Dean memegang kedua bahu wanita itu, lalu menjauhkan darinya, membuat wanita itu nampak terheran.“Kenapa kau bisa di sini?” “Aku merindukanmu, Kak.”Dean menoleh ke kanan dan ke kiri, kemudian menarik masuk wanita yang tadi memeluknya. Sesampai di dalam, dia melirik pada asistennya yang nampak berdiri di dekat sofa single.“Maafkan, saya Tuan.” Nolan berucap dengan kepala tertunduk ketika mendapatkan lirikan tajam dari tuannya.“Kak Dean, jangan menyalahkan Kak Nolan. Aku yang memaksanya untuk memberitahukan nama hotel tempatmu menginap,” sela wanita itu manja, membua Dean seketika beralih menatap wanita yang bernama Karin itu.“Kembalilah, jangan mengacau di sini. “ Usai mengatakan itu, Dean beralih pada asistennya dan berkata, “Antarkan dia ke bandara. Pastikan sampai dia masuk ke dalam pesawat.”Mendengar Dean mengusirnya, wanita berumur sekitar 23 tahun nampak mengerucutkan bibir dengan wajah kesal. “Kak, aku tidak mau kembali.”Dean yang baru saja akan melangkah menuju pintu, s
Tidak ada pembicaraan apa pun sampai mereka tiba di tujuan. Keduanya nampak berhenti di dekat dermaga sungai Seine yang berada di dekat menara yang menjadi icon negara tersebut. ."Kita akan naik ini?" tunjuk Lucia pada kapal besar yang ada di hadapannya."Hmmm."Keduanya pun berjalan menuju dermaga diikuti oleh Nolan di belakang. Mereka akan melakukan perjalanan menyusuri sungai Seine menggunakan kapal pesiar. Dean sengaja memesan paket makan malam VIP untuk keduanya agar mendapatkan viw yang bagus.Layanan VIP menawarkan tempat duduk istimewa di bagian depan perahu di meja bundar, beserta segelas sampanye sebagai minuman beralkohol yang disajikan dengan hidangan pembuka, hidangan utama, serta hidangan penutup. Ada juga sajian anggur mahal, air mineral, kopi, dan juga minuman bersoda.Perjalanan itu, di mulai dari kaki Menara Eiffel untuk pelayaran makan malam di sungai Seine. Pemandangan yang bisa dilihat adalah Menara Eiffel, Invalides, Parlemen, museum Orsay, Institut de France, N
Setelah merasa puas berjalan-jalan di sekitar menara tersebut, Lucia memutuskan untuk mengajak Dean kembali ke hotel. Selain karena sudah larut malam, dia juga merasa kasihan pada suaminya.Meskipun, Dean tidak mengatakan apa pun. Namun, Lucia tahu pria itu sejak tadi sedang menahan dingin. Wajah dan hidungnya saja sudah terlihat sangat memerah. Bahkan lengan yang tidak tertutupo oleh kain juga ikut memerah. Apalagi, warna kulih Dean putih. Jadi, wajahnya terlihat sangat pucat, seperti tidak dialiri oleh darah. Karena merasa kasihan pada suaminya, Lucia pun akhirnya melepas coat milik suaminya dan berniat untuk mengembalikannya. Namun, ditolak oleh Dean. Dia justru kembali memakaikan coat itu padanya. Lucia pun tidak menolak lagi, karena percuma saja dia menolak, Dean tetap akan memaksanya untuk memakai coat itu.Ketika Dean sedang membenahi coat di tubuh Lucia, tiba-tiba saja ada yang memanggil nama istrinya. Keduanya pun serempak menoleh ke belakanh dan melihat seorang pria tinggi y
"Terima kasih." Dean mengecup dahi Lucia dan mendekap erat tubuh istrinya setelah mereka selesai melepas peluh. "Tidurlah, kau pasti lelah."Diperlakukan begitu lembut oleh Dean, membuat hati Lucia menghangat. Begitu mengingat apa yang baru saja mereka lakukan, wajahnya seketika merona. Tiba-tiba saja dia merasa sangat malu ketika kembali terbayang hal itu. Apalagi, ketika mengingat dirinya begitu menikmati setiap sentuhan yang Dean berikan pada tubuhnya tadi."Aku belum mengantuk."Bagaimana bisa dia tertidur, jika sejak tadi, dia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari aktifitas yang baru saja mereka lakukan. Ini kedua kalinya, Dean menyentuhnya dengan lembut, seolah pria itu melakukannya dengan cinta, bukan sekedar menyalurkan kebutuhan biologisnya semata."Pejamkan matamu, kau pasti akan tertidur nanti." Dean berkata dengan lembut, masih dengan mendekap Lucia dalam pelukannya. Lucia nampak tertegun. Dia sepertinya heran dengan sikap Dean yang tiba-tiba berubah menjadi lembut. Wala
