"Tuan Bahran sudah siuman!" Ghufran berseru gembira melihatnya. Saking emosionalnya, dia sampai meneteskan air mata bahagia. Bagaimanapun, dia telah merawat Bahran selama 10 tahun. Kebahagiaan ini tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata."Syukurlah, semua berjalan dengan lancar," ucap Luther dengan mata yang agak memerah. Bahran adalah seniornya. Wajar kalau dia merasa tersentuh melihat Bahran siuman. Jerih payahnya untuk membuat Pil Pemurni Sumsum pun tidak sia-sia."Ghufran, aku di mana? Kenapa kamu jadi tua sekali?" Bahran yang berbaring di ranjang terus melirik ke kanan kiri dengan heran. Pada akhirnya, dia menatap Ghufran sambil bertanya dengan suara serak."Tuan Bahran, kamu di tempat yang aman. Tenang saja." Ghufran mengelus wajah sendiri, lalu tersenyum getir dan meneruskan, "Sepuluh tahun sudah berlalu sejak pertemuan terakhir kita. Mana mungkin aku masih muda?""Sepuluh tahun?" Bahran tertegun, tetapi segera tersadar kembali. Dia membelalakkan mata, lalu bertanya dengan terke
"Paman Bahran, apa yang kamu lakukan? Cepat berdiri!" Luther buru-buru berjongkok untuk memapah Bahran."Pangeran, maafkan aku karena gagal melindungimu dan Ratu Wedani. Kamu boleh menghukumku," ucap Bahran yang berderai air mata."Jangan bicara begitu. Kalau kamu nggak berjuang mati-matian waktu itu, mungkin aku sudah mati sekarang," hibur Luther."Seluruh prajurit Kavaleri Bimasakti gugur dalam pertempuran, hanya aku yang hidup. Aku bersalah pada kalian semua!" ujar Bahran sambil terisak-isak."Jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu sudah berusaha sekuat tenaga. Aku justru senang karena melihatmu masih hidup. Semua ini salahku, aku yang telah mencelakai kalian. Gara-gara aku, kamu sampai tidak sadarkan diri selama 10 tahun dan seluruh pasukan gugur. Aku yang seharusnya minta maaf," sahut Luther dengan mata memerah.Luther masih ingat semuanya. Dia melihat bagaimana para prajurit itu tewas terbunuh hanya demi melindungi dirinya. Hingga sekarang, Luther tidak pernah melupakan nama merek
"Edmond?" Luther mengernyit mendengar nama ini. "Nama ini kedengaran familier. Siapa dia?""Pangeran mungkin agak asing dengan nama ini, tapi pasti tahu Raja Toraba," ucap Bahran dengan ekspresi serius."Rupanya dia!" Luther sontak membelalakkan mata. Raja Toraba adalah adik Kaisar. Di antara begitu banyak keturunan, dia termasuk unggul.Sepuluh tahun lalu, Raja Toraba yang berbakat sangatlah terkenal. Namun, entah mengapa, dia tiba-tiba mengasingkan diri. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu di mana lokasinya."Maksudmu, kasus tahun itu berhubungan dengan Raja Toraba?" tanya Luther."Aku nggak berani bilang begitu. Tapi, yang pastinya Raja Toraba tahu tentang itu," timpal Bahran."Oh? Kenapa kamu bicara begitu?" Luther memicingkan matanya."Raja Toraba dan ayahmu punya hubungan dekat. Kami langsung meminta bantuan dari Raja Toraba saat diserang di Kota Terlarang, tapi nggak mendapat respons apa pun. Sejak saat itu, Raja Toraba memilih untuk mundur dari istana. Jelas, dia sedang menghi
Jadi, prioritas untuk sekarang adalah menemukan Raja Toraba dan menanyakan kebenaran tahun itu."Paman, kamu baru siuman, istirahatlah dengan baik. Kalau butuh sesuatu, beri tahu saja aku," ujar Luther sambil membaringkan Bahran."Pangeran, masalah tahun itu sudah berlalu. Lupakan saja. Kalau terus diselidiki, kamu hanya akan membahayakan diri sendiri. Aku yakin Ratu Wedani berharap kamu hidup dengan baik," nasihat Bahran yang tiba-tiba meraih lengan Luther."Paman, masalah ini terus menghantuiku selama bertahun-tahun ini. Kalau nggak diselidiki dengan baik, aku nggak akan bisa hidup tenang," sahut Luther."Hais ...." Ketika melihat tatapan tegas Luther, Bahran hanya bisa menghela napas dan tidak berkata-kata lagi. Dia tahu bahwa Luther sangat keras kepala, tidak ada yang bisa menghalanginya jika sudah membuat keputusan."Paman hanya perlu memulihkan diri untuk sekarang. Jangan pikirkan hal lain. Serahkan saja semua kepadaku," hibur Luther. Kemudian, dia berbalik dan pergi.Kini, Luthe
