"Apa yang terjadi?" tanya Luther. Begitu tersadar kembali, dia baru mendapati dirinya jatuh ke pelukan Misandari.Misandari mengenakan pakaian yang lebar sehingga Luther tidak bisa melihat bentuk badannya. Namun, begitu bersentuhan, Luther baru tahu bahwa payudara wanita ini begitu besar."Apa yang kamu lakukan?" tanya Misandari yang merasa malu sekaligus kesal."Maaf, aku nggak sengaja. Mobil rem mendadak tadi, jadi aku kehilangan keseimbangan ...," jelas Luther yang merasa canggung."Kamu belum cukup menyentuhnya? Cepat singkirkan tanganmu!" bentak Misandari."Maaf, maaf sekali." Luther buru-buru menarik tangannya kembali. Ternyata, manusia tidak boleh terlalu lelah atau reaksi mereka akan menjadi lamban."Apa yang terjadi di luar?" tanya Misandari dengan lantang."Ada yang menghalangi jalan kita," jawab sopir."Menghalangi jalan di tengah malam begini? Jangan-jangan mereka pembunuh?" tanya Misandari sambil menyibakkan tirai jendela mobil. Kemudian, dia turun dari mobil.Luther menep
"Gimana kalau aku bersikeras ingin pulang?" tanya Luther dengan ekspresi dingin."Kami hanya melaksanakan perintah. Tolong jangan mempersulit kami," sahut Hawi tanpa berniat mengalah sedikit pun. Sementara itu, Pasukan Zirah Perak di belakang tampak berwaspada. Mereka seperti siap untuk membawa pergi Luther secara paksa jika Luther menolak."Lagi pula, kita sudah di sini. Sepertinya nggak masalah kalau bertemu dengan Kak Nolan sebentar. Nggak ada salahnya berteman, 'kan?" ujar Misandari sambil menyenggol Luther sedikit.Sekarang bukan waktunya untuk bersikap keras kepala. Meskipun merasa kantuk dan lelah, Luther tetap harus menahan diri. Bagaimanapun, Luther akan terkesan lancang jika menolak mengunjungi kediaman Nolan, tetapi mengunjungi kediaman Naim. Dengan karakter Nolan, pria itu pasti akan mengambil tindakan."Ya sudah, tolong tuntun jalan," ucap Luther yang menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba untuk tidak mengamuk. Jangan sampai penolakannya ini mendatangkan kerepotan yang ber
Setelah mendengar jawaban ambigu Luther, Nolan awalnya memicingkan mata, lalu tertawa dan berkata, "Gerald, aku cuma jenderal yang pintar membunuh musuh di medan perang. Aku kurang pintar dalam menyusun strategi di luar itu. Informasi yang dimiliki Kak Naim jelas jauh lebih cepat dariku. Makanya, aku nggak tahu terlalu banyak.""Begitu rupanya." Luther mengangguk, lalu tersenyum dan membalas, "Sebenarnya, kepala pelayan dan Pangeran Naim mencariku juga bukan karena ada hal penting. Kami hanya mengobrol karena sudah lama nggak ketemu."Begitu mendengarnya, ekspresi Nolan jelas menjadi agak masam. Seorang jenderal berjanggut yang duduk di samping pun menggebrak meja dan membentak, "Hei! Apa maksudmu? Mana ada orang yang mengobrol tengah malam begini! Kamu kira Pangeran Nolan bodoh? Aku bisa membunuhmu sekarang juga!""Jangan bersikap lancang!" Nolan sontak membelalakkan mata dan menegur, "Gerald adalah putra Raja Atlandia. Dia tamu terhormat kediamanku. Jaga sikapmu!""Tapi, Yang Mulia,