Mendengar itu, Dean seketika mengangkat kepalanya. Ditatapnya wajah cantik Lucia yang terlihat kecewa. "Tidak bisakah kau memaafkan aku?" "Dean, jika kau jadi aku, apa kau bisa semudah itu memaafkan orang yang begitu kau percaya akan melindungimu, tapi ternyata menjadi orang yang paling menyakitimu?"Dean sudah menebak dari awal, kalau Lucia pasti membecinya. Itu sebabnya, Lucia tidak pernah menghubunginya setelah kembali ke kota Y. Sepertinya, Lucia menikah dengannya, karena terpaksa. "Jadi, kau tidak mau memaafkanku?" Tatapan Dean mengunci wajah mungil Lucia lalu berkata, "Apa jangan-jangan kau sengaja menerima pernikahan ini untuk menyiksaku dengan rasa bersalah?"Lucia nampak bungkam. Namun, pandangannya tidak lepas dari Dean."Karena kau merasa sakit hati dengan perbuatanku dulu. Jadi, sekarang kau ingin membalas dendam padaku?" Wajah Dean terlihat datar. Namun, selintas ada kekecewaan yang sempat Lucia tangkap ketika Dean mengajukan pertanyaan tersebut."Dean, perbuatanmu dulu
"Jawab Lucia, apa kau masih mencintaiku?" Dean kembali mengulang pertanyaannya, karena Lucia tidak kunjung menjawab sejak tadi. "Atau sudah ada pria lain yang menempati hatimu?"Lucia menelan salivanya dengan susah payah ketika melihat tatapan menuntut dari Dean. "Aku-aku ..." Dia kembali terdiam dengan kepala tertunduk."Baik, jika kau tidak bisa menjawabnya, akan kucari jawabannya dengan cara lain."Mendengar itu, Lucia seketika mengangkat wajahnya hingga dia kembali bertatapan dengan Dean."Jika kau tidak mencintaiku lagi, kau bisa menolakku kali ini." Dean merengkuh pinggang Lucia dan menarik ke arahnya hingga kedua tubuh mereka kembali menempel. "Tapi, jika kau tidak menolak sentuhanku, maka kuanggap kau masih mencintaiku."Belum juga Lucia sempat memberikan respon atas ucapan Dean, suaminya itu sudah menyatukan bibir keduanya.Setelah 5 menit berlalu, Lucia tidak juga menolak dan mendorongnya menjauh, Dean pun menarik sudut bibirnya disela-sela pagutannya dengan perasaan senang.
"Cemburu dengan mereka?" tanya Dean dengan tatapan lekatnya. Sudut bibirnya tertarik ketika melihat wajah Lucia nampak memerah."Tidak," elak Lucia seraya memalingkan wajahnya ke samping.Dean menangkup wajah Lucia, lalu berkata, "Kukatakan sekali lagi padaku, aku hanya mencintaimu. Mereka tidak berarti apa-apa untukku. Kau harus ingat itu."Wajah Lucia semakin merona. Melihat itu, Dean tidak tahan untuk mencium bibirnya. "Jangan tampilkan wajah seperti itu. Kau sama saja memancingku." Setelah itu, dia menjauhkan wajah setelah melumat singkat bibir istrinya hingga membuat wajah Lucia semakin merona. "Cepat keluar, sebelum aku berubah pikiran."Dia bisa saja menerkam istrinya kembali jika terus berada di dalam kamar mandi itu. Dean melangkah keluar dari kamar mandi, meninggalkan Lucia yang nampak masih mematung di tempat dengan ekspresi bingung.“Cepatlah, jika tidak, aku akan masuk kembali.”Lusia bergegas turun dan merapihkan rambutnya. Sudah tidak ada waktu lagi untuk menyemarkan b
"Masih lelah?" tanya Dean sembari menunduk menatap istrinya yang masih memejamkan mata. Lucia hanya mengangguk sebagai jawaban, dia semakin membenamkan wajah di dada suaminya ketika rambutnya dibelai dengan lembut. Nampaknya, Lucia masih betah berada di pelukan suaminya dan enggan untuk membuka mata."Maaf. Karena terlalu menahannya. Jadi, aku tidak bisa mengendalikan diriku."Bagaimana tidak, selama 3 tahun dia menahannya. Tidak pernah sekali pun dia mau menyentuh wanita lain, walaupun hasratnya sudah berada di puncak. Padahal, kalau dia mau, banyak sekali wanita yang secara suka rela menyerahkan tubuh mereka padanya. Bahkan banyak yang berusaha menggoda Dean secara terang-terangan. Namun, tidak pernah sekali pun Dean tergoda oleh mereka. Dia justru merasa jijik. Sudah banyak yang berusaha mendekatinya. Namun, tidak ada yang berhasil. Jangan wanita lain, Rebecca yang sudah jelas memiliki kecantikan di atas rata-rata saja ditolak mentah-mentah oleh Dean. Sepertinya, malam yang suda