Share

Bab 6. Firasat Seorang Ibu

Penulis: Nuraselina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-17 13:03:37

Lula menatap punggung Edna yang kian menjauh. Kemudian wanita itu mengusap wajah dengan kedua tangan, tubuhnya luruh ke lantai dengan kaki berlipat. Ia menunduk, menangis, meraung dan memukuli perutnya dengan frustasi.

“M-mas… Benarkah aku mandul? Kenapa kamu nggak ngasih tau aku?” lirihnya terasa perih di hati.

Lula mengatur napas yang tersengal, ia menegapkan tubuh dan hendak menelepon Arhan untuk memastikan semuanya. Namun pergerakan itu terhenti kala mengingat sikap acuh Arhan padanya kemarin. Lula kembali tertawa dan menangis seperti orang gila. “Pantas kemarin sikap kalian berdua berubah, tapi apa harus sekeji ini menjualku ke orang lain?” ucapnya.

“M-mas… apa kamu tahu apa yang dilakukan Mami padaku? Apa kamu juga menginginkan itu Mas?” Lula terus melontarkan pertanyaan yang sudah pasti tak akan mendapat balasan.

Lula menegapkan tubuh, ia menggelengkan kepala kala mengingat sikap hangat Arhan sebelum berangkat ke Bali. Bahkan ketulusan itu masih bisa ia lihat dan rasakan saat Arhan melakukan panggilan telepon beberapa menit lalu. “Tidak… Mas Arhan pasti tidak tahu, dia pasti tidak akan mungkin tega melakukan itu. Kemarin Mami juga sempat mengancamku untuk tidak memberitahu Mas Arhan,” Lula meremas ponselnya dengan erat hingga buku jarinya memerah.

Lula beranjak dari tempatnya, ia membersihkan diri dan mengangganti pakaiannya. Langkah wanita itu pun terasa berat saat melintasi Edna yang kini sedang berada di ruang keluarga. Wanita paruh baya itu tengah asik meminum kopi sambil membaca majalah fashion kesukaannya. Edna tak menoleh sedikitpun pada Lula yang melintasinya. Hal itu membuat Lula merasa seperti orang asing di rumah yang beberapa tahun ini menjadi tempat berteduhnya.

Lula mulai melakukan apa yang diperintahkan oleh Edna tanpa mengeluh. Lama ia berkutat di dapur hingga masakan yang telah dibuatnya matang. Dengan cepat Lula menyajikan makanan tersebut di meja makan, lalu memberitahu Edna jika makanan tersebut telah siap untuk disantap.

“Mau apa kamu?” tanya Edna saat Lula menduduki kursi yang biasa ia tempati.

Lula menghentikan pergerakannya dengan kedua tangan di atas meja, pandangannya lekat pada wajah Edna yang memandangnya dengan sinis. “Mau makan, Mi,” balasnya.

“Kamu makan di dapur, aku nggak mau liat muka kamu,” perintah Edna dengan sarkas, benar-benar memperlakukan Lula layaknya pembantu.

Lula mengangguk tanpa membantah, anggap saja ia bodoh karena mau menuruti permintaan mertuanya. Tapi percayalah, rasa cintanya pada Arhan begitu besar hingga ia takut pernikahan mereka kandas. Lula memakan sarapannya di dapur seperti yang diperintahkan Edna. Nasi serta lauk pauk itu terasa sulit sekali ditelah oleh Lula karena kesedihan yang masih bersemayam di hati. Begitu selesai Lula langsung mengambil alat kebersihan rumah, kemudian melintasi Edna yang kini sudah berada di ruang keluarga.

“Kamu mau apa?” tanya Edna sarkas.

“Mau bersihin rumah, Mi,” balas Lula membuat Edna tersenyum.

“Ternyata kau masih patuh padaku, baiklah. Letakkan alat pembersih itu, aku hanya mengujimu.”

Perkataan Edna membuat Lula terkejut, ia tak mengerti dengan jalan pikiran Edna. ‘Sebenarnya apa yang diinginkan Mami?’ batin Lula bingung.