"Kak Nolan ...." Misandari ingin berbicara saat melihat ada yang tidak beres dengan situasi ini. Namun, sebelum berkesempatan berbicara, Luther sudah menyela, "Aku tahu semua ini niat baik Pangeran. Kalau bersikeras menolak, aku akan terkesan tak tahu diuntung. Kalau begitu, aku akan menerima semuanya."Misandari termangu sesaat. Dia tidak jadi berbicara. Situasi macam apa ini? Kenapa Luther menerimanya begitu saja? Luther awalnya menerima hadiah dari Naim dan setuju akan membantu secara diam-diam, lalu sekarang menerima hadiah dari Nolan lagi. Apakah Pangeran Atlandia begitu mudah untuk dirayu?"Hahaha. Bagus, bagus!" Nolan tertawa terbahak-bahak melihat Luther menerimanya. "Pelayan, bungkus semua hadiah itu, lalu antar ke kediaman Gerald.""Terima kasih banyak, Pangeran," ucap Luther sambil menangkupkan tangan."Sama-sama, nggak perlu sungkan padaku." Nolan tersenyum dan mengalihkan topik pembicaraan. "Jadi, apa Ayah mengundangmu untuk membicarakan hal penting?"Luther melirik ke kan
Nolan menatap Luther lekat-lekat. Tatapannya dipenuhi antusiasme dan penantian. Dia awalnya hanya ingin mengorek informasi dari Luther, tetapi ternyata Luther begitu penting di mata ayahnya, sampai-sampai bisa memengaruhi keputusan ayahnya dalam memilih pewaris.Dengan kata lain, Nolan bisa menjadi putra mahkota atau tidak, semua tergantung pada keputusan Luther. Hal ini sungguh membuatnya gembira."Yang Mulia kuat dan berani, bahkan punya banyak prestasi perang. Tentu saja cocok menjadi putra mahkota. Tapi, yang membuat keputusan akhir adalah Kaisar. Aku cuma menyarankan," ujar Luther."Nggak apa-apa, yang penting kamu mendukungku," sahut Nolan dengan penuh semangat."Yang Mulia begitu murah hati dan cocok denganku. Aku pasti akan mendukungmu menjadi putra mahkota," ucap Luther."Bagus, aku baru bisa tenang kalau kamu mendukungku." Nolan tertawa terbahak-bahak sebelum meneruskan, "Gerald, mulai hari ini kamu adalah saudaraku. Kelak kalau ada masalah, cari saja aku.""Terima kasih, Yan
"Ternyata ini ide busukmu." Misandari termangu sesaat sebelum memahami semuanya. Dia kira-kira sudah mengerti tindakan Luther.Kedua pangeran sama-sama mengundang di larut malam seperti ini. Jika menolak niat baik mereka, takutnya mereka akan tersinggung dan mencari masalah dengan Luther.Sebaliknya, jika Luther membuat kedua pangeran itu senang, dia bukan hanya akan mendapat banyak keuntungan, tetapi juga mencegah terjadinya perselisihan.Meskipun terkesan serakah, harus diakui bahwa metode ini adalah yang terbaik. Dengan demikian, Luther tidak akan menyinggung kedua belah pihak."Gimana lagi? Aku juga nggak punya pilihan lain. Kalau bisa memilih, kamu kira aku mau menerima hadiah-hadiah itu? Semua ini seperti bilah tajam. Aku hanya bisa mengorbankan diri demi hasil akhir yang terbaik." Luther menggeleng dengan frustrasi."Tolong singkirkan senyumanmu waktu bicara." Misandari mengerlingkan matanya. Pria ini sudah mendapat keuntungan, tetapi masih berpura-pura tidak menginginkannya."P
"Hais ... lelah juga menghasilkan uang sebanyak ini!" Luther menghela napas dengan ekspresi tak berdaya. Dia benar-benar lelah! Kenapa sulit sekali untuk tidur?"Gerald, lama nggak ketemu!" Ketika Luther dan Misandari masih mengobrol, seorang pemuda berpakaian mewah menghampiri dengan membawa pasukannya.Pemuda ini memiliki penampilan yang gagah dan wajah yang elegan. Begitu tersenyum, para wanita akan jatuh hati dibuatnya. Dia tidak lain adalah Pangeran Ketiga Negara Drago, Nivan."Gerald, sudah 10 tahun kita nggak ketemu. Kamu makin tampan saja!" puji Nivan yang tersenyum sambil menghampiri.Nivan menyambut Luther dengan ramah, seolah-olah mereka adalah sahabat yang sudah lama terpisah. "Dulu waktu kecil, kita sering kali berburu bersama. Tapi, keterampilan panahku kalah jauh darimu.""Oh, ternyata Pangeran Nivan. Halo, lama nggak ketemu," sapa Luther yang memaksakan senyuman."Salam, Kak Nivan." Misandari membungkuk memberi hormat."Oh? Misandari juga di sini? Kebetulan sekali, ayo
