Seorang gadis berlari dengan tergesa-gesa karena sudah terlambat untuk ke kampus. Hari ini ia bangun terlambat karena harus menemani neneknya yang sedang di rawat di rumah sakit.
Dialah Auliani Putri Prahardja, putri satu-satunya dari pasangan Bambang Prahardja dan Arini Susilawati. Aulia kini tengah menempuh pendidikan di Universitas ternama Jakarta untuk mendapatkan gelar sarjananya. Kedua orang tua Aulia sudah meninggal akibat kecelakaan, kini ia hanya hidup dengan seorang nenek yang sakit-sakitan.
Kehidupan Aulia tidaklah mulus meski dulu keluarganya terbilang cukup sukses dengan perusahaan yang bergerak di bidang industri properti, namun karena suatu hal membuat keluarga mereka bangkrut dan terpuruk.
Kini, Aulia hanya mengandalkan gajinya sebagai pekerja paruh waktu di salah satu cafe untuk melanjutkan hidupnya dan neneknya sehari-hari. Beruntung mereka memiliki rumah sendiri sehingga tidak perlu mengontrak dan menambah pengeluarannya lagi.
Aulia sudah ketinggalan bus yang biasa mengantarnya ke kampus. Dan terpaksa kali ini Aulia harus menggunakan taksi karena ojeg pun ia tak dapati.
Melihat sebuah taksi yang sedang berhenti, dengan cepat Aulia berlari menuju taksi tersebut dan masuk. Tapi sayang, saat ia masuk seorang pria dengan stelan jas lengkap ikut masuk. Ia nampak terkejut dengan kehadiran Aulia disampingnya begitu pula dengan Aulia.
"Apa yang anda lakukan di dalam mobil ini?" tanyanya pada Aulia.
"Seharusnya saya yang bertanya pada Bapak, kenapa Bapak bisa ada di taksi yang sudah saya ambil" jawab Aulia dengan nada yang cukup tinggi.
"Apa kata anda?Anda yang lebih dulu memesan taksi ini? Anda yakin" tanyanya sedikit meninggikan suara.
Aulia ragu untuk menjawab karena memang sebenarnya ia tidak pernah memanggil taksi itu. Ia pun hanya mampu mengigit bibir bawahnya.
Melihat hal itu, pria tersebut tersenyum penuh kemenangan.
"Karena anda sudah tahu siapa yang lebih berhak di taksi ini, maka sebaiknya anda keluar!" katanya pada Aulia.
Aulia pun hendak membuka handle pintu, namun ia urungkan dan berbalik menatap pria tersebut dengan wajah memelasnya.
"Pak, bantu saya. Saya mohon. Saya udah terlambat ke kampus, hari ini ada pelajaran penting yang enggak boleh saya lewatkan. Saya mohon izinkan saya numpang di taksi,Bapak. Pleaseee ...," kata Aulia menyatukan kedua tangannya memohon pada pria itu.
"Apa hanya anda yang memiliki urusan? Saya juga demikian. Maaf, tapi saya tidak bisa memenuhi permintaan anda jadi lebih baik anda turun dan cari taksi yang lainnya!" kata pria itu tegas dengan bicaranya yang formal.
"Pak, tolong! Saya benar-benar membutuhkan taksi yang cepat. Bapak kayaknya orang penting, kalau telat juga enggak akan dimarahi, beda dengan saya Saya cuma remahan rengginang yang di tiup sedikit saja udah pergi melayang" jawab Aulia dengan kekonyolannya.
Pria itu seakan tidak mendengar, ia hanya diam dan memalingkan muka ke arah jalanan. Tiba-tiba sopir taksi itu menengok ke arah belakang dan berkata ...,
"Kita jadi pergi tidak?" tanyanya pada Aulia dan pria di sebelahnya.
"Pergi!" jawab Aulia dengan lantang mengabaikan pria di sebelahnya yang hendak memintanya turun.
"Ayo, Pak. Pergi sekarang! Saya sudah telat!" ujar Aulia pada supir taksi itu.
"Hei, apa yang kau lakukan?! Turun sekarang!" teriak pria itu dengan keras pada Aulia. Tapi Aulia dengan segala kekonyolannya tidak mendengarkan kata-kata pria itu. Dia malah duduk dengan tenang sambil tersenyum lebar.