“Kenapa bengong di sana? Cepat kembalikan ke tempatnya semula, setelah itu kamu istirahat,” tanya Edna membuat Lula tersenyum canggung.

“Iya, Mi,” balas Lula.

Akhirnya Lula mengembalikan alat kebersihan itu ke tempatnya semula. Ia masih terkejut dengan perubahan sikap Edna yang terbilang cepat. Namun Lula mencoba bersikap abai, ia kembali ke kamarnya dan mengistirahatkan diri di sana sambil memandangi wajah Arhan yan ada di ponselnya.

*

*

*

“Mas Arhan kenapa nggak ngasih kabar lagi ya? Apa mungkin dia masih sibuk?” gumam Lula merindukan suaminya.

Lula memainkan ponselnya, ia juga merindukan Ibu yang berada di kampung halaman. Lula ingin sekali menelepon sang Ibu, namun wanita itu merasa gamang. Keadaannya saat ini sedang tidak baik-baik saja, ia takut menangis saat berbicara dengan ibunya.

Namun Tuhan nampaknya menyalurkan rasa rindu itu pada wanita tua yang dirindukan Lula. Ponsel Lula berdering, menampakkan nama sang Ibu yang sangat ia cintai. “Ibu,” gumamnya.

Beruntung sang Ibu hanya melakukan panggilan biasa, bukan panggilan video yang biasa mereka lakukan. Lula bisa bernapas lega, tak harus menampakkan wajah sedihnya di hadapan sang Ibu. Wanita itu tak bisa menatap wajah sang Ibu karena bisa dipastikan akan menangis dan tak bisa menutupi masalahnya.

“Assalamuallaikum, Bu,” sapa Lula begitu panggilan terhubung.

“Waalaikum salam, sayang. Kamu gimana kabarnya?” tanya Ibu Lula.

Lula tersenyum getir sambil meremas selimut. “Alhamdulliah baik, Bu,” balasnya berusaha tenang.

“Alhamdulillah, perasaan Ibu kok dari semalam nggak enak. Kepikiran kamu terus, mungkin karena Ibu kangen ya… Kamu kapan ke sini? Katanya mau liat ponakan baru. Ibu kangen banget sama kamu, La," tanya Ibu Lula membuat Lula kembali bersedih.

Lula sempat menjauhkan ponsel dari wajahnya. Ia menutup mulut dengan telapak tangannya karena tak bisa menahan isak tangis. Kata semalam yang disebutkan sang Ibu membuatnya kembali mengingat malam nahas tersebut. Ia membungkam mulut karena merasa sesak, lalu menghela napas berulang kali agar mendapatkan ketenangan.

“La, kok kamu diem aja?” tanya Ibu Lula yang masih bisa didengarnya.

Lula langsung menghapus air matanya. Ia berusaha tersenyum meski sang Ibu tak bisa melihatnya. “I-ini Bu, tadi Lula lagi ambil minum," balasnya beralasan. “InsyhaAllah sore ini Lula berangkat, Bu. Tapi Mas Arhan nggak bisa ikut, dia lagi ada kerjaan di Bali,” sambungnya berusaha tenang.

‘Ya, lebih cepat lebih baik. Aku takut Mami melakukannya lagi, sebaiknya sekarang saja,’ batin Lula.

“Yaudah kalo gitu, Ibu tunggung ya. Kamu hati-hati di jalan, kalau sudah mau sampai kabarin,” balas Ibu Lula.

“Iya Bu, kalau gitu Lula tutup dulu ya, Lula mau kemasin barang-barang dulu."

“Iya Nak,” balas Ibu Lula dengan nada tak biasa, nampak terdengar ada keraguan untuk menutup panggilan tersebut.

Akhirnya Lula yang berinisiatif untuk memutuskan sambungan telepon tersebut. Wanita itu langsung bergegas ke tempat penyimpanan pakaiannya. Ia mengambil koper dan memasukkan keperluannya dengan gerakan cepat. Bahkan Lula tak merapikan isi koper, memasukkan bajunya dengan tergesa-gesa dan langsung keluar dari kamar.

