"Gimana kalau aku bersikeras ingin pulang?" tanya Luther dengan ekspresi dingin."Kami hanya melaksanakan perintah. Tolong jangan mempersulit kami," sahut Hawi tanpa berniat mengalah sedikit pun. Sementara itu, Pasukan Zirah Perak di belakang tampak berwaspada. Mereka seperti siap untuk membawa pergi Luther secara paksa jika Luther menolak."Lagi pula, kita sudah di sini. Sepertinya nggak masalah kalau bertemu dengan Kak Nolan sebentar. Nggak ada salahnya berteman, 'kan?" ujar Misandari sambil menyenggol Luther sedikit.Sekarang bukan waktunya untuk bersikap keras kepala. Meskipun merasa kantuk dan lelah, Luther tetap harus menahan diri. Bagaimanapun, Luther akan terkesan lancang jika menolak mengunjungi kediaman Nolan, tetapi mengunjungi kediaman Naim. Dengan karakter Nolan, pria itu pasti akan mengambil tindakan."Ya sudah, tolong tuntun jalan," ucap Luther yang menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba untuk tidak mengamuk. Jangan sampai penolakannya ini mendatangkan kerepotan yang ber
Setelah mendengar jawaban ambigu Luther, Nolan awalnya memicingkan mata, lalu tertawa dan berkata, "Gerald, aku cuma jenderal yang pintar membunuh musuh di medan perang. Aku kurang pintar dalam menyusun strategi di luar itu. Informasi yang dimiliki Kak Naim jelas jauh lebih cepat dariku. Makanya, aku nggak tahu terlalu banyak.""Begitu rupanya." Luther mengangguk, lalu tersenyum dan membalas, "Sebenarnya, kepala pelayan dan Pangeran Naim mencariku juga bukan karena ada hal penting. Kami hanya mengobrol karena sudah lama nggak ketemu."Begitu mendengarnya, ekspresi Nolan jelas menjadi agak masam. Seorang jenderal berjanggut yang duduk di samping pun menggebrak meja dan membentak, "Hei! Apa maksudmu? Mana ada orang yang mengobrol tengah malam begini! Kamu kira Pangeran Nolan bodoh? Aku bisa membunuhmu sekarang juga!""Jangan bersikap lancang!" Nolan sontak membelalakkan mata dan menegur, "Gerald adalah putra Raja Atlandia. Dia tamu terhormat kediamanku. Jaga sikapmu!""Tapi, Yang Mulia,
"Kak Nolan ...." Misandari ingin berbicara saat melihat ada yang tidak beres dengan situasi ini. Namun, sebelum berkesempatan berbicara, Luther sudah menyela, "Aku tahu semua ini niat baik Pangeran. Kalau bersikeras menolak, aku akan terkesan tak tahu diuntung. Kalau begitu, aku akan menerima semuanya."Misandari termangu sesaat. Dia tidak jadi berbicara. Situasi macam apa ini? Kenapa Luther menerimanya begitu saja? Luther awalnya menerima hadiah dari Naim dan setuju akan membantu secara diam-diam, lalu sekarang menerima hadiah dari Nolan lagi. Apakah Pangeran Atlandia begitu mudah untuk dirayu?"Hahaha. Bagus, bagus!" Nolan tertawa terbahak-bahak melihat Luther menerimanya. "Pelayan, bungkus semua hadiah itu, lalu antar ke kediaman Gerald.""Terima kasih banyak, Pangeran," ucap Luther sambil menangkupkan tangan."Sama-sama, nggak perlu sungkan padaku." Nolan tersenyum dan mengalihkan topik pembicaraan. "Jadi, apa Ayah mengundangmu untuk membicarakan hal penting?"Luther melirik ke kan
Nolan menatap Luther lekat-lekat. Tatapannya dipenuhi antusiasme dan penantian. Dia awalnya hanya ingin mengorek informasi dari Luther, tetapi ternyata Luther begitu penting di mata ayahnya, sampai-sampai bisa memengaruhi keputusan ayahnya dalam memilih pewaris.Dengan kata lain, Nolan bisa menjadi putra mahkota atau tidak, semua tergantung pada keputusan Luther. Hal ini sungguh membuatnya gembira."Yang Mulia kuat dan berani, bahkan punya banyak prestasi perang. Tentu saja cocok menjadi putra mahkota. Tapi, yang membuat keputusan akhir adalah Kaisar. Aku cuma menyarankan," ujar Luther."Nggak apa-apa, yang penting kamu mendukungku," sahut Nolan dengan penuh semangat."Yang Mulia begitu murah hati dan cocok denganku. Aku pasti akan mendukungmu menjadi putra mahkota," ucap Luther."Bagus, aku baru bisa tenang kalau kamu mendukungku." Nolan tertawa terbahak-bahak sebelum meneruskan, "Gerald, mulai hari ini kamu adalah saudaraku. Kelak kalau ada masalah, cari saja aku.""Terima kasih, Yan