"Dasar gadis gila!" umpat pria itu pada Aulia. Tapi sekali lagi Aulia acuh dan mengatakan alamat kampusnya pada supir taksi.
Tak lama taksi itu berhenti di halaman kampus Aulia. Dengan cepat Aulia turun setelah memberikan selembar uang merah pada supir taksi itu. Meski berat namun hal itu harus ia lakukan demi nilai pelajaran mata kuliahnya hari ini.
Aulia berlari terburu-buru menuju kelasnya. Mengabaikan teman-temannya yang memanggilnya beberapa kali. Tujuannya hanya satu, mencapai kelas lebih dulu dari dosen agar dia tidak terkena masalah untuk pelajaran keduanya.
Tak lama ia sampai di depan kelasnya. Aulia melihat teman-temannya masih sibuk bercanda dan saling menjahili. Dengan nafas lega Aulia masuk.
"Hallo everyone ...," sapa Aulia pada teman-temannya.
"Kenapa baru dayang?" tanya seorang teman wanitanya.
"Iya, Ran. Tadi malam nenekku rumah sakit lagi dan terpaksa bergadang menjaganya" jawab Aulia seadanya.
"Lalu lalu ke kampus naik apa? Taksi sudah lama pergi!" tanya teman Aulia bernama Rani.
"Aku naik taksi" jawab Aulia lemah mengingat kembali uang seratus ribunya melayang begitu saja.
Saat mereka melamun, seorang teman Aulia lainnya masuk dan berdiri di depan kelas sambil berteriak dengan keras.
"Guy's ..., hari ini kita tietidakak ada pelajaran. Kita langsung mengikuti bimbingan yang akan langsung disampaikan oleh pengusaha terkenal di Ibukota kita ini. Dengar-dengar dia cowok muda, tampan, badannya seperti atlit-atlit dan yang lebih penting dia kaya!" kata teman Aulia itu menyampaikan berita dengan begitu semangat.
Semua mata teman-teman wanita Aulia berbinar mendengarnya. Hanya Aulia saja yang malas mendengarkan tentang kegilaan teman-temannya jika sudah menyangkut pria berotot dan berduit. Aulia hanya tertarik satu hal, materi yang akan dibawakan pengusaha itu karena Aulia memang datang untuk hal tersebut.
Melihat semua teman-temannya yang mulai berhalusinasi dengan imajinasi mereka, Aulia memilih pergi untuk menghabiskan waktu di kantin sambil membaca buku.
Saat Aulia berbelok, tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Membuatnya hampir saja jatuh jika di pegangi seseorang.
Tunggu, seseorang? Siapa dia?
Aulia mendongakkan kepala dan melihat pada pangkal tangan yang menahan pinggangnya. Kepalanya terus menengadah hingga bisa melihat rahang tegas yang tepat berada di atas wajahnya.
Aulia sedikit terkejut ketika melihat wajah pria itu. Dia dengan cepat mendorong pria itu hingga menjauh dari tubuhnya.
"Kau ...," teriak mereka bersamaan.
"Bapak kenapa bisa ada di kampus saya? Bapak mengikuti saya, ya?" terka Aulia asal.
"Apa katamu? Jangan sembarangan! Saya memiliki banyak pekerjaan untuk apa saya mengikutimu" katanya yang mulai bicara sedikit santai.
"Lalu kenapa Bapak ada di kampus saya kalau bukan mengukutm saya?" tanya Aulia.
"Bukan urusanmu!" jawabnya ketus dan menyingkirkan tubuh Aulia dengan keras hingga menyingkir dari jalannya.
Pria itu berjalan dengan angkuh meninggalkan Aulia yang kesal karena sikap kasarnya itu.
"Selama aku hidup, baru dia pria tampan yang menuebalkam!" gerutu Aulia yang mulai meninggalkan tempat itu.
Aulia berjalan menuju kantin sambil menggerutu kesal. Tidak biasanya ia memikirkan hal semacam ini begitu lama. Tapi kali ini, Aulia benar-benar kesal dengan sikap kasar dan angkuh pria yang dua kali ia temui dengan kesan pertama yang begitu tidak mengenakkan.
