"Diam!" Simon sungguh panik. Dia sontak mengangkat tangannya dan menampar wajah Marson.Plak! Tamparan ini benar-benar kuat, sampai membuat Marson terhempas cukup jauh. Situasi ini pun membuat semua orang terbelalak dengan tidak percaya.Apa yang terjadi? Ada orang asing yang datang untuk membuat masalah. Simon malah menampar Marson dan bukan menghukum orang asing itu? Bukankah ini sangat aneh?"Paman?" Marson tertegun di tempat. Dia memegang wajahnya yang perih sambil bertanya, "Ke ... kenapa kamu menamparku?""Kamu ini buta, ya? Kamu memang pantas ditampar!" Simon sungguh geram. Setelah maju, dia tiba-tiba menendang dan memukul Marson sambil memaki, "Kamu ini cuma tahu bersenang-senang dan menindas orang. Keluarga Lambert malu punya keturunan sepertimu! Biar aku yang menggantikan ayahmu memberi pelajaran kepada anak durhaka sepertimu!""Aduh ... hentikan, Paman ... aku sudah salah, maaf ...." Marson memeluk kepalanya sambil berteriak kesakitan.Adapun orang di sekitar, mereka hanya b
Di ruang tamu kediaman Keluarga Lambert."Kalian semua keluar dulu. Tanpa izin dariku, nggak ada yang boleh masuk," instruksi Simon sambil memberi isyarat tangan kepada para pelayannya."Jordan, kamu istirahat saja di ruangan sebelah. Ada yang ingin kubahas dengan Tuan Simon," ucap Luther yang juga memberi isyarat mata kepada Jordan."Oke." Jordan mengangguk, lalu segera meninggalkan ruang tamu. Pintu pun ditutup, hanya tersisa Simon dan Luther berdua."Pangeran Gerald, kenapa kamu tiba-tiba kemari?" Begitu orang-orang keluar, sikap Simon langsung berubah drastis.Bagaimanapun, status Luther sangatlah istimewa karena mewakili kediaman Raja Atlandia. Sebagai pejabat, Simon akan mendapat masalah besar kalau ketahuan bertemu dengan Pangeran Atlandia secara diam-diam. Kalau situasi menjadi parah, Simon bahkan bisa dituduh ingin memberontak."Kenapa? Tuan Simon nggak menyambutku, ya?" tanya Luther sambil tersenyum tipis.'Itu sudah pasti! Kalau aku menyambut manusia berbahaya sepertimu, ber
"Aku nggak butuh sebanyak itu, aku hanya butuh dua," ujar Luther seraya tersenyum."Pangeran butuh bahan obat apa? Aku akan menyuruh orang mencarinya," ucap Simon sembari mengangkat cangkir teh dan menyesapnya."Simpel saja, cuma Teratai Es dan Sumsum Giok," sahut Luther dengan nada santai.Pfft! Simon sontak menyemburkan tehnya. Kemudian, dia memperlihatkan ekspresi terkesiap sambil bertanya, "Pangeran, aku nggak salah dengar? Kamu bilang Teratai Es dan Sumsum Giok?""Benar sekali." Luther mengangguk untuk mengiakan. Dia meminta bantuan Simon karena khawatir dengan kinerja Keluarga Ghanim.Bagaimanapun, kondisi Barhan sangat kritis sehingga mereka tidak bisa menunggu terlalu lama lagi. Dengan bantuan Keluarga Lambert, mungkin kedua bahan obat itu akan lebih mudah ditemukan."Pangeran, kamu tahu kedua bahan obat itu sangat langka, 'kan?" tanya Simon. Suaranya bahkan menjadi agak bergetar."Ya, memang langka. Tapi, aku yakin dengan kemampuan Keluarga Lambert. Tugas seperti ini hanya tug
"Apa?" Begitu Luther selesai berbicara, Simon memekik bak disambar petir. Wajahnya sontak memucat.Hingga kini, kekacauan yang terjadi di Kota Lazuli pada 10 tahun lalu masih menjadi tabu dalam masyarakat. Sementara itu, kematian Ratu Wedani adalah misteri yang masih belum terungkap.Faktanya, misteri ini bukannya tak terpecahkan, tetapi tidak ada yang berani memecahkannya. Raja Wedani yang berkuasa saja dipaksa untuk menahan diri, jadi siapa pula yang berani menyelidikinya?Tahun itu, para pejabat mengatakan akan mencari tahu pelaku di balik insiden tersebut, tetapi sama sekali tidak ada hasil sampai sekarang.Jelas sekali, pelakunya memiliki kekuasaan yang besar, bahkan terlibat dalam kekuasaan kekaisaran yang tertinggi.Meskipun Keluarga Lambert memiliki industri besar, mereka tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan para anggota keluarga kekaisaran.Makanya, Simon sungguh tercengang dan ketakutan saat mendengar permintaan Luther. Misteri ini terlalu mendalam. Begitu Keluarga L