“Semoga Mami nggak liat,” gumamnya sambil mengintai sekitar.

Lula berjalan dengan mengendap-endap. Namun sayang, keberuntungan tak berpihak kepadanya karena Edna kini tengah berdiri di depan Lula sambil bersedekap dada dan tersnyum manis padanya. “Kamu mau ke mana?” tanya Edna dengan penuh selidik sambil melirik koper pink yang dibawa menantunya.

“M-mau pulang kampung, Mi. Aku sudah izin ke Mas Arhan,” balas Lula tergugup sambil meremas pegangan kopernya dengan cemas.

“Biar aku yang antar,” ucap Edna masih tersenyum.

“T-tidak usah, Mi. Aku pergi sendiri saja,” tolak Lula tergugup sambil mengulas senyum paksa.

“Biar aku yang antar!” ucap Edna lagi, kali ini ia membentak Lula hingga membuat wanita itu tersentak kaget.

Bab terkait

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 7. Jebakan Ibu Mertua

    Edna menarik paksa Lula hingga wanita itu memasuki mobilnya. Lula merasa panik, ia berusaha melarikan diri namun sikap Edna kembali mengecohnya. Wanita paruh baya itu bersikap lembut, tersenyum seperti biasa hingga Lula teringat tentang kebaikan mertuanya. "Tenanglah, apa yang kau takutkan, hem? Aku hanya ingin mengantarmu, apakah ada yang salah? Aku juga ingin bertemu dengan ibumu," ucap Edna dengan nada setenang mungkin. Lula mengerenyit heran, ia memperhatikan wajah Edna dengan seksama. "T-tapi, Mi. Mami serius mau ikut ke kampung juga?" tanya Lula memastikan. Namun sedetik kemudian kening Lula mengerenyit heran, merasa curiga pada niat Edna yang sebenarnya. 'Rasanya aku tidak percaya Mami mau ke kampung. Tidak mungkin juga Mami tidak membawa pakaian ganti, atau jangan-jangan....' batin Lula kembali cemas, namun sialnya sudah terlambat karena Edna telah menjalankan mobilnya. Wanita berambut panjang itu meremas tas sambil memperhatikan jalan. Ia menoleh dan memperhatikan wajah E

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 8. Ibu Mertuaku Seperti Iblis

    "Tempat apa ini?" tanya Lula seraya memperhatikan sekitar. Rumah yang ia tapaki terlihat begitu mewah. Barang-barang yang ada di dalamnya pun nampak memukau matanya. Namun sayangnya kemewahan itu tak membuat Lula senang. Ia bergidik ngeri saat beberapa pasang pria dan wanita melintasinya sambil bercium*n. "Aku rasa kau bukan wanita bodoh, seharusnya kau tahu ini tempat apa," balas Lucia sinis. Lula menelan air liurnya sendiri. Ia pun kini telah masuk ke dalam kamar yang terlihat begitu rapi, bersih dan elagan. Sprei putih juga dekorasi serba putih telihat begitu menenangkan layaknya desain hotel mewah. Lucia mengambil pakaian dari dalam lemari dan melemparnya pada Lula. "Pakai itu, setelahnya aku akan merias wajahmu. Sepuluh menit lagi aku akan kembali," perintah Lucia lalu kekluar dari kamar Lula. Lula terperangah dengan gaun merah yang terlihat sangat minim. Gaun dengan lengan spageti, juga potongan rendah di bagian bawah membuat Lula enggan untuk memakainya. "Tidak, aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 1. Hasil Lab Yang Disembunyikan

