Home / Romansa / Dijodohin / 2. Dijemput

Share

2. Dijemput

Author: ElleAine
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Gue dan teman-teman geng gue sedang jalan menuju parkiran, mau ke mobil Amel.

Biasa, nebeng. Kita berempat yang bawa mobil cuma Amel. Jadi, ya nebeng semua ke mobil dia. Rencananya, gue dan teman-teman mau ke mall pulang kuliah ini.

Saat lagi asik jalan di lorong kampus menuju parkiran sambil mengobrol bercanda, salah satu temen gue—Clarin—dia nepuk bahu gue nyuruh untuk berhenti. 

"Tunggu," pintanya.

Gue berhenti melangkah lalu menoleh ke kiri, arah Clarin "ada apa?" Begitu kesan tolehan pala gue.

"Itu bukannya Kakak lu, Sa? Ka Alvin, cowok ganteng yang kata lu dinginnya melebihi es balok," kata Clarin sambil menatap dan nunjuk ke arah parkiran. Temen gue yang lainnya, yang jalan di sebelah kanan badan gue —Amel dan Maya —ikut menghentikan langkahnya mungkin karena mendengar perkataan Clarin.

"Mana?!" seru mereka berdua menoleh ke arah Clarin kemudian tatapan mereka langsung ngikutin arah tunjuk Clarin.

Gue juga langsung ngikutin arah tunjuk Clarin dong. Benar adanya, itu Mas Alvin.

Jelas gue kaget, dia mau apa coba di kampus gue? Ini pertama kalinya gue lihat dia ada di kampus gue.

Gak mungkin 'kan dia seorang dokter merangkak mencalonkan diri jadi dosen? Ya, kali punya dosen es batu, otak gue bisa- bisa membeku tanpa tau caranya mencair.

Mas Alvin gayanya sok ganteng banget sumpah. Berdiri nyender samping mobil sportnya yang berwarna merah sambil melipat kedua tangannya di atas dada, kaca mata hitam yang bertengger cakep menutupi kedua matanya, dan baju formalnya; kemeja warna biru yang dipadukan celana bahan panjang, dan sepatu pantofel warna hitamnya.

Itu, tuh buat gue dongkol, karena dia terlihat keren dan gue nggak mau mengakui fakta itu. Ah, gue benci itu!

Gue milih mengalihkan pandangan menatap ke depan, menatap halaman kampus yang lebih menenangkan hati gue.

"Ya ampun ganteng banget," puji Amel yang suara pujiannya tuh bikin hati gue mau meledak. Bukan cemburu, serius bukan! Hanya saja gue tidak mau mengakui fakta itu. Gue bersiap ingin natap sinis ke arah Amel yang ternyata saat gue noleh, Amel sedang meluk lengan tangan Maya.

"Sa, gue rela jadi istri Kakak lu," timpal Maya. "Jodohin gue sama dia, Sa," lanjutnya lagi tanpa menoleh menatap gue. Terus aja natap cowok nyebelin itu.

Gue mendengus kesal lalu kembali menatap ke depan sambil melipatkan kedua tangan di atas dada dan mulut yang mencembik.

"Dia melambaikan tangan, Sa. Kayaknya nyuruh kita ke sana deh," kata Maya girang.

"Iya, betul. Oh My God, hati gue, jantung gue, badan gue, ahhh," seloroh Amel lebih kegirangan dari Maya.

Gue menoleh menghadap ke parkiran memastikan benar atau nggak kalau Mas Alvin melambaikan tangan, mengkode untuk ke sana. Dan ternyata salah, saat gue baru menoleh, mata gue harus melihat kalau Mas Alvin sedang jalan cepat menuju ke arah gue dengan kaca matanya yang sudah dibuka. Kayaknya sih ke arah gue, atau ....

Karena nggak mau kepedean dia mau nyamperin, gue noleh kanan, kiri, dan belakang. Memastikan, takutnya dia mau menghampiri orang yang kebetulan ada di sekitar gue.

