Ngung! Setelah Mutiara Spiritual ditelan, seberkas cahaya berwarna emas berkilauan. Setelah itu, kilau cahaya itu bergerak ke perut Harsa dan bersatu dengan pusat energinya. Selanjutnya, Mutiara Spiritual itu mulai bergejolak hebat dan menelan semua racun di sekitarnya. Dengan cara yang unik ini, mutiara tersebut menyembuhkan luka Harsa."Untung saja manjur!" seru Luther dengan gembira. Dengan bantuan Mutiara Spiritual, nyawa Harsa sementara tidak berada dalam bahaya."Harsa! Keluarkan Mutiara Spiritual itu!" teriak Bertrand dengan ekspresi serakah."Bagaimana kamu bisa menelan harta pusaka yang begitu berharga? Cepat muntahkan lagi, atau kami nggak akan sungkan padamu!" teriak Kitron menimpali."Benda ini adalah benda jahat, semoga Tuan tidak terpengaruh kekuatan jahat!" timpal Benigno yang juga mulai mendekati mereka."Berhenti!" Charlotte mengadang di hadapan orang-orang itu dan membentak, "Ayahku terkena racun dan membutuhkan Mutiara Spiritual untuk menolong nyawanya. Kalian nggak
"Oh? Jadi, kenapa dengan Mutiara Spiritual?" tanya Raiden sembari menoleh dan melirik dengan agak curiga."Paman, kami mempertaruhkan nyawa untuk menemukan mutiara itu. Sudah seharusnya menjadi milik kami, tapi orang-orang ini ngotot ingin merebutnya! Mereka nggak menghargai peraturan dunia persilatan!" jelas Charlotte segera."Omong kosong! Kami melakukan itu demi seluruh dunia persilatan, nggak seperti kalian yang hanya demi keegoisan sendiri!" sahut Bertrand dengan penuh keyakinan."Tuan Raiden, orang-orang ini egois dan punya motif lain. Mereka nggak peduli dengan kepentingan seluruh dunia persilatan, sudah seharusnya dihukum!" ucap Kitron."Orang yang bersatu dengan barang jahat, sudah pasti orang jahat," ujar Benigno yang sembarangan menyimpulkan.Saat ini, ketiga master itu mengubah sikap memaksa mereka yang sebelumnya. Ketiganya mengaku melakukan semua ini demi kebenaran."Ka ... kalian munafik sekali, berhenti memfitnah kami!" bentak Charlotte yang sudah murka. Orang-orang ini
"Harsa, kamu masih sama seperti dulu, nggak pernah mau membuat orang khawatir. Kamu sudah sekarat, tapi masih memaksakan diri. Aku dengar kamu menelan Mutiara Spiritual, tubuhmu nggak akan bermasalah, 'kan?" tanya Raiden dengan agak tidak berdaya."Tuan Raiden tenang saja. Mutiara Spiritual adalah benda suci, ia nggak akan melukai tubuh Paman. Sebaliknya, bukan hanya bisa menyerap racun, Paman bahkan bisa meningkatkan kultivasinya," jelas Luther."Oh? Masih ada manfaat seperti ini?" Raiden mengangkat alisnya sambil tersenyum, lalu menimpali, "Harsa, ini termasuk berkah terselubung. Dengan Mutiara Spiritual ini, kamu punya harapan menjadi grandmaster.""Nggak juga, kita ikuti arus saja." Harsa menggeleng sambil meneruskan, "Meskipun Mutiara Spiritual ini harta karun langka, banyak orang yang mengincarnya. Kelak, aku mungkin akan kerepotan sekali.""Kamu tenang saja. Asalkan ada aku, nggak akan ada yang merebut Mutiara Spiritual," ucap Raiden dengan penuh percaya diri."Memangnya kamu bi
Bam! Harsa terhempas jauh hingga akhirnya mendarat dengan keras. Begitu memuntahkan darah, wajahnya langsung tampak pucat pasi."Ayah!" seru Charlotte dengan terkejut. Dia seperti baru terbangun dari mimpinya, buru-buru berlari ke arah ayahnya."Raiden! Kamu sudah gila, ya!" hardik Luther dengan gusar. Sorot matanya dipenuhi niat membunuh. Selama ini, dia mengira Raiden adalah senior dunia persilatan yang paling terhormat dan jujur. Tanpa diduga, ternyata pria ini hanya bajingan munafik!"Gila? Hehe ...." Raiden terkekeh-kekeh dan menyahut, "Luther, kamu tahu rencana sebesar apa yang telah kususun demi Mutiara Spiritual ini?""Sejak mendapat informasi tentang Mutiara Spiritual dari Larry, aku terus menyusun rencana secara diam-diam. Pertama, aku memanfaatkan Klark untuk membungkam orang. Kedua, aku membocorkan informasi dan menarik Istana Hawa ke Jiman. Terakhir, aku memberikan Kitab Hawa yang tersembunyi peta kepada kalian.""Semua ini adalah rencanaku. Dengan kata lain, kalian ini ha