Keluarga Lambert hanya salah satunya. Luther masih akan menarik lebih banyak orang untuk bergabung dalam penyelidikan ini. Dengan demikian, dia baru memenuhi syarat untuk menantang pelaku di balik insiden itu.Saat ini, di pinggir jalan kediaman Keluarga Lambert, tampak dua mobil yang terparkir dengan rapi. Berry bersandar di jok dengan culas sambil memegang cerutu wanita. Dia tidak mengisapnya, melainkan membiarkan angin meniupnya hingga padam.Luther sudah masuk dua jam, tetapi belum keluar? Apa ada masalah yang terjadi? Meskipun reaksi Simon di luar dugaan, bisa saja itu hanya sandiwaranya. Simon bisa saja membunuh Luther begitu mereka memasuki kediaman.Setelah memikirkan ini, Berry tak kuasa merasa cemas. Dia bahkan tidak mengerti, mengapa dirinya begitu mencemaskan seseorang yang baru dikenalnya? Apa hanya karena Luther begitu tampan dan istimewa?Critt! Tiba-tiba, mobil di depan mundur dan berhenti di samping mobil Berry. Jendela diturunkan, terlihat Alarik dan Sarisha yang dudu
Alarik dan Sarisha sungguh tidak memahami tindakan Simon ini. Membalas kejahatan dengan kebaikan? Apakah Simon bodoh atau terlalu dermawan? Keluarga kaya seperti ini justru tidak memedulikan martabat mereka?"Masalahku dengan Keluarga Lambert sudah berakhir, sekarang saatnya menyelesaikan masalah kita bertiga," ujar Luther sambil tersenyum. Hanya saja, senyuman ini jelas terlihat berniat jahat di mata Sarisha dan Alarik."Luther, masalah ini nggak ada hubungannya denganku. Aku juga korban. Lihat, aku terus menunggu di luar karena khawatir padamu," sahut Alarik yang berusaha memaksakan senyuman. Kemudian, dia membatin, 'Sialan, pria di depanku ini jelas-jelas sudah gila. Marson saja dipukulinya, apalagi aku.'"Kita bahas masalah kita nanti saja. Sekarang, aku ingin berbicara dengannya," ucap Luther sembari menunjuk Sarisha."Nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita! Kak Alarik, cepat pergi dari sini!" seru Sarisha yang seketika merasakan firasat buruk. Dia pun mengisyaratkan Alar
"Aku akan memberimu 10 detik untuk mempertimbangkannya. Kalau menolak memberitahuku, aku akan menggunakan racun ini untuk mencuci wajahmu," ucap Luther yang senyumannya masih lebar."Ja ... jangan!" Sarisha ketakutan hingga kakinya lemas. Dengan wajah berlinang air mata, dia pun berkata, "Jangan merusak wajahku! Aku akan memberitahumu semuanya! Cepat singkirkan racun itu dulu!""Bukannya lebih bagus kalau kamu bersikap patuh sejak tadi?" tanya Luther sambil menyimpan botol itu dengan perlahan. Jalang seperti ini memang harus diberi pelajaran dulu agar kapok.Sarisha menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Kemudian, dia berucap dengan lemas, "Rahasia ini harus dibicarakan dari beberapa tahun lalu ....""Hari itu, ada tamu yang tiba-tiba datang dan mengobrol secara rahasia dengan kakekku. Aku pun berdiri di depan pintu untuk menguping. Ternyata, tamu itu yang menolong Bahran.""Sebentar, bukan kakekmu yang menolong Paman Bahran?" sela Luther."Lebih tepatnya, orang itu membawa
Keesokan paginya, di sebuah vila kecil. Ketika sinar matahari pertama menyinari bumi, Luther yang duduk bersila di ranjangnya perlahan-lahan membuka mata.Sejak memiliki Mutiara Spiritual, basis kultivasinya terus meningkat. Luther tidak perlu berlatih lagi karena mutiara ini bisa menyerap energi spiritual untuknya. Jadi, ini sudah setara dengan Luther berlatih setiap saat.Selain itu, makin tinggi bakat seseorang, maka efek dari Mutiara Spiritual akan makin besar. Dalam waktu kurang dari sebulan, Luther pun sudah hampir menerobos tingkat grandmaster. Asalkan dia bersedia, dia bisa menerobos kapan saja.Akan tetapi, demi memperkuat fondasinya, Luther berniat untuk menunda terlebih dahulu. Makanya, dia masih menahan basis kultivasinya sampai sekarang.Masih ada setengah tahun sebelum kesepakatannya dengan kasim itu berakhir. Ini sudah cukup baginya untuk mengumpulkan kekuatan.Kring, kring, kring .... Ponsel Luther tiba-tiba berdering. Luther mengambil ponsel dari bawah bantal, lalu men