PoV Salsa
Malam ini nih gue lagi clubbing bareng temen geng dan juga Bagas. Awalnya kami duduk di satu meja mesen cocktail. Tapi karena Clarin sama Maya udah turun ke dance floor, udah joget-joget binal gak karuan.
Akhirnya gue ngajak Amel ikut turun. Awalnya si Bagas nglarang gue, nyuruh gue duduk ngobrol aja sambil ngerokok. Tapi gimana ya, gue gak kuat lihat Maya sama Clarin. Jiwa joget gue minta diluapkan.
Gue joget-joget di antara beberapa laki-laki. Sengaja gue goyangnya yang nakal. Asyiknya tuh ada cowok nanggepin gue dan tangan dia melingkar di pinggang gue. Udah deh gue lupa semuanya, dunia malam memang asik buat ngilangin stress.
Tapi tiba-tiba orang yang joget ama gue ditarik seseorang terus dipukuli. Gue kira ya
Malam ini nyokap kelihatan seneng banget. Raut wajahnya terpancar kebahagiaan, buat hati gue menghangat. Sudah lama banget gak makan bersama bertiga yang di mana salah satunya pria. Dulu, waktu bokap masih ada, makan bersama seperti sekarang, sering dilakukan bahkan hampir tiap hari. Setelah bokap gak ada, makan bersama di meja makan hanya gue dan nyokap. Berduan saja. Makan malam ini spesial menurut gue. Liat Mas Alvin, gue kaya liat bokap. Memori kebersamaan bokap jadi berputar di otak gue. Jadi kangen bokap. Tuh kan gue sedih. "Lho, kok, Salsa nangis?" Mas Alvin bertanya sambil natap gue. "Makanannya pedas, ya, tapi menurut Mas nggak kok. Menurut Tante pedas gak?" "Nggak, bukan makanannya, tapi Mas yang bikin Salsa nangis." Yang awalnya hanya air mata yang keluar, kini diiringi dengan isakan kenceng. "Mas? Maaf, memang apa yang Mas lakukan sampai buat kamu nangis?" "Mas bik
Sebagai anak satu-satunya, nyokap tidak mau acara lamaran gue hanya biasa aja. Sesuai permintaan gue yang hanya minta di rumah lalu makan-makan aja. Tapi nyokap dan Tante Wanda malah nyewa ballroom untuk acara lamaran gue dan Mas Alvin. Sebenarnya gue sedikit ragu dengan lamaran ini. Gue masih bingung dengan perasaan gue sendiri. Gue belum yakin kalau gue sudah ada rasa suka sama Mas Alvin, tapi rasanya kalau gue di dekat Mas Alvin, merasa nyaman apalagi setelah kejadian gue ketauan di club, perilaku Mas Alvin sama gue jadi gak dingin lagi. Buat gue gak takut berada di dekat dia. Gue milih maju, mengiakan adanya lamaran ini yang terkesan mendadak, persiapan hanya beberapa hari saja. Itu karena nyokap. Jujur gue gak tega mematahkan kebahagiaan nyokap yang begitu bahagia mengetahui Mas Alvin mau lamar gue. Nyokap aja sampe ngasih gue tas yang sudah dia janjiin beberapa minggu lalu. Yang tiap kali gue mau berangkat kampus terus tanya ke m
"Cantik banget kamu, Sa." Clarin berkomentar. "Kayak bukan Salsa deh, ya ampun pangling sekali kakak gue." Amel ikut berkomentar. "Duh, ini calon istri Bang Vin." Sekarang Maya yang berkomentar. Baru saja gue selesai dimake up oleh MUA yang dipesan nyokap. Gue sangat berterima kasih dengan orang yang rias, mata bengkak gue jejak habis menangis bisa tertutupi dengan make up. "Sudah siap, sayang?" Nyokap masuk ke kamar menghampiri. Gue ngangguk. "Anak Ibu cantik banget." Nyokap mengusap lengan baru kemudian beliau ngajak untuk ke tempat acara. Sedari tadi gue udah deg-degan banget, sumpah. Padahal waktu ketemu Mas Alvin mengantar ke makam, gue biasa aja. Tapi sekarang jantung gue memompa tidak semestinya, bahkan lebih dari saat gue di make up. Susunan acara sudah mulai hingga akan di waktu intinya, yaitu menemukan gue dengan Mas Alvin. Saat sang MC wanita mengintro agar gue masuk ke dalam r