"Pria itu berhasil membuat hari-hariku kacau!" kesal Aulia yang memilih berbalik menuju kelasnya untuk mencari hal yang bisa membuat rasa kesalnya menghilang.
Aulia masuk kekelasnya dengan muka kusut. Melihat itu, Rani mendekatinya dan bertanya,"Kenapa dengan mukamu?" tanyanya "Seperti baru bertemu setan saja!" ujar Rani lagi."Iya, memang baru bertemu setan. Setan tampan tepatnya" jawab Aulia ketus."Wah ..., setan mana itu yang tampan. Kalau bertemu denganku aku tidak akan lari, akan aku dekap terus sampai di bawa di pulang" kata Rani bergurau."Berisik! Pergi sana!" ujar Aulia ketus.Rani hanya menggelengkan kepala. Tidak biasa temannya yang satu itu bersikap seperti ini. Mungkin karena pengaruh neneknya yang dirawat di rumah sakit.* * *Jam pelajaran kedua pun tiba. Semua orang berlarian ke arah aula untuk mengikuti bimbingan dari seorang pimpinan perusahaan besar. Dari kabar yang didengar, siswa yang terpilih akan diterima di perusahaannya. Itulah mengapa Aulia begitu bersemangat. Ia ingin mendapatkan gaji yang lumayan agar bisa memberikan kehidupan yang layak bagi neneknya yang suda
Rani mengejar Aulia setelah melihat Aulia dan Ganendra berjalan dengan arah yang berlawanan. Ia merangkul Aulia yang sudah menjadi sahabatnya selama hampir tiga tahun ini."Aulia, kau kenal di mana CEO yampan itu?" tanya Rani penasaran."Siapa maksudmu, Ran?" tanya Aulia bingung."Kau ini, jangan berpura-pura tidak tahu begini!" keluh Rani. "Maksudku, Pak Ganendra Bamantara. CEO yang memberikan kita bimbingan tadi. Jelas, sekarang?" jelas Rani menekankan kata-katanya."Aku tidak kenal dengannya" jawab Aulia seadanya."Lalu kenapa dia tadi mengatakan kalau kalian sudah bertemu tiga kali?" tanya Rani semakin penasaran."Tidak sengaja" jawab Aulia singkat sambil berjalan dengan santai ke bangkunya.Rani mengejar Aulia karena masih penasaran dengan pertemuan yang tidak sengaja yang dimaksudkan Aulia padanya."Maksudmu tidak sengaja bagaimana, Ya?" tanyanya."Sudahlah, ceritanya panjang!" kata Aulia yang enggan menangga
Aulia dan Rafael berboncengan menuju tempat bekerja Aulia. Sesekali mereka berbincang tentang pelajaran yang tidak mereka sukai. Kadang mereka tertawa dengan senangnya karena obrolan konyol mereka. Keduanya nampak tak ada beban padahal saat ini Aulia tengah menghadapi masalah yang cukup membebani pikirannya.Tak lama mereka pun tiba di cafe tempat Aulia bekerja. Aulia turun dan memberikan helm yang ia pakai pada Rafael."Terimakasih ya, Raf. Karena kau aku jadi cepat sampainya" ujar Aulia tulus."Santai, kau adalah temenku. Sudah sewajarnya aku membantumu. Nanti kalau aku sedajg butuh bantuan, giliran kau yang membantuku" jawab Rafael."Oke ..., oke ...," ujar Aulia mengerti.Rafael tengah menggantungkan helm yang tadi dipakai Aulia, namun tiba-tiba ponsel Aulia berdering. Aulia pun mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat nama neneknya di layar ponselnya."Nenekku" ujar Aulia sedikit panik karena neneknya menghubungi dia di jam kerjan
