Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipi Braga saat bertemu dengan orang tuanya di restoran. Alasan sang ayah menampar Braga karena kecewa pada sikap anaknya itu. Ayah kandung Braga, Mahendra Sudarman, merasa geram dan telah dipermalukan oleh Braga. Ia tak tahu lagi bagaimana cara mendidik Braga menjadi lebih baik.Braga masih mengalihkan pandangan sambil mengusap pipi kanannya yang terasa perih. Ia masih bersikap angkuh dan terlihat masa bodoh dengan masalah yang ia hadapi saat ini."Udah berapa kali Papa bilang, jangan buat malu Papa sama Mama lagi!" teriak Mahendra geram. Tak peduli dengan tatapan beberapa pengunjung restoran yang memang duduk di meja VVIP, sama seperti Mahendra saat ini. "Papa udah malu sama Pak Gunarto karena ulah kamu!"Braga mendecih. "Apaan sih? Biasa aja, Pa. Bagus dong kalau mereka tahu soal latar belakang aku. Kenapa harus malu? Kan memang itu udah terjadi."Plak!Satu tamparan lagi kembali mendarat di pipi kanan Braga. Mahendra tidak mampu mengendalikan
Setelah berdebat cukup panjang dengan Braga, Davie dan Ileana memutuskan untuk masuk ke dalam restoran. Meninggalkan Braga yang masih saja mengoceh di depan restoran sambil menunjuk ke arah pasangan suami istri itu. Ileana sempat menoleh ke belakang, kemudian menggelengkan kepala. Merasa heran dengan tingkah laku Braga yang tak pernah berubah. Sikap tempramental itulah menjadi penyebab meninggalnya Yoanna beberapa tahun silam.Davie memilih tempat duduk yang berada di dekat jendela agar bisa melihat pemandangan luar. Pasangan itu duduk berhadapan sambil memesan beberapa menu spesial yang ada di restoran tersebut. Setelah itu, Davie izin pergi ke toilet sebentar pada Ileana."Aku ke toilet bentar ya, Sayang," pamit Davie."Iya, Mas. Jangan lama-lama.""Iya, Sayang."Davie bergegas pergi menuju toilet pria. Ia masuk ke dalam untuk menuntaskan hajatnya. Setelah selesai, Davie mencuci tangan terlebih dulu sebelum keluar dari toilet.Beberapa saat kemudian, Davie yang baru saja keluar dari
Rossa membatalkan penerbangannya menuju New York karena masih memiliki misi lain. Mengejar Davie. Ia sudah mengumpulkan banyak informasi tentang pria itu sejak pertemuannya kemarin siang dengan Davie. Rossa sudah tidak berminat lagi pada Braga. Pria kurang ajar itu sudah Rossa blacklist dalam kehidupannya."Kamu serius nggak jadi ke New York?" tanya Gunarto saat berada di kantor."Aku serius, Pa. Ada misi yang harus aku selesaikan di sini."Gunarto mendecak kesal. "Ros, berhenti ngelakuin itu. Kamu bisa buat Papa malu. Gimana kalau media sebarin berita tentang kamu yang jadi pelakor? Karir kamu bisa hancur.""Papa tenang aja. Aku nggak masalah soal karir itu karena Davie punya perusahaan di bidang manufaktur dan keuntungan perusahaan pasti besar. Semua informasinya udah aku dapat dari Om Haikal," ujar Rossa."Ya ampun. Tapi dia anak dari seorang pembunuh, Rossa. Kamu nggak bisa nikah sama dia. Latar belakang keluarganya aja udah bermasalah."Rossa mendengus pelan sambil berkata, "Dia
Rossa melangkah lemas menuju ruang keberangkatan malam ini. Gunarto kembali memesankan tiket penerbangan malam menuju New York. Tujuan Gunarto agar putrinya itu tidak bertindak bodoh. Rossa hampir saja terjebak oleh niatan buruknya. Itu sebabnya Gunarto bersikap keras."Kabari Papa ya!" seru Gunarto saat Rossa hampir masuk ke ruang keberangkatan.Rossa mengangguk perlahan dan tersenyum getir. Ingin rasanya menangis, namun air mata tak mampu menetes. Harapan yang ia bangun, mendadak hilang hanya karena tentangan dari Gunarto. Di mata Rossa, Davie adalah pria idaman. Ia bisa melihat bagaimana rasa sayang Davie pada Ileana. Itu terbukti dari sikapnya yang berusaha menghindar saat Rossa dekati. Dan karena hal itu pula, Rossa jatuh hati pada Davie.Wanita itu masuk ke dalam pesawat yang sebentar lagi akan take off. Rossa membuang napas perlahan saat duduk di kursi penumpang eksklusif. Beberapa saat lagi, ia akan meninggalkan Indonesia demi menuruti keinginan Gunarto.Menjadi miskin tidak p