Saat gue noleh kanan, kiri, dan belakang. Nggak ada tuh orang yang sedang berhenti, atau yang sedang menantikan kedatangan Mas Alvin. Orang yang berseliweran pada sibuk masing-masing, ada yang ngobrol bareng temen jalannya, ada yang jalan sambil sibuk main ponselnya, ada juga yang jalannya lurus sambil mengemban buku-buku di tangannya.

Ada juga sih, gerombolan cewek-cewek centil yang sedang berdiri pas di depan pintu kelas mereka sambil bisik-bisik dan terlihat jelas kalau mereka tuh kegirangan lihat cowok ganteng.

Sama lah kayak geng gue. Kalau lihat cowok segeran dikit, langsung jejeritan mengagumi kegantengannya. Dah, gitu kadang juga gak tahu malu, merapikan tampilan, tersenyum manis, dan melambai kegenitan. Lihat mereka berasa gue sedang melihat fotocopy-an gue dan temen geng gue.

Baru sadar gue, tingkah laku kayak gitu tuh kalau diperhatiin lebih dalam lagi, kok merasa jijik sendiri. Nggak kebayang deh, kok bisa gue dan geng gue punya sifat tingkah laku menjijikan seperti itu.

"Jam kuliahnya sudah selesai?" Terdengar suara tanya Mas Alvin dekat sekali.

Eh, gue nyembul kaget. Gue yang pas sedang noleh ke kiri langsung menghadap ke depan yang ternyata Mas Alvin sudah ada di hadapan gue.

Alih-alih menjawab langsung pertanyaan dia, gue malah nyengir kuda. Apa-apaan coba, kenapa gue bertampang bodoh seperti ini?

Detik berikutnya gue tersadar atas letak tangan gue yang masih melipat. Perlahan tangan gue turunin.

"Iya, Kak. Udah," jawab Amel kegirangan. Sementara Clarin dan Maya menganggukan kepala. Sama, mereka berdua juga kegirangan. Mata mereka tak berkedip menatap Mas Alvin.

"Pas, dong? Sekarang Salsa dan teman-teman Salsa mau pulang?" tanya dia lagi dengan raut wajah menenangkan.

"Iya. Nih, baru saja kita mau pulang," jawab gue dengan sopan tanpa menunjukan sifat angkuh yang beberapa menit lalu hinggap di tubuh gue. "Kalau gitu, Salsa dan teman-teman duluan, Mas," pamit gue sambil tersenyum. 

"Mari." Gue ngangguk kecil dengan mendorong Clarin dan menarik Amel yang masih setia memeluk lengan Maya.

"Eh, tunggu!" cegah Mas Alvin sambil mencekal lengan gue.

Gue berhenti, nggak jadi kabur. "Ada apa, Mas?"

"Kamu pulang sama Mas. Mas ke sini sengaja mau jemput kamu."

Mendengar perkataan Mas Alvin, buat mata gue membelalak, sangking kagetnya.

Apa?! Dia sengaja ke kampus karena mau jemput gue? Yang bener aja!

Gue kira, dia datang ke kampus ini, karena mau ketemu sama seseorang. Makanya gue buru-buru pamit bertujuan menghindar dan malas lama-lama ngobrol sama dia.

Bukan gue saja yang kaget. Gue nglirik ketiga teman gue, mereka juga sama berekspresi terkejut kaget. Mungkin nggak percaya. Karena yang mereka tahu dari cerita gue, hubungan gue dan Mas Alvin nggak baik. Mirip minyak sama air.

Mereka juga belum tahu kalau gue dan Mas Alvin dijodohin, ya kerena gue nggak cerita ke mereka. Mereka hanya tahu kalau gue dan Mas Alvin hanya sekadar anak dari bokap yang bersahabat dekat dengan ayahnya Mas Alvin.

"Hah, Mas ke sini mau jemput Salsa?" tanya gue memastikan dan sedikit nggak percaya. Gue emang nggak suka sama Mas Alvin. Benci bahkan, tapi selama ini gue nggak pernah menampakan ketidak sukaan gue di hadapan dia. Selalu berwajah dan bersifat baik. Bertujuan supaya hubungan kedekatan orang tua gue dan orang tua dia tidak renggang.