Setelah mendapatkan balasan, tidak terlihat kegembiraan pada ekspresi Luther. Dia justru terlihat sangat serius. Kalau wanita itu sudah menyetujuinya, artinya dia memiliki keyakinan untuk melacak lokasi Raja Toraba.Namun, Luther selalu merasa ada yang aneh. Makin mendekati kebenaran, dia merasa makin gelisah. Hanya saja, dia tidak tahu alasan dirinya merasa seperti itu. Semua ini seolah-olah Luther yang cemas berlebihan."Sudahlah, semua akan ada jalannya nanti." Luther menggeleng, lalu mengenyahkan pikirannya itu. Ketika hendak kembali untuk beristirahat, ponselnya tiba-tiba berdering karena ditelepon Berry."Halo, Nona Berry, ada apa?" tanya Luther sambil memandang langit. Sekarang langit sudah gelap.Tiba-tiba, terdengar suara serak dari ujung telepon. "Nona Berry? Hehe, kamu salah orang."Luther mengernyit dan bertanya, "Siapa kamu? Kenapa kamu memegang ponsel Nona Berry?""Identitasku nggak penting, yang penting adalah kekasihmu ada di tanganku. Kalau kamu nggak ingin sesuatu ter
Begitu turun dari mobil, Luther langsung diadang oleh 2 pria dengan tato di lengan. Luther pun menyahut dengan dingin, "Ada yang mengundangku kemari.""Geledah dulu!" Tanpa berbasa-basi, kedua pria itu langsung memeriksa sekujur tubuh Luther. Luther tidak melawan. Sebelum memastikan keselamatan Berry, dia tidak akan bertindak ceroboh."Oke, sudah boleh masuk." Setelah memeriksa cukup lama dan memastikan Luther tidak membawa senjata, mereka baru menyingkir untuk membuka jalan.Luther tidak menanggapi, melainkan langsung menuju ke Kuil Batara. Di dalam sana, seorang pria paruh baya bertelanjang dada sedang menikmati daging panggang bersama para bawahan. Di atas meja, terdapat berbagai anggur lezat. Mereka tampak sangat menikmati momen ini.Sementara itu, Berry yang matanya ditutup dengan kain berdiri di pojok dengan tangan diikat di pilar. Karena tangannya terangkat, postur tubuh Berry menjadi makin seksi, membuat sekelompok pria itu berhasrat."Bos, wanita ini benar-benar seksi. Kemalua
Pria botak itu hanya bisa membeku di tempatnya melihat semua ini. Dia membelalakkan matanya dengan tidak percaya. Apa yang terjadi barusan? Kenapa kemaluannya tiba-tiba putus?Setelah tertegun sesaat, pria botak itu berteriak histeris. Saat berikutnya, kakinya melemas. Dia pun terjatuh dengan keadaan tubuh bagian bawah yang bercucuran darah. Sungguh tragis!"Argh! Penisku!" teriak pria botak itu sambil bergelinding tanpa henti.Teriakan ini sontak membuat semua orang terkejut. Pria berjanggut langsung bangkit dan bertanya, "Apa yang terjadi?""Penisku hilang! Ada yang memotongnya!" pekik pria botak itu sambil memungut penisnya sekaligus mengangkatnya."Buset! Siapa yang melakukannya? Berani sekali kamu mencelakai bawahanku! Cepat keluar!" teriak pria berjanggut itu sambil mengamati sekeliling. Sementara itu, para bawahan telah mengeluarkan senjata masing-masing untuk berjaga-jaga."Aku." Luther perlahan-lahan memasuki Kuil Batara dengan ekspresi dingin. Di dalam sini, berkumpul 20 samp
Para anggota geng itu seketika membeku di tempat. Detik berikutnya, terdengar suara ledakan karena tubuh mereka meledak satu per satu.Dalam sekejap, darah berceceran ke mana-mana. Seluruh Kuil Batara dipenuhi kabut darah. Pria berjanggut itu pun tercengang melihat situasi ini sampai rokoknya terjatuh dari mulut.Semuanya mati? Hanya dengan satu serangan, tubuh para bawahannya meledak begitu saja? Apa lawan mereka ini termasuk manusia? Ini jelas-jelas adalah monster! Penyewa itu bukan menyuruh mereka menjalankan misi, melainkan menyuruh mereka bunuh diri!"Kenapa bisa begini? Siapa sebenarnya dia?" gumam pria botak yang sampai lupa akan rasa sakitnya. Seluruh ekspresinya dipenuhi ketakutan.Mereka mengira ini hanya pembunuhan biasa, apalagi memiliki sokongan, jadi tidak takut pada apa pun. Alhasil, ternyata lawan mereka begitu kuat. Hanya dengan satu lambaian tangan, segala sesuatu bisa dihancurkannya dengan mudah!Kabut darah dan potongan tubuh memenuhi seluruh kuil. Di sisi lain, Lut