"Tuan, ini tentang Tuan Muda Fauzi," jawab kepala pelayan dari balik pintu.Sutan langsung mengernyitkan alis. "Fauzi? Apa anak ini membuat masalah lagi?"Dari ketiga anak Sutan, Fauzi yang paling sulit untuk diatur."Bukan membuat masalah, tapi Tuan Fauzi dipukul orang," jelas kepala pelayan dengan segera."Apa? Dipukul?"Begitu mendengar perkataan itu, Sutan langsung melompat dari tempat tidurnya dan segera membuka pintu kamar, lalu bertanya, "Apa yang terjadi? Siapa yang begitu berani memukul putraku?"Sutan bisa memahami jika putranya membuat masalah, tetapi dia tidak bisa membiarkan putranya dipukul."Masih belum jelas siapa pelakunya. Tadi ada sebuah mobil yang melempar Tuan Fauzi di depan. Saat kami menemukannya, Tuan Fauzi sudah terluka parah dan pelakunya melarikan diri," jawab kepala pelayan itu."Ayo bawa aku ke sana!" kata Sutan yang merasa cemas. Dia bahkan tidak memakai jaket dan langsung berlari keluar dari kamar. Saat mengikuti kepala pelayan itu ke ruang medis di dalam
Pukul lima pagi, di aula utama kediaman Raja Atlandia. Walter mengenakan jubah bergambar ular dan duduk di tengah aula dengan di sisi kirinya berdiri kapten pengawal pribadi, Dodi, dan di sisi kanan berdiri ahli yang dijuluki Pembantai Manusia, Fuso. Dengan bantuan cahaya yang terang, dia membaca tumpukan surat di atas meja dengan cermat. Surat-surat itu adalah hasil penyelidikan dari mata-mata rahasia kerajaan dan setiap surat mewakili satu kasus berdarah.Tumpukan surat di meja itu mencapai ratusan. Setengahnya adalah kasus kejahatan Keluarga Kosasih dan setengahnya lagi adalah kasus kejahatan Keluarga Widjaja. Kedua keluarga ini hampir tidak ada bedanya dalam hal kasus kejahatan. Makin banyak surat yang dibaca Walter, dia mengernyitkan alisnya makin erat. Dia tidak menyangka masih ada pejabat korup yang begitu kejam di bawah pengawasannya. Jelas kejahatan-kejahatan ini bukan hanya terjadi dalam satu atau dua hari saja."Raja, beristirahatlah sebentar, kesehatanmu lebih penting," kat
"Aku tahu kamu punya hubungan dengan Sutan, tapi masalah hari ini nggak bisa dibiarkan begitu saja," kata Walter memperingatkan Haruna dengan dingin."Hukum berlaku untuk semua orang. Keluarga Kosasih dan Keluarga Widjaja sudah melakukan banyak kejahatan, jadi wajar saja menerima hukuman berat," kata Haruna dengan tegas. Dia tahu Walter benar-benar marah. Tidak akan ada gunanya jika memohon belas kasihan pada saat ini, malah akan merugikan dirinya sendiri juga. Sebagai orang yang cerdas, dia tentu saja tahu harus bagaimana memilih."Baguslah kalau kamu mengerti," kata Walter sambil menganggukkan kepala, lalu tidak berbicara lagi.Pada saat itu, salah seorang pengawal pribadi tiba-tiba masuk dan melaporkan sambil membungkuk, "Raja, Tuan Mino sudah tiba.""Huh! Bawa dia masuk!" kata Walter dengan nada dingin."Baik." Pengawal pribadi itu merespons dan segera pergi. Tak lama kemudian, pengawal itu segera mengantar masuk Mino yang terlihat takut.Saat melihat Haruna dan Fuso, hati Mino tib
Melihat Walter yang amarahnya tiba-tiba meledak, Mino ketakutan hingga hampir mengompol dan wajahnya pun pucat pasi. Dalam ingatannya, Walter jarang sekali menunjukkan emosinya. Apalagi amarahnya meledak seperti hari ini belum pernah terjadi sebelumnya. Putranya hanya menodai seorang gadis biasa saja, apa Walter perlu emosi sampai begini?"Raja, ini salahku yang nggak mendidik anak dengan baik. Kalau anakku melakukan kesalahan, aku bersedia menanggung semua tanggung jawabnya!" kata Mino sambil berlutut di lantai dan ekspresinya terlihat bertanggung jawab."Tanggung jawab? Apa kamu sanggup menanggungnya?" Walter tiba-tiba mengambil setumpuk surat di meja dan langsung melemparnya ke wajah Mino. Kekuatan lemparan yang besar itu langsung membuat Mino terjatuh duduk di lantai dengan wajah memerah dan nyeri."Apa ini?" kata Mino dengan bingung. Dia memungut surat-surat itu dan membacanya satu per satu. Saat membacanya, ekspresi Mino makin panik, punggungnya makin dingin, dan keringat dingin