Ganendra mendekat pada kakeknya yang juga membawanya mendekat pada Aulia. Dengan tegap di berdiri sambil memandang sinis pada Aulia."Aku juga menolak perjodohan ini, Kek" ujar Ganendra."Kau tidak boleh menolak Ganendra, karena kalau kau menolak maka saham yang berada atas namamu akan diberikan seluruhnya pada Aulia. Itulah perjanjian yang kami buat bersama orang tua kalian!" jelas Opa Hendra.Ganendra terkejut bukan kepalang mendengarnya. Bagaimana mungkin keluarganya akan memberikan semua sahamnya pada Aulia jika ia menolak perjodohan tersebut. Dan tentu saja, perjanjian seperti itu tidak ada. Itu hanya alasan Opa Hendra untuk membuat Ganendra mau menerima perjodohan tersebut dan berharap jika mereka menikah, Ganendra perlahan akan merubah kebiasaan buruknya."Tidak bisa, Opa. Itu milikku! Aku tidak akan memberikannya pada orang lain!" sanggah Ganendra."Jika kau tidak ingin kehilangan apa yang sudah menjadi milikmu. maka kau harus menikah. Kala
Malam harinya, Ganendra masih berada dikediaman utama keluarga Bamantara. Dan saat ini ia tengah bersiap-siap untuk keluar menikmati rutinitas malamnya di bar ataupun klub malam. Menghabiskan waktu dengan minuman beralkohol atau dengan wanita-wanita pramunikmat di sana. Tapi baru saja Ganendra turun dari tangga, Kakeknya sudah menahan dia."Mau kemana kau, Gane?" tanya Opa Hendra dengan suara lantang dan tegasnya."Mau keluar. Cari angin!" jawab Ganendra berbohong."Jangan bodohi Opa. Kau kira Opa tidak tahu apa yang kau lakukan di luaran sana setiap malam, hah?" teriak Opa Hendra keras."Apa salahnya, Opa? Aku anak muda. Wajar saja aku menikmati masa mudaku!" jawab Ganendra santai."Menikmati masa muda dengan pramunikmat atau minuman keras? Itu yang kau maksud masa mudamu?" sinis Opa.Ganendra diam, ia tahu kakeknya itu tidak pernah menyukai kehidupan malam yang ia jalani."Ke rumah sakit sekarang! Temani Aulia menjaga neneknya. Kala
"Di sini dingin, aku tidak memakai jaket. Lebih baik kita masuk!" ujar Aulia memutuskan untuk kembali ke ruangan neneknya. Namun saat ia sedang berdiri, dengan cepat Ganendra menarik tangannya dan membuat Aulia terjatuh ke dalam pangkuannya."Apa yang kau lakukan? Di sini banyak orang!" kata Aulia berusaha untuk bangkit namun tidak bisa karena Ganendra sudah memeluk tubuhnya."Terima pernikahan ini, maka aku pastikan kehidupanmu dan Nenekmu akan aman dan baik-baik saja!" kata Ganendra."Apa kau gila? Menurutmu masa depanku harus aku pertaruhkan hanya dengan selembar uang?" tanya Aulia tajam."Tapi setidaknya kau dan nenekmu tidak akan kesusahan lagi? Kau tahu, penyakit nenekmu semakin lama semakin parah. Itu membutuhkan banyak biaya, apa kau kira dengan bekerja siang malam bisa mencukupi semuanya?" jelas Ganendra."Kau menyelidikiku dan Nenek?" tanya Aulia tidak percaya."Aku harus tahu wanita yang akan menikah denganku. Tidak salah, bukan?"