    “Mandul?” tanya Arhan Bahtiar Rajastra pada dokter kandungan yang ada di hadapannya. Arhan Bahtiar Rajastra, pria kaya raya berusia 32 tahun. Pria tampan pemilik hidung mancung itu saat ini sedang mengambil hasil pemeriksaan kesuburan dirinya dan sang istri. Namun ia dikejutkan oleh hasil yang diberikan dokter. Pria pemilik perusahaan Datvil property itu membolakan mata dengan tangan bergetar saat memegang kertas hasil pemeriksaan. “Tidak, tidak mungkin. Ini pasti salah,” racaunya tak percaya. “Hasil pengujian ini sudah akurat, Tuan. Jika Anda masih ragu bisa lakukan pemeriksaan ulang. Tapi seperti yang Anda tahu, ini sudah yang ke tiga kalinya Anda memeriksakan kesuburan Anda dan istri,” balas Dokter di hadapannya. Arhan meremas kertas tersebut dengan rahang mengeras dan keluar dari ruangan dokter. Langkah pria itu terkesan angkuh saat meninggalkan rumah sakit sambil memegang kertas yang sangat ia benci. Arhan berkendara dengan menggila, mobil yang ia kemudikan membelah jalan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 2. Sikap Mencurigakan Ibu Mertua

    “Kenapa liatin saya kayak gitu? Heran kenapa saya bersikap seperti ini? Sia-sia saya menikahkanmu dengan Arhan, benar-benar menantu pembawa sial!” maki Edna lagi lalu pergi meninggalkan Lula yang kini tengah mematung. Lula benar-benar tak paham dengan apa yang terjadi. Kakinya nampak tak bertenaga hingga ia langsung terduduk di bangku yang ada di dekatnya. Matanya berkaca-kaca sambil menatap punggung Ibu mertua yang kian menjauh. “M-mami kenapa ngomongnya gitu? Aku salah apa?” lirihnya tak bertenaga. Tangan Lula masih bergetar, namun ia memaksakan diri untuk menormalkan kembali kondisinya. Wanita itu kembali melanjutkan langkah dengan beribu tanya di kepala. Tatapannya nampak kosong bahkan sampai masuk ke dalam kamar. Lula melihat Arhan di balkon kamar. Pria bertubuh tegap itu tengah asik menghisap rokoknya sambil menatap langit. “Ini kopinya.” Lula meletakkan kopi di meja bundar kecil yang ada di samping suaminya. Tatapan mata wanita itu masih saja hampa hingga membuat Arha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 3. Dijual Ibu Mertua

    Lagi-lagi Lula mengerenyitkan kening dengan bingung, ia sudah menajamkan pendengarannya. Namun bisikan itu hanya terdengar samar, sangat samar sampai Lula sendiri tak bisa mencernanya. Dalam hitungan detik pria itu dengan lancang merangkul pundak Lula dan mengajaknya dengan paksa. "Ayo kita masuk Baby...." ajak pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit pada Lula. "A-apa yang kau lakukan?! Lepas! Lepaskan aku!" Lula melakukan pemberontakan, namun sayangnya tenaga yang ia keluarkan tak sebanding dengan tenaga pria itu. Kepanikan mulai melanda hati, tubuhnya bergetar hebat saat menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Lula berteriak bahkan sampai pintu itu hendak ditutup. Lula berusaha meraih pintu dan mencengkeramnya dengan erat untuk mempertahankan diri agar tak masuk lebih dalam lagi ke dalam kamar tersebut. Ia pun berteriak meminta pertolongan Edna, namun sayangnya semua itu sia-sia. "Mi!... Mami!" teriak Lula panik saat Edna hanya tersenyum sambil bersedekap dad

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 4. Malam Panas Menyakitkan

    Edna duduk di sofa, mengacuhkan kesedihan juga kesengsaraan Lula saat ini. Lula dengan tubuh yang masih terasa sakit melilit tubuhnya dengan selimut dan meraih pakaiannya sambil terisak. Ia tersenyum miris dan berjalan sambil memperhatikan Edna yang tengah asik dengan ponselnya. Bahkan wanita paruh baya itu tertawa terbahak-bahak, entah apa yang membuatnya bahagia. Tak berselang lama Lula keluar dengan mengenakan pakaiannya semula, namun tidak dengan riasan wajah karena ia tak membawa itu semua. Edna menoleh, lalu mencebikkan bibirnya saat melihat kesedihan dan jejak air mata di wajah menantunya. Pria sialan itu juga nampaknya tak ingin merugi hingga meninggalkan banyak jejak merah hingga membiru di leher juga di lengan Lula yang sangat ketara. Lula berusaha menutupi tanda merah itu dengan rambut panjangnya, namun sayangnya tanda itu tak bisa ditutupi dengan sempurna. "Kenapa tidak merias diri?" tanya Edna sinis. "A-aku tidak bawa make up Mi," balas Lula dengan nada bergetar t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 5. Kenyataan Pahit

