Pukul 20.00 malam, Braga berjalan kaki memasuki area perumahan. Wajahnya tampak kusut sekali. Rambut dan pakaiannya sudah berantakan dan sedikit bau. Itu karena ia sempat frustrasi saat dimasukkan ke dalam sel tahanan, sebelum kedua orang tuanya datang dengan membawa pengacara baru.Berkat bantuan dari orang tuanya, Braga bisa terbebas lagi dari jeratan hukum. Orang tuanya menjaminkan diri dan berjanji anaknya tidak akan mengulangi hal tersebut. Entah bagaimana cara orang tua Braga meyakinkan polisi untuk membebaskan anak mereka.Di perjalanan pulang, Braga sempat mendapatkan omelan dari orang tuanya. Mereka kesal karena sifat Braga masih saja seperti dulu. Melakukan tindakan bodoh yang justru merugikan dirinya sendiri."Papa nggak mau tahu, pokoknya ini yang terakhir kali kamu berurusan sama polisi! Kami udah jadi jaminan buat kamu!""Dengar itu, Braga!""Iya, Pa, Ma," jawab Braga sedikit kesal.Dan sampailah Braga di perumahan itu dengan wajah masam karena orang tuanya enggan mengan
Rossa tampak meringis sambil memegangi siku tangan kanannya yang sedikit terluka karena didorong oleh Braga sampai terjatuh. Ada sedikit memar di sana. Rossa kembali memanggil Braga sambil mengetuk pintu rumah itu dengan kuat. Berharap orang di dalam akan merasa kebisingan dan akhirnya keluar."Braga, buka pintunya! Kita belum selesai bicara!" teriak Rossa. "Beneran aku aduin ke Mama ya! Dan resikonya, kontrak kerjasama perusahaan kita dibatalkan!"Pintu dibuka dengan kasar. Wajah Braga semakin merah padam karena amarah yang membuncah. Kedua tangan mengepal sempurna. Dan setelah itu, tanpa diduga, Braga meninju pintu rumahnya sendiri sampai rusak.Rossa terkejut dan mematung. Ia tidak menyangka Braga akan melukai tangannya sendiri dengan cara seperti itu. "S-Sayang, tangan kamu-""Kenapa?! Itu kan yang lo mau, hah?!" bentak Braga."Nggak gitu, Sayang.""Nggak usah panggil gue dengan sebutan itu! Gue bukan tunangan lo lagi! Pergi dari sini sebelum gue panggil satpam buat ngusir lo!""T
Rossa tiba di depan sebuah gedung besar yang di depannya bertuliskan PT. Derilya Group. Perusahaan itu milik ayah kandung Rossa. Derilya sendiri merupakan nama belakang Rossa dan nama itu dijadikan sebagai nama perusahaan yang dibangun oleh ayah kandung Rossa. Ayah kandung Rossa bernama Gunarto Aditama. Perusahaan itu akan diwarisi Gunarto pada Rossa, sekaligus putri semata-wayangnya.Rossa berjalan memasuki perusahaan itu dengan wajah yang sedikit angkuh. Kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. Bentuk tubuh yang begitu langsing membuat para karyawan pria tertarik untuk melihatnya, tanpa berkedip sedikitpun.Tujuannya datang ke perusahaan itu hanya ingin menemui Gunarto. Rossa ingin menyampaikan perilaku Braga yang telah memutuskan hubungan secara sepihak. Padahal pernikahan dirinya dan Braga akan dilangsungkan dua bulan lagi.Rossa membuka pintu ruangan Gunarto dan melihat Gunarto sedang sibuk menandatangani berkas. Ada sang sekretaris, berdiri di samping kanan Gunarto. Wanit
Dua hari berikutnya, Rossa mendatangi rumah Ileana di malam hari, tepat pukul 20.00 malam. Berbekal informasi yang didapatkan dari Haikal, Rossa memberanikan diri untuk menemui wanita yang menjadi penyebab dirinya putus dengan Braga.Rossa turun dari mobil, lalu menekan bel di dekat pagar rumah yang terkunci. Rossa menekan beberapa kali, sampai akhirnya Bi Tuti keluar untuk membukakan pagar."Maaf, Mbak. Cari siapa ya?" tanya Bi Tuti."Aku mau cari Ileana. Di ada di rumah, kan?"Bi Tuti mengangguk. "Ada, Mbak. Ayo, silahkan masuk."Rossa masuk ke dalam setelah Bi Tuti membuka pagar. Setelah berada di dalam rumah, Rossa dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu, sementara Bi Tuti bergegas memanggil Ileana yang berada di kamar.Bi Tuti mengetuk pintu kamar majikannya lalu berkata, "Mbak Ilea, ini ada tamu."Pintu terbuka dan menampilkan Ileana yang sudah memakai piyama tidur berwarna biru. "Siapa, Bi?""Bibi juga nggak tahu, Mbak. Dia cari Mbak Ilea katanya," jawab Bi Tuti."Udah disuruh m
Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Braga saat bertemu dengan orang tuanya di restoran. Alasan sang ayah menampar Braga karena kecewa pada sikap anaknya itu. Ayah kandung Braga, Mahendra Sudarman, merasa geram dan telah dipermalukan oleh Braga. Ia tak tahu lagi bagaimana cara mendidik Braga menjadi lebih baik.Braga masih mengalihkan pandangan sambil mengusap pipi kanannya yang terasa perih. Ia masih bersikap angkuh dan terlihat masa bodoh dengan masalah yang ia hadapi saat ini."Udah berapa kali Papa bilang, jangan buat malu Papa sama Mama lagi!" teriak Mahendra geram. Tak peduli dengan tatapan beberapa pengunjung restoran yang memang duduk di meja VVIP, sama seperti Mahendra saat ini. "Papa udah malu sama Pak Gunarto karena ulah kamu!"Braga mendecih. "Apaan sih? Biasa aja, Pa. Bagus dong kalau mereka tahu soal latar belakang aku. Kenapa harus malu? Kan memang itu udah terjadi."Plak!Satu tamparan lagi kembali mendarat di pipi kanan Braga. Mahendra tidak mampu mengendalikan
Setelah berdebat cukup panjang dengan Braga, Davie dan Ileana memutuskan untuk masuk ke dalam restoran. Meninggalkan Braga yang masih saja mengoceh di depan restoran sambil menunjuk ke arah pasangan suami istri itu. Ileana sempat menoleh ke belakang, kemudian menggelengkan kepala. Merasa heran dengan tingkah laku Braga yang tak pernah berubah. Sikap tempramental itulah menjadi penyebab meninggalnya Yoanna beberapa tahun silam.Davie memilih tempat duduk yang berada di dekat jendela agar bisa melihat pemandangan luar. Pasangan itu duduk berhadapan sambil memesan beberapa menu spesial yang ada di restoran tersebut. Setelah itu, Davie izin pergi ke toilet sebentar pada Ileana."Aku ke toilet bentar ya, Sayang," pamit Davie."Iya, Mas. Jangan lama-lama.""Iya, Sayang."Davie bergegas pergi menuju toilet pria. Ia masuk ke dalam untuk menuntaskan hajatnya. Setelah selesai, Davie mencuci tangan terlebih dulu sebelum keluar dari toilet.Beberapa saat kemudian, Davie yang baru saja keluar dari
Rossa membatalkan penerbangannya menuju New York karena masih memiliki misi lain. Mengejar Davie. Ia sudah mengumpulkan banyak informasi tentang pria itu sejak pertemuannya kemarin siang dengan Davie. Rossa sudah tidak berminat lagi pada Braga. Pria kurang ajar itu sudah Rossa blacklist dalam kehidupannya."Kamu serius nggak jadi ke New York?" tanya Gunarto saat berada di kantor."Aku serius, Pa. Ada misi yang harus aku selesaikan di sini."Gunarto mendecak kesal. "Ros, berhenti ngelakuin itu. Kamu bisa buat Papa malu. Gimana kalau media sebarin berita tentang kamu yang jadi pelakor? Karir kamu bisa hancur.""Papa tenang aja. Aku nggak masalah soal karir itu karena Davie punya perusahaan di bidang manufaktur dan keuntungan perusahaan pasti besar. Semua informasinya udah aku dapat dari Om Haikal," ujar Rossa."Ya ampun. Tapi dia anak dari seorang pembunuh, Rossa. Kamu nggak bisa nikah sama dia. Latar belakang keluarganya aja udah bermasalah."Rossa mendengus pelan sambil berkata, "Dia
Rossa melangkah lemas menuju ruang keberangkatan malam ini. Gunarto kembali memesankan tiket penerbangan malam menuju New York. Tujuan Gunarto agar putrinya itu tidak bertindak bodoh. Rossa hampir saja terjebak oleh niatan buruknya. Itu sebabnya Gunarto bersikap keras."Kabari Papa ya!" seru Gunarto saat Rossa hampir masuk ke ruang keberangkatan.Rossa mengangguk perlahan dan tersenyum getir. Ingin rasanya menangis, namun air mata tak mampu menetes. Harapan yang ia bangun, mendadak hilang hanya karena tentangan dari Gunarto. Di mata Rossa, Davie adalah pria idaman. Ia bisa melihat bagaimana rasa sayang Davie pada Ileana. Itu terbukti dari sikapnya yang berusaha menghindar saat Rossa dekati. Dan karena hal itu pula, Rossa jatuh hati pada Davie.Wanita itu masuk ke dalam pesawat yang sebentar lagi akan take off. Rossa membuang napas perlahan saat duduk di kursi penumpang eksklusif. Beberapa saat lagi, ia akan meninggalkan Indonesia demi menuruti keinginan Gunarto.Menjadi miskin tidak p