Sesampainya di kamar hotel, kami berempat sama-sama membersihkan make up bersama sambil ngobrol dan bercanda. Tidak ada yang mandi, semuanya termasuk kategori orang malas. Selesai membersihkan make up kami cuma ganti baju terus tiduran di atas king bed. Sebelum hari ini, teman-teman gue sudah boking ke nyokap kalau pesan kamar jangan yang double bed tapi yang king bed saja. Kata mereka biar puas waktu kebersamaannya sama gue yang sebentar lagi akan nikah dan akan sulit untuk tidur bersama lagi. Mustahil kalau orang empat kumpul terus bisa tidur cepat, yang ada kami malah lanjut ngobrol dan bercanda. Seperti saat ini, sudah tidurannya tak beraturan, ada yang kakinya ke atas kepala ranjang, ada juga yang tiduran tepat di samping pantat, kayak gue tidur tepat di samping pantat Clarin. "Guys, ini 'kan kita tidur bersama nih, nanti kalau Salsa habis nikah, kita ikut tidur bareng aja, ya, lihat malam pertamanya Salsa sama Bang Alvin, s
"Lepaskan!" Bagas memerintah Mas Alvin untuk lepasin gue. "Siapa, lo?" Mas Alvin menolak, membawa gue di belakang tubuhnya. "Gue memang bukan siapa-siapanya Salsa, tapi gue orang yang sayang sama Salsa. Jadi, gue berhak larang lo bawa Salsa." Mas Alvin tersenyum sinis, "Lo cuma orang yang sayang, sementara gue calon suaminya. Catat baik-baik, CALON SUAMINYA!" Mas menjawab dengan penuh penekanan pas di kata calon suaminya. "Calon suami yang dijodohin maksud lo?" Bagas ketawa mengejek. "Lo tuh cowok, dah dewasa pula, lo harusnya punya pikiran yang jauh bukan pendek menerima perjodohan itu. Mikir! Kalau Salsa itu terpaksa mau nerima perjodohan ini. Lo harusnya mikir bagaimana kedepannya, bagaimana nasib Salsa hidup penuh keterpaksaan." "Iya, betul, gue dan Salsa menikah karena dijodohin. Tapi asal lo tau, Salsa sudah punya perasaan suka sama gue. Gue gak maksa agar Salsa mau menerima, tapi dia sendiri yang menerima." Mas Alvin
Saat lamaran diadakan, di situ juga lah pembicaraan kapan hari pernikahannya. Dengan yakin dan mantap Mas Alvin meminta waktu satu bulan untuk mempersiapkan. Saat Mas Alvin memutuskan, semua keluarga tidak langsung menyetujui, melainkan bertanya terlebih dahulu ke gue, apakah gue setuju atau tidak. Gue pun jawab setuju. Hingga detik ini menuju hari itu tinggal satu pekan, hanya saja selama satu pekan belakang, Mas Alvin gak ada kabar, gak main juga ke rumah, nyokap juga nyuruh semua foto gue di media sosial untuk disembunyikan terlebih dahulu. Tujuannya supaya Mas Alvin tidak bebas natap foto gue, takutnya kita berdua tidak bertemu, tapi malah di belakangnya, Mas Alvin terus natap foto gue. Kata nyokap ini sedang fase dipingit. Biar pas di hari H, gue terlihat pangling oleh Mas Alvin. Gue juga gak boleh pergi-pergi ke luar rumah kecuali ke kampus, itu pun harus di antar jemput. "Sa, sebelumnya gue minta maaf," kata Clarin
Tidak mungkin gue tidak nangis, tau sendiri, bukan gimana gue? Orangnya cengeng, petakilan sih, tapi cengeng. Saat sungkeman sama nyokap, gue nangis. Nyokap ngelus-ngelus bahu gue. "Sudah, Sayang, nanti make upnya luntur," peringat nyokap. Sang MC menyuruh bergantian, gue sedikit sempoyongan saat mau bangkit, dengan sigap Mas Alvin bantuin gue untuk bangun. Di sini lah gue nangis kenceng sampe sesegukan, sungkem sama paman. Dah wajah paman mirip banget pula sama bokap. Gimana gue gak nangis, di hari spesial ini bokap sudah tidak ada dan diharuskan digantikan. Paman bawa gue ke dalam pelukannya, "Ayah Salsa juga bahagia di sana," bisik paman. "Paman ngerti apa yang kamu rasakan. Salsa yang sabar, ya." Gue ngangguk-ngangguk. Bisa gue rasakan pelukan dari belakang dan ternyata itu Mas Alvin, dia menarik gue untuk memeluknya, gue gak nolak, meluk dia sambil nangis. Mas Alvin ngusap-ng