Pagi ini Ganendra kembali mendatangi rumah sakit. Ia akan mengantar Aulia dan pergi bersama ke kantor.Tok ... Tok ... Tok ...Ganendra mengetuk pintu yang memang sudah sedikit terbuka. Kedua orang yang berada dalam ruangan tersebut menoleh bersamaan."Nak Ganendra, masuklah!" kata Nenek Aulia memberi izin."Terimakasih, Nek." Ganendra masuk dan mendekat pada keduanya. Nenek Aulia tersenyum hangat hanya Aulia saja yang memalingkan wajah, menolak melihat Ganendra."Ada apa kau pagi-pagi sekali ke sini?" tanya Nenek Aulia."Saya di suruh Opa untuk mengantar Aulia. Kebetulan hari ini hari pertamanya magang di kantorku" jelas Ganendra."Wah, kebetulan sekali. Aulia, cepat bersiap!" titah Nenek Aulia pada Aulia."Aku sudah siap, Nek. Aku pergi dulu, Nek. Jaga diri Nenek. Kalau ada apa-apa telepon aku secepatnya!" ujar Aulia dan neneknya hanya mengangguk menanggapinya.Aulia dan Ganendra pamit. Mereka meninggalkan ruang perawa
Aulia baru saja hendak meninggalkan perusahaan Ganendra namun Rani memanggilnya dengan suara yang cukup keras hingga membuat semua pandangan tertuju pada mereka. "Rani, kenapa teriak-teriak?" kesal Aulia. "Kau mau kemana, Ya? Kita di suruh menghadap HRD untuk laporan!" ujar Rani dengan nafas tersengal-sengal. Tak lama Rafael ikut bergabung dengan mereka. "Dia tidak perlu melapor, Ran. Aulia sudah pasti di terima" celetuk Rafael dengan muka masam. "Apa maksudmu, Raf?" tanya Rani bingung. Rafael memandang sekilas pada Aulia. Raut wajahnya menampakkan kekecewaan mendapatkan wanita yang ia cintai sudah menjadi tunangan orang lain. "Dia tunangan Pak Ganendra" ujar Rafael lemah. "Tunangan?" teriak Rani terkejut. Ia menatap pada Aulia, namun Aulia hanya tertunduk lesu. "Benar apa yang Rafael katakan, Ya?" tanya Rani memastikan. Dengan anggukan pelan Aulia menjawabnya. Mata Rani pun membulat sempurna. Ia tidak menyangka
Ganendra sudah pulang dari mengantar Aulia. Kini ia mencari keberadaan kakaknya untuk membicarakan keinginannya menikahi Aulia dalam waktu dekat. Entah mengapa melihat Aulia terus bersikap dingin dan acuh membuat hatinya sakit juga tertantang untuk memilikinya."Di mana Opa?" Tanya Ganendra gusar."Bapak ada di ruang kerja, Den."Ganendra melangkah dengan cepat, menaiki anak tangga untuk menuju ke ruangan kerja Hendra. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu Ganendra langsung masuk. Hendra yang sedang menatap layar laptopnya seketika mengernyitkan dahi melihat sikap Ganendra tersebut."Opa, aku ingin segera menikah dengan Aulia. Aku tidak mau tunangan, tapi langsung menikah!" Tegas Ganendra dalam satu tarikan nafas panjang.Hendra tertegun sejenak, memindai wajah Ganendra untuk mencari tahu penyebab keinginan Ganendra tersebut."Opa, kenapa diam saja! Katakan sesuatu!" Sentak Ganendra tak sabar."Kenapa?" Tanya Hendra penuh selidik."Apanya yang kenapa, hah? Aku mau menikah dengan Aulia
Di ruangan, Ganendra sudah duduk di kursi kebesarannya. Saat Aulia masuk ke ruangannya, ia tersenyum kecil."Ada apa?" Tanya Aulia berdiri tepat di depan meja Ganendra.Ganendra tak menjawab, hanya memindai tubuh Aulia dari atas hingga bawah, membuat Aulia risih dengan tatapan Ganendra tersebut."Kenapa kau menatapku begitu?" Tanya Aulia heran."Aku mendengar seluruh percakapan kau dan rekanmu," ujar Ganendra dengan santainya, matanya masih menatap lekat pada raut wajah Aulia yang bingung."Lalu?" Tanya Aulia bingung."Kau tak ingat dengan kata-katamu sebelumnya?"Aulia memutar matanya dengan malas, ia tahu kemana arah pembicaraan Ganendra meskipun ia tak ingin peduli."Jika kau tidak ada hal yang lebih bermanfaat untuk dibicarakan, maka aku akan kembali. Kau dengar sendiri bahwa pegawaimu merendahkanku karena aku dinilai tidak kompeten dalam bekerja. Aku malas berdebat, Gane. Aku ingin tenang," ungkap Aulia.Ganendra mengangguk paham, "Boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Tanyanya pad