Tentu saja, jika dibandingkan dengan Luther yang makan dengan lahap, keduanya tampak elegan dan sekadar mencicipi. Sekitar 30 menit kemudian, Luther akhirnya kenyang. Perutnya yang semula datar menjadi buncit sekarang."Burp!" Setelah meminum segelas anggur, Luther tak kuasa beserdawa. 'Andai saja aku bisa tidur nyenyak setelah makan kenyang .... Eh? Kenapa aku makin ngantuk setelah makan?'"Gerald, gimana? Enak nggak?" tanya Nivan sambil tersenyum."Tentu saja enak. Semua ini makanan lezat yang jarang kutemui," sahut Luther dengan puas."Baguslah kalau begitu." Nivan tersenyum sambil meneruskan, "Gerald, kenapa kamu masih belum pulang untuk istirahat? Hari ini terjadi banyak masalah sampai ada begitu banyak pos pemeriksaan yang didirikan di Kota Terlarang. Kamu harus hati-hati.""Oh, kami pergi ke kediaman Pangeran Nolan tadi." Luther tidak merahasiakan apa pun karena tidak ingin bertele-tele lagi. Dia ingin segera membereskan semua supaya bisa pulang dan tidur."Oh?" Nivan berpura-pu
Di kediaman Keluarga Paliama, setelah makan malam, Luther diminta untuk duduk dan mengobrol dulu.Ini pertama kalinya Bianca membawa pacarnya pulang ke rumah, makanya Keluarga Paliama sangat memperhatikan hal ini. Sebagai seorang adipati, Ezra menemani mereka, bahkan mengundang pasangan muda itu ke ruang kerja untuk berbincang sambil minum teh.Dengan pengamatannya yang tajam, Ezra bisa melihat bahwa Luther bukan orang biasa. Baik dalam cara berbicara, perilaku, maupun wawasan yang dimiliki, semuanya jauh melampaui orang biasa."Luther, aku sepenuhnya mendukung hubunganmu dengan Bianca. Nggak peduli apa status dan latar belakangmu, yang penting kalian berdua saling mencintai," ujar Ezra dengan bijaksana."Selain itu, cucuku dimanjakan sejak kecil dan nggak pernah mengalami kesulitan. Setelah kalian bersama, aku harap kamu bisa memperlakukannya dengan baik.""Tenang saja, aku nggak akan mengecewakan Bianca," jawab Luther dengan serius. Meskipun hubungan mereka belum sepenuhnya berkemban
Setelah mendengar ucapan Nivan, ekspresi Naim menjadi sangat serius. Alisnya berkerut, dia tampak tenggelam dalam pikirannya.Sepertinya dia terlalu meremehkan situasinya. Naim mengira ini hanya persaingan di antara saudara-saudaranya, tetapi siapa sangka situasi ini justru memberi peluang bagi harimau buas seperti Ernest.Kekuatan Ernest sangat besar. Dengan alasan mendukung putra mahkota untuk naik takhta, dia mulai merekrut banyak orang dan memperluas jaringannya, hingga memiliki pengaruh yang setara dengan keluarga kekaisaran.Jika Ernest benar-benar mendukung Nolan naik takhta, kekuatannya akan melampaui kaisar dan tidak ada yang bisa menekannya. Dalam skenario terburuk, dia bisa memanipulasi kaisar sebagai boneka dan sepenuhnya menggulingkan kekuasaan keluarga mereka."Nivan, apa yang kamu katakan ini benar?" tanya Naim dengan alis berkerut."Benar, sama sekali nggak bohong!" jawab Nivan dengan serius. "Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa mengutus orang untuk menyelidikinya.""Ak