    “Lama sekali, cepatlah. Seperti tidak pernah melakukan itu saja. Tidak usah manja,” ucap Edna sinis pada menantunya. Lula mengangguk tanpa ekspresi. Ia berusaha menerka apa yang membuat Ibu mertua tega melakukan hal keji ini padanya. Dalam diam Lula mengikuti langkah Edna dari belakang dan masuk ke dalam mobil. Tubuhnya terlihat kaku dan takut karena Edna tak juga menunjukkan sikap lembutnya. “M-mi, kalau aku ada salah aku minta maaf,” lirihnya berusaha membuka pembicaraan. “Hmm." Edna masih acuh dan hanya berdeham untuk membalas ucapan Lula. Lula menelan kepahitan hidup, tanpa sadar air matanya menetes dan berusaha membuang pandangannya ke luar jendela. Mati-matian Lula menahan sesak di hati meski terasa sangat sulit. Perjalanan kembali hening, tak ada satupun dari mereka yang membuka suaranya. Begitu sampai Edna langsung masuk ke kamar dan mengisitirahatkan diri dengan nyaman. Namun tidak dengan Lula yang kini sedang meringkuk di samping kasur sambil menangis. Ia membiarka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17

Bab terbaru

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 8. Ibu Mertuaku Seperti Iblis

    "Tempat apa ini?" tanya Lula seraya memperhatikan sekitar. Rumah yang ia tapaki terlihat begitu mewah. Barang-barang yang ada di dalamnya pun nampak memukau matanya. Namun sayangnya kemewahan itu tak membuat Lula senang. Ia bergidik ngeri saat beberapa pasang pria dan wanita melintasinya sambil bercium*n. "Aku rasa kau bukan wanita bodoh, seharusnya kau tahu ini tempat apa," balas Lucia sinis. Lula menelan air liurnya sendiri. Ia pun kini telah masuk ke dalam kamar yang terlihat begitu rapi, bersih dan elagan. Sprei putih juga dekorasi serba putih telihat begitu menenangkan layaknya desain hotel mewah. Lucia mengambil pakaian dari dalam lemari dan melemparnya pada Lula. "Pakai itu, setelahnya aku akan merias wajahmu. Sepuluh menit lagi aku akan kembali," perintah Lucia lalu kekluar dari kamar Lula. Lula terperangah dengan gaun merah yang terlihat sangat minim. Gaun dengan lengan spageti, juga potongan rendah di bagian bawah membuat Lula enggan untuk memakainya. "Tidak, aku tidak

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 7. Jebakan Ibu Mertua

    Edna menarik paksa Lula hingga wanita itu memasuki mobilnya. Lula merasa panik, ia berusaha melarikan diri namun sikap Edna kembali mengecohnya. Wanita paruh baya itu bersikap lembut, tersenyum seperti biasa hingga Lula teringat tentang kebaikan mertuanya. "Tenanglah, apa yang kau takutkan, hem? Aku hanya ingin mengantarmu, apakah ada yang salah? Aku juga ingin bertemu dengan ibumu," ucap Edna dengan nada setenang mungkin. Lula mengerenyit heran, ia memperhatikan wajah Edna dengan seksama. "T-tapi, Mi. Mami serius mau ikut ke kampung juga?" tanya Lula memastikan. Namun sedetik kemudian kening Lula mengerenyit heran, merasa curiga pada niat Edna yang sebenarnya. 'Rasanya aku tidak percaya Mami mau ke kampung. Tidak mungkin juga Mami tidak membawa pakaian ganti, atau jangan-jangan....' batin Lula kembali cemas, namun sialnya sudah terlambat karena Edna telah menjalankan mobilnya. Wanita berambut panjang itu meremas tas sambil memperhatikan jalan. Ia menoleh dan memperhatikan wajah E