Malam berikutnya, tepat pukul 20.00 malam, Davie izin pada Ileana untuk pergi sebentar menghadiri pertemuan penting yang diadakan oleh investor. Sejujurnya, Davie ingin menolak hadir di pertemuan itu, namun tidak enak pada Rudy yang telah banyak berjasa dalam memajukan perusahaan. Acara itu dibuat bertujuan untuk merayakan keberhasilan Davie dalam mempertahankan perusahaan agar tidak gulung tikar.Davie mengenakan jas berwarna hitam sambil merapikannya di depan cermin. Ia memastikan penampilannya rapi atau tidak. Sedangkan Ileana memperhatikan Davie sambil duduk di tepi kasur."Sayang, udah rapi belum?" tanya Davie sambil menunjukkan penampilannya pada Ileana."Udah kok, Mas. Kamu tampan banget malam ini," puji Ileana.Davie tersenyum malu. "Masa sih?""Iya, Mas. Kamu emang selalu tampan sih. Nggak heran kalau Rossa sampai kepincut sama kamu."Davie menghela napas panjang. "Kalau gitu, aku nggak mau jadi tampan deh.""Loh, kenapa?""Biar nggak ditaksir sama cewek lain, selain kamu."I
Ileana memarkirkan mobil di depan salah satu hotel yang menjadi tempat pertemuan Davie dengan para investor. Dengan jantung yang berdegup kencang, Ileana meyakinkan diri untuk masuk ke dalam hotel dan menghampiri meja resepsionis."Permisi, Mbak," sapa Ileana sopan."Iya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis bernama Mozza itu."Saya mau tanya, apa bener ada acara pertemuan di sini semalam?"Mozza lantas mengangguk. "Ada, Mbak. Tapi pertemuannya udah selesai dari jam sebelas, Mbak. Semua tamu undangan udah pulang, kecuali satu orang.""Boleh saya tahu siapa satu orang itu, Mbak?" tanya Ileana penasaran.Detak jantung Ileana semakin tak karuan ketika Mozza menyebutkan nama lengkap suaminya. "Namanya Davie Valerian, Mbak."Seketika tubuh Ileana melemas. Ternyata suaminya menginap di hotel tanpa memberi kabar padanya. Ada apa ini? Kenapa sikap Davie mendadak berubah?"Maaf, Mbak. Kalau boleh tahu, ada apa ya?" tanya Mozza bingung."Ehm, itu suami saya, Mbak. Dia nggak pulang
"Bohong!"Davie meremas rambutnya. Ia tampak frustrasi dengan semua ini. "Kamu bohong! Aku nggak ada kasih uang apapun sama kamu!""Loh, terus ini uang apa? Kamu kan mabuk. Jadi kamu nggak ingat pas kasih uang ini," ujar Widi sambil berjalan ke arah Davie.Davie mengarahkan tangannya ke depan. Mengisyaratkan Widi untuk tidak mendekatinya. "Jangan dekati aku!" teriaknya."Kenapa sih galak banget? Padahal semalam kamu romantis sama aku. Kita udah bercinta dua kali loh. Soal istri kamu nggak usah dipikirin. Tinggalin aja dia. Terus kita nikah. Beres, kan?"Davie yang sudah gelap mata, mendekati Widi dan menarik rambut panjang terurai itu. Widi sampai mendongak ke atas karena tarikan kuat di rambutnya."Jaga omongan kamu!" teriaknya di telinga Widi. "Aku cinta sama istri aku. Dan aku nggak mungkin pisah dari dia. Sedangkan kamu, aku sendiri nggak tahu siapa kamu. Bahkan nama kamu aja aku nggak tahu!""Awh! Lepasin!""Sekarang, kasih tahu siapa yang nyuruh kamu buat jebak aku!""Aku nggak
Ileana melajukan mobil entah kemana. Sudah setengah jam ia berada di jalan, setelah pergi meninggalkan Davie bersama wanita selingkuhannya di hotel itu. Ia tak tahu harus apa. Dikhianati itu rasanya sangat sakit. Hal inilah yang paling ditakutkan Ileana saat hendak menjalin hubungan serius. Dan sekarang hal buruk itu terjadi padanya. Pria yang ia percaya justru mengkhianatinya.Ileana terus menangis di sepanjang perjalanan. Tak tahu sekarang ini ia melintas di daerah mana. Yang jelas ia hanya ingin berkeliling, menumpahkan segala kesedihannya sendirian.Hingga fokusnya terpecah saat sorot lampu sebuah mobil dari arah berlawanan membuatnya terpaksa membanting setir ke kiri untuk menghindari kecelakaan. Mobilnya sudah berada di tepi jalan. Untunglah dirinya masih diberi keselamatan. Tidak terjadi apa-apa.Ileana mengatur napas sejenak sambil bersandar di kursi. Air mata masih tetap berlinang di pipi. Sampai akhirnya ada suara ketukan dari jendela mobilnya. Ileana menoleh dan langsung me