Masuk kamar hotel bersama Mas Alvin sambil bergandengan tangan, nah pas buka pintu, gue dan Mas Alvin kaget melihat seorang pria sedang duduk santai di sofa. "Bang Ke," seru gue sambil menghampiri pria itu. "Apa kamu bilang?!" Pria itu tidak terima. Gue ketawa, "Bang Vin maksud Salsa." Gue langsung loncat ke tubuh Bang Kevin minta digendong dan langsung ditangkap olehnya. Bisa gue dengar Mas Alvin teriak kaget, "Sa!" "Ini nih, bini lo, emang gini, dah biasa," kata Bang Kevin memberitahukan ke Mas Alvin. "Iya, Bang, tapi aku takut Salsa sedang pake heels," jawab Mas Alvin menyuarakan kekhawatirannya. "Dah biasa Mas, tenang," sahut gue sombong. "Bang Vin kenapa di sini?" "Turun! Kamu bukan gadis lagi, gak enak sama suami kamu." Alih-alih menjawab, Bang Kevin malah nurunin gue dari gendongan dia. Meski kaki gue udah nyentuh lantai, tangan gue tetap melingkar di leher Bang K
Mau dibujuk seperti apa pun, gw tetep gak mau melakukan pengobatan apa pun. Gak pa-pa hampir setiap hari merasakan sakit pinggang, badan lemas, muntah-muntah terus, gatal-gatal, dan wajah pucat, yang penting gw mau berjuang mempertahankan anak.“Mba, Salsa mau keluar bentar sama teman-teman,” pamitku sama Mba Diah.“Iya, Mbak. Tadi Mas Alvin udah ngomong kalau mbak mau pergi. Mbak hati-hati ya, jangan capek-capek,” jawab Mba Diah kemudian terdengar suara klakson mobilnya Amel.“Wah, wah, bumil cantik kali, udah siap jalan?” goda Maya.“iya, dong. Gw langsung bertingkah kecentilan “Yuk, berangkat!” seru gw langsung masuk ke mobil.Sudah dua bulanan cuma di rumah doang paling keluar kalau ke kampus itu juga baru-baru belakangan ini dan jarang masuk pula karena kondisi kesehatan gw yang kurang baik.Hari ini gw merasa agak baikan, makanya gw izin mau jalan bareng sama teman-teman. Awalnya sih temen-temen cuma mau main di rumah doang, tapi setelah gw ajak dan izin sama Mas Alvin akhirnya
Rumah sudah ramai banyak orang, ada sahabat-sahabatku, nyokap, mertua dan juga ada Mas David.Clarin adalah satu-satunya orang yang paling marah saat dikasih tahu kabar kehamilan gw."Sa, kenapa sih lo gak dengerin omongan gw. Lo itu gk boleh hamil dulu, kenapa gak pake pengaman si!" kesal Clarin saat kami berempat video call. Wajahnya terlihat jelas kalau dia sangat marah."Rin, lo kenapa marah mengetahui kabar bahagianya Salsa? Dia hamil setelah nikah, bukan hamil di luar nikah, seharusnya kita turut bahagia bukan malah marahin Salsa. Aneh lo!" sahut Amel ikut terselut amarah.Gw yang malas berdebat dengan Clarin memilih mengakhiri video call sepihak. "Makasih ya, yang udah ikut bahagia atas kehamilan gw. Nanti besok gw pulang, gw akhiri panggilan ini ya, dahh."Tut. Panggilan video call berakhir sebelum ada yang menyahut. Gw membiarkan mereka bertiga berdebat. Gw kehilangan tenaga untuk ikut serta ngobrol bareng mereka dan gw bodo amat atas ketidak sukaan Clarin sama gw. Berusaha
