Raline belum sempat berselancar di dunia maya mencari informasi tentang wajah bayi Arum. Hanya dalam waktu sepuluh menit, Jenny kembali masuk kamar dan memberikan kabar tentang bayi itu."Nya, ini foto bayi itu!""Dari mana Jenny mendapatkan foto ini?""Ada teman Jenny yang bekerja di rumah sakit."Raline melihat foto bayi mungil yang terlihat bersih. Bayi itu terlelap diruang inkubator. Di dada dipasang alat khusus monitor untuk mengetahui kondisi bayi.Raline memperhatikan wajah bayi itu dengan seksama. Tidak ada kemiripan sama sekali wajah bayi itu dengan Eddriz seperti perkiraan Jenny. wajah bayi itu terlihat bulat sedangkan Wajah Eddriz lonjong."Tidak mirip sama sekali, Nya.""Iya, bayi ini labih mirip wanita tua itu dahinya.""Bibir dan matanya seperti ayah kandung dari suami Nyonya Arum, Nya.""Dari mana Jenny tahu?"Jenny membuka akun pribadi milik Evan. Ada foto Evan bertiga dengan kedua orang tua. Jika diperhatikan dengan seksama sorot mata dan bibir itu hampir sama.Mata t
Pagi ini Hanna semangat empat lima menunggu jemputan di pinggir jalan. Diminta oleh Asisten Wibi untuk tidak terlambat. Asisten beranak satu itu sangat displin jika mengenai waktu."Mana sih lama sekali si asisten?" monolog Hanna tidak sabaran padahal waktu kurang lima menit lagi janji bertemu.Setiap mobil hitam yang lewat dilihat nomor kendaraan. Setiap ada yang berhenti di sekitar tempat berdiri diintip sopirnya. Menggerutu sendiri jika mobil bukan yang dimaksud yang datang.Tepat waktu yang dijanjikan ada mobil yang berhenti tiba-tiba di depan Hanna berdiri. Kaca mobil pintu depan terbuka perlahan, "Ayo masuklah, di belakang saja!" perintah Asisten Wibi."Iya, terima kasih."Hanna membuka pintu dan masuk mobil, ada gadis kecil yang terlihat cantik memakai seragam, "Hai cantik!" sapa Hanna."Hai, Kakak. ApakahTasya cantik?""Iya cantik dan lucu. Namanya Tasya?"Tasya melihat Asisten Wibi sambil mendongak, "Papa, apakah Kakak ini bukan termasuk orang asing. Dia tanya nama Tasya?""T
Asisten Wibi awalnya tercengang dengan permintaan Hanna. Gadis belia itu tipenya hampir sama seperti Raline. Sikap dan fifatnya sangat lugu dan ceplas-ceplos serta jujur."Silakan saja, kalau itu membuatmu nyaman.""Terima kasih, Mas."Dalam perjalanan Hanna banyak bercerita tentang persahabatan dengan Raline dan Shafea. Sampai tiba di resort milik Eddriz asisten itu hanya mendengarkan dan sedikit bertanya. Terkadang tersenyum tanpa menjawab ocehah Hanna.Bersamaan Asisten Wibi menjemput Hanna tadi. Shafea dijemput oleh Bang Jack dari depan rumah sahabat Raline. Hanya bedannya ketua bodyguard Edrriz itu mengendarai motor sport bukan mengendarsi mobil."Ayo, naik!" perintah Bang Jack sambil menyerahkan helm.Laki-laki yang seumuran Asisten Wibi dan masih bujang itu langsung melajukan motor sport dengan kecepatan tinggi. Dengan terpaksa Shafea harus memeluk pinggang Banng Jack dengan erat. Bahkan, pipi Shafea ditempelkan di punggung Bang Jack."Bang, pelan-pelan. Fea takut!" teriaknya.