Keesokan paginya Ganendra mengantar Aulia dan nenek Winda ke rumah sakit, menemani Aulia hingga pemeriksaan Nenek Winda selesai. Namun seorang pria menghampirinya sambil tersenyum lebar."Siapa gadis itu?" Tanyanya pada Ganendra.Ganendra menoleh sekilas dan berkata, "Kau, Jack. Kenapa kau ada disini?" Tanyanya pada seorang pria yang dulu menjadi temannya."Aku sedang membawa ibuku kemari," jawabnya. "Kau sendiri bagaimana?""Aku sedang mengantar nenekku," jawab Ganendra seadanya.Jack tersenyum kecil mendengarnya. "Nenek?" Tanyanya dengan dahi yang berkerut dalam. "Bukankah nenekmu sudah lama meninggal? Atau aku salah mendapat berita?"Ganendra tersenyum kecil, menepuk pundak Jack karena tak tahu harus menjawab apa. Tak lama Aulia mendekat dan menghampirinya."Sudah selesai? ayo!" Kata Aulia tanpa memperhatikan keberadaan Jack di sebelah Ganendra."Ayo!" Balas Ganendra. "Jack, aku duluan!"Ganendra kembali menepuk pundak Jack lalu berlalu begitu saja. Jack sedikit bingung melihat Aul
Rafael pergi, menghilang di balik pintu tanpa bisa Aulia cegah. Rasa tak rela mendominasi diri Aulia, melihat Rafael pergi dengan kedukaan hatinya perih. Seketika ia menatap tajam pada Ganendra yang sudah membuat Rafael merasa tak nyaman."Maksudmu apa, hah?" Cetus Aulia.Ganendra menatap bingung Aulia."Apa? Maksud apa yang kau bicarakan?" Tanya Ganendra memastikan."Ck, haruskah kau melakukan itu pada kami?" Tanya Aulia kesal.Ganendra mulai mengerti maksud dari perkataan Aulia. "Ah, kekasihmu itu?!" Sinis Ganendra.Aulia menghela nafasnya, jengah selalu bertengkar dengan Ganendra. "Sudahlah, ini sudah malam. Sebaiknya kau pulang."Aulia berdiri, hendak meninggalkan Ganendra namun Ganendra segera menahannya."Aku kemari untuk membicarakan masalah kita," ujar Ganendra pelan.Aulia melepaskan tangan Ganendra yang memegang lengannya. "Aku lelah, Gane. Pulanglah!"Suara Aulia sangat lembut penuh makna, Ganendra pun tak ingin memaksa yang akhirnya semakin memperkeruh keadaan."Baiklah, b
Aulia pulang ke apartemen, masih mencoba menenangkan dirinya yang kesal pada Ganendra. Tiba-tiba ponselnya berdering, Aulia melihat sekilas, nama Rafael di sana. Dahi Aulia berkerut melihat Rafael yang menghubunginya setelah lama mereka tak bicara.Lama Aulia menimbang untuk memutuskan pilihan antara menjawab panggilan Rafael atau menolaknya. Hingga panggilan itu berakhir, Aulia masih belum bisa menentukan pilihannya."Maaf, Rafael."Aulia memutuskan untuk melupakan Rafael karena sudah menerima perjodohan dengan Ganendra, meski hatinya untuk Rafael namun ia tidak bisa lari dari tanggung jawab yang sudah ia ambil.Aulia hendak mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket tapi tiba-tiba pintu terbuka, Nenek Winda datang dan menghampirinya sambil membawa tumpukan pakaian Aulia yang telah rapi."Kapan kau pulang?" Tanya Nenek Winda."Baru saja, Nek." Jawab Aulia.Aulia mengambil pakaian yang ada di tangan Nenek, meletakkan ke lemari lalu kembali duduk di sisi neneknya."Jangan mengerj