Semua dirayakan …. Punya orang tua baik dan berkecukupan, punya sahabat yang sefrekuensi dan baik, punya suami ganteng, mapan, baik, dan gak pelit, punya mertua baik dan peduli, punya ipar juga baik, dan juga mau dikasih keturunan, mau jadi ibu. Hidup gw hampir sempurna walaupun tanpa adanya bokap. Tapi gw pernah mendapatkan kasih sayang yang besar darinya. Itu artinya kehidupanku semuanya dirayakan. Akan tetapi, namanya hidup tidak mungkin tidak ada ujian. Dibalik kebahagiaan itu semua, ada hal yang membuat kebahagiaan itu sirna begitu saja. Seakan dengan ujian ini gw merasa jadi orang yang paling menderita di muka bumi ini. Dari banyaknya manusia di muka bumi ini, kenapa harus gw yang mendapatkan sakit ini? Gw baru saja bahagia, baru bisa ikhlas atas kepergian bokap, baru saja ingin memperbaiki diri, mendekat ke Allah. Tapi kenapa harus mendapatkan ujian seberat ini? Hasil pemeriksaan kandungan, gw memang benar hamil satu bulan. Rasanya bahagia sekali mendengar kabar itu. Tapi
PoV SalsaHalo, Permisah. Ada kabar gembira nih. Kalau hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Gw mau honeymoon, Permisah.Gw seneng banget.Setelah melalui hari-hari yang melelahkan akhirnya itu semua berlalu gakk terasa dan gw mendapatkan nilai Uas yang cukup menyenangkan."Hati-hati di sana, ya," pesan nyokap tercinta."Ibu gak usah khawatir. Salsa perginya sama Mas suami, jadi bakal aman sentosa," jawab gw girang.Nyokap hanya tersenyum menanggapinya, sementara dua temenku heboh kegirangan.Mau gw tambahin lagi asyiknya nikah muda. Selain dapat uang jajan banyak dari suami, gw dapat juga waktu bersamaan sama teman-teman yang masih utuh. Maksudnya mereka semua masih lajang, jadi mereka bisa banyak waktu sama gw.Andai kalau mereka udah nikah, mereka pasti sibuk dengan rumah tangganya sendiri. Mereka dengan tulus mau mengantarkan gw ke bandara sampai flight. Seru pokoknya. Hidup gw seakan semua dirayakan. Punya nyokap baik, mertua baik dan punya teman yang super-super pedul
PoV Alvin Hai, aku balik lagi. Mau cerita soal pernikahanku sama Salsa yang sudah berjalan tiga bulan lebih tapi tanpa adanya cinta di dalamnya.Ya, seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Hari-hariku selalu dihantui rasa bersalah sama Salsa, Meysha, mertuaku, dan ibuku.Aku sampai bingung sendiri gimana caranya buat ngilangin rasa bersalah ini. Aku ingin hidupku bahagia lagi seperti sebelum menikah. Setelah menikah hidupku banyak tipuannya, pura-pura bahagia di depan orang sekitar.Hari ini hari terakhir Salsa masuk kampus sebelum liburan akhir semester tiba dan itu artinya setelah itu kami berdua mau pergi liburan, lebih tepatnya pergi berbulan madu. Harusnya aku senang karena mau liburan, bisa melepas penat, tapi yang kurasakan malah tertekan.Salsa yang mahir menggoda, membuatku takut lepas kendali. Selama ini aku sudah frustasi sendiri menghindari Salsa supaya kami jarang berhubungan suami istri. Ini malah mau pergi berbulan madu yang artinya aku tidak boleh menghindar dem
Kata Mas Alvin, dia akan pulang jam tigaan. Karena jam tiga gw udah ada di rumah, jadinya gw nungguin kepulangan Mas Alvin di ruang Tv. Dan benar saja, jam tigaan Mas Alvin udah pulang.Langsung aja gw sambut kepulangan suami gw yang ganteng banget itu dengan senyuman hangat."Assalamualaikum," salam Mas Alvin saat baru buka pintu rumah."Wa'alaikumussalam, suaminya Salsa." Gw langsung meraih punggung tangannya untuk disalim lalu langsung mengalungkan tangan di leher Mas Alvin.Muach!Ah, oh my God. Terus saja seperti ini kalau dikecup manja sama Mas Alvin, jantung gw langsung berdetak kencang. Padahal yang dikecup kening tapi efeknya sangat luar biasa.Kami berpelukan mesra beberapa menit sebelum Mas Alvin ngajak gw untuk duduk."Mas pasti capek banget, ya? Mau dibikinin minum apa?" tanya gw lembut dan penuh kasih sayang. Walaupun gw anak nakal, tapi soal pelayanan untuk suami, akan gw beri yang sangat baik. Apalagi pelayanan di atas ranjang, tanpa ragu pasti gw akan memberikan yang s