Setelah luka lutut Shafea dioles obat luka oleh orang yang tidak sengaja melukai. Jalan raya dekat lampu merah mulai terurai karena kesigapan petugas. Ternyata ada mobil pic-up pengangkut pasir mogok di tengah jalan, dan didorong beramai-ramai oleh pengguna jalan.Motor Bang Jack masuk halaman resort milik Eddiz, hampir bersamaan datang mobil Asisten Wibi di parkiran. Keceriaan Hanna saat turun dari mobil menular pada Shafea yang turun perlahan dari motor. Mereka langsung berbincang tanpa memperdulikan laki-laki yang menjemput."Mengapa lutut Fea luka begitu?" tanya Hanna."Gara-gara kucing kaw*in," jawab Shafea asal."Apa hubungannya sama lutut?""Motor menghindari kucing kaw*in lutut Fea tergores aspal""Ooo."Bang Jack tiba-tiba tersenyum simpul mendengar jawaban Shafea. Diikuti Asisten Wibi yang melangkah menyusul. Keduanya berbincang berbisik tanpa terdengar.Jenny yang menyambut Hanna dan Shafea saat keduanya melangkah masuk pintu utama, "Nona-Nona cantik, silakan ikut Jenny!" J
Yang memeriksa ke luar dan melihat Asisten Wibi serta Bang Jack adalah Jenny. Dua laki-laki dewasa itu berjalan menuju samping resort. Bang Jack baru saja melihat ada seseorang yang melintas di area pribadi milik Eddriz."Bang ganteng, kalian mau ke mana?" tanya Jenny dengan berjalan gemulai."Ngapain Jenny ikut kita, sono bersolek saja biar cantik!""Tidak bersolek pun Jenny sudah cetar membahana. Abang tadi mengintip kami, ya?""Tidak," jawab Asisten Wibi dan Banng Jack bersamaan.Jenny terus mengikuti laki-laki seumuran itu ke luar resort lewat pintu samping. Karena tidak mendapatkan jawaban yang jelas, Jenny lebih penasaran. Bergabung dengan security yang ada di luar resort, bergegas Jenny mendekati mereka."Ada apa, sih?" tanya Jenny pada salah satu security."Ada penyusup masuk sini.""Penyusupnya laki atau permpuan?""Laki," jawabnya singkat.Jenny berdiri mematung saat seluruh anggota security ditambah anak buah Bang Jack berpencar mencari target. Area belakang resot terlihat
Raline tidak melanjutkan langkahnya saat mendenar sayup-sayup suara seorang laki-laki yang sedang membela diri. Ada juga suara teriakan Bang Jack yang sedang bertanya dan menginterogasi. Suara Bang Jack terdengar menggelegar dan emosi karena marah."Nyonya, jangan mendekat. Takutnya berbahaya!" Pak Basri berlari mendekati Raline.Tiba-tiba ada pintu terbuka yang berada di samping Pak Basri. Pintu itu tidak terlihat seperti pintu dari luar. Seperti dinding yang bersekat, ternyata ada pintu rahasia."Ra!" Eddriz ke luar dari dalam garasi."Bang ...?" Raline tidak melanjutkan ucapannya saat di peluk oleh Eddriz dengan erat."Ayo, kita kembali ke resort!" "Ra mengenal suara itu, Bang. Mau apa dia ke sini?" "Nanti Abang ceritakan, kita tinggalkan tempat ini dulu. Tidak perlu Ra menenui dia!""Baiklah."Dengan pasrah Raline berjalan mengikuti langkah panjang Eddriz. Tangan bertautan sambil sesekali Raline melihat arah pintu rahasia itu. Berharap melihat wajah suara yang didengarnya tadi.
Eddriz membaca surat perjanjian antara Ayah Wisnu dan Ngadimin. Surat prjanjian itu tertulis dua tahun lalu. Tepatnya saat Raline naik di tahun terakhrir SMA.Surat yang berisi jika Ayah Wisnu akan mengizinkan Ngadimin bersama dengan Raline satu malam jika tidak sanggup membayar hutang. Yang lebih parah lagi dalam perjanjian itu ada tulisan tidak perduli keadaan Raline sudah bersuami atau belum. Yang terpenting Raline wajib melayani satu malam demi pelunasan hutang."Laki-laki itu masih ada di sini?" tanya Eddriz dengan penuh emosi setelah selesai membaca.."Masih di garasi, Tuan. Dia bersikeras ingin bertemu dengan Nyonya Ra.""Berani-beraninya dia membayangkan akan bermalam dengan istri seorang Eddriz Bhusiry, brengsek!"Eddriz berjalan dengan langkah panjang kembali menuju garasi. Tangan mulai gatal ingin menghajar habis-habiskan orang yang berani berniat menemui istri. Jangankan menemui, membayangkan saja tidak rela apalagi menghabiskan malam bersama.Tanpa basa-basi Eddriz langsu
Shafea menunduk melihat sopir yang sedang menghentikan mobil tepat di depannya. Walau sangat mengenal suaranya, tetapi hati seolah tidak percaya. Pasalnya saat ke luar dari resort tadi terlihat cuek dan astyik dengan dunianya sendiri.Lakilaki yang sangat dikaguminya itu terihat sangat misterius. Saat di depan banyak orang teekadang cuek dan tidak perduli. Namun, jika sendiri terlihat perhatian."Mengapa Abang menyusul Fea?""Tidak usah cerewet, cepat ayo naik!" perintahnya.Sambil menggerutu, Shafea naik mobil tanpa melihat Bang Jack yang ada di kemudi stir. Sok cuek, tetapi ternyata memperhatikan. Mungkin tidak tega jika harus menunggu angkutan umum.Dengan santai Bang Jack melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. Baru saja ke luar dari area Ancol di petigaan jalan, mobil dibelokkan ke rumah makan sunda. Shafea langsung membuka mata lebar-labar karena kaget."Mau ngapain kita ke sini, Bang?""Abang lapar, dari siang tidak sempat makan, ayo turun!"Shafea mengangguk dan turun tan