Satu jam kemudian, Nivan yang sudah menyamar diam-diam memasuki sebuah vila pribadi yang mewah. Naim sudah menyiapkan teh dan camilan di ruang tamu vila itu, terlihat sudah menunggu lama."Kak Naim, maaf sudah membuatmu menunggu lama," kata Nivan sambil melepaskan mantelnya, lalu tersenyum dan berjalan mendekat."Nggak apa-apa. Kita berdua jarang sekali bisa berkumpul. Kamu bisa inisiatif mengajakku bertemu saja, aku sudah merasa sangat senang. Menunggu beberapa menit bukan masalah besar," kata Naim dengan tersenyum sambil mempersilakan Nivan duduk, lalu menuangkan dua cangkir teh dan memberikan salah satunya untuk Nivan.Setelah menerima cangkir itu, Nivan langsung meletakkannya di samping dengan hati-hati. Dia sangat berhati-hati soal makanan dan minumannya saat berada di luar, ini sudah menjadi kebiasaannya."Nivan, kamu tiba-tiba mengajakku bertemu, apa kamu ingin membahas soal urusan resmi atau pribadi?" tanya Naim yang langsung ke topik pembicaraannya setelah menyesap tehnya."In
Saat ini, di sebuah vila mewah lainnya di dalam kota. Seorang mata-mata wanita yang mengenakan pakaian hitam dan jubah sedang melapor pada Nivan tentang hasil penyelidikannya."Tuan, belakangan ini orang-orang dari Keluarga Luandi sangat aktif. Mereka sedang sibuk membentuk aliansi dari delapan keluarga besar dan berbagai pihak lainnya. Banyak yang sudah berpihak pada Keluarga Luandi. Kalau terus membiarkan mereka seperti ini, ini akan menjadi ancaman besar bagi kita," kata mata-mata wanita itu sambil berlutut dengan satu kaki dan menundukkan kepala."Keluarga Luandi mendukung Kak Nolan, 'kan?" tanya Nivan yang duduk dengan tenang dan tidak menunjukkan ekspresi apa pun."Keluarga Luandi punya ambisi besar. Katanya mendukung, tapi sebenarnya mereka sedang menjadi Pangeran Nolan sebagai boneka untuk memperbesar kekuasaan mereka sendiri," kata mata-mata wanita itu yang mengungkapkan rahasia di balik semua itu. Dia sudah menyusup di Keluarga Luandi selama bertahun-tahun, sehingga sangat me
Malam harinya, dua pemuda sedang bermain catur dengan santai di sebuah vila mewah yang tersembunyi di dalam kota. Yang sebelah kirinya adalah pria yang baru saja bertamu ke Keluarga Paliama, Roman, sedangkan yang sebelah kanan adalah pangeran kedua yang bertubuh kekar dengan pakaian mewah, Nolan.Keduanya bermain catur dengan konsentrasi penuh, kadang-kadang melangkah dengan cepat dan kadang-kadang berpikir dengan lama. Setelah bermain sekitar sepuluh menit, Roman akhirnya mengaku kalah."Roman, beberapa hari nggak bertemu, kemampuan caturmu makin hebat. Aku hampir saja kalah," kata Nolan sambil mengusap janggutnya, terlihat agak terkejut."Pangeran Nolan terlalu memujiku. Kemampuan caturku nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan denganmu. Kalau Pangeran Nolan nggak sengaja mengalah, aku pasti sudah kalah sejak awal. Mana mungkin aku bisa bermain selam ini," kata Roman sambil tersenyum."Hahahaha ... kamu memang pandai berbicara," kata Nolan sambil tertawa terbahak-bahak dan ekspresiny
"Sebenarnya, kita nggak perlu bingung siapa yang lebih cocok menjadi kaisar. Yang lebih penting adalah siapa yang paling mungkin menjadi kaisar?" ucap Gandara tiba-tiba.Sebagai seorang pebisnis, Gandara selalu mengejar keuntungan secara maksimal. Jadi, dia tidak peduli siapa yang menjadi kaisar.Yang Gandara pedulikan adalah siapa yang lebih mungkin menjadi kaisar. Memilih orang itu dan mendukungnya adalah pilihan yang paling bijak."Siapa yang paling mungkin? Itu tergantung pada siapa yang punya paling banyak pendukung," ujar Gusdur sambil merenung."Oh ya, tadi aku lupa tanya, pangeran mana yang didukung oleh Keluarga Luandi?" Gema menepuk kepalanya.Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka masih belum tahu siapa yang sebenarnya didukung oleh Keluarga Luandi."Aku rasa itu Pangeran Ketiga." Gandara menyipitkan mata dan menganalisis, "Pangeran Ketiga punya hubungan pribadi yang baik dengan Roman dan punya potensi yang luar biasa. Dia sangat disukai oleh Kaisar, jadi Keluarga Luandi m