"Iya, untuk apa Mas ke sini kalau bukan untuk jemput Salsa," jawabnya sambil tersenyum.

Di sini perlu gue jelasin lagi, di awal gue udah jelasin kalau Mas Alvin, tuh orangnya dingin. Tapi anehnya, dia tuh dinginnya cuma sama gue dan Mas David. Selain itu, dia ramah, baik, dan terkesan hangat.

Lihat saja, dia jawab pertanyaan gue dengan diiringi senyuman. Yang senyuman itu, mungkin bagi teman-teman gue bisa meluluh lantahkan tulang sendi-sendi yang ada di tubuh mereka.

Hal itu lah yang buat teman-teman gue nggak percaya kalau Mas Alvin orangnya dingin.

Percayalah sama gue, Mas Alvin emang bener orangnya dingin kalau cuma sedang sama gue atau saat gue sedang berduan saja sama Mas David. Kalau ada pihak lain selain gue dan Mas David, dia berubah seratus delapan puluh derajat, jadi manusia hangat dan baik.

Nggak tahu kenapa dia bisa kayak gitu sama gue, kayak ada masalah besar sama gue. Tapi entah masalahnya apa? Perasaan dari dulu, pas gue masih kecil selalu baik deh sama dia. Nggak pernah, tuh, berantem besar sama dia.

Related chapters

  • Dijodohin    3. Jemput Calon Istri

    "Kenapa Mas mau jemput Salsa gak bilang dulu? Ini pasti perintah Ibu, ya, Mas? Maafkan Ibu Salsa, ya, Mas. Sudah nyuruh Mas untuk jemput Salsa. Ngerepotin Mas, aja. Padahal, Salsa biasa pulang nebeng ke temen, kok. Ibu ada-ada aja," kata gue yang nebak ini pasti ibu yang nyuruh Mas Alvin untuk ngejemput gue. "Nggak, Tante gak nyuruh Mas untuk njemput kamu. Ini inisiatif Mas sendiri ingin ngejemput calon istri." Oh, tidak! Dia bilang apa? Calon istri? Mata gue memelotot galak ke dia. Masa bodo tentang hal yang harus bertindak baik ke dia. Eh, dianya malah tersenyum. Apa- apaan coba? Sumpah demi Tuhan pencipta langit dan bumi, gue berharap tadi gue salah dengar dan temen- temen gue gak dengar ucapan itu.

  • Dijodohin    4. Bukan Kencan

    Lagian juga gue masih muda, masih bisa cari pasangan yang pas buat gue. Yang se-frekuensi, yang sayang, dan cinta ke gue. Gue bukan manusia yang sudah berusia cukup tapi belum nikah dan diharuskan bersegera nikah. Jadi, gak harus 'kan gue nerima perjodohan ini? "Maaf, Tan. Tapi Salsa ...." Gue jawab belum selesai tapi sudah dipotong sama perkataan Mas Alvin. "Gak usah dijawab sekarang," potong Mas Alvin yang dengan spontannya gue langsung menghadap ke dia. "Jalani saja dulu. Maksud Mas, kita, Salsa dan Mas lebih dekat dulu. Bila sama-sama cocok, yaudah lanjutkan perjodohan ini," tambah Mas Alvin dan gue setuju dengan pendapat dia. &

  • Dijodohin    5. Dibangunin

    Ngerasa ada yang beda hari ini, deh. Biasanya, nyokap kalau bangunin gue tuh dengan suara keras dan menggoyangkan tubuh gue lalu buka gorden yang bikin mata gue silau. Mba pun begitu. Kalau misal nyokap sibuk atau sudah berangkat, beliau bakal nyuruh mba bangunin gue. Mba kalau bangunin gue, ya emang gak bersuara keras tapi dengan penuturan kata lembut, "Kak bangun, Kak udah siang. Kata Ibu ...." Mba akan jelaskan apa yang nyokap perintah. Misal, " Kata Ibu, Kakak mau kuliah. Nanti telat. Ayo bangun." Atau apa lah. Setelah itu mba buka gorden lalu berucap lagi bangunin gue. Di sini emang gitu, ya. Maksud gue, emang mbak kalau manggil gue itu "kakak" bukan "non". Karena nyokap yang nyuruh. Lebih enak kata nyokap kalau manggil gue kakak dari pada non. &nbs

