah melakukan pembunuhan dan menginjak-injak rakyat. Apa bedanya perbuatanmu ini dengan orang Genodia?""Aku berjasa! Aku yang membuat Atlandia makmur seperti sekarang. Rakyat bisa hidup damai dan bahagia karena aku. Kenapa memangnya kalau aku membunuh beberapa orang nggak penting?" timpal Sutan dengan lantang."Sutan, kamu memang berjasa. T
Sebagai algojo, Fuso sudah lama tidak melakukan pembantaian sejak Atlandia damai. Tindakan Sutan hari ini membuatnya mau tak mau turun tangan. Idiot ini bukan hanya mencelakai diri sendiri, tetapi juga membunuh seluruh keluarganya."Mino telah mengakhiri hidup demi menebus dosanya, jadi akan diturunkan menjadi rakyat jelata. Jasadnya boleh dikubur dengan baik. Adapun anggota Keluarga Kosasih yang bersalah, mereka tetap harus dihukum. Sisanya dibebaskan dari hukuman apa pun," instruksi Walter."Baik!" Dodi menangkupkan tangan dan memerintahkan orang untuk membawa jasad Mino pergi. Segera, hanya tersisa Walter dan Haruna."Uhuk, uhuk, uhuk ...." Setelah semua orang pergi, Walter tidak bisa bertahan lagi. Dia terbatuk dan tubuhnya sempoyongan."Raja, kamu baik-baik saja?" Haruna yang terkejut segera maju untuk memapah."Aku baik-baik saja, semua ini penyakit lama." Walter menggeleng sambil menyeka sudut bibirnya."Raja, kamu batuk darah? Aku akan segera panggil dokter." Ekspresi Haruna di
"Kamu benar, Huston memang berbakat. Ilmu bela dirinya adalah yang terhebat di Pasukan Naga Hitam. Aku saja nggak sehebat itu waktu muda. Kalau di bidang militer, kemampuan Huston nggak perlu diragukan lagi.""Para jenderal sering melaporkan prestasi Huston padaku. Aku melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana dia tumbuh dewasa. Aku bangga punya putra seperti dia," ujar Walter dengan gembira.Haruna merasa lega mendengarnya. Dia tidak menyangka Walter yang begitu sibuk masih sempat memperhatikan perkembangan putranya."Haruna, kemampuan Huston memang nggak perlu diragukan lagi. Dia bisa menjadi jenderal yang membantu Atlandia memperluas wilayah. Tapi, dia belum bisa menjadi raja untuk sekarang," ucap Walter tiba-tiba. Haruna termangu mendengarnya."Kalau aku masih punya waktu, aku pasti akan membinanya secara perlahan sampai akhirnya dia pantas menjadi Raja Atlandia. Sayangnya, waktuku sudah nggak banyak sekarang," lanjut Walter sambil menggeleng."Raja, maksudmu ...." Haruna tampak
Saat ini, sesuatu yang mencengangkan tiba-tiba terjadi. Terdengar suara benturan yang kuat. Atap aula tengah roboh dan muncul sesosok berpakaian hitam yang memegang pedang. Jelas sekali, dia seorang pembunuh."Raja, hati-hati!" pekik Haruna setelah termangu sesaat."Walter, ajalmu sudah tiba! Serahkan nyawamu!" seru pembunuh itu sambil mengarahkan pedang ke tubuh Walter.Serangan itu secepat kilat hingga hanya terlihat cahaya pedang. Siapa pun akan sulit untuk bereaksi. Saat berikutnya, pedang itu menembus dada Walter.Walter membeku di tempat. Dia menunduk menatap pedang itu dengan terbengong-bengong. Di sisi lain, Haruna yang berdiri di depan pintu memelotot dengan tidak percaya.Penjagaan di istana sangat ketat. Bagaimana bisa ada pembunuh yang menyusup masuk? Parahnya, Fuso dan Dodi sedang keluar untuk menjalankan tugas. Waktu ini terlalu tepat seolah-olah semua sudah direncanakan dengan matang."Walter! Ini akibat dari melawan Paviliun Lingga!" Pembunuh itu mencabut pedangnya, mem