Gue terbangun karena bunyi hp yang cukup keras. Langsung aja gue raih hp yang berada di atas nakas dan ternyata hp gue berbunyi karena alarm. Langsung aja tak matiin terus gue tidur lagi karena masih ngantuk berat. Toh, nanti kalau Mas Alvin pulang dari masjid, dia akan bangunin gue. Jadi lumayan bisa tidur sebentar.Pintu digedor-gedor terus yang membuat gue terbangun dari tidur. Gue heran kenapa Mas Alvin harus gedor-gedor pintu. Kenapa gak masuk aja terus bangunin gue dengan lembut seperti biasa? Perasaan pintu gak gue kunci deh.Gue milih pura-pura gak denger gedoran pintu biar Mas Alvin masuk terus bangunin gue dengan penuh kasih sayang.Baru aja mau pura-pura masih tidur, di luar sana terdengar suara Mbak Diah. Jelas gue heran dong, kenapa yang gedor-gedor Mbak Diah? Langsung aja gue bangun, dengan gontai jalan menuju pintu.Benar adanya kalau yang gedor-gedor ternyata Mbak Diah bukan Mas Alvin. "Mbak Diah?" kata gue kaget.Mbak Diah tersenyum. "Neng baru bangun?" tanya Mbak Di
PoV Salsa Hai, guys. Hehe, bertemu lagi dengan gue, Salsabila. Gue tuh gak nyangka banget kalau Mas Alvin sebaik itu. Dia beliin gue mobil impian. Mobil, pemirsa. Coba bayangin, mobil impian gue! Nyokap gue aja gak mau beliin mobil karena trauma, takut gue kayak bokap. Namun, Mas Alvin pengertian banget. Dia kayak tau sebenernya gue juga pengen punya mobil pribadi, khusus buat gue, seperti teman-teman gue yang lain. Sayangnya karena ketakutan nyokap, buat gue harus menerimanya. Lalu sekarang gue dapat mobil tanpa harus nunggu gue udah kerja dulu? Ini sesuatu banget bagi gue. Gue yang berpikir akan beli mobil nanti setelah udah cari uang sendiri, nyatanya Allah baik banget, mengirim hambanya yang amat baik untuk gue. Makasih, Ya Allah. Gue terharu banget, sumpah. Pokoknya gue sangat-sangat bahagia tapi gue sangat merasa bersalah sudah menuduh Mas Alvin dan udah marah di hadapan dia. Sebagai tanda maaf dan tanda terima kasih, gue malam ini berdandan cantik dan juga berpakain s
PoV Alvin Hai, aku kembali lagi dan mau cerita lagi. Saat aku sedang duduk di sofa ruang tamu di rumah, lagi menunggu Salsa pulang, tiba-tiba Salsa nelpon. Aku angkat telepon dia dan betapa kagetnya saat tiba-tiba Salsa mematikan sambungan telepon setelah tanya aku di mana. Aku khawatir, takut ada hal buruk menimpanya. Sama sekali aku tidak kepikiran kalau dia marah sama aku karena tidak jadi jalan bareng dia. Pikiranku memang sedang terbagi-bagi. Sedang tidak terlalu fokus. Langsung saja aku meluncur ke kampusnya Salsa. Sampai sana aku tidak menemukan Salsa. Aku makin khawatir, mana aku tidak punya nomornya teman-teman Salsa. Aku datang ke rumah mertua, berharap Salsa ada di sana. Nyatanya tidak ada. Aku makin panik, gelisah tak karuan tapi untungnya aku bisa pasang ekspresi wajah biasa di hadapan mertua. Aku tidak mau mertua ikut khawatir. Namun saat aku mau pamit pulang, tiba-tiba gerbang terbuka dan menampakkan istriku. Detik itu juga hatiku terasa plong. Senyum lebar ku