Tanpa perlu kaisar turun tangan, orang-orang yang penuh ambisi itu akan menelan Keluarga Paliama tanpa menyisakan apa-apa. Sebaliknya, jika mereka memilih untuk berpihak dan pilihan mereka benar, Keluarga Paliama dapat berjaya selama ratusan tahun. Namun jika mereka salah, Keluarga Paliama bisa hancur hanya dalam semalam!Jadi, sekarang Ezra tidak tahu harus memilih yang mana. Masalah ini bukan masalah sepele. Jika salah langkah, semuanya akan berakhir dengan kekalahan."Biar aku pertimbangkan dulu. Aku belum bisa memberi jawaban kepada kalian saat ini," kata Ezra sekali lagi.Masalah ini berkaitan dengan banyak aspek. Jika Ezra membuat keputusan yang salah, semuanya akan hancur. Oleh karena itu, dia harus sangat hati-hati."Aku ngerti. Bagaimanapun, ini bukan perkara kecil. Tapi, aku harap kamu bisa segera memutuskan," ucap Roman dengan senyuman tipis."Adipati Ezra, Keluarga Paliama bukan satu-satunya yang ingin beraliansi melalui pernikahan dengan Keluarga Luandi. Waktu nggak menung
"Adipati Ezra, perjodohan di antara dua keluarga ini bukan hanya kehendakku, tapi juga kehendak ayah angkatku dan seluruh Keluarga Luandi," ujar Roman dengan tersenyum."Menurut aturan yang sudah diterima, pernikahan antara keluarga kerajaan yang masih berkerabat langsung nggak diperbolehkan. Apa kalian sudah lupa akan hal ini?" tanya Ezra dengan tenang."Berpegang pada aturan yang kaku nggak akan berguna untuk perkembangan," jawab Roman sambil menggeleng dan tersenyum. "Sekarang, Negara Drago sedang dalam masa kacau. Selain itu, aku dengar kesehatan Kaisar kurang baik dan ada kemungkinan dia akan menunjuk pewaris lebih awal dan mundur dari takhta.""Aku yakin Midyar akan mengalami kerusuhan dalam waktu dekat ini. Pada saat itu, baik Empat Keluarga Kerajaan, Delapan Keluarga Kaya, maupun kekuatan lainnya, semua akan terseret dalam pusaran ini. Makanya sebelum itu terjadi, aku harap Keluarga Luandi dan Keluarga Paliama bisa beraliansi melalui pernikahan untuk mengatasi kesulitan bersama
"Ayah, bagaimana menurutmu?" tanya Gusdur sambil mengalihkan pandangannya ke arah Ezra."Ada tamu yang datang, kita tentu saja nggak boleh nggak sopan. Suruh mereka masuk ke ruang tamu untuk berbicara," kata Ezra dengan tenang. Roman mewakili Keluarga Luandi, dia tentu saja tidak bisa mengusir tidak peduli apa pun niat kedatangan Roman ini. Mengenai hubungan pernikahan ini, tentu harus dipertimbangkan dengan matang."Baik," jawab pengurus rumah, lalu segera pergi."Kalian lanjutkan saja makannya, aku akan menemui orang-orang dari Keluarga Luandi ini," kata Ezra, lalu bangkit dan pergi.Setelah saling memandang sebentar, ketiga putra dari Ezra juga akhirnya mengikuti Ezra. Mereka ingin melihat apa yang sedang direncanakan Keluarga Luandi kali ini."Sudahlah, biarkan mereka yang mengurusnya. Kita makan saja," kata nenek Bianca sambil tersenyum agar semuanya melanjutkan makan malamnya.Tiga menit kemudian, di ruang tamu Keluarga Paliama. Ezra duduk di kursi utama dan langsung menghadap ke