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 6. Firasat Seorang Ibu

    Lula menatap punggung Edna yang kian menjauh. Kemudian wanita itu mengusap wajah dengan kedua tangan, tubuhnya luruh ke lantai dengan kaki berlipat. Ia menunduk, menangis, meraung dan memukuli perutnya dengan frustasi. “M-mas… Benarkah aku mandul? Kenapa kamu nggak ngasih tau aku?” lirihnya terasa perih di hati. Lula mengatur napas yang tersengal, ia menegapkan tubuh dan hendak menelepon Arhan untuk memastikan semuanya. Namun pergerakan itu terhenti kala mengingat sikap acuh Arhan padanya kemarin. Lula kembali tertawa dan menangis seperti orang gila. “Pantas kemarin sikap kalian berdua berubah, tapi apa harus sekeji ini menjualku ke orang lain?” ucapnya. “M-mas… apa kamu tahu apa yang dilakukan Mami padaku? Apa kamu juga menginginkan itu Mas?” Lula terus melontarkan pertanyaan yang sudah pasti tak akan mendapat balasan. Lula menegapkan tubuh, ia menggelengkan kepala kala mengingat sikap hangat Arhan sebelum berangkat ke Bali. Bahkan ketulusan itu masih bisa ia lihat dan rasakan sa

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 5. Kenyataan Pahit

    “Lama sekali, cepatlah. Seperti tidak pernah melakukan itu saja. Tidak usah manja,” ucap Edna sinis pada menantunya. Lula mengangguk tanpa ekspresi. Ia berusaha menerka apa yang membuat Ibu mertua tega melakukan hal keji ini padanya. Dalam diam Lula mengikuti langkah Edna dari belakang dan masuk ke dalam mobil. Tubuhnya terlihat kaku dan takut karena Edna tak juga menunjukkan sikap lembutnya. “M-mi, kalau aku ada salah aku minta maaf,” lirihnya berusaha membuka pembicaraan. “Hmm." Edna masih acuh dan hanya berdeham untuk membalas ucapan Lula. Lula menelan kepahitan hidup, tanpa sadar air matanya menetes dan berusaha membuang pandangannya ke luar jendela. Mati-matian Lula menahan sesak di hati meski terasa sangat sulit. Perjalanan kembali hening, tak ada satupun dari mereka yang membuka suaranya. Begitu sampai Edna langsung masuk ke kamar dan mengisitirahatkan diri dengan nyaman. Namun tidak dengan Lula yang kini sedang meringkuk di samping kasur sambil menangis. Ia membiarka

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 4. Malam Panas Menyakitkan

    Edna duduk di sofa, mengacuhkan kesedihan juga kesengsaraan Lula saat ini. Lula dengan tubuh yang masih terasa sakit melilit tubuhnya dengan selimut dan meraih pakaiannya sambil terisak. Ia tersenyum miris dan berjalan sambil memperhatikan Edna yang tengah asik dengan ponselnya. Bahkan wanita paruh baya itu tertawa terbahak-bahak, entah apa yang membuatnya bahagia. Tak berselang lama Lula keluar dengan mengenakan pakaiannya semula, namun tidak dengan riasan wajah karena ia tak membawa itu semua. Edna menoleh, lalu mencebikkan bibirnya saat melihat kesedihan dan jejak air mata di wajah menantunya. Pria sialan itu juga nampaknya tak ingin merugi hingga meninggalkan banyak jejak merah hingga membiru di leher juga di lengan Lula yang sangat ketara. Lula berusaha menutupi tanda merah itu dengan rambut panjangnya, namun sayangnya tanda itu tak bisa ditutupi dengan sempurna. "Kenapa tidak merias diri?" tanya Edna sinis. "A-aku tidak bawa make up Mi," balas Lula dengan nada bergetar t