Ganendra mendekatkan wajahnya pada wajah Aulia, berniat membungkam mulut Aulia yang baru saja menghinanya. Akan tetapi Aulia dengan sigap menolak aksi Ganendra itu hingga akhirnya Ganendra menggantinya area yang ditujunya.Ganendra mengecup pelan leher jenjang Aulia, membuat Aulia bergidik geli. Ganendra bisa merasakan bulu kuduk Aulia yang berdiri tegak, ia pun semakin gencar menggoda Aulia hingga membuat tubuh Aulia mulai memanas begitupun dengan dirinya."Ganendra, hentikan!" teriak Aulia yang merasa gerakan Ganendra semakin dalam padanya.Ganendra tak mengindahkan teriakan Aulia, ia sudah mulai asyik dengan permainannya sendiri hingga melupakan bahwa kini mereka masih berada di kantor."Ganendra!!" Aulia berteriak cukup keras seraya mendorong Ganendra dengan keras hingga akhirnya Ganendra berhasil menjauh dari tubuhnya. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Aulia untuk melarikan diri, ia segera berdiri dan menutupi tubuhnya dengan bantal yang ada. Sementara Ganendra hanya tersenyum ke
Lama Aulia menunggu Ganendra, namun tak jua ada tanda-tanda jika Ganendra akan segera menemuinya. Aulia mengintip dari jendela kaca, Ganendra masih sibuk dengan teman wanitanya, sementara Aulia sudah kepanasan menunggu dia untuk kembali bersama. Karena kesal, Aulia pun memanggil seorang tukang ojek dan meninggalkan Ganendra di butik bersama dengan teman wanitanya.Sepanjang perjalanan Aulia mengumpat dalam hati. Ia kesal karena Ganendra benar-benar mengabaikannya. Sementara itu, Ganendra sudah selesai dengan teman wanitanya, ia keluar dengan langkah yang lebar. Namun ketika tiba di lobi tak ada wujud Aulia. Ganendra masih berpikir positif, "Mungkin saja dia menunggu di mobil!" batin Ganendra.Ganendra bergegas menuju mobilnya, namun ketika ia membuka mobil, Ganendra tak mendapati keberadaan Aulia."Apa jangan-jangan dia di toilet?!" batin Ganendra bertanya-tanya.Ganendra mencoba menunggu Aulia di dalam mobil, jika saja dugaannya benar, Aulia sedang di to
Ganendra membawa Aulia ke sebuah butik desainer terkenal. Aulia tidak terkejut lagi, hal ini pasti terjadi karena Ganendra bukanlah orang sembarangan. Namun hal tersebut tidak menarik perhatian Aulia. Kemewahan Ganendra tidak membuat Aulia silau hingga gelap mata ketika melihat semua barang-barang mahal itu.Seorang pria dengan langkah kemayu mendekati Ganendra dan Aulia. Ia menyapa Ganendra dengan sangat ramah dan kadang bersikap genit layaknya seorang wanita yang ingin menggoda seorang pria.Ganendra berusaha menolak secara halus, ia risih dengan kelakuan pria tersebut. Namun hal ini malah mengundang senyum di wajah Aulia.Aulia senang melihat Ganendra tak berdaya ketika tubuh atletisnya di raba-raba desainer kemayu itu. Aulia bahkan sengaja meninggalkan Ganendra dengan alasan ingin melihat-lihat koleksi desainer tersebut.Tiga puluh menit berselang, Aulia sudah merasa bosan. Ia berniat menemui Ganendra namun tanpa sengaja ia melihat Ganendra sedang ber
Satu minggu sudah berlalu. Kini tanggal pertunangan sudah ditentukan. Gedung, katering, dan keperluan lainnya pun sudah diurus penuh oleh orang Ganendra. Hanya tinggal menghitung hari maka pertunangan mereka akan dilangsungkan.Hari ini, seperti biasa Aulia berangkat ke kantor dengan Ganendra. Hal ini kembali mengundang perhatian banyak orang. Mereka bertanya-tanya hubungan apa yang dimiliki Aulia dan bos mereka sehingga Ganendra harus mengantar jemput Aulia setiap hari. Banyak pula yang beranggapan kalau Aulia adalah kelinci kecil Ganendra yang sengaja dimasukkan Ganendra ke kantornya untuk memuaskan hasrat Ganendra.Aulia mengabaikan semua itu. Ia menebalkan telinganya meski semua itu benar-benar melukai harga dirinya. Namun apa yang bisa ia lakukan, membela diri pun percuma, itu sama saja ia masuk dalam perangkap wanita-wanita yang sangat mendambakan Ganendra.Ganendra sudah mendengar semua itu. Namun ia tidak bereaksi apa-apa karena ia melihat bahwa Aulia ba