  • Dijodohin    6. Marah

    Mata kami saling bersitatap sebentar, sebelum akhirnya Mas Alvin memutuskan tatapan itu karena jalan menuju meja makan. Saat jalan di hadapan gue, Mas Alvin gak nyapa apa gitu. Basa-basi gitu, paling nggak senyum tipis, bukan ngelewatin begitu saja. Padahal gue aja rela senyum merekah, walau hati kesal padanya. Dah gitu, saat dia jalan gak ngadep ke wajah gue. Jalan lurus gitu dan gue yakin, Mas Alvin gak liat kalau gue senyum padanya. Sia-sia buang tenaga dikit untuk senyum yang tidak dianggap dan tidak dihargai. Gue menghembuskan napas dengan berlalunya Mas Alvin, lalu teriak manggil mbak. "Iya, Kak, bentar," sahut mbak yang terdengarnya suara itu dari samping.

  • Dijodohin    7. Amarah Luntur

    Gue jalan sambil mati-matian nahan air mata. Coba bayangin aja, orang yang katanya kakak sendiri gak mau disentuh sama gue, jijik sama gue. Emang gue seburuk itu? Gue bukan bangkai atau kotoran. Gue manusia! Kalau gak boleh, bilang! Gak perlu cara nolak seperti itu. Sudah buang tenaga dan sudah nginjak harga diri gue. Kalau jijik sama gue, bilang! Gue gak bakal susah-susah berusaha hanya untuk cium tangannya. "Sialan!" umpat gue marah dalam hati. Sudah hilang rasa sabar gue selama ini, gue diam bukan berarti gue terima atas perlakuan dia selama ini. Dia baik, tapi dia songong. Kalau benci ke gue, ngomong! Gue gak masalah. Dan gue gak harus berpura-pura baik di depan dia.

  • Dijodohin    8. Bertemu Kak Meysha

    Mas Alvin turun dari mobil setelah sampai di area parkir kampus. Sebelumnya sudah gue larang nganter sampai sini. Tapi dia tidak mau menggubris. Gue siap-siap turun, tidak mau keburu dia mengitari mobil terus bukain pintu untuk gue. "Haa," gumam dia saat gue baru ke luar dari mobil. Entah apa maksud gumaman dia. "Makasih sudah nganter Salsa," kata gue. "Belajar yang bener," sahut Mas Alvin. Gue ngangguk-ngangguk terus salim ke dia, izin pamit. Dia ngusap-ngusap pala gue, pemirsa. Dede lemes. "Alvin ...." Tiba-tiba ada yang manggil nama Mas Alvin. Gue langsung noleh ke arah suara.

  • Dijodohin    9. Empat Tahun Berakhir Putus

    PoV Meysha Aku tersenyum tipis dan melambai kecil ke arah pintu kafe yang baru saja dibuka oleh sosok pria gagah rupawan, bertumbuh tinggi, tegap, berpakaian kemeja hitam berlengan panjang yang dipadukan dengan celana pants warna abu-abu tua, dan sepatu pantofel berwarna hitam. Pria itu membalas senyumanku, senyuman dia mengembang, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membuat matanya mengecil membentuk seperti bulan sabit, dan tangannya juga melambai ke arahku. Dia melangkah cepat mendekat ke mejaku. Pria itu kekasihku—namanya Alvin Sanjaya—kami sudah menjalin hubungan selama empat tahun lebih. Pertemuan kali ini berbeda dari pertemuan biasanya. Biasanya kami bertemu untuk temu kangen, menumpahkan rasa rindu. Tapi kali ini, ka