Baru saja masuk ke aula utama, Sutan sudah terkejut melihat pemandangan di depannya. Walter berdiri dengan kedua tangan di punggung dan ekspresinya terlihat tidak ramah, sedangkan Haruna berdiri di samping dengan ekspresi serius. Meskipun Fuso menundukkan pandangannya, tatapannya tersirat aura membunuh. Sementara itu, Dodi sudah menempatkan tangannya di pedang yang berada di pinggangnya, seolah-olah siap untuk mencabut pedangnya kapan pun saja.Namun, yang paling membuat Sutan terkejut adalah Mino yang berlutut di lantai dengan ekspresi panik dan terus mengantukkan kepalanya ke lantai, sepertinya sedang menghadapi bencana besar."Hamba memberi hormat pada Raja!" Setelah tertegun sejenak, Sutan segera berlutut di lantai dan memberi hormat. Biasanya, Walter akan memintanya untuk bangkit, tetapi kali ini berbeda."Tuan Sutan, kamu tahu kenapa aku memanggilmu datang di tengah malam seperti ini?" Luther mengatakan kalimat pembuka yang sama seperti sebelumnya."Hamba nggak tahu, mohon petunj
Begitu ucapan ini dilontarkan, Sutan bak disambar petir. Hingga sekarang, dia baru menyadari betapa seriusnya masalah ini.Jika hanya kesalahan biasa, mereka paling-paling akan didenda atau mendapat teguran. Kalaupun parah, pangkat mereka akan diturunkan.Namun, sekarang dirinya dijatuhkan hukuman penggal! Situasi macam apa ini? Bagaimana mungkin gubernur yang bermartabat sepertinya dibunuh begitu saja?"Raja! Raja, tolong maafkan aku!" Sutan makin panik saat hendak dibawa pergi. Dia segera bersujud memohon ampun. "Aku memang kurang mendisiplinkan putraku, tapi kesalahan ini nggak sampai harus mencabut nyawaku, 'kan?""Kurang mendisiplinkan putramu? Huh! Enteng sekali kamu bicaranya," balas Walter dengan wajah dingin."Raja, kesalahan besar apa yang telah kulakukan? Kenapa kamu begitu marah padaku?" tanya Sutan dengan ekspresi sedih."Memangnya kamu nggak tahu apa saja yang telah kamu lakukan selama bertahun-tahun ini?" balas Walter."Aku benar-benar nggak tahu. Mohon dijelaskan." Suta
Mino dan Sutan tidak bisa berkata-kata lagi. Mereka menyesal hingga tidak berani mengangkat kepala dan hanya bisa berlinang air mata. Entah sejak kapan, mereka menjadi terobsesi pada wanita dan kekayaan.Ketika memegang kekuasaan besar, mereka malah melupakan tujuan awal dan terjerumus dalam kenikmatan duniawi. Sayangnya, penyesalan ini sudah terlambat. Mereka tidak bisa kembali seperti dulu lagi."Sutan, Mino, bagaimana aku harus menghukum kalian sekarang?" tanya Walter lagi."Raja, aku tahu ini dosa besar. Aku bersedia mati untuk menebus kesalahanku, tapi tolong lepaskan keluargaku," sahut Mino dengan suara bergetar."Aku nggak akan melibatkan orang nggak bersalah ke dalam masalah ini. Tapi, siapa pun yang terlibat harus mati," jelas Walter."Terima kasih, Yang Mulia." Mino memaksakan senyuman, lalu bersujud 3 kali dengan sepenuh hati sambil berucap, "Bisa menjadi bawahanmu adalah kehormatanku untuk seumur hidup. Kalau ada kesempatan di kehidupan selanjutnya, aku pasti akan menjadi o
Sutan sudah kehilangan akal sehatnya sekarang. Menurutnya, dirinya sangat berjasa karena telah membantu Walter mengurus Atlandia dengan baik. Selain itu, Atlandia bisa menjadi makmur juga karena kontribusinya.Sutan hanya menggunakan jabatannya untuk bersenang-senang sedikit. Apa kesalahannya? Dia memiliki kekuasaan dan kekayaan, masa tidak boleh dinikmati? Kalau seperti itu, apa gunanya jabatannya?Lagi pula, nyawa para rakyat jelata itu tidak bisa dibandingkan dengan nyawa seorang gubernur. Dia tidak merasa dirinya membuat kesalahan, melainkan merasa Walter sangat bodoh."Sutan, kamu masih nggak menyesal?" Walter menggeleng dengan kecewa. "Kamu telah melakukan pembunuhan dan menginjak-injak rakyat. Apa bedanya perbuatanmu ini dengan orang Genodia?""Aku berjasa! Aku yang membuat Atlandia makmur seperti sekarang. Rakyat bisa hidup damai dan bahagia karena aku. Kenapa memangnya kalau aku membunuh beberapa orang nggak penting?" timpal Sutan dengan lantang."Sutan, kamu memang berjasa. T