Para pesilat segera berputar arah, kembali ke tempat pertarungan berlangsung barusan."Jangan-jangan ada perubahan situasi?" Bertrand, Kitron, dan Benigno bertatapan. Mereka membawa pasukan masing-masing untuk kembali.Dalam sekejap, berbagai anggota sekte bergegas kembali ke medan perang. Setibanya di sana, semua orang sontak terkesiap. Mereka menemukan Luther dan Raiden sedang melangsungkan pertarungan.Raiden yang merupakan Ketua Aliansi Bela Diri bertarung melawan Luther yang merupakan seorang master muda. Pertarungan ini berlangsung dengan sengit, seakan-akan kedua belah pihak bertekad untuk mempertaruhkan nyawa masing-masing.Situasi macam apa ini? Bukankah mereka di pihak yang sama? Mengapa malah bertarung sesengit ini? Semuanya bertatapan dengan bingung, tidak tahu apa yang telah terjadi."Tolong! Tolong!" Terdengar teriakan minta tolong dari kejauhan. Semua orang memandang ke arah sumber suara, lalu mendapati Charlotte memeluk Harsa sambil menangis."Kumohon, tolong selamatkan
"Berhenti! Siapa pun yang berani maju akan mati!" seru Yadira setelah berkelebat mengadang di depan Charlotte. Entah sejak kapan, dia sudah memegang 2 bilah pedang. Sekujur tubuhnya dipenuhi niat membunuh."Kalian ditipu! Ayahku nggak kerasukan ataupun melakukan kejahatan!" Ketika melihat orang-orang yang berkerumun, Charlotte masih berusaha untuk menjelaskan."Kalian lupa ayahku yang menolong kalian tadi? Dia mempertaruhkan nyawanya untuk menyerap semua racun agar kalian bisa selamat! Kalaupun kalian nggak merasa berterima kasih, setidaknya jangan membalas kebaikannya dengan cara seperti ini! Sadarlah, kami nggak bersalah! Raiden baru penjahat yang sebenarnya!" seru Charlotte sambil menangis.Charlotte berusaha untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Akan tetapi, ucapannya ini malah tidak mendatangkan pengaruh apa pun."Charlotte, kamu masih nggak ngerti? Orang-orang ini nggak peduli dengan kebenaran lagi. Mereka sudah dibutakan oleh keuntungan. Kebenaran apanya? Semua itu hany
"Eh?" Ekspresi Bertrand, Kitron, dan Benigno berubah drastis dan tanpa sadar mundur beberapa langkah. Pada saat ini, mereka merasa terancam hingga berkeringat dingin dan merinding. Bisa dibilang, meskipun ketiganya tidak mati karena serangan Harsa, mereka juga akan terluka parah."Tuan Harsa, kamu sebaiknya jangan bertindak sembarangan. Kalau kamu bertindak, kamu juga akan mati!" kata Bertrand memperingatkan."Aku memang sudah akan mati. Kalau aku bisa mengalahkan kalian bertiga sebelum aku mati, aku merasa sangat beruntung," kata Harsa dengan tatapan yang tajam.Mendengar perkataan itu, ketiganya mengernyitkan alisnya dengan ekspresi yang muram. Mereka tidak bersedia menemani si gila itu mengorbankan nyawanya.Bertrand tiba-tiba mengubah topik pembicaraannya, "Tuan Harsa, kalau kamu nggak peduli dengan dirimu sendiri, kamu juga harus memikirkan putrimu, 'kan? Begini saja. Aku berjanji akan melepaskan putrimu, tapi kamu yang sudah kesurupan ini harus mati!""Benar! Asalkan kamu mati, p
"Ayah?" Melihat Harsa yang sudah mati, Charlotte tertegun sejenak dan air matanya terus mengalir."Ayah! Bangun ... bangunlah! Ayah!" teriak Charlotte dengan keras. Dia memeluk jasad ayahnya dengan erat dan hatinya terasa sangat sakit. Air mata dari kedua matanya yang bercampur dengan darah, perlahan-lahan mengalir ke wajahnya. Dia tidak berani percaya dan juga tidak bisa menerima keluarga satu-satunya mati begitu saja. Mulai dari saat itu, hanya tertinggal dia seorang diri. Pada saat itu, dia seolah-olah terjatuh ke dalam jurang dan kegelapan tak berujung hingga seluruh dunianya menjadi gelap.Melihat jasad Harsa, Bertrand tertawa terbahak-bahak. "Hahaha ... orang itu akhirnya sudah mati! Bagus! Baguslah! Monster jahat itu pantas mati!""Apa itu Lima Master? Apa itu Penguasa Lautan? Pada akhirnya, dia juga nggak akan terhindar dari kematian!" kata Kitron sambil tersenyum sinis. Kematian Harsa membuat hatinya yang gelisah akhirnya merasa lega."Semuanya berakhir dengan baik." Benigno m
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N