  • Dijodohin    10. Ketahuan Mas Alvin

    PoV Salsa Malam ini nih gue lagi clubbing bareng temen geng dan juga Bagas. Awalnya kami duduk di satu meja mesen cocktail. Tapi karena Clarin sama Maya udah turun ke dance floor, udah joget-joget binal gak karuan. Akhirnya gue ngajak Amel ikut turun. Awalnya si Bagas nglarang gue, nyuruh gue duduk ngobrol aja sambil ngerokok. Tapi gimana ya, gue gak kuat lihat Maya sama Clarin. Jiwa joget gue minta diluapkan. Gue joget-joget di antara beberapa laki-laki. Sengaja gue goyangnya yang nakal. Asyiknya tuh ada cowok nanggepin gue dan tangan dia melingkar di pinggang gue. Udah deh gue lupa semuanya, dunia malam memang asik buat ngilangin stress. Tapi tiba-tiba orang yang joget ama gue ditarik seseorang terus dipukuli. Gue kira ya

Latest chapter

  • Dijodohin    38. Mas Alvin Berpelukan dengan Clarin

    Mau dibujuk seperti apa pun, gw tetep gak mau melakukan pengobatan apa pun. Gak pa-pa hampir setiap hari merasakan sakit pinggang, badan lemas, muntah-muntah terus, gatal-gatal, dan wajah pucat, yang penting gw mau berjuang mempertahankan anak.“Mba, Salsa mau keluar bentar sama teman-teman,” pamitku sama Mba Diah.“Iya, Mbak. Tadi Mas Alvin udah ngomong kalau mbak mau pergi. Mbak hati-hati ya, jangan capek-capek,” jawab Mba Diah kemudian terdengar suara klakson mobilnya Amel.“Wah, wah, bumil cantik kali, udah siap jalan?” goda Maya.“iya, dong. Gw langsung bertingkah kecentilan “Yuk, berangkat!” seru gw langsung masuk ke mobil.Sudah dua bulanan cuma di rumah doang paling keluar kalau ke kampus itu juga baru-baru belakangan ini dan jarang masuk pula karena kondisi kesehatan gw yang kurang baik.Hari ini gw merasa agak baikan, makanya gw izin mau jalan bareng sama teman-teman. Awalnya sih temen-temen cuma mau main di rumah doang, tapi setelah gw ajak dan izin sama Mas Alvin akhirnya

  • Dijodohin    37. Hasil Test

    Rumah sudah ramai banyak orang, ada sahabat-sahabatku, nyokap, mertua dan juga ada Mas David.Clarin adalah satu-satunya orang yang paling marah saat dikasih tahu kabar kehamilan gw."Sa, kenapa sih lo gak dengerin omongan gw. Lo itu gk boleh hamil dulu, kenapa gak pake pengaman si!" kesal Clarin saat kami berempat video call. Wajahnya terlihat jelas kalau dia sangat marah."Rin, lo kenapa marah mengetahui kabar bahagianya Salsa? Dia hamil setelah nikah, bukan hamil di luar nikah, seharusnya kita turut bahagia bukan malah marahin Salsa. Aneh lo!" sahut Amel ikut terselut amarah.Gw yang malas berdebat dengan Clarin memilih mengakhiri video call sepihak. "Makasih ya, yang udah ikut bahagia atas kehamilan gw. Nanti besok gw pulang, gw akhiri panggilan ini ya, dahh."Tut. Panggilan video call berakhir sebelum ada yang menyahut. Gw membiarkan mereka bertiga berdebat. Gw kehilangan tenaga untuk ikut serta ngobrol bareng mereka dan gw bodo amat atas ketidak sukaan Clarin sama gw. Berusaha

  • Dijodohin    36. Kabar Bahagia dan Duka

    Semua dirayakan …. Punya orang tua baik dan berkecukupan, punya sahabat yang sefrekuensi dan baik, punya suami ganteng, mapan, baik, dan gak pelit, punya mertua baik dan peduli, punya ipar juga baik, dan juga mau dikasih keturunan, mau jadi ibu. Hidup gw hampir sempurna walaupun tanpa adanya bokap. Tapi gw pernah mendapatkan kasih sayang yang besar darinya. Itu artinya kehidupanku semuanya dirayakan. Akan tetapi, namanya hidup tidak mungkin tidak ada ujian. Dibalik kebahagiaan itu semua, ada hal yang membuat kebahagiaan itu sirna begitu saja. Seakan dengan ujian ini gw merasa jadi orang yang paling menderita di muka bumi ini. Dari banyaknya manusia di muka bumi ini, kenapa harus gw yang mendapatkan sakit ini? Gw baru saja bahagia, baru bisa ikhlas atas kepergian bokap, baru saja ingin memperbaiki diri, mendekat ke Allah. Tapi kenapa harus mendapatkan ujian seberat ini? Hasil pemeriksaan kandungan, gw memang benar hamil satu bulan. Rasanya bahagia sekali mendengar kabar itu. Tapi