"Ternyata ini ide busukmu." Misandari termangu sesaat sebelum memahami semuanya. Dia kira-kira sudah mengerti tindakan Luther.Kedua pangeran sama-sama mengundang di larut malam seperti ini. Jika menolak niat baik mereka, takutnya mereka akan tersinggung dan mencari masalah dengan Luther.Sebaliknya, jika Luther membuat kedua pangeran itu senang, dia bukan hanya akan mendapat banyak keuntungan, tetapi juga mencegah terjadinya perselisihan.Meskipun terkesan serakah, harus diakui bahwa metode ini adalah yang terbaik. Dengan demikian, Luther tidak akan menyinggung kedua belah pihak."Gimana lagi? Aku juga nggak punya pilihan lain. Kalau bisa memilih, kamu kira aku mau menerima hadiah-hadiah itu? Semua ini seperti bilah tajam. Aku hanya bisa mengorbankan diri demi hasil akhir yang terbaik." Luther menggeleng dengan frustrasi."Tolong singkirkan senyumanmu waktu bicara." Misandari mengerlingkan matanya. Pria ini sudah mendapat keuntungan, tetapi masih berpura-pura tidak menginginkannya."P
"Hais ... lelah juga menghasilkan uang sebanyak ini!" Luther menghela napas dengan ekspresi tak berdaya. Dia benar-benar lelah! Kenapa sulit sekali untuk tidur?"Gerald, lama nggak ketemu!" Ketika Luther dan Misandari masih mengobrol, seorang pemuda berpakaian mewah menghampiri dengan membawa pasukannya.Pemuda ini memiliki penampilan yang gagah dan wajah yang elegan. Begitu tersenyum, para wanita akan jatuh hati dibuatnya. Dia tidak lain adalah Pangeran Ketiga Negara Drago, Nivan."Gerald, sudah 10 tahun kita nggak ketemu. Kamu makin tampan saja!" puji Nivan yang tersenyum sambil menghampiri.Nivan menyambut Luther dengan ramah, seolah-olah mereka adalah sahabat yang sudah lama terpisah. "Dulu waktu kecil, kita sering kali berburu bersama. Tapi, keterampilan panahku kalah jauh darimu.""Oh, ternyata Pangeran Nivan. Halo, lama nggak ketemu," sapa Luther yang memaksakan senyuman."Salam, Kak Nivan." Misandari membungkuk memberi hormat."Oh? Misandari juga di sini? Kebetulan sekali, ayo
Tentu saja, jika dibandingkan dengan Luther yang makan dengan lahap, keduanya tampak elegan dan sekadar mencicipi. Sekitar 30 menit kemudian, Luther akhirnya kenyang. Perutnya yang semula datar menjadi buncit sekarang."Burp!" Setelah meminum segelas anggur, Luther tak kuasa beserdawa. 'Andai saja aku bisa tidur nyenyak setelah makan kenyang .... Eh? Kenapa aku makin ngantuk setelah makan?'"Gerald, gimana? Enak nggak?" tanya Nivan sambil tersenyum."Tentu saja enak. Semua ini makanan lezat yang jarang kutemui," sahut Luther dengan puas."Baguslah kalau begitu." Nivan tersenyum sambil meneruskan, "Gerald, kenapa kamu masih belum pulang untuk istirahat? Hari ini terjadi banyak masalah sampai ada begitu banyak pos pemeriksaan yang didirikan di Kota Terlarang. Kamu harus hati-hati.""Oh, kami pergi ke kediaman Pangeran Nolan tadi." Luther tidak merahasiakan apa pun karena tidak ingin bertele-tele lagi. Dia ingin segera membereskan semua supaya bisa pulang dan tidur."Oh?" Nivan berpura-pu
"Hais, Gerald, jangan rendah hati seperti ini. Kamu adalah Putra Kirin yang terkenal. Meskipun menghilang bertahun-tahun, kamu tetap hebat. Aku yakin pada kemampuanmu," balas Nivan yang menepuk bahu Luther, seolah-olah Luther adalah adiknya.'Memangnya ini masalah kemampuan? Masalahnya adalah kamu belum memberiku apa-apa. Kalau kamu memberiku sesuatu, aku juga nggak akan berpura-pura bodoh seperti ini,' batin Luther. Pada saat yang sama, dia berkata dengan ekspresi datar, "Pujian Yang Mulia berlebihan.""Gerald, coba kamu pertimbangkan tawaranku dulu." Nivan menatapnya lekat-lekat dan berujar, "Di antara kami bertiga, aku punya peluang terbesar untuk menduduki takhta. Mendukungku adalah pilihan paling bijaksana sekaligus investasi terbaik.""Hm ...." Luther berpura-pura merenung. Normalnya, orang cerdas mana pun akan menggunakan kesempatan ini untuk menyuap. Namun, Nivan malah hanya meminum anggur sambil tersenyum.Di mata Nivan, Luther hanya seorang pejabat dan seharusnya memiliki kes