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 3. Dijual Ibu Mertua

    Lagi-lagi Lula mengerenyitkan kening dengan bingung, ia sudah menajamkan pendengarannya. Namun bisikan itu hanya terdengar samar, sangat samar sampai Lula sendiri tak bisa mencernanya. Dalam hitungan detik pria itu dengan lancang merangkul pundak Lula dan mengajaknya dengan paksa. "Ayo kita masuk Baby...." ajak pria itu sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit pada Lula. "A-apa yang kau lakukan?! Lepas! Lepaskan aku!" Lula melakukan pemberontakan, namun sayangnya tenaga yang ia keluarkan tak sebanding dengan tenaga pria itu. Kepanikan mulai melanda hati, tubuhnya bergetar hebat saat menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Lula berteriak bahkan sampai pintu itu hendak ditutup. Lula berusaha meraih pintu dan mencengkeramnya dengan erat untuk mempertahankan diri agar tak masuk lebih dalam lagi ke dalam kamar tersebut. Ia pun berteriak meminta pertolongan Edna, namun sayangnya semua itu sia-sia. "Mi!... Mami!" teriak Lula panik saat Edna hanya tersenyum sambil bersedekap dad

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 2. Sikap Mencurigakan Ibu Mertua

    “Kenapa liatin saya kayak gitu? Heran kenapa saya bersikap seperti ini? Sia-sia saya menikahkanmu dengan Arhan, benar-benar menantu pembawa sial!” maki Edna lagi lalu pergi meninggalkan Lula yang kini tengah mematung. Lula benar-benar tak paham dengan apa yang terjadi. Kakinya nampak tak bertenaga hingga ia langsung terduduk di bangku yang ada di dekatnya. Matanya berkaca-kaca sambil menatap punggung Ibu mertua yang kian menjauh. “M-mami kenapa ngomongnya gitu? Aku salah apa?” lirihnya tak bertenaga. Tangan Lula masih bergetar, namun ia memaksakan diri untuk menormalkan kembali kondisinya. Wanita itu kembali melanjutkan langkah dengan beribu tanya di kepala. Tatapannya nampak kosong bahkan sampai masuk ke dalam kamar. Lula melihat Arhan di balkon kamar. Pria bertubuh tegap itu tengah asik menghisap rokoknya sambil menatap langit. “Ini kopinya.” Lula meletakkan kopi di meja bundar kecil yang ada di samping suaminya. Tatapan mata wanita itu masih saja hampa hingga membuat Arha

  • Dijual Ibu Mertua Karena Mandul   Bab 1. Hasil Lab Yang Disembunyikan

    “Mandul?” tanya Arhan Bahtiar Rajastra pada dokter kandungan yang ada di hadapannya. Arhan Bahtiar Rajastra, pria kaya raya berusia 32 tahun. Pria tampan pemilik hidung mancung itu saat ini sedang mengambil hasil pemeriksaan kesuburan dirinya dan sang istri. Namun ia dikejutkan oleh hasil yang diberikan dokter. Pria pemilik perusahaan Datvil property itu membolakan mata dengan tangan bergetar saat memegang kertas hasil pemeriksaan. “Tidak, tidak mungkin. Ini pasti salah,” racaunya tak percaya. “Hasil pengujian ini sudah akurat, Tuan. Jika Anda masih ragu bisa lakukan pemeriksaan ulang. Tapi seperti yang Anda tahu, ini sudah yang ke tiga kalinya Anda memeriksakan kesuburan Anda dan istri,” balas Dokter di hadapannya. Arhan meremas kertas tersebut dengan rahang mengeras dan keluar dari ruangan dokter. Langkah pria itu terkesan angkuh saat meninggalkan rumah sakit sambil memegang kertas yang sangat ia benci. Arhan berkendara dengan menggila, mobil yang ia kemudikan membelah jalan

DMCA.com Protection Status