  • Dijodohin    Honeymoon

    PoV SalsaHalo, Permisah. Ada kabar gembira nih. Kalau hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Gw mau honeymoon, Permisah.Gw seneng banget.Setelah melalui hari-hari yang melelahkan akhirnya itu semua berlalu gakk terasa dan gw mendapatkan nilai Uas yang cukup menyenangkan."Hati-hati di sana, ya," pesan nyokap tercinta."Ibu gak usah khawatir. Salsa perginya sama Mas suami, jadi bakal aman sentosa," jawab gw girang.Nyokap hanya tersenyum menanggapinya, sementara dua temenku heboh kegirangan.Mau gw tambahin lagi asyiknya nikah muda. Selain dapat uang jajan banyak dari suami, gw dapat juga waktu bersamaan sama teman-teman yang masih utuh. Maksudnya mereka semua masih lajang, jadi mereka bisa banyak waktu sama gw.Andai kalau mereka udah nikah, mereka pasti sibuk dengan rumah tangganya sendiri. Mereka dengan tulus mau mengantarkan gw ke bandara sampai flight. Seru pokoknya. Hidup gw seakan semua dirayakan. Punya nyokap baik, mertua baik dan punya teman yang super-super pedul

  • Dijodohin    34. Mengkhawatirkan Meysha

    PoV Alvin Hai, aku balik lagi. Mau cerita soal pernikahanku sama Salsa yang sudah berjalan tiga bulan lebih tapi tanpa adanya cinta di dalamnya.Ya, seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Hari-hariku selalu dihantui rasa bersalah sama Salsa, Meysha, mertuaku, dan ibuku.Aku sampai bingung sendiri gimana caranya buat ngilangin rasa bersalah ini. Aku ingin hidupku bahagia lagi seperti sebelum menikah. Setelah menikah hidupku banyak tipuannya, pura-pura bahagia di depan orang sekitar.Hari ini hari terakhir Salsa masuk kampus sebelum liburan akhir semester tiba dan itu artinya setelah itu kami berdua mau pergi liburan, lebih tepatnya pergi berbulan madu. Harusnya aku senang karena mau liburan, bisa melepas penat, tapi yang kurasakan malah tertekan.Salsa yang mahir menggoda, membuatku takut lepas kendali. Selama ini aku sudah frustasi sendiri menghindari Salsa supaya kami jarang berhubungan suami istri. Ini malah mau pergi berbulan madu yang artinya aku tidak boleh menghindar dem

  • Dijodohin    33. Uang Gajian

    Kata Mas Alvin, dia akan pulang jam tigaan. Karena jam tiga gw udah ada di rumah, jadinya gw nungguin kepulangan Mas Alvin di ruang Tv. Dan benar saja, jam tigaan Mas Alvin udah pulang.Langsung aja gw sambut kepulangan suami gw yang ganteng banget itu dengan senyuman hangat."Assalamualaikum," salam Mas Alvin saat baru buka pintu rumah."Wa'alaikumussalam, suaminya Salsa." Gw langsung meraih punggung tangannya untuk disalim lalu langsung mengalungkan tangan di leher Mas Alvin.Muach!Ah, oh my God. Terus saja seperti ini kalau dikecup manja sama Mas Alvin, jantung gw langsung berdetak kencang. Padahal yang dikecup kening tapi efeknya sangat luar biasa.Kami berpelukan mesra beberapa menit sebelum Mas Alvin ngajak gw untuk duduk."Mas pasti capek banget, ya? Mau dibikinin minum apa?" tanya gw lembut dan penuh kasih sayang. Walaupun gw anak nakal, tapi soal pelayanan untuk suami, akan gw beri yang sangat baik. Apalagi pelayanan di atas ranjang, tanpa ragu pasti gw akan memberikan yang s

  • Dijodohin    32. Mas Alvin tidak Pamit

    Gue terbangun karena bunyi hp yang cukup keras. Langsung aja gue raih hp yang berada di atas nakas dan ternyata hp gue berbunyi karena alarm. Langsung aja tak matiin terus gue tidur lagi karena masih ngantuk berat. Toh, nanti kalau Mas Alvin pulang dari masjid, dia akan bangunin gue. Jadi lumayan bisa tidur sebentar.Pintu digedor-gedor terus yang membuat gue terbangun dari tidur. Gue heran kenapa Mas Alvin harus gedor-gedor pintu. Kenapa gak masuk aja terus bangunin gue dengan lembut seperti biasa? Perasaan pintu gak gue kunci deh.Gue milih pura-pura gak denger gedoran pintu biar Mas Alvin masuk terus bangunin gue dengan penuh kasih sayang.Baru aja mau pura-pura masih tidur, di luar sana terdengar suara Mbak Diah. Jelas gue heran dong, kenapa yang gedor-gedor Mbak Diah? Langsung aja gue bangun, dengan gontai jalan menuju pintu.Benar adanya kalau yang gedor-gedor ternyata Mbak Diah bukan Mas Alvin. "Mbak Diah?" kata gue kaget.Mbak Diah tersenyum. "Neng baru bangun?" tanya Mbak Di

  • Dijodohin    31. Balasan Kado

    PoV Salsa Hai, guys. Hehe, bertemu lagi dengan gue, Salsabila. Gue tuh gak nyangka banget kalau Mas Alvin sebaik itu. Dia beliin gue mobil impian. Mobil, pemirsa. Coba bayangin, mobil impian gue! Nyokap gue aja gak mau beliin mobil karena trauma, takut gue kayak bokap. Namun, Mas Alvin pengertian banget. Dia kayak tau sebenernya gue juga pengen punya mobil pribadi, khusus buat gue, seperti teman-teman gue yang lain. Sayangnya karena ketakutan nyokap, buat gue harus menerimanya. Lalu sekarang gue dapat mobil tanpa harus nunggu gue udah kerja dulu? Ini sesuatu banget bagi gue. Gue yang berpikir akan beli mobil nanti setelah udah cari uang sendiri, nyatanya Allah baik banget, mengirim hambanya yang amat baik untuk gue. Makasih, Ya Allah. Gue terharu banget, sumpah. Pokoknya gue sangat-sangat bahagia tapi gue sangat merasa bersalah sudah menuduh Mas Alvin dan udah marah di hadapan dia. Sebagai tanda maaf dan tanda terima kasih, gue malam ini berdandan cantik dan juga berpakain s

  • Dijodohin    30. Masih Milik Meysha

    PoV Alvin Hai, aku kembali lagi dan mau cerita lagi. Saat aku sedang duduk di sofa ruang tamu di rumah, lagi menunggu Salsa pulang, tiba-tiba Salsa nelpon. Aku angkat telepon dia dan betapa kagetnya saat tiba-tiba Salsa mematikan sambungan telepon setelah tanya aku di mana. Aku khawatir, takut ada hal buruk menimpanya. Sama sekali aku tidak kepikiran kalau dia marah sama aku karena tidak jadi jalan bareng dia. Pikiranku memang sedang terbagi-bagi. Sedang tidak terlalu fokus. Langsung saja aku meluncur ke kampusnya Salsa. Sampai sana aku tidak menemukan Salsa. Aku makin khawatir, mana aku tidak punya nomornya teman-teman Salsa. Aku datang ke rumah mertua, berharap Salsa ada di sana. Nyatanya tidak ada. Aku makin panik, gelisah tak karuan tapi untungnya aku bisa pasang ekspresi wajah biasa di hadapan mertua. Aku tidak mau mertua ikut khawatir. Namun saat aku mau pamit pulang, tiba-tiba gerbang terbuka dan menampakkan istriku. Detik itu juga hatiku terasa plong. Senyum lebar ku

